NIM : 042112771
1. Putusan Pengadilan Tinggi (PT) menyatakan tidak dapat diterima (NO) terhadap
permohonan banding yang diajukan oleh Terdakwa karena Terdakwa mengajukan
banding melebihi jangka waktu pengajuan banding. Terdakwa mengajukan kasasi
terhadap putusan PT tersebut. Menurut saudara apakah dibenarkan Terdakwa dapat
mengajukan kasasi? Kalau dapat diajukan kasasi apa argumentasi saudara? Kalau
tidak dapat dilakukan upaya kasasi apa upaya Terdakwa yang bisa dilakukan?
Jawab :
Pengertian upaya Hukum diatur dalam Pasal 1 ayat 12 KUHAP, yang berbunyi :
Dalam praktek Kasus pidana ada 2 macam upaya hukum yaitu, upaya hukum biasa dan upaya hukum
luar biasa. Upaya hukum bisa terdiri dari upaya banding dan kasasi.
Kasasi
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu
ataukedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan pidana. Terpidana
dapatmengajukan Kasasi atas Putusan Banding, apabila merasa tidak puas dengan isi
PutusanBanding Pengadilan Tinggi. Proses Kasasi akan diperiksa oleh Mahkamah
Agungnantinya. Sebagaimana diatur Pasal 244 KUHAP, yang berbunyi:
“Terdapat putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilanlain
selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapatmengajukan
permintaan pemerikasaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecualiterhadap putusan
bebas.”
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 (empat belas) hari
sejakdiberitahukan kepada terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 245 ayat (1)
KUHAP.Apabila jangka waktu pernyatan permohonan kasasi telah lewat maka
terhadappermohonan kasasi yang diajukan dianggap menerima putusan sebelumnya. Dan
akanditolak oleh Mahkamah Agung karena terhadap putusan Pengadilan Tinggi
yangbersangkutan dianggap telah mempunyai Berkekuatan Hukum Tetap/Inkrach.
1. Pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu dalamperkara
perdata atau perkara tata usaha negara yang diperiksa dan diputus olehPengadilan Tingkat
Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum,Lingkungan Peradilan Agama,
dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
2. Terdakwa atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu atau PenuntutUmum atau
Oditur dalam perkara pidana yang diperiksa dan diputus oleh PengadilanTingkat Banding atau
Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum danLingkungan Peradilan Militer.
3. Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan oleh Jaksa Agung
karenajabatannya dalam perkara perdata atau tata usaha negara yang diperiksa dan
diputusoleh Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding di
LingkunganPeradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara.
4. Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berperkara.
Banding
Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satuatau
kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan pidana. Terpidana
dapatmengajukan Banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan
Negeri.Proses Banding akan diperiksa oleh Pengadilan Tinggi nantinya. Sebagaimanadiatur
Pasal 67 KUHAP, yang berbunyi:
diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi karena terhadap putusan Pengadilan
Negeriyang bersangkutan dianggap telah mempunyai Berkekuatan Hukum Tetap/Inkrach.
Menurut saudara apakah dibenarkan Terdakwa dapat mengajukan kasasi? Kalau dapat
diajukan kasasi apa argumentasi saudara?
Menurut pendapat saya , berdasarkan dari uraian contoh kasus diatas maka terdakwa
tidak dapat mengjukan kasasi dikarenakan pengajuan banding terdakwa ditolak
karena telah lewat waktu pengajuan banding.
Menurut pendapat saya upaya yang harus dilakukan oleh terdakwa yaitu melakukan
upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan
yang sudah bersifat inkrach/tetap. Hal tersebut diatur dalam pasal 263 ayat (2 )
KUHAP yang menyebutkan sebgai berikut :
- ). Apabila terdapat
keadaan baru yang
menimbulkan dugaan
kuat, bahwa jika
- keadaan itu sudah
diketahui pada waktu
sidang masih
berlangsung, hasilnya
akan
- berupa putusan bebas atau
putusan lepas dari segala
tuntutan hukum atau
tuntutan
- penuntut umum tidak dapat
diterima atau terhadap
perkara itu diterapkan
ketentuan
- pidana yang lebih ringan.
- (b). Apabila dalam pelbagai
putusan terdapat pernyataan
bahwa sesuatu telah
terbukti,
- akan tetapi hal atau keadaan
sebagai dasar dan alasan
putusan yang dinyatakan
telah
- terbuktiitu, ternyata telah
bertentangan satu dengan
yang lain.
- (c). Apabila putusan itu
dengan jelas
memperlihatkan suatu
kekhilafan hakim atau suatu
- kekeliruan yang nyata.
Peninjauan kembali juga
dapat dilakukan terhadap
putusan
- pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan
hukum tepap, apabila
putusan itu
- merupakan suatu
perbutan pidana yang
didakwakan dan terbukti
namun tidak ikuti
- dengan suatu pemidanaan/
hukuman.”
- Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jikakeadaan itu
sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akanberupa putusan bebas
atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutanpenuntut umum tidak dapat
diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuanpidana yang lebih ringan.
- Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti,akan
tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telahterbuktiitu,
ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain.
- Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau
suatukekeliruan yang nyata. Peninjauan kembali juga dapat dilakukan terhadap
putusanpengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tepap, apabila putusan
itumerupakan suatu perbutan pidana yang didakwakan dan terbukti namun tidak
ikutidengan suatu pemidanaan/ hukuman.”
2. dalam Pasal 237 KUHAP mengatur: Selama pengadilan tinggi belum mulai
memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya
maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori
banding kepada pengadilan tinggi. Menurut Saudara bagaimana akibat hukumnya
jika Terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum tidak mengajukan memori
banding atau kontra memori banding?
Jawab :
Memori banding dapat diartikan sebagai risalah yang disusun oleh pemohon banding dan
merupakan tanggapan terhadap sebagian maupun atas seluruh pemeriksaan dan putusan yang
dijatuhkan. Tanggapan tersebut tidak terbatas hanya sepanjang mengenai kesalahan penerapan,
penafsiran, dan kewenangan mengadili, tapi meliputiaspek penilaian keadaan dan pembuktian. Di
samping itu, memori banding dapat jugamengemukakan hal-hal baru atau fakta dan pembuktian
baru, dan meminta supaya hal-hal atau fakta baru itu diperiksa dalam suatu pemeriksaan tambahan.
Memori banding diajukan oleh pemohon banding, pihak yang lain dapatmengajukan kontra memori
banding. Misalnya, jika terdakwa mengajukan permintaanbanding. Permintaan banding itu didukung
dengan memori banding. Dalam hal ini pihakpenuntut umum mempunyai hak untuk mengajukan
kontra memori banding.Pengadilan berkewajiban untuk memberitahukan memori dan kontra
memori bandingkepada pihak lain, karena mana mungkin membuat dan menyerahkan kontra
memori banding, tanpa ada diberitahukan kepadanya adanya penyerahan memori banding dari
pihak lain? Jadi, harus ada pemberitahuan kepada yang mengajukan kontra memori banding bahwa
ada yang mengajukan memori banding.
Membuat dan mengajukan memori banding “bukan kewajiban hukum” yang dibebankan oleh
undang-undang terhadap pemohon banding. Undang-undang tidakmewajibkan pemohon banding
untuk mesti mengajukan memori banding. Permohonan banding tidak mesti dibarengi dengan
memori banding. Tanpa memoribanding, permintaan banding sah dan dapat diterima. Ada atau
tidak memori banding,tidak menjadi masalah.
Jawab :
SEMA dapat diklasifikan sebagai peraturan kebijakan (beleidsregel)karena SEMA adalah surat edaran
yang dikeluarkan oleh pimpinan MA yang ditujukankepada hakim dan jajaran peradilan yang berisi
bimbingan dalam penyelenggaraanperadilan yang lebih bersifat administrasi dan mengatur kedalam.
Oleh karenanya tidakdapat mengubah ataupun menyimpangi peraturan perundang-undangan
termasuk SEMANo. 7 Tahun 2014 tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undanganyang berlaku. Untuk menjamin kepastian hukum dalam pengajuan PK padaperkara pidana,
Putusan MK ini harus dijadikan pedoman bagi MA beserta semuapengadilan negeri dibawahnya
dalam menangani pengajuan PK pada perkara pidana.
Pada Pasal 47 Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 jo. Undang-Undang No. 24 Tahun2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan “Putusan MahkamahKonstitusi memperoleh kekuatan
hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidangpleno terbuka untuk umum”. Ketentuan tersebut
menunjukan bahwa dengan sendirinya.Putusan MK tidak memerlukan pelaksanaan lain, karena
sejak selesai diucapkan dalamsidang pleno putusan telah memiliki kekuatan hukum. Putusan MK
merupakantafsir tertinggi terhadap ketentuan konstitusi yang dilakukan oleh MK sebagai thesole
interpreter of constitution memiliki sifat final and binding sehingga harusditaati oleh setiap warga
negara dan semua cabang-cabang kekuasaan negara termasuk MA.
Tindakan MA menerbitkan
SEMA No. 7 Tahun 2014 yang
membatasi PK hanya sekali,
jelas bertentangan dengan
Putusan MK yang
membatalkan Pasal 268 ayat
(3) KUHAP
Dengan dibatalkanya Pasal
268 ayat (3) KUHAP telah
berimplikasi pada PK
dapat
diajukan berkali-kali
sementara melalui SEMA,
MA justru mengukuhkan PK
hanya
sekali. Penerbitan SEMA
No.7Tahun 2014 dapat
dikatakan sebagai suatu
bentuk
ketidakpatuhan terhadap
konstitusi sebagai hukum dasar
dan juga pelanggaran terhadap
konsepsi negara hukum.
Tindakan MA menerbitkan SEMA No. 7 Tahun 2014 yang membatasi PK hanya sekali,jelas
bertentangan dengan Putusan MK yang membatalkan Pasal 268 ayat (3) KUHAPDengan dibatalkanya
Pasal 268 ayat (3) KUHAP telah berimplikasi pada PK dapatdiajukan berkali-kali sementara melalui
SEMA, MA justru mengukuhkan PK hanyasekali. Penerbitan SEMA No.7Tahun 2014 dapat dikatakan
sebagai suatu bentukketidakpatuhan terhadap konstitusi sebagai hukum dasar dan juga pelanggaran
terhadapkonsepsi negara hukum.
Menurut MA dasar
diterbitkanya SEMA,
bukanlah KUHAP melainkan
Pasal 24 ayat
(2) Undang-Undang No. 48
Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman (UU
Kekuasaan
Kehakiman) dan Pasal 66 ayat
(1) UU MA. Diabaikanya
Putusan MK yang
membatalkan
Pasal 268 ayat (3) KUHAP
dalam SEMA No. 7 Tahun
2014 merupakan alasan yang
kurang tepat karena Pasal 268
ayat (3) KUHAP yang telah
dibatalkan ini harus dimaknai
bersifat lex specialis terhadap
UU MA dan UU Kekuasaan
Kehakiman. Perlu dijelaskan
bahwa ketentuan yang
mengatur tentang PK
dalam UU MA dan UU
Kekuasaan
Kehakiman adalah ketentuan
yang berlaku umum terhadap
pengajuan PK dalam perkara
perdata, tata usaha negara dan
agama. Khusus untuk perkara
pidana mengacu pada Pasal
268 ayat (3) KUHAP yang
dalam hal ini telah dibatalkan
oleh MK.
Menurut MA dasar diterbitkanya SEMA, bukanlah KUHAP melainkan Pasal 24 ayat(2) Undang-
Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU KekuasaanKehakiman) dan Pasal 66
ayat (1) UU MA. Diabaikanya Putusan MK yang membatalkanPasal 268 ayat (3) KUHAP dalam SEMA
No. 7 Tahun 2014 merupakan alasan yangkurang tepat karena Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang telah
dibatalkan ini harus dimaknaibersifat lex specialis terhadap UU MA dan UU Kekuasaan Kehakiman.
Perlu dijelaskanbahwa ketentuan yang mengatur tentang PK dalam UU MA dan UU
KekuasaanKehakiman adalah ketentuan yang berlaku umum terhadap pengajuan PK dalam
perkaraperdata, tata usaha negara dan agama. Khusus untuk perkara pidana mengacu pada
Pasal268 ayat (3) KUHAP yang dalam hal ini telah dibatalkan oleh MK.
Dengan demikian untuk
menjamin kepastian hukum
dalam pengajuan PK pada
perkara
pidana, Putusan MK ini harus
dijadikan pedoman bagi MA
beserta semua pengadilan
negeri dibawahnya dalam
menangani pengajuan PK pada
perkara pidana. Dalam setiap
perumusan SEMA dan
PERMA sepanjang itu
menyangkut pengajuan PK
pada perkara
pidana harus mencantumkan
Putusan MK dalam
konsideranya. Sekarang
semua
peraturan perundang-
undangan yang diterbitkan
oleh pemerintah sejauh
mengacu ke
undang-undang yang pernah
diputus MK selalu disebutkan
putusan MK sebagai salah
satu konsideranya
Dengan demikian untuk menjamin kepastian hukum dalam pengajuan PK pada perkarapidana,
Putusan MK ini harus dijadikan pedoman bagi MA beserta semua pengadilannegeri dibawahnya
dalam menangani pengajuan PK pada perkara pidana. Dalam setiapperumusan SEMA dan PERMA
sepanjang itu menyangkut pengajuan PK pada perkarapidana harus mencantumkan Putusan MK
dalam konsideranya. Sekarang semuaperaturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh
pemerintah sejauh mengacu keundang-undang yang pernah diputus MK selalu disebutkan putusan
MK sebagai salahsatu konsideranya.