Anda di halaman 1dari 20

UPAYA HUKUM

KEL 6:
1. DINDA ARINI PERSODO 1111220116
2. MONICA NATASHA SILITONGA 1111220120
3. M RAICHAN SUGIARTO 1111220342
4. NOEL DAVID SILABAN 1111220422
5. NADIA FADILA SALMA SETIADI 1111220451
DEFINISI UPAYA HUKUM
Upaya Hukum merupakan hak untuk mengambil tindakan hukum yang dimana

1
hak yang diberikan kepada terdakwa dan Jaksa/Penuntut Umum sebagai
respons terhadap ketidakpuasan terhadap keputusan pengadilan. Karena
sifatnya sebagai hak, pilihan untuk menggunakan hak tersebut terletak pada
kebijakan masing-masing individu, baik itu terdakwa/terpidana maupun
Jaksa/Penuntut Umum. Walaupun ada kemungkinan bahwa hak tersebut tidak
digunakan, namun jika terdakwa/terpidana dan Jaksa/Penuntut Umum
memilih untuk melakukannya, pengadilan diwajibkan untuk menerima dan
menanggapi dengan mempertimbangkan upaya hukum yang diajukan sesuai
dengan prosedur yang diatur.
Upaya hukum luar biasa memiliki tujuan untuk
mencari keadilan dan kebenaran materiil.
Upaya hukum
1
Pentingnya upaya hukum luar biasa, seperti
Peninjauan Kembali (PK), terletak pada kenyataan
bahwa keadilan tidak terikat oleh batasan waktu
luar biasa
atau formalitas tertentu dalam pengajuan

upaya hukum luar biasa, termasuk PK, memberikan fleksibilitas untuk


mengajukan tanpa terikat oleh batas waktu atau persyaratan
formal tertentu, sehingga memungkinkan untuk menemukan
informasi substansial yang belum terungkap pada saat PK
sebelumnya dilakukan . Dengan demikian, upaya hukum luar biasa,
seperti PK, memberikan peluang bagi pihak yang bersangkutan
untuk membuktikan atau menemukan kebenaran materiil yang
mungkin belum terungkap sebelumnya.
1
Upaya hukum biasa
Upaya hukum biasa merujuk pada langkah-langkah hukum yang
dapat diambil terhadap suatu putusan yang belum memperoleh
kekuatan hukum tetap. Upaya ini melibatkan beberapa bentuk,
termasuk perlawanan (verzet) sebagaimana diatur dalam Pasal
129 ayat (1), Pasal 196, dan Pasal 197 HIR; banding sesuai dengan
Pasal 21 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman; dan kasasi sesuai dengan ketentuan Pasal 30 UU No.
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung .
Bentuk-Bentuk Upaya Hukum
Upaya Hukum Biasa
1) Banding.
​ Banding adalah salah satu Upaya hukum biasa yang boleh diajukan oleh salah satu
atau kedua belah pihak yang berselisih atas suatu putusan Pengadilan Negeri. Para
pihak mengajukan banding apabila merasa tidak puas dengan isiputusan Pengadilan
Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana putusan
tersebut dikeluarkan.
Pasal 7 (1) dan (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 menyatakan bahwa permohonan
banding harus diajukan dalam batas waktu yang ditentukan untuk dapat diterima .
Dalam hal ini , permohonan banding harus diajukan dalam waktu 14 hari terhitung
mulai hari berikutnya pengumuan putusan kepada pihak yang berkepentingan . Waktu
30 hari diberikan kepada pemohon banding yang tidak hadir di keresidenan tempat
Pengadilan Negeri bersidang .
Putusan banding (putusan Pengadilan Tinggi) dapat berupa:
(1) Menguatkan putusan Pengadilan Negeri; (2) Mengubah putusan
Pengadilan Negeri; (3) Membatalkan putusan Pengadilan Negeri, dalam
hal ini Pengadilan Tinggi membuat putusan sendiri.

Putusan yang dapat diajukan upaya hukum banding meliputi:


(1) Pemidanaan; (2) Putusan dalam acara pidana lalu lintas berupa
pidana penjara, sebagaimana berdasarkan Pasal 214 ayat (8) UU No.
8 Tahun 1981; (3) Penolakan eksepsi yang diajukanPenasehat
Hukum.
Putusan yang tidak dapat diajukan upaya hukum banding meliputi :
(1) Pembebasan; (2) Lepas dari segala tuntutan hukum; (3)Sahnya
penangkapan; (4) Tidak sahnya penangkapan; (5) Sahnya penahanan; (6)
Tidak sahnya penahanan; (7) Sahnya penggeledahan ; (8) Tidak sahnya
penggeledahan; (9) Sahnya penyitaan; (10) Tidak sahnya penyitaan; (11)
Sahnya penghentian penyidikan; (12) Tidak sahnya penghentian penyidikan;
(13) Sahnya penghentian penuntutan; (14) Tidak sahnya penghentian
penuntutan; (15) Putusan dalam acara pidana lalulintas berupa pidana denda.
Bentuk-Bentuk Upaya Hukum
Upaya Hukum Biasa
2. Kasasi
Kasasi merupakan salah satu bentuk upaya hukum biasa yang dapat diajukan oleh
salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat dalam suatu perkara terhadap
keputusan PengadilanTinggi. Pihak-pihak tersebut memiliki hak untuk
mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung apabila merasa tidak puas dengan
isi keputusan Pengadilan Tinggi.
kasasi dapat dipahami sebagai suatu langkah pembatalan oleh Mahkamah Agung
atas putusan pengadilan di tingkat bawahnya karena dianggap tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kasasi juga dapat
diartikulasikan sebagai hak yang diberikan kepada terdakwa dan penuntut umum
untuk meminta kepada Mahkamah Agung agar dilakukan pemeriksaan terhadap
putusan perkara pidana yang diberikan oleh pengadilan tingkat bawahnya.
Pasal 245 UU No. 8 Tahun 1981, mengatur bahwa:
(1) Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah
memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah
putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.
(2) Permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang
ditandatangani oleh panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan
pada berkas perkara.
(3) Dalam hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh
penuntut umun, atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa
sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada
pihak yang lain.
Berikut putusan yang dapat diajukan upaya hukum kasasi, antara lain yaitu;
(1) Pemidanaan;
(2) Pembebasan;
(3) Lepas dari segala tuntutan hukum;
(4) Putusan dalam acara pidana lalu lintas berupa pidana denda. Adapun putusan yang
tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi adalah putusan Praperadilan, apapun jenis
putusannya.
Upaya hukum luar biasa
1
1. Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi KepentinganHukum (Dalam
Pasal 259 Kitab Undang UndangHukum Acara Perdata)

Untuk menjaga kepentingan hukum, Jaksa Agung berhak


mengajukan satu permohonan kasasi terhadap semua putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari
pengadilanselain Mahkamah Agung.
Upaya hukum luar biasa
1
2. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang telahMempunyai Kekuatan Hukum Tetap
(Dalam Pasal263 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana)

Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali
putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat
mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Permintaan
peninjauan kembali diajukan bersamaan dengan memori peninjauan kembali dan
berdasarkan alasan dari pemohon tersebut Mahkamah Agung mengadili hanya dengan
alasan yang telah ditentukan oleh KUHAP sebagai berikut:
a) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika
1
keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan
berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau
tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu
diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b) Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah
terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang
dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
c) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau
suatu kekeliruan yang nyata.
Dasar Hukum
• Pasal 1 angka 12 KUHAP ( Tentang Upaya Hukum )
• ​Dari segi normatif, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
mengklasifikasikan upaya hukum menjadi dua kategori. Pertama,
terdapat upaya hukum biasa, seperti Banding hingga Kasasi, yang diatur
dalam Bab XVII Pasal 233 KUHAP hingga Pasal 258 KUHAP. Kedua,
terdapat upaya hukum luar biasa, seperti Peninjauan Kembali (PK) yang
diatur dalam Pasal 263 KUHAP hingga Pasal 269 KUHAP. Selanjutnya,
terdapat juga upaya hukum luar biasa lainnya, seperti Kasasi demi
kepentingan hukum, yang diatur dalam Pasal 259 KUHAP hingga Pasal
262 KUHAP. Melalui berbagai jenis upaya hukum ini, dalam rangka
mewujudkan keadilan, semua pihak memiliki hak untuk mengajukan
upaya hukum apabila ada keberatan terhadap putusan hakim yang
dianggap tidak adil.
Analisis Kasus Nenek Minah
Kronologi Kejadian
Peristiwa bermula ketika pada tanggal 2 Agustus 2009, NenekMinah yang Tengah
memanen kedelai di Perkebunan Rumpun Sari Antan (RSA). Pada saat tersebut
Nenek Minah melihat tiga buah kakao matang di atas pohon yang tertanam di lahan
perkebunan tempatnya Ia bekerja. Nenek Minah memetiknya untuk dijadikan bibit
tanah garapannya. Tak terlintas sediki dibenaknya bahwa itu adalah perbuatan
yang salah. Sebab biji kakao tak disembunyikan malah ditaruh dibawah pohon
tersebut. Sejurus kemudian, seorang mandor perkebunan menegur dan bertanya
perihal biji kakao yang tergeletak dibawah pohon. Nenek Minah mengakui, dan
menyampaikan permintaan maaf kepadamandor. Bahkan, tiga buah kakao itupun
diserahkan kembalikepada sang mandor. Rupanya, sang mandor tak terima kata
maaf nenek Minah.
terbukti selang seminggu kemudian, kepolisian setempat melayangkan surat panggilan
kepada nenek Minah. Akibatnya Nenek Minah bolak balik ke kantor polisi untuk menjalani
pemeriksaan. Tiga bulan kemudian, kasus yang menyeret nenek Minah itupun dilimpahkan
ke pengadilan. PT RSA IV Darmakradenan menyampaikan bahwa pihaknya telah
menderita kerugian Rp 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah). Akhirnya dalam berkas perkara
Nomor No. 247/PID.B/2009/PN.Pwt, nenek Minah harus menjalani persidangan di
Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto
Analisis Kasus Nenek Minah
Analisis
Menurut pandangan positivis, kasus nenek Minah merupakan perbuatan yang harus
mendapatkan hukuman, tanpa mempertimbangkan besaran nilai barang yang dicurinya.
Penegakan hukum terhadap nenek Minah harus dilakukan tanpa dipengaruhi oleh faktor-
faktor sosial atau pertimbangan moral, karena dari perspektif positivisme, tujuan hukum
adalah mencapai kepastian, bahkan jika itu berarti mengabaikan konsep keadilan.
Dalam proses pembuktian di persidangan ini, hakim menggunakan pendekatan
interpretasi berdasarkan teori pembuktian yang bersifat negatif (negatif wettelijk). Hal ini
merujuk pada Pasal 184 KUHAP yang menyatakan bahwa hakim tidak dapat
memberlakukan hukuman terhadap seseorang kecuali jika hakim, dengan setidaknya dua
alat bukti yang sah, yakin bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwa bersalah melakukannya.
Analisis Kasus Nenek Minah
Analisis
Jika hakim mengambil sudut pandang positivisme saja, jelas bahwa terdakwa nenek
Minah dinyatakan bersalah atas tindak pidana pencurian. Hal ini didasarkan pada bukti
kausalitas yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut melanggar hukum, dengan
adanya akibat hukum yang terjadi, serta keterangan saksi-saksi yang menguatkan bahwa
terdakwa terlibat dalam perbuatan pidana. Dalam konteks ini, hakim menjalankan peran
sebagai penegak kepastian hukum. Pendekatan ini sejalan dengan justifikasi Hans Kelsen
dalam "The Pure Theory of Law," di mana hukum tidak boleh tercampur dengan unsur non-
hukum.
Namun dalam hal ini harus dapat dipertanyakan apakah kepastian hukum telah memenuhi
rasa keadilan. Yang berhubungan antara kepastian hukum dengan keadilan
dapatdipertanyakan dimana yang harus diutamakan. Karena dalamsatu sisi apabila
mengedepankan rasa keadilan saja hakim tentu telah menisibkan kepastian hukum.
Menurut kelompokkami, hakim harus dapat berpegang teguh pada prinsipkeadilan.
Analisis Kasus Nenek Minah

Analisis
Dalam proses pembuktian , penting untuk tetap mempertimbangkan faktor
keyakinan hakim. Sesuai dengan prinsip hukum acara pidana , hakim diharapkan
untuk bersikap aktif dalam mencari kebenaran materiil . Oleh karena itu , dengan
memberikan kebebasan yudisial kepada hakim untuk menyelidiki dan memperoleh
kebenaran materiil , penting bagi hakim untuk tetap berpegang pada konsep
keadilan substantif . Artinya , keadilan yang memperhatikan nurani dan kesejahteraan
secara substansial .
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai