Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MACAM – MACAM UPAYA HUKUM DALAM


PERKARA PERDATA
Diajukan guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum Acara Peradilan
Agama Dosen pengampu : Yanto Hasyim, S.H.,M.H.

Disusun oleh kelompok 10 :

1. Adinda Putri Yuditya (204102030081)


2. Lusi Novitasari (204102030053)
3. Siti Rofiatul Hasanah (204102030054)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD


SIDDIQ JEMBER

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai yang berjudul
“MACAM – MACAM UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA”.
Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Acara Peradilan Agama yang diampu oleh dosen Yanto Hasyim, S.H.,M.H. .
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang macam
macam upaya hukum dalam perkara perdata bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Dalam proses penyusunannya, tidak lupa kami mengucapkan terimakasih


terhadap bantuan, arahan, dan masukan dari berbagai pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan


kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa
maupun isi sehingga penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran
positif dari pembaca.

Demikian apa yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk para pembaca dan penulis.

Jember, 5 November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL……………………………………………………………………………1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...3

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..4

1.1 Latar Belakang……………………………………………………….4

1.2 Rumusan Makalah…………………………………………………...4

1.3 Tujuan Masalah……………………………………………………...5

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………6

2.1 Macam-macam Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata………….6

2.2 Alur Dalam Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata……….……13

BAB III PENUTUP……………………………………………………………..19

3.1 Kesimpulan………………………………………………………….19

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang


kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan
hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim
yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa
keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan
kesalaha/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak.

Maksud dari kalimat upaya hukum yang tercantum dalam Undang-undang


kepada setiap orang adalah bahwa setiap orang yang sedang berpekara
dipengadilan baik dari pihak penggugat atau tergugat diberikan hak untuk
mengajukan perlawanan terhadap keputusan hakim yang telah memeriksanya. Jika
salah satu pihak merasa bahwa keputusan pengadilan tidak mencerminkan
keadilan, maka para pihak yang dikalahkan dalam persidangan dapat mengajukan
perlawanan terhadap putusan pengadilan melalui hakim yang telah memeriksanya
dengan tenggang waktu yang telah ditentukan.

Para pihak yang merasa keputusan pengadilan tidak mencakup keadilan


bisa mengajukan perlawanan putusannya baik ditingkat Banding yaitu
dipengadilan Tinggi, ditingkat Kasasi dan peninjuan kembali yaitu di Mahkamah
Agung. Pemberian hak kepada para pihak untuk mengajukan perlawanan terhadap
putusan pengadilan dimaksud untuk mencegah adanya putusan hakim yang salah.
Hal ini disebabkan karena hakim sebagai manusia tidak lepas dari kesalahan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja macam-macam upaya hukum dalam perkara perdata?


2. Bagaimana alur dalam upaya hukum dalam perkara perdata?

1.3 Tujuan makalah

4
1. Untuk mengetahui macam-macam upaya hukum dalam perkara perdata
2. Untuk mengetahui bagaimana alur dalam pengupayaan hukum dalam
perkara perdata

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Macam-macam Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata

Dalam suatu perkara setelah proses pemeriksaan pengadilan selesai maka


hakim akan menjatuhkan putusan terhadap perkara yang diajukan oleh para pihak,
terhadap putusan dari majlis hakim tersebut terkadang tidak cukup memuaskan
para pihak baik pihak penggugat maupun pihak tergugat, terkadang juga suatu
putusan hakim tidak luput dari kesalahan atau kekhilafan, bahkan terkadang juga
bersifat memihak maka oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan setiap
putusan hakim dimungkinkan untuk diperiksa ulang melalui upaya hukum. Upaya
hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum biasa dan upaya
hukum luar biasa.

2.1.1 Upaya Hukum Biasa.

Upaya hukum biasa merupakan upaya hukum yang digunakan untuk


putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum biasa pada asasnya
terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh
undang-undang, wewenang untuk menggunakannya hapus dengan menerima
putusan. Upaya hukum biasa ini bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk
sementara. Upaya hukum biasa adalah Perlawanan (Verzet), Banding, Kasasi.

 Perlawanan (verzet)

Adalah upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan terhadap


putusan tanpa hadirnya pihak tergugat (Putusan Verstek), hal ini sejalan dengan
ketentuan undang-undang, Pasal 125 ayat (3) jo pasal 129 HIR, pasal 149 ayat (3)
jo 153 Rbg, pada asasnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang
dikalahkan. Apabila setelah dilakukan verzet ternyata Pemohon/Tergugat sekali
lagi dikalahkan dengan verstek, karena tidak hadir mengikuti sidang maka ia tidak
dapat lagi melakukan verzet, melainkan harus mengajukan banding atas putusan
itu. Dalam perkara verzet maka gugatan awal diperiksa kembali seperti perkara

6
semula, artinya disini akan ada jawaban, replik, duplik dan konglusi, tetapi dalam
banding hal itu tidak ada melainkan hanya memori banding. Verzet / Perlawanan
dapat diajukan dalam tenggang waktu sbb 1:

1. Perlawanan dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak
pemberitahuan putusan verstek diterima Tergugat secara pribadi.

2. Jika Putusan verstek itu tidak diberitahukan kepada tergugat Pribadi, maka
perlawanan masih dapat diajukan sampai hari ke 8 (delapan) setelah tegoran untuk
melaksanakan putusan verstek itu.

3. Atau apabila tergugat tidak datang menghadap ketika ditegur, perlawanan


tergugat dapat diajukan sampai hari ke – 8 (pasal 129 ayat (2) HIR, sampai hari ke
– 14 (Pasal 153 ayat (2) Rbg sesudah putusan verstek dijalankan.
Perlawanan terhadap putusan verstekdiajukan seperti mengajukan surat gugatan
biasa. ( Pasal 129 ayat (3) HIR dan pasal 153 ayat (3) Rbg. Ketika perlawanan
telah diajukan maka tertundalah putusan verstek dijalankan.

 Banding

Yaitu upaya hukum banding dilakukan apabila salah satu pihak baik pihak
Penggugat atau pihak Tergugat tidak menerima suatu putusan pengadilan karena
merasa hak-hak nya terserang oleh akibat adanya putusan itu.
Upaya hukum banding diadakan oleh Pembuat undang-undang karena
dikhawatirkan hakim adalah manusia biasa yang bisa saja membuat kesalahan
dalam menjatuhkan putusan.maka dibukalah kemungkinan bagi orang yang
dikalahkan untuk mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi.

Yang dapat mengajukan permohonan banding adalah yang bersangkutan


(pasal 6 UU No. 20 tahun 1947, pasal 199 Rbg, pasal 19 UU No. 14 tahun 1970,
banding ini hanya diperuntukkan bagi pihak yang dikalahkan.Yurisprudensi
menentukan bahwa putusan banding hanya dapat menguntungkan pihak yang

1Laila M, Rasyid & Herinawati , Modul Pengantar Hukum Acara Perdata, (Sulawesi Unimal Pres, 2015, Hal
123.

7
mengajukan banding, artinya pihak yang tidak mengajukan banding dianggap
telah menerima putusan Pengadilan Negeri. Banding harus diajukan dalam
tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak putusan didengar, apabila para pihak
hadir pada saat diucapkan putusan oleh majelis Hakim, atau 14 (empat belas) hari
sejak pemberitahuan putusan apabila para pihak tidak hadir saat putusan
dibacakan.2

Permohonan banding harus diajukan kepada Panitera Pengadilan Negeri


yang menjatuhkan putusan, dalam waktu 14 hari terhitung mulai hari berikutnya
pengumuman putusan kepada yang bersangkutan, setelah permohonan banding
diterima oleh panitera, maka pihak lawan diberitahukan oleh panitera tentang
permintaan banding itu selambat-lambatnya 14 hari setelah permintaan banding
itu diterima dan kedua belah pihak diberi kesempatan untuk memeriksa berkasnya
di Pengadilan Negeri selama 14 hari (Pasal 11 ayat (1) UU No. 20 tahun 1947,
pasal 202 Rbg, kedua belah pihak boleh memasukkan bukti-bukti baru sebagai
bagian dari alasan permohonan banding. Untuk mengajukan banding diperlukan
adanya memori banding yang dikirimkan kepada panitera Pengadilan Negeri,
sedang terbanding dapat menjawab memori banding tersebut dengan memasukkan
Kontra Memori banding, kemudian salinan putusan serta surat-surat pemeriksaan
harus dikirimka oleh Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi Yang bersangkutan.
Dalam permohonan banding Pembuatan Memori
Banding tidaklah merupakan keharusan atau kewajiban, undang-undang tidak
mewajibkan pembanding untuk mengajukan Memori bandingnya artinya
walaupun tidak dibuat memori Banding oleh Pembanding hal tersebut tetap
dibenarkan, dan juga tidak ada batas waktu kapan memori banding harus
diserahkan kepada Pengadilan, selama putusan belum diambil oleh pengadilan
Tinggi memori banding masih bisa diserahkan.

 Kasasi

2 Ibid; 124

8
Adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenag dari Mahkamah
Agung untuk memeriksa kembali putusan – putusan Pengadilan Terdahulu dan ini
merupakan peradilan yang terakhir. Tugas Pengadilan Kasasi adalah menguji
putusan Pengadilan-Pengadilan bawahan tentang sudah tepat atau tidaknya
penerapan hukum yang dilakukan terhadap kasus yang bersangkutan yang duduk
perkaranya telah ditetapkan oleh Pengadilan-pengadilan bawahan tersebut.

Untuk mengajukan Kasasi bagi seorang kuasa diperlukan surat kuasa


khusus, permohonan kasasi harus diajukan kepada Panitera Pengadilan tempat
pertama sekali putusan itu dijatuhkan, permohonan kasasi dapat diajukan baik
secara lisan maupun tertulis, namun dalam praktek sekarang ini permohonan
kasasi selalu diajukan secara tertulis. Tenggang waktu untuk mengajukan kasasi
adalah 14 hari sejak putusan Pengadilan Tinggi disampaikan kepada yang
bersangkutan, dan 14 hari terhitung sejak menyatakan kasasi pemohon kasasi
harus menyerahkan Memori kasasi. Untuk melakukan kasasi harus ada alasan-
alasan yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan kasasi, alasan-alasan
tersebut adalah :

1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.


2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.

Dari alasan-alasan tersebut diatas dapatlah kita ketahui bahwa dalam


tingkat kasasi tidak lah diperiksa lagi tentang duduknya perkara atau faktanya
tetapi tentang hukumnya, sehingga tentang terbukti tidaknya peristiwa tidak akan
diperiksa. Penilaian tentang hasil Pembuktian tidak dapat di pertimbangkan dalam
pemeriksaan ditingkat kasasi. Pemeriksaan permohonan kasasi meliputi seluruh
putusan Hakim yang mengenai hukum nya, baik yang meliputi bagian dari pada
putusan yang merugikan pemohon kasasi maupun bagian yang menguntungkan
pemohon kasasi. Oleh karena pada tingkat kasasi tidak di periksa ulang duduk

9
perkara atau peristiwanya,maka pemeriksaan tingkat kasasi umumnya tidak
dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ketiga. 3

2.1.2 Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya hukum luar biasa Dilakukan terhadap putusan yang telah


mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak
menangguhkan eksekusi. Suatu Putusan yang sudah mempunyai kekuatan Hukum
yang tetap (Ingkrach) maka tidak bisa lagi ditempuh upaya hukum biasa, maka
dengan diperolehnya kekuatan hukum yang pasti sebuah putusan tidak dapat lagi
di rubah. Suatu putusan akan memperoleh kekuatan hukum yang pasti apabila
tidak tersedia lagi upaya hukum biasa. Untuk putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang pasti ini, tersedia upaya hukum istimewa. Upaya hukum
istimewa ini hanyalah dibolehkan dalam hal-hal tertentu yang disebut dalam
undang-undang saja, termasuk upaya hukum luarbiasa adalah Peninjauan Kembali
dan Perlawanan dari pihak ketiga. 4

 Peninjauan Kembali.

Putusan yang dijatuhkan dalam tingkat terakhir dan putusan yang dijatuhkan
diluar hadir tergugat (Verstek)dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk
mengajukan perlawanan, dapat ditinjau kembali atas permohonan orang yang
pernah menjadi salah satu pihak didalam perkara yang telah diputus dan
dimintakan peninjauan kembali. Peninjauan kembali adalah suatu upaya untuk
memeriksa dan mementahkan kembali suatu putusan Pengadilan yang telah
berkekuatan Hukum tetap, guna membatalkannya. Permohonan Peninjauan
Kembali tidak menghalangi jalannya Eksekusi atas Putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap. HIR tidak mengatur masalah peninjauan kembali ini,
meskipun demikian dalam praktek diterima oleh Pengadilan Negeri dengan
memakai ketentuan Rv sebagai Pedoman. Untuk melakukan Peninjauan Kembali
harus didasarkan pada alasan-alasan, yaitu sbb :

3 Ibid; 126
4 Ibid, 128

10
1. Apabila Putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat, pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus, atau didasarkan pada bukti-bukti
yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.

2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat


menentukan yang pada waktu perkara di periksa tidak dapat di temukan.

3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada
dituntut.

4. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa


dipertimbangkan sebab-sebab nya.
5. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas
dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah
diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.

6. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.

Permohonan Peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak


yang berperkara atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus
dikuasakan untuk itu. Tenggang waktu untuk mengajukan permohonan kembali
adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk :

a. Yang disebut pada angka 1 sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat, atau
sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum yang tetap, dan telah
diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.

b. Yang disebut pada angka 2 sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta
tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh
pejabat yang berwenang.

c. Yang disebut pada angka 3, 4 dan 5 sejak putusan memperoleh kekuatan hukum
tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.

11
d. Yang tersebut pada angka 6 sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu
memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang
berperkara.

Permohonan Peninjauan kembali diajukan oleh pemohon kepada


Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara itu
dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan.
Mahkamah Agung akan memutuskan perkara tersebut pada tingkat pertama dan
yang terakhir. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh pemohon secara
tertulis dengan menyebutkan secara jelas alasan-alasan yang dijadikan dasar
Permohonan itu dan dimasukkan ke Paniteraan Pengadilan Negeri yang memutus
perkata pada tingkat Pertama.

Setelah ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat


pertama menerima permohonan Peninjauan Kembali maka panitera berkewajiban
untuk paling lama dalam waktu 14 hari mengirimkan salinan permohonan kepada
pihak lawan pemohon hal ini dilakukan dengan maksud pihak lawan
mengetahuinya dan punya kesempatan untuk mengajukan jawabannya. Tenggang
waktu bagi pihak lawan untuk mengajukan jawabannya adalah 30 hari setelah
tanggal diterimanya salinan permohonan Peninjauan Kembali tersebut. Dalam hal
mahkamah agung mengabulkan Permohonan kembali tersebut, maka Mahkamah
agung membatalkan putusan yang dimohonkan Peninjauan Kembali tersebut dan
selanjutnya memeriksa dan memutus sendiri perkaranya. Apabila Permohanan
Peninjauan kembali itu tidak beralasan maka Mahkamah Agung akan menolak
permohonan tersebut.

 Perlawanan Pihak Ketiga (derdenverzet)

Perlawanan Pihak Ketiga atau derdenverzet adalah suatu Perlawanan yang


dilakukan oleh Pihak Ketiga yang tadinya tidak ada sangkut paut nya dengan
perkara akan tetapi putusan itu telah merugikan pihak ketiga tersebut, berdasarkan
pasal 207 HIR, maka pihak ketiga yang melakukan perlawanan atau bantahan

12
harus mengajukan perlawanan tersebut secara tertulis atau secara lisan.
Dalam Praktek terdapat 2 (dua) macam perlawanan pihak ketiga yaitu :

1. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita Eksekusi, yaitu : perlawanan pihak


ketiga terhadap suatu penyitaan terhadap suatu benda atau barang karena
putusan sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
2. Perlawanan Pihak Ketiga terhadap sita Jaminan yaitu : Perlawanan yang
dilakukan oleh pihak ketiga terhadap putusan Pengadilan yang belum
mempunyai keputusan Hukum yang tetap.

Perlawanan diajukan kepada Hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan


itu dengan menggugat para pihak yang bersangkutan dengan cara biasa. Pihak
ketiga yang hendakmengajukan perlawanan terhadap suatu putusan tidak cukup
hanya mempunyai kepentingan saja akan tetapi harus nyata-nyata telah dirugikan
hak-hak nya. Apabila Perlawanan itu dikabulkan maka putusan yang dilawan itu
akan diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketiga.

2.2 Alur Dalam Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata

2.2.1 Upaya Hukum Biasa

1. Perlawanan (Verzet)

Berikut Syarat-syarat pengajuan perkara verzet :

1. Tergugat/para tergugat yang dihukum dengan verstek berhak mengajukan


verzet atau perlawanan dalam waktu 14 hari terhitung setelah tanggal
pemberitahuan putusan verstek itu kepada tergugat semula jika pemberitahuan
tersebut langsung disampaikan sendiri kepada yang bersangkutan (Pasal 391
HIR/Pasal 719 RBg). Dalam menghitung tenggat waktu dimulai tanggal hari
berikutnya. (Pasal 129 HIR/153 RBg).

2. Jika putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada tergugat sendiri dan pada
waktu aanmaning tergugat hadir, maka tenggat waktu perlawanan adalah 8
(delapan) hari sejak dilakukan aanmaning (peringatan) (Pasal 129 HIR/Pasal 153
RBg).

13
3. Jika tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning, maka tenggat waktunya adalah
hari kedelapan sesudah eksekusi dilaksanakan (Pasal 129 ayat (2) jo Pasal 196
HIR dan Pasal 153 ayat (2) jo Pasal 207 RBg). Kedua perkara tersebut (perkara
verstek dan verzet terhadap verstek) didaftar dalam satu nomor perkara.

4. Perkara verzet sedapat mungkin dipegang oleh majelis hakim yang telah
menjatuhkan putusan verstek.

5. Pemeriksaan verzet dapat dilakukan walaupun ketidak hadiran tergugat dalam


proses sidang verstek tidak memiliki alasan yang dibenarkan hukum.

6. Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus
memeriksa gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara keseluruhan.
Pemeriksaan perkara verzet dilakukan secara biasa (Pasal 129 ayat (3) HIR/Pasal
153 ayat (3) RBg dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).

7. Jika dalam pemeriksaan verzet pihak penggugat asal (terlawan) tidak hadir,
maka pemeriksaan dilanjutkan secara kontradiktur, akan tetapi Jika pelawan yang
tidak hadir, maka Hakim menjatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya.
Terhadap putusan verstek yang dijatuhkan kedua kalinya tidak dapat diajukan
perlawanan, tetapi dapat diajukan upaya hukum banding (Pasal 129 ayat (5) HIR
dan Pasal 153 ayat (5) RBg).

8. Tenggat waktu perlawanan (verzet)

1. 14 (empat belas) hari, Jika pemberitahuan isi putusan disampaikan kepada


pribadi tergugat, dan dapat disampaikan kepada kuasanya, asal dalam surat kuasa
tercantum kewenangan menerima pemberitahuan, terhitung dari tanggal
pemberitahuan putusan verstek disampaikan.

2. Sampai hari ke-8 sesudah peringatan (aanmaning) adalah sampai batas akhir
peringatan. Jika pemberitahuan putusan tidak langsung kepada diri pribadi
tergugat.

3. Sampai hari ke-8 sesudah dijalankan eksekusi sesuai Pasal 197 HIR/208
RBg. Misalnya eksekusi dilaksanakan tanggal 1 Agustus 2008, tergugat dapat

14
mengajukan perlawanan sampai hari ke-8 sesudah eksekusi dijalankan yakni
tanggal 8 Agustus 2008.

9. Proses pemeriksaan perlawanan (verzet)

1. Perlawanan (verzet) diajukan kepada Pengadilan Agama Mahkmah


Syar’iyah yang memutus verstek.

2. Perlawanan (verzet) diajukan oleh tergugat atau kuasanya.

3. Diajukan dalam tenggat waktu seperti disebut di atas.

4. Perlawanan(verzet) bukan perkara baru.

5. Pemeriksaan dengan acara biasa.

6. Tergugat sebagai pelawan dan penggugat sebagai terlawan.

7. Membacakan putusan verstek.

8. Beban pembuktian dibebankan kepada terlawan (penggugat).

9. Pelawan dibebani wajib bukti untuk membuktikan dalil bantahannya dalam


kedudukannya sebagai tergugat.

10. Surat perlawanan sebagai jawaban tergugat terhadap dalil gugat

11. Dalam surat perlawanan dapat dilakukan eksepsi.

12. Terlawan berhak mengajukan replik, dan pelawan berhak mengajukan


duplik.

13.Membuka tahap proses pembuktian dan kesimpulan.

2. Banding

Proses Pengajuan Upaya Hukum Banding

1. Pencari Keadilan (dalam hal ini disebut Pembanding) mendatangi meja I


dan mengemukakan maksudnya untuk mengajukan Banding atas perkaranya
secara tertulis, atau secara lisan;

15
2. Meja I menaksir panjar biaya Banding dan menuangkannya dalam SKUM
(Surat Kuasa Untuk membayar);

3. Pencari Keadilan menyetor sejumlah uang yang tersebut dalam SKUM


tersebut ke rekening bendahara penerima perkara di Bank BRI Cabang
Gunungsitoli (nomor rekening akan diberitahu Meja I);

4. Pencari Keadilan mendatangi Kasir Pengadilan Agama Gunungsitoli


dengan menunjukkan tanda setor yang dikeluarkan oleh Bank Recipient (Bank
BRI Cabang Stabat);

5. Kasir Mencap LUNAS pada SKUM;

6. Pencari Keadilan membawa SKUM warna merah kepada Meja III,

7. Meja III membuat Akta Penerimaan Permohonan Banding yang


ditandatangani oleh Panitera;

8. Pencari keadilan dapat mengajukan memori banding pada saat pendaftaran


tersebut, dan dapat juga menyerahkannya ke Pengadilan Agama Gunungsitoli
setelah didaftar. (memori banding tidak menjadi keharusan untuk mengajukan
banding).

3. Kasasi

1. Pemohon mengajukan permohonan kasasi secara tertulis/lisan melalui


Pengadilan Agama (yang memutus perkara) dalam tenggang waktu 14 hari
sesudah Putusan/Penetapan Pengadilan Tinggi Agama diberitahukan kepada
Pemohon.

2. Pemohon membayar biaya kasasi.

3. Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan secara tertulis kepada


pihak lawan (Termohon Kasasi), selambat-lambatnya 7 hari setelah permohonan
kasasi terdaftar.

4. Panitera Pengadilan Tingkat Pertama, menyampaikan memori kasasi kepada


Termohon Kasasi selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 hari sejak

16
tanggal diterimanya memori kasasi tersebut, kemudian pihak Lawan/Termohon
Kasasi menyampaikan jawabannya (kontra memori kasasi) paling lambat 14 hari
setelah diterimanya memori kasasi.

5.. Berkas perkara kasasi berupa bundel A dan bundel B dikirim Panitera
Pengadilan Tingkat Pertama ke Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam
tenggang waktu 60 hari sejak diterimanya permohonan kasasi.

6. Mahkamah Agung RI mengirimkan salinan putusan kepada Pengadilan Agama


untuk selanjutnya disampaikan kepada para pihak (Pemohon Kasasi dan
Termohon Kasasi).

2.2.2 Upaya Hukum Luar Biasa

1. Peninjauan Kembali

1. Pemohon mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung


RI secara tertulis atau lisan melalui Pengadilan Agama.

2. Pengajuan Peninjauan Kembali dilakukan dalam tenggang waktu 180 hari


sesudah Penetapan/Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau
sejak diketemukan bukti adanya kebohongan/bukti baru. Apabila alasan
Peninjauan Kembali berdasarkan adanya bukti baru (Novom), maka bukti baru
tersebut harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh Pejabat yang
berwenang.

3. Pemohon membayar biaya Peninjauan Kembali, dan biaya Peninjauan Kembali


untuk Mahkamah Agung dikirim oleh Bendaharawan Penerima melalui Bank.

4. Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan permohonan Peninjauan


Kembali kepada pihak lawan dan menyampaikan salinan permohonan Peninjauan
Kembali beserta alasan-alasan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 hari.

5. Pihak lawan mengajukan jawaban terhadap alasan Peninjauan Kembali dalam


tenggang waktu 30 hari setelah tanggal diterimanya alasan Permohonan
Peninjauan Kembali.

17
6. Panitera Pengadilan Tingkat Pertama mengirimkan berkas Peninjauan Kembali
ke Mahkamah Agung dalam bentuk bundel A dan bundel B selambat-lambatnya
30 hari setelah diterimanya jawaban.

7. Panitera Mahkamah Agung, menyampaikan salinan Putusan Mahkamah


Agung kepada Pengadilan Agama, dan Ketua Pengadilan Agama membaca
putusan Peninjauan Kembali tersebut sebelum diserahkan kepada para pihak.

2. Perlawanan Pihak Ketiga (derdenverzet)

1. Pihak ketiga yang ingin masuk dalam proses perkara yang sedang berjalan,
intervenient mengajukan surat permohonan kepada Ketua Pengadilan Agama
dengan maksud untuk ikut dalam proses berperkara. Kemudian Ketua Pengadilan
Agama mendisposisikan surat tersebut kepada Majelis Hakim yang bersangkutan.

2. Majelis Hakim memeriksa surat permohonan tersebut

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Upaya hukum biasa merupakan upaya hukum yang digunakan untuk


putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum biasa pada asasnya
terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh
undang-undang, wewenang untuk menggunakannya hapus dengan menerima
putusan. Upaya hukum biasa ini bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk
sementara. Upaya hukum biasa adalah Perlawanan (Verzet), Banding, Kasasi.

Upaya hukum luar biasa Dilakukan terhadap putusan yang telah


mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak
menangguhkan eksekusi. Suatu Putusan yang sudah mempunyai kekuatan Hukum
yang tetap (Ingkrach) maka tidak bisa lagi ditempuh upaya hukum biasa, maka
dengan diperolehnya kekuatan hukum yang pasti sebuah putusan tidak dapat lagi
di rubah. Suatu putusan akan memperoleh kekuatan hukum yang pasti apabila
tidak tersedia lagi upaya hukum biasa. Untuk putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang pasti ini, tersedia upaya hukum istimewa. Upaya hukum
istimewa ini hanyalah dibolehkan dalam hal-hal tertentu yang disebut dalam
undang-undang saja, termasuk upaya hukum luarbiasa adalah Peninjauan Kembali
dan Perlawanan dari pihak ketiga.

19
DAFTAR PUSTAKA

Laila M.Rasyid, SH,M,Hum & Herniawan,SH,M,Hum, Tahun 2015 Hak Cipta ©


dilindungi Undang-undang All Rights Reserved Hukum Acara Perdata, Unimal
PressJl. Sulawesi No.1-2 Kampus Bukit Indah Lhokseumawe 24351
PO.Box.141.Telp.0645-41373.Fax.0645-44450Laman:
www.unimal.ac.id/unimalpress. Email: unimalpress@gmail.com

Dr. Hj. Aah Tsamrotul Fuadah, M.Ag, Tahun 2019 Huum Acara Peradilan
Agama Plus Prinsip Hukum Acara Islam Dalam Risalah Qadha Umar Bin
Khattab, Jl. Raya Leuwinanggung, No.112, Kel. Leuwinanggung, Kec. Tapos,
Kota Depok 16956 Tel/Fax : (021) 84311162 – (021)84311163E-
mail:rajapers@rajagrafindo.co.idhttp://www.rajagrafindo.co.id

20

Anda mungkin juga menyukai