Anda di halaman 1dari 11

MACAM-MACAM UPAYA HUKUM DALAM PERADILAN AGAMA

Danu Wardoyo1

A. PENDAHULUAN
Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas hubungannya
dengan manusia yang lainnya. Hal ini pula yang menjadi alasan dimana
hubungan ini terkadang juga menimbul masalah atau perkara yang harus
diselesaikan dengan hukum yang ada di suatu negara, atau melalui jalur
pengadilan. Selanjutnya perkara ini disidangkan yang di pimpin oleh seorang
atau majelis hakim. Sidang ini akhirnya akan menghasilkan putusan hakim.
Putusan hakim adalah keputusan yang dikeluarkan oleh hakim untuk
mengkhiri suatu perkara. Namun dalam prakteknya karena dalam suatu
perkara yang diselesaikan melalui jalur pengadilan akan mengalami kesalahan
atau kurang tepat atau kurang puasnya pihak yang berperkara terhadap
putusan hakim. Meskipun putusan hakim disini di keluarkan untuk
menyelesaikan perkara, namun bukan berarti setiap perkara yang sudah ada
putusannya itu sudah dapat di anggap selesai bagi masing-masing pihak yang
berperkara. Berkenaan dengan hal itu apabila setelah di keluarkannya putusan
hakim bagi pihak-pihak yang masih berkepentingan dalam perkara itu kurang
puas dengan putusan hakim itu maka ia dapat melakukan upaya hukum2.
Upaya hukum adalah hak bagi orang yang berperkara di pengadilan
untuk tidak menerima putusan pengadilan3. Upaya hukum yang dilakukan
telah di atur tatacaranya dalam Undang-Undang Hukum Acara, maka dari itu
setiap orang yang hendak mengajukannya harus mematuhi aturan yang ada,

1
Danu Wardoyo, 162111150, HES 5D
2
Hasanudin, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: UIn Jakarta Press, cetakan pertama, hlm. 201
3
Abdullah Tri Wahyudi, 2018, Hukum Acara Peradilan Agama DiLEngkapi dengan ContohSurat-
Surat Dalam Praktik Hukum Acara di Pengadilan Agama, Bandung: Mandar Maju, Hlm. 194

1
tidak boleh membuat hukum tatacaranya sendiri-sendiri. Berkenaan dengan
hal itu dalam makalah ini saya akan menjelaskan macam-macam upaya
hukum dalam hukum acara peradilan agama.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan upaya hukum?
2. Apasajakah macam-macam upaya hukum?
3. Bagaimanakah Penjelasan dari masing-masing upaya hukum?

C. PEMBAHASAN
Upaya Hukum adalah suatu usaha bagi setiap pribadi atau badan
hukum yang yang merasa dirugikan hak atau kepentingannya untuk
memperoleh keadilan dan perlindungan hukum, sesuai dengan tatacara yang
di tetapkan Undang-undang. Dengan kata lain upaya hukum yang dilakukan
setelah adanya putusan hakim di tujukan untuk melawan putusan hakim.
Adapun macam-macam dari upaya hukum sebagai berikut :
1. Upaya Hukum Biasa
Yang termasuk dalam upaya hukum biasa adalah :
a. Upaya Hukum Banding
Banding ialah mohon upaya perkara yang telah diputus oleh
pengadilan tingkatpertama  diperiksa ulang oleh pengadilan
yang lebih tinggi (tingkat banding), karena merasa belum puas
dengan keputusan pengadilan tingkat pertama. Menurut pasal
61 UU No 7/1989 yang dapat dimohonkan banding ialah
segala penetapan dan putusan Pengadilan Agama, kecuali
apabila undang-undang menyatakan lain. Maka tatacara
melakukan banding yaitu :

2
1) Calon pembanding  atau kuasanya yang akan
mengajukan banding datang ke Pengadilan Agama
yang memutus perkaranya itu.
2) Apabila pada saat berperkara padantingkat pertama,
dalam surat kuasa khusus telah  menyebut pula
memberikan kuasa kepada kuasa hukumnyauntuk
mengajukan banding, maka tidak diperlukan lagi surat
kuasa khusus untuk mengajukan banding.
3) Permohonan banding harus disampaikan dengan surat
atau dengan lisan oleh calon pembanding atau
kuasanya.
4) Calon Pembanding menghadap dokepaniteraan gugatan
peda petugas meja pertama yang akan menaksir
besarnya panjar biaya banding dan menuangkan dalam
surat kuasa untuk membayar (SKUM) rangap tiga.
5) Calon pembanding membayar panjar biaya banding
pada kasir dan kasir kemudian menandatangani SKUM,
dan membukukan uang panjar tersebut dalam pada
jurnal untuk perkara banding.
6) Pembanding kemudian menghadap pada panitera
pengadilan agama atau pejabat yang untuk dibuat akta
permohonan banding.
7) Pembanding kemudian menghadap pada petugas meja
II dan kemudian petugas meja II harus mendaftar
permohonan banding tersebut pada;
8) Register induk pada perkara yang bersangkutan.
9) Register permohonan banding.
Adapun syarat-syarat melakukan banding diantaranya :
1) Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara

3
2) Diajukan masih dalam masa tenggang waktu banding.
3) Putusan tersebut, menurut hukum, boleh dimintakan
bandix ng.
4) Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal
prodeo.
5) Menghadap dikepaniteraan Pengadilan Agama yang
putusannya dimohonkan banding.
Untuk mengajukan upaya hukum banding adapula ketentuan
mengenai tenggang waktu pengajuannya karena pengajuan
banding tidak dapat diterima jika tenggang waktu tersebut telah
habis yaitu:
1) Bagi pihak yang bertempat kediaman didaerah
Hukum Pengadilan Agama yang putusannya
dimohonkan banding tersebut, maka masa
bandingnya ialah 14 (empat belas) hari terhitung
mulai hari berikutnya dari hari pengumuman
putusan kepada yang bersangkutan.
2) Bagi pihak yang bertempat kediaman diluar daerah
Hukum Pengadilan Agama yang putusannya
dimohonkan banding tersebut, maka masa banding
ialah 30 (tiga puluh) har i terhitung mulai hari
berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada
yang bersangkutan (pasal 7 UU No. 20/1947).
3) Dalam hal permohonan banding dengan prodeo,
maka masa banding dihitung mulai hari berikutnya
dari hari putusan Pengadilan Tinggi Agama tentang
Ijin berperkara secara Prodeo tersebut diberitahukan

4
kepada yang bersangkutan oleh Pengadilan Agama
(Pasal 7 ayat 1, 2, dan 3 UU No 20/19474.
b. Upaya Hukum Kasasi
Kasasi adalah pembatalan putusan oleh Mahkamah
Agung Pengadilan kasasi adalah pengadilan yang memeriksa
apakah yudex factie tidak salah dalam pelaksanaan peradilan.
Upaya hukum kasasi ialah upaya agar yudex factie dibatalkan
oleh Mahkamah Agung karena telah salah dalam melaksanakan
peradilan. Terhadap putusan-putusan yang diberikan tingkat
terakhir oleh pengadilan-pengadilan lain dari pada Mahkamah
Agung, kasasi dapat dimintakan kepada mahkamah agung
(pasal 10 ayat (3) UU No.14/1970). Atas penetapan dan
putusan pengadilan tinggi agama dapat dimintakan kasasi
kepada mahkamah agung oleh pihak yang berperkara (pasal 63
UU No. 7/1989) Hukum acara kasasi di lingkungan peradilan
agama agama di atur oleh UU No. 14/1985 tentang Mahkamah
Agung (pasal 55 ayat 91) UU No. 14 tahun 1985). Pihak yang
tidak puas dengan putusan kasasi atau penetapan Pengadilan
Tinggi Agama atau penetapan Pengadilan Agama (dalam
perkara voluntair) dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung dengan memenuhi syarat-syarat kasasi. Adapun syarat-
syarat pengajuan kasasi diantaranya :
1) Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan
kasasi
2) Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi
3) Putusan atau penetapan yudex faktie, menurut
Hukum dapat dimintakan kasasi
4
Hartono Hadisuprapto, 2001, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jogjakarta: Liberti Jogjakarta,

cetakan ke lima, hlm. 138

5
4) Membuat memori kasasi
5) Membayar panjar biaya kasasi
6) Menghadap dikepaniteraan Pengadilan Agama
yang bersangkutan
Ketentuan-ketentuan dalam upaya hukum kasas
1) Permohonan kasasi hanya dapat diajukan oleh pihak
yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus
dikuasakan untuk itu (pasal 44 (ayat 1) UU No
14/1985).
2) Apabila dalam surat kuasa khusus telah disebutkan
bahwa wakil tersebut telah pula diberi kuasa untuk
mengajukan kasasi, maka tidak diperlukan lagi surat
kuasa baru.
3) Permohonan kasasi hanya dapat diajukan dalam masa
tenggangwaktu kasasi, yaitu 14 (empat belas) hari
sesudah putusan atau penetapan pengadilan agama
diberitahukan kepada yang bersangkutan (pasal 46 ayat
1 UU No 14/1985)
4) Apabila tenggang waktu 14 (empat belas hari tersebut
telah lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan
oleh pihak berperkara, maka diangap telah menerima
putusan (pasal 46 ayat 2) UU No 14/1985.
5) Putusan atau penetapan yang dapat dimintakan kasasi
adalah putusan atau penetapan akhir yang diberikan
kepada tingkat terakhir dari pengadilan dalam
lingkunan Pengadilan Agama.
Alasan-alasan yang dapat diterima untuk pengajuan kasasi
diantaranya :

6
1) Mahkamah Agung memutuskan permohonan kasasi
terhadap putusan pengadilan banding atau tingkat
terakhir di semua lingkungan Peradilan (pasal 29 UU
No 14/1985).
2) Mahkamah Agung dalam tingkat Kasasi membatalkan
penetapan atau putusan dari semua lingkungan
peradilan karena :
a) Tidak berwenang atau melampauwi batas
wewenang
b) Salah menerapkan atau melanggar Hukum yang
berlaku
c) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan (pasal 30 UU No
14/1985)
3) Apabila teradap suatu penetapan pengadilan agama
yang menurut hukum tidak dapat dimintakan banding,
maka dpat dimintakan kasasim ke Mahkamah Agung
dengan alas an atau alasan-alasan tersebut di atas ;
4) Apabila terhadap suatu putusan atau penetapan
Pengadilan Agama telah dimintakan Banding ke
Pengadilan Tinggi Agama, maka yang dimintakan
kasasi adalah putusan atau Penetapan Pengadilan
Tinggi Agama tersebut berarti putusan atau penetapan
Pengadilan Tinggi Agama tersebut, karena dengan
adanya banding tersebut berarti putusan atau penetapan

7
Pengadilan Agama yang telah masuk atau diambil alih
oleh Pengadilan Tinggi Agama5.

2. Upaya Hukum Luar Biasa


Beberapa macam upaya hukum digolongkan dalam upaya hukum
luar biasa karena upaya hukum ini di tujukan kepada putusan
hukum yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Adapun upaya
hukum tersebut diantaranya :

a. Upaya Hukum Peninjauan Kembali


Peninjauan kembali adalah meninjauan kembali putusan
perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena
diketahuinya hal-hal baru yang dulu tidak dapat diketahui oleh
hakim, sehingga apabila hal-hal itu diketahuinya maka putusan
hakim akan menjadi lain.  Peninjauan kembali hanya dapat
dilakukan oleh Mahkamah Agung. Peninjauan kembali diatur
dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang
Mahkamah Agama. Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-
keadaan ditentuka  undang-undang terhadap putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah
Agung, dalam perkara perdata dan pidana, oleh pihak-pihak
yang berkepentingan (pasal 21 Undang-Undang Nomor
14/1970). Syarat-syarat permohonan peninjauan kembali
ialah :
1) Diajukan oleh pihak yang berperkara.
2) Putusan telah mempunyai kekuatan  hukum tetap.

5
Harun M Husein, 1992, Kasasi Sebagai Upaya Hukum, Jakarta: Sinar Grafika catakan pertama, hlm.
41

8
3) Membuat permohonan peninjauan kembali yang
memuat alas an-alasannya.
4) Diajukan dalam tenggang waktu menurut undang.
5) Membayar panjar biaya peninjauan kembali.
6) Menghadap ke kepaniteraan pengadilan agama yang
memutus perkara pada tingkat pertama6.
b. Upaya Hukum Derdenverzet (Upaya Hukum Pihak Ketiga)
Perlawanan pihak ketiga adalah perlawanan yang diajukan oleh
pihak lain yang bukan menjadi pihak dalam perkara untuk
mempertahankan haknya. Misalnya dalam gugatan harta
bersama pengadilan telah menetapkan tanah A adalah harta
Bersama suami istri. Ketika akan dilaksanakan eksekusi B
mengajukan perlawanan bahwa tanah tersebut adalah miliknya.
Tata cara melakukan pengajuan perlawanan pihak ketika
adalah sebagai berikut :
1) Perlawanan diajukan kepada pengadilan yang memutus
perkara pada tingkat pertama.
2) Perlawanan diajukan dengan gugatan kepada pihak dalam
putusan yang dilawan sebagaimana mengajukan gugatan
biasa.
3) Para pihak dalam perlawanan pihak ketiga adalah sebagai
pihak yang mengajukan permohonan perlawanan disebut
pelawan dan pihak lawan disebut terlawan.
Pemeriksaan perkara perlawanan pihak ketiga adalah
sebagaimana pemeriksaan dalam perkara gugatan. Apabila
perlawanan pihak ketiga dikabulkan maka sita yang diletakkan

6
Mangasa Sidabutar, 1999,Hak Terdakwa Terpidana Penuntut Umum Menempuh Upaya Hukum,
Penganar Praktis Tentang Pemahaman Upaya Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, catakan
peratama, hlm. 162

9
terhadap barang-barang pihak ketiga akan diperintahkan untuk
diangkat. Dan apabila perlawanan ditolak maka hakim
menyatakan pelawan adalah pelawan yang tidak benar dan
mempertahankan sita yang telah dilakukan.7

D. KESIMPULAN
Upaya hukum adalah usaha yang dilakukan untuk melawan putusan hakum
yang di lakukan oleh pihak -pihak yang merasa dirugikan akan adanya
putusan hakim tersebut. Upaya hukum ada dua macam yaitu upaya hukum
biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa adalah upaya hukum
yang di ajukan untuk melawan putusan hakim yang belum memiliki kekuatan
hukum tetap, yang secara umum tenggang waktu pengajuannya adalah 14 hari
setelah pemberitahuan kepada pihak-pihak yang terkait dalam perkara
persidangan. Yang termasuk upaya hukum biasa adalah upaya hukum banding
dan kasasi. Sedangkan upaya hukum luar biasa adalah upaya hukum yang di
ajukan untuk melawan putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap. Yang termasuk dalam upaya hukum ini adalah peninjauan kembali (PK)
dan Perlawanan pihak ketiga (derdenverzet).

7
Abdullah Tri Wahyudi, 2018, Hukum Acara Peradilan Agama DiLEngkapi dengan ContohSurat-
Surat Dalam Praktik Hukum Acara di Pengadilan Agama, Bandung: Mandar Maju, Hlm. 205

10
DAFTAR PUSTAKA

Hadisuprapto Hartono. 2001. Pengantar Tata Hukum Indonesia. (Jogjakarta: Liberti


Jogjakarta). cetakan ke lima.

Hasanudin. 2000. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta: UIN Jakarta Press). cetakan pertama.

Husein Harun M. 1992. Kasasi Sebagai Upaya Hukum. (Jakarta: Sinar Grafika). catakan
pertama

Sidabutar Mangasa. 1999. Hak Terdakwa Terpidana Penuntut Umum Menempuh Upaya
Hukum, Penganar Praktis Tentang Pemahaman Upaya Hukum. (Jakarta : Raja Grafindo Persada).
catakan peratama.

Wahyudi Abdullah Tri. 2018. Hukum Acara Peradilan Agama DiLEngkapi dengan
ContohSurat-Surat Dalam Praktik Hukum Acara di Pengadilan Agama. ( Bandung: Mandar Maju,)

11

Anda mungkin juga menyukai