Anda di halaman 1dari 10

TUNTUTAN (REKUISITOR)

Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Hukum Acara Pidana

Disusun Oleh :
Fadhel Ally Muhammad 110110180241

Universitas Padjadjaran
Fakultas Hukum
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum acara adalah ketentuan ketentuan yang bertujuan memberikan pedoman
dan mengatur tata cara melaksanakan hukum materil (hukum pidana) dan hukum acara
pidana (hukum pidana formil) adalah hukum yang mengatur tata cara melaksanakan atau
mempertahankan hukum pidana materil.
Hukum acara pidana merupakan suatu kumpulan aturan-aturan yang harus
dijalankan dalam proses suatu perkara di pengadilan dimana kumpulan aturan-aturan ini
menjadi suatu pedoman bagi penegak hukum dalam menerapkan hukum pidana
maeteriel, agar dalam menangani suatu kasus pidana tidak terjadi suatu kesalahan-
kesalahan yang fatal dilakukan oleh penagak hukum sperti Kepolisian, Kejaksaan, dan
Pengadilan Negeri dalam menangani suatu perkara pidana akan mengacu pada Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP), dan ketentuan hukum materielnya juga
mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Asas-asa penting yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana antara lain:
1. Asas Legalitas dan Asas Opurtuinitas (Asas Penuntutan).
- Asas legalitas (Pasal 137 KUHAP)
Penuntut Umum wajib menuntut setiap orang yang melakukan tindak pidana, tanpa
terkecuali.
- Asas opurtunitas (Pasal 14 huruf h KUHAP)
Penuntut Umum berwenang Menuntut Perkara Demi Kepentingan umum bukan hukum,
Menurut asas ini Penuntut Umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan tindak
pidana, jika menurut pertimbangan akan merugikan kepentingan umum. Dengan kata lain
Penuntut Umum dapat Mempeti Es kan suatu perkara.
2. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumtion Of Innonsence)
Seorang wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan yang
menyatakan kesalahannya, dan putusan itu sudah In Kracht (telah mempunyai kekuatan hukum
tetap).
3. Asas Peradilan Bebas
Hakim dalam memberikan putusan, bebas dari adanya campur tangan dan pengaruh dari
pihak atau kekuasaan manapun.
4. Equality Before The Low
Setiap orang (tersangka maupun terdakwa) baik miskin maupun kaya, pejabat maupun
orang biasa didalam pemeriksaan baik dihadapan penyidik, penuntut dan pemeriksaan
dipengadilan harus diperlakukan sama.
5. Asas Terbuka untuk Umum
Asas terbuka untuk umum pada pemeriksaan pengadilan maupun pembacaan putusan.
Untuk Tidak Pidana tertentu, (misal ; Tindak Pidana Pemerkosaan) pemeriksaan acara
pembuktian dilakukan Tertutup untuk umum, begutu pula dengan pengadilan anak.
6. Pemeriksaan dalam perkara pidana dilakukan secara langsung dan lisan
7. Peradilan dilakukan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan
8. Asas Perlindungan Hak Asasi Manusia
Dalam Pemeriksaan, baik tahap penyidikan, Penuntut maupun di pengadilan, Tersangka
maupun Terdakwa harus mendapat perlakuan sesuai denagn Harkat dan Martabat sebagai
manusia (diberi hak untuk membela diri) (Aquesator) tidak dianggap sebagai barang atau objek
yang diperiksa wujudnya (Inquesator)..
9. Asas Tida Hukum Tanpa Kesalahan
Pengadilan hanya dapat menghukum Tersangka atau terdakwa yang nyata-nyata
mempunyai kesalahan atas perbuatannya, ada peraturan yang dilanggar sebelum perbuatan itu
dilakukan.1
Hukum Acara Pidana mengatur bagai mana cara dan proses pengambilan putusan oleh
hakim, mengenai aspek ini dimulai melalui tahap pemeriksaan didepan persidangan yakni mulai
tahap pemeriksaan identitas terdakwa, pembacaan catatan/ dakwaan oleh jaksa/penuntut umum,
kemudian diberi kesempatan terdakwa/penasihat hukumnya untuk mengajukan
keberatan/eksepsi, dilanjutkan acara pembuktian, acara tuntutan, pembelaan, replik dan duplik
serta pemeriksaan dianggap selesai dan dilanjutkan musyawarah dalam pengambilan putusan
oleh hakim (Majelis) serta penjatuhan/pengucapan putusan dalam sidang yang terbuka untuk
umum (Bab XVI Pasal 145 sampai dengan Pasal 232 KUHAP).

1
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Jakarta : Kencana, 2014), hlm 15
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Tuntutan ?
2. Apa Saja Asas - Asas Penuntutan ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pengertian Tuntutan ?
2. Untuk mengetahui Asas – Asas Penuntutan
Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini agar masyarakat mengetahui dalam proses pemeriksaan
perkara pidana di muka pengadilan ada tahapan-tahapan yang harus dilwati oleh terdakwa agar
dalam praktek tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hukum pidana materiel sehingga untuk
mnjaga penyimpangan tersebut harus ditaatinya hukum acara formil agar dapat menjamin bahwa
sanya hukum pidana materiel telah dijalankan sebagaiman mestinya, dalam hal ini penulis
menuliskan makala ini agar masarakat mengetahui dalam proses di pengadilan ada yang
dinamakan pembacaanTuntutan, maka dari itu penulis dalam makalah ini akan menjelaskan
tentang tuntutan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tuntutan Pidana dan Pembelaan (Pledoi)


Yahya menjelaskan bahwa tuntutan pidana dan pembelaan dirangkai dalam satu
pembahasan untuk memudahkan melihat kaitan antara kedua proses itu dalam
pemeriksaan perkara. Tuntutan pidana penuntut umum selamanya saling berkaitan
dengan pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasihat hukum karena tuntutan pidana
yang diajukan penuntut umum maupun pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasihat
hukum pada hakikatnya merupakan “dialogis jawab-menjawab terakhir” dalam proses
pemeriksaan. Pledoi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana(KUHAP) dikenal dengan istilah pembelaan.
Pengaturan mengenai tuntutan pidana dan pembelaan terdapat dalam Pasal 182 ayat (1)
KUHAP yang berbunyi:
a. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan
pidana;
b. Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya
yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau
penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir;
c. Tuntutan pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan
setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua siding dan turunannya kepada
pihak yang berkepentingan.
Terhadap tuntutan pidana (rekuisitor) yang diajukan oleh jaksa penuntut umum
terdakwa atau penasehat hukum berhak mendapapatkan kesempatan mengajukan
pembelaan atas pembelaan itu penuntut unum berhak pula mendapatkan kesempatan
mengajukan jawaban atas replik dan atas replik ini terdakwa atau penasihat hukum
berhak untuk mendapat kesempatan untuk mengajukan duplik atau jawaban ke dua kali
(rejoinder).
B. Tata cara pengajuan tuntutan pidana dan pembelaan (pledoi)
Pengajuan tuntutan pidana dan pembelaan baru dapat dilkukan setelah terlebih
dahulu ada prtanyaan hakim ketua siding bahwa pemeriksaan perkara telah selesai.
Denan kata lain penuntutan dan pembelaan merupakan tahap lanjutan setelah
pemeriksaan terhadap perkara dianggap selesai oleh ketua siding. Oleh karena itu
pengajuan tuntutan pidana dan pembelaan harus melalui tata cara sebagai berikut:
1. Dilakukan atas permintaan hakim ketua sidang
Walaupun tindakan penunututan merupkan fungsi dari melekat pada instalasi
penuntut umum, fungsi ini dapat dipergunakan di siding pengadilan setelah ketua sidan
meminta kepadanya untuk mengajukan penuntutan. Demikian halnya dengan pengajuan
pembelaan merupakan ha yan melekat pada diri terdakwa dan penasihat huku giliran
untuk mengajukan pembelaan disampaikan pada tahap tertentu setelah hakim
memintanya untuk mengajukan pembelaan.
2. Mendahulukan pengajuan tuntutan dari pembelaan
Pasal 182 ayat (1) huruf a dan huruf b KUHAP telah menentukan giliran antara
penuntut umum dan terdakwa atau penasihat hukum dalam mengajukan tuntutan dan
pembelaan maupun jawaban atas pembelaan giliran pertama diberikan kepada penuntut
umum untuk mengajukan tuntutn pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa.
Setelah penuntut umum selesai mengajukan tuntutan baru giliran terdakwa atau
penasiihat hukum mengajukan pembelaan atas tuntutan tersebut.
3. Jawab-menjawab dengan syarat terdakwa mendapat giliran terakhir
Giliran terakhir untuk menjawab diberikan kepada terdakwa atau penasihat
hukum merupakan syarat dalam jawab-menjawab. Selama penuntut umum masih
diberikan kesempatan untuk menjawab atau menanggapinya, selama itu pula terdakwa
atau penasihat hukum harus diberikan kesempatan untuk menjawab atau menanggapinya,
kecuali mereka sendiri tidak mempergunakan hal tersebut.
4. Tuntutan, pembelaan, dan jawaban dibuat secara tertulis
Bentuk tuntutan pidana, pembelaan, dan semua jawaban yang berhubungan
dengan penuntutan dan pembelaan dibuat dengan cara tertulis. Menjawab pertanyaan
Anda soal cara pengajuan pledoi yang benar, Pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP
berbunyi:
Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan
setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada
pihak yang berkepentingan.
Jadi, pembelaan dilakukan secara tertulis dan dibuat sekurang-kurangnya rangkap
dua. Aslinya diserahkan kepada ketua sidang setelah selesai dibacakan oleh pihak yang
bersangkutan. Turunannya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan. Turunan
tuntutan dan jawaban penuntut umum diserahkan kepada terdakwa atau penasihat hukum.
Sebaliknya turunan pembelaan dan jawaban terdakwa diserahkan kepada penuntut umum
oleh terdakwa atau penasihat hukum.
5. Pengecualian bagi terdakwa yang tidak pandai menulis
Seperti yang telah dijelaskan di atas, tuntutan, pembelaan dan jawaban atas
pembelaan dilakukan secara tertulis. Bagi terdakwa yang tidak pandai menulis, undang-
undang memberikan pengecualian. Pengecualian ini diatur dalam Penjelasan Pasal 182
ayat (1) huruf c KUHAP, yaitu sebagai berikut:[9]
a. Bagi terdakwa yang tidak pandai menulis pembelaan dan jawaban dapat
dilakukan secara lisan di persidangan.
b. Pembelaan dan jawaban secara lisan dicatat oleh panitera dalam berita acara
sidang.
C. Asas Asas Penuntutan
Sehubungan dengan wewenang dari Kejaksaan sebagai Penuntut Umum, maka
dalam hukum acara pidana yang merupakan payung dari hukum pidana formil dikenal 2
(dua) asas penuntutan yaitu :
a. Asas Legalitas
b. Asas Oportunitas
Menurut pendapat I Ketut Murtika (1987:29) bahwa :
a. Asas legalitas yaitu penuntut umum diwajibkan menuntut semua orang
yang dianggap cukup alasan bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran
hukum, artinya penuntut umum wajib menuntut seseorang yang didakwa telah melakukan
tindak pidana.

b. Asas oportunitas yaitu penuntut umum tidak diharuskan menuntut


seseorang, meskipun yang bersangkutan sudah jelas melakukan suatu tindak pidana yang
dapat dihukum, artinya penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan
suatu tindak pidana jika menurut pertimbangannya apabila orang tersebut dituntut akan
merugikan kepentingan umum. Jadi dapat dikatakan bahwa demi kepentingan umum
seseorang yang melakukan tindak pidana dapat tidak dituntut.

Yang perlu diperhatikan mengenai asas oportunitas ini yaitu dengan


kewenangan Kejaksaan sebagai Penuntut Umum mempunyai kekuasaan yang amat
penting untuk mengesampingkan suatu perkara pidana yang sudah jelas dilakukan
seseorang. Mengingat tujuan dari prinsip ini yaitu kepentingan umum yang akan
dilindungi, maka Jaksa harus berhati-hati dalam melakukan kekuasaan mengesampingkan
perkara pidana tersebut. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa dengan dasar
kepentingan umum seorang Jaksa Penuntut Umum mengesampingkan suatu perkara
pidana karena terdakwa adalah teman dekatnya atau Jaksa tersebut telah menerima
sogokan dari terdakwa.

Namun harus dibedakan antara perkara yang dikesampingkan demi


kepentingan umum dengan perkara yang dihentikan penuntutannya dengan cara menutup
perkara demi hukum, jika perkara dihentikan penuntutannya meskipun sudah lengkap
namun tidak memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan berdasarkan
alasan-alasan yang diatur atau ditentukan oleh hukum misalnya tidak cukup bukti atau
peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana sedangkan perkara yang
dikesampingkan demi kepentingan umum adalah perkara hasil penyidikan yang sudah
lengkap dan memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuntutan pidana penuntut umum selamanya saling berkaitan dengan pembelaan
yang diajukan terdakwa atau penasihat hukum karena tuntutan pidana yang diajukan
penuntut umum maupun pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasihat hukum pada
hakikatnya merupakan “dialogis jawab-menjawab terakhir” dalam proses pemeriksaan.
Pledoi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana(KUHAP) dikenal dengan istilah pembelaan.
Dan diketahui pula dalam asas asas penuntutan terdapat Asas legalitas (Pasal 137
KUHAP) Penuntut Umum wajib menuntut setiap orang yang melakukan tindak pidana,
tanpa terkecuali. Dan Asas opurtunitas (Pasal 14 huruf h KUHAP) Penuntut Umum
berwenang Menuntut Perkara Demi Kepentingan umum bukan hukum, Menurut asas ini
Penuntut Umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan tindak pidana, jika
menurut pertimbangan akan merugikan kepentingan umum. Dengan kata lain Penuntut
Umum dapat Mempeti Es kan suatu perkara.

B. Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
memperkaya khasanah perpustakaan serta bermanfaat bagi semua pihak. Penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna kesempurnaan penulisan makalah
selanjutnya.
Daftar Pustaka
Harahap, Y. (2010). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan,
Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika.

Prakoso, D. (1986). Dasar Dasar Ilmu Kedokteran Kehakiman. Jakarta: Bina Aksara.

Anda mungkin juga menyukai