Disusun Oleh:
Yogi Sastra Wijaya 2011150140
Rebi Mandala Saputra 2011150136
Dosen Pengampu:
Rema Syelvita, MH
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Putusan
B. Putusan Hakim
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR FUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tujuan utama suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk memperoleh
putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, artinya suatu putusan hakim yang tidak
dapat diubah lagi. Dengan putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang
berperkara ditetapkan untuk selamalamanya, bahwa apabila putusan tidak ditaati
secara sukarela, maka putusan tersebut dapat dipaksakan dengan bantuan alat-alat
negara. Ketentuan pada Pasal 195 Ayat (1) HIR/ Pasal 206 Ayat (1) RBg yang
menyatakan bahwa:
Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh
putusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat
yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi
putusan hakim itu. Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak ada
kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada
gunanya.
Cara pelaksanaan putusan hakim diatur dalam Pasal 195 sampai dengan Pasal
208 HIR. Putusan dilaksanakan di bawah pimpinan ketua Pengadilan Negeri yang
mula-mula memutus perkara tersebut. Pelaksanaan dimulai dengan menegur pihak
yang kalah dalam delapan hari memenuhi putusan tersebut dengan suka rela. Jika
pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan itu dengan sukarela, maka baru
pelaksanaan yang sesungguhnya di mulai. Setelah waktu tersebut terlampaui dan
pihak yang kalah belum memenuhi eksekusi sesuai dengan amar putusan hakim, maka
dengan ketetapan Ketua Pengadilan Negeri, selanjutnya memerintahkan Jurusita
dengan disertai dua orang saksi yang dipandang mampu dan cakap untuk
melaksanakan sita eksekusi terhadap barang-barang termohon eksekusi yang setelah
itu dibuat berita acaranya.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Apa Itu Putusan?
B. Apa Saja Macam-Macam Putusan?
C. Bagaimana Pelaksanaan Putusan?
D. Apa Itu Putusan Hakim?
E. Bagaimana Cara Melaksanakan Putusan Hakim?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Putusan
Pengertian putusan secara bahasa disebut dengan vonnis (Belanda) atau al-
aqda’u (Arab), yaitu produk Pengadilan Agama karena adanya dua pihak yang
berlawanan dalam perkara, yaitu “penggugat” dan “tergugat”. Produk pengadilan
semacam ini biasa diistilahkan dengan “produk peradilan yang sesungguhnya” atau
jurisdictio cententiosa”.
Definisi Putusan yang tercantum dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menjelaskan bahwa: “Putusan adalah keputusan
pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa. Menurut
Sudikno Mertokusumo, Putusan adalah suatu pernyataan yang diberikan oleh Hakim,
sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan di dalam
persidangan yang terbuka untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan suatu
perkara atau sengketa antara pihak yang berperkara.
Sedangkan definisi lebih lanjut mengenai putusan menurut Gemala Dewi,
adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh
hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai suatu produk Pengadilan (Agama)
sebagai hasil dari suatu pemeriksaan perkara gugatan berdasarkan adanya suatu
sengketa.3 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian putusan adalah
pernyataan hakim yang tertulis atas perkara gugatan oleh Majelis Hakim yang
berwenang menangani dan menyelesaikan suatu sengketa diantara para pihak yang
berperkara dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
B. Macam-Macam Putusan
Menurut Prof. Dr. H. Abdul Manan, macam-macam putusan Hakim
Pengadilan dapat dilihat dari beberapa sisi, yaitu dari segi sifatnya, segi isinya, dan
juga dari segi jenisnya:
a. Dilihat dari segi sifatnya:
Putusan declaratoir : yaitu putusan pengadilan yang amarnya menyatakan
suatu keadaan dimana keadaan tersebut dinyatakan sah menurut hukum.
Putusan constitutif : yaitu putusan yang bersifat menghentikan atau
menimbulkan hukum baru.
Putusan condemnatoir : yaitu putusan yang bersifat menghukum pihak yang
kalah untuk memenuhi suatu prestasi yang ditetapkan oleh hakim.
b. Dilihat dari segi isinya:
Niet Onvankelijk Verklaart (N.O.) : maksudnya adalah putusan ini tidak dapat
diterima gugatannya, karena adanya alasan yang dibenarkan oleh hukum.
Terdapat beberapa kemungkinan alasan tidak diterimanya gugatan Penggugat,
yaitu :
1. Gugatan tidak berdasarkan hukum.
2. Gugatan tidak mempunyai kepentingan hukum secara langsung yang
melekat pada diri Penggugat.
3. Gugatan kabur (obsucur libel).
4. Gugatan masih prematur.
5. Gugatan Nebis in idem
6. Gugatan error in persona
7. Gugatan telah lampau waktu (daluwarsa)
8. Pengadilan tidak berwenang mengadili
Gugatan dikabulkan : yaitu apabila suatu gugatan yang diajukan kepada
pengadilan dapat dibuktikan kebenaran dalil gugatannya. Jika terbukti
keseluruhan, maka gugatan tersebut dikabulkan seluruhnya. Jika sebagian saja
yang terbukti, maka gugatan tersebut dikabulkan sebagian.
Gugatan ditolak : yaitu putusan yang perkaranya telah diperiksa dan setelah
diperiksa terbukti dalil gugatannya tidak beralasan atau tidak dapat dibuktikan
kebenarannya.
Gugatan didamaikan : yaitu apabila pihak yang berperkara berhasil
didamaikan, maka hakim menyarankan agar gugatannya dicabut dan hakim
menjatuhkan putusan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian.
Gugatan digugurkan : yaitu apabila Penggugat telah dipanggil secara patut
danmtidak hadirmmenghadap pengadilanmpada harimyang telah
ditentukanmtanpa menyuruhmorang lain sebagaiowakilnya, sedangkan pihak
Tergugat hadir. Maka dalam hal ini gugatan Penggugat dinyatakan gugur dan
dihukum untuk membayar ongkos perkara.
gatan dibatalkan : yaitu apabila Penggugat pernah hadir dalam sidang
pengadilan, kemudian pada sidang-sidang selanjutnya tidak 21 pernah hadir
lagi, maka panitera wajib memberitahukan kepada Penggugat agar ia hadir
untuk membayar ongkos perkara tambanhan sesuai yang ditetapkan. Apabila
dalam tempo satu bulan sejak tanggal pemberitahuan tersebut Penggugat tidak
hadir, maka gugatannya dinyatakan dibatalkan.
Gugatan dihentikan (aan hanging) : yaitu penghentian gugatan yang
disebabkan karena adanya perselisihan kewenangan mengadili antara
Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri.
c. Dilihat dari segi jenisnya
Putusan Sela : yaitu putusan yang belum merupakan putusan akhir. Putusan ini
tidak mengikat hakim, bahkan hakim yang menjatuhkan putusan sela
berwenang mengubah putusan sela tersebut jika ternyata mengandung
kesalahan. Adapun beberapa bentuk putusan sela menurut Pasal 48 dan 332
Rv dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Putusan Preparatoir : adalah putusan sela untuk mempersiapkan putusan
akhir, tanpa ada pengaruhnya atas pokok perkara atau putusan akhir.
Putusan Interlucotoir : adalah putusan yang memerintahkan pembuktian
dan dapat mempengaruhi putusan akhir.
2. Putusan Insidentil : adalah putusan sela atas suatu perselisihan yang tidak
begitu mempengaruhi atau berhubungan dengan pokok perkara
Putusan Provisi : adalah putusan yang menjawab tuntutan provisionil, yaitu
permintaan para pihak yang bersangkutan agar untuk sementara diadakan
tindakan pendahuluan.
Putusan Akhir : adalah suatu pernyataan yang oleh hakim yang berwenang,
diucapkan dalam persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri perkara atau
sengketa para pihak yang berperkara di pengadilan. Putusan akhir ini sangat
menentukan kredibilitas hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan, maka
sangat diharapkkan kepada hakim untuk membuat putusan yang benar.
C. Pelaksanaan Putusan
Terdapat 3 (tiga) jenis pelaksanaan putusan (eksekusi) yang dikenal dalam
hukum acara perdata, yaitu sebagai berikut:
a. Eksekusi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 196 HIR dan seterusnya, yang
mana seseorang dihukum untuk membayar sejumlah uang.
b. Eksekusi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 225 HIR, yang mana seseorang
dihukum untuk melaksanakan suatu perbuatan atau tidak melaksanakan suatu
perbuatan.
c. Eksekusi Riil.
Kemudian ada 4 syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan putusan hakim yaitu
sebagai berikut:
a. Putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkracht (kecuali dalam hal;
pelaksanaan putusan serta merta; putusan yang dapat dilaksanak terlebih dahulu,
pelaksanaan putusan provinsi atau putusan sela, Pelaksanaan akta perdamaian dan
pelaksanaan grosse akta).
b. Putusan tidak dijalankan oleh para pihak secara sukarela (aanmaning), padahal
Ketua Pengadilan sudah memberi peringatan kepadanya.
c. Putusan hakim bersifat condemnatoir, sehingga dalam
putusan declaratoir dan constitutief tidak perlu dieksekusi.
d. Ketua Pengadilan memimpin proses eksekusi terhadap suatu putusan hakim.
D. Putusan Hakim
Jenis-jenis putusan Hakim Dalam Hukum Acara Perdata,Yang dimaksud
dengan Putusan Hakim adalah putusan akhir dari suatu pemeriksaan persidangan di
pengadilan dalam suatu perakra. (Sarwono, Hlm.211). Putusan akhir dalam suatu
sengketa yang diputuskan oleh hakim yang memeriksa dalam persidangan umumnya
mengandung sangsi berupa hukuman terhadap pihak yang dikalahkan dalam suatu
persidangan di pengadilan. Sangsi hukuman ini baik dalam hukum acara perdata
maupun acara pidana pelaksanaannya dapat dipaksakan kepada para pelanggar hak
tanpa pandang bulu, hanya saja bedanya dalam hukum acara perdata hukumannya
berupa pemenunah prestasi dan atau pemberian ganti rugi kepada pihak yang telah
dirugikan atau dimenangkan dalam persidangan pengadilan suatu sengketa,
sedangkan dalam hukum acara pidana umumnya hukumannya penjara dan atau denda.
a. Putusan Declaratoir (Pernyataan)
b. Putusan Constitutief (Pengaturan)
c. Putusan Condemnatoir (Menghukum)
d. Putusan Preparatoir
e. Putusan Interlocutoir
f. Putusan Insidentil
Putusan Insidentil adalah putusan sela yang berhubungan dengan insident atau
peristiwa yang dapat menghendtikan proses peradilan biasa untuk sementara.
g. Putusan Provisionil
h. Putusan Contradictoir
i. Putusan Verstek atau In Absensia
Adapun keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut dapat berupa:
DAFTAR FUSTAKA