Anda di halaman 1dari 2

1.

Dalam RUU KUHAP ada isu hukum mengenai pemberlakuan konsep plea
bargaining, coba saudara analisa konsep plea bargaining dikaitkan dengan
pemeriksaan acara singkat, kemudian apa perbedaan konsep plea bargaining
dengan restorative justice dalam hukum pidana di Indonesia?
2. PERMA Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara
Pidana di Pengadilan Secara Elektronik mengatur bagaimana tata cara
persidangan perkara pidana secara elektronik, yang mana salah satunya
mengatur tidak perlu hadirnya terdakwa secara fisik di persidangan, hal mana
kontradiktif dengan Pasal 154 KUHAP yang mengharuskan hadirnya
Terdakwa di persidangan kecuali terhadap perkara tertentu, coba bagaimana
pendapat saudara mengenai hal tersebut?

Jawab :

1. Guna mendukung prinsip peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan, konsep plea
bargaining diadopsi dalam Pasal 199 RKUHAP sebagai “Jalur Khusus” penyelesaian perkara
pidana. Dalam Black’s Law Dictionary, dijelaskan plea bargain adalah kesepakatan
perundingan antara penuntut umum dan terdakwa dimana terdakwa mengakui
kesalahannya, sehingga penuntut umum menuntut hukuman ringan atau membebaskan dari
tuntutan atas tindak pidana lainnya.

Pada plea bargain sendiri dijelaskan sebagai suatu negosiasi antara penuntut umum dan
terdakwa dengan syarat terdakwa mengakui kesalahannya. Lalu, bersedia menerima ancaman
hukuman yang ditetapkan UU, tapi dapat memperoleh hukuman yang lebih ringan. Meski demikian,
terdakwa akan kehilangan hak-hak konstitusionalnya, seperti hak untuk dikonfrontasi dengan saksi-
saksi.

restorative justice merupakan upaya pemulihan keadilan dari suatu tindak pidana dengan fokus
terhadap pelaku dan korban guna menghindari perkara pidana masuk ke pengadilan. Artinya, ada
proses “kesepakatan” yang dilakukan sebelum bergulir ke meja hijau. Pihak-pihak yang
terlibat restorative justice (keadilan restoratif) yakni pelaku, korban, aparat penegak hukum, dan
masyarakat. Keberhasilan penyelesaiannya tidak diukur dengan dijatuhkannya sanksi
pidana terhadap pelaku, tapi seberapa jauh kerusakan atau penderitaan akibat tindak pidana dapat
dipulihkan dan diakhiri.

 Dalam plea bargain, hakim masih memiliki peran besar menentukan prosesnya
hingga putusan. Sedangkan restorative justice itu pemulihan terhadap pelaku dan
korban untuk menghindari perkara pidana masuk ke pengadilan.

2. Penjelasan Pasal 154 ayat (4) KUHAP dinyatakan bahwa “kehadiran terdakwa di sidang
merupakan kewajiban dari terdakwa, bukan merupakan haknya, jadi terdakwa harus hadir di
sidang pengadilan”. Dari kaidah tersebut dapat dideduksikan bahwa kehadiran terdakwa
bersifat imperatif (wajib; mandatory) dan tidak bersifat fakultatif (pilihan; alternatif; opsional)
sebagai perwujudan asas pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.
Pasal 154 ayat (6) KUHAP bahkan memberikan kewenangan bagi hakim untuk
memerintahkan agar terdakwa dihadirkan dengan paksa apabila tidak hadir tanpa alasan
yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya.   syarat sebelum terdakwa
dipanggil paksa adalah:
- Panggilan telah dilakukan secara sah sesuai dengan ketentuan Pasal 145 dan 146
KUHAP;
- Terdakwa telah dipanggil sebanyak dua kali;
- Terdakwa Tidak Hadir tanpa alasan yang sah

Anda mungkin juga menyukai