PERTEMUAN KE 17
HUKUM PENITENSIER
(Eksekusi Putusan Pengadilan Dan Eksekusi Pidana)
A. TUJUAN PEMBELAJARAN.
Setelah Pertemuan ke-17 HUKUM PENITENSIER (Eksekusi Putusan Pengadilan
& Eksekusi Pidana) ini usai maka kemampuan yang diharapkan ada pada diri
Mahasiswa/i yang mempelajari Hukum Pidana, adalah mampu memahami lebih dalam
berkaitan dengan perbedaan eksekusi putusan pengadilan dengan eksekusi hukum
pidana.
B. URAIAN MATERI.
1. Lingkup dan Cakupan.
Pelaksanaan putusan pengadilan harus dibedakan dengan pelaksanaan
penetapan pengadilan. Pelaksanaan putusan pengadilan atau eksekusi ini di dalam
Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau disebut juga
sebagai Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (untuk selanjutnya disingkat
KUHAP) diatur dalam Bab XIX dari Pasal 270 sampai dengan Pasal 276.
Pelaksanaan putusan pengadilan (vonnis) yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap menurut Pasal 270 KUHAP diserahkan kepada Jaksa, sedangkan
pelaksanaan penetapan hakim (beschikking) menurut Pasal 14 KUHAP diserahkan
kepada Jaksa yang bertugas sebagai Penuntut Umum dalam sidang perkara pidana
yang bersangkutan.1
Disisilain pelaksanaan putusan pengadilan harus dibedakan pula dengan
pelaksanaan pidana meskipun keduanya merupakan materi dari Hukum Eksekusi
Pidana atau Hukum Pidana Pelaksanaan Pidana atau Hukum Penitensier atau
Penitentiere Recht. Putusan Pengadilan dapat dilaksanakan apabila putusan
tersebut telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde).
Suatu putusan pengadilan dikatakan telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
(telah Berkekuatan Hukum Tetap/ BHT) apabila :
a. Terdakwa maupun penuntut umum telah menerima putusan yang bersangkutan
di tingkat pemeriksaan sidang Pengadilan Negeri atau di pemeriksaan tingkat
banding di Pengadilan Tinggi atau di tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
b. Tenggang waktu untuk mengajukan Verzet (terhadap Verstek), Banding atau
Kasasi telah lewat tanpa dipergunakan oleh yang berhak.
c. Permohonan Verzet (terhadap Verstek) telah diajukan kemudian pemohon tidak
hadir kembali pada saat hari sidang yang telah ditetapkan.
d. Permohonan Banding atau Kasasi telah diajukan kemudian pemohon mencabut
kembali permohonannya.
1
Suryono Sutarto, Hukum Acara Pidana Jilid II, Semarang, Badan Penerbit UNDIP, 2008, hlm 128.
2
Bambang Dwi Baskoro, Bunga Rampai Penegakan Hukum Pidana, Semarang, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, hlm 115.
3
Anonymus, KUHAP Lengkap, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hlm 113.
4
Ibid hlm 114.
5
Loc Cit.
Oleh karenanya dalam hukum pidana berfokus pada dua, hal yakni :
6
S.R. Sianturi dan Mompang L.Panggabean, Hukum Penitensia di Indonesia, Jakarta, Alumni
AHAEMPETEHAEM, 1996, hlm 1-2.
7
Ibid 3-4.
8
Ibid 4-5.
9
Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang, Yayasan Sudarto d/a Fak.Hukum UNDIP, 1990, hlm 9.
Perbuatan semacam itu dapat disebut “perbuatan yang dapat dipidana” atau
disingkat “perbuatan jahat” (verbrechen atau crime). Oleh karena dalam suatu
“perbuatan jahat” ini harus ada orang yang melakukannya maka persoalan
tentang “perbuatan tertentu” itu diperinci menjadi dua, ialah “perbuatan yang
dilarang” dan “orang yang melanggar larangan
2) Pidana,
Pidana” ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang
melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu. Di dalam
hukum pidana modern, pidana ini juga meliputi apa yang disebut “tindakan tata
tertib” (tuchtmaatregel, masznahme). Di dalam ilmu pengetahuan hukum adat
Ter Haar memakai istilah (adat) “reaksi.10 Beberapa pakar lain pun
berpendapat, antara lain sebagai berikut :
a) Roeslan Saleh : Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu
nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik
itu.11
b) Van Hamel : een bijzonder leed, tegen den overtreder van een door den
staat gehandhaafed rechtsvoorschrift, op den en kelen grond van die
overtreding, van wege den staat als handhaver der openbare rechtsorde,
door met de rechtsbeedeeling belaste gezag uit te spreken.12 Atau suatu
penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan
yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai
penanggungjawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar,
yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu
peraturann hukum yang ditegakan oleh negara.
c) Fitzgerald : Punishment is the authoritative infliction of suffering for an
offence.13 Atau Pidana adalah penderitaan dari yang berwenang terhadap
sebuah pelanggaran.
d) Ted Honderich : Punishment is an authority’s infliction of penalty (something
involving deprivation or distress) on an offender for an offence.14 Atau
pidana adalah suatu penderitaan dari pihak yang berwenang sebagai
hukuman sesuatu yang meliputi pencabutan dan penderitaan yang
dikenakan kepada pelaku karena sebuah pelanggaran.
e) Sir Rupert Cross : Punishment means “The infliction of pain by the State on
someone who has been convicted of an offence”.15atau Pidana merupakan
derita yang menyakitkan dari negara terhadap seseorang yang dihukum
dari sebuah pelanggaran.
10
Loc Cit.
11
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung, Alumni, 1984, hlm
2.
12
P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung, 1984, hlm 34.
13
Ibid.
14
Ibid.
15
Ibid.
16
Ibid.
17
Ibid.
18
Ibid.
19
Ibid, hlm 3-4.
20
Ibid, hlm 4.
21
Loc-Cit.
22
Ibid, hlm,5.
23
Loc-Cit.
24
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Ibid, hlm 5-6.
b. Pemidanaan.
25
Ibid, hlm 10-11.
26
Ibid, hlm 11.
27
Ibid, hlm 11-12.
28
Ibid, hlm 12.
29
Ibid, hlm 12-13.
30
Ibid, hlm 13.
31
Ibid, hlm 16.
32
Ibid
33
Ibid.
34
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Ibid, hlm 16-17.
35
Ibid, hlm 17-18.
36
Ibid, hlm 18.
37
Ibid, hlm 19.
38
Muladi dan Barda Nawawi Arief Loc-Cit, hlm 7.
c) Emile Durkheim.
Fungsi dari pidana adalah untuk menciptakan kemungkinan bagi pelepasan
emosi-emosi yang ditimbulkan atau diguncangkan oleh adanya kejahatan
(the function of punishment is to create a possibility for the release of
emotions that are aroused by the crime).43
d) Fouconnet.
Pemidanaan dan pelaksanaan pidana pada hakekatnya merupakan
penegasan kembali nilai-nilai kemasyarakatan yang telah dilanggar dan
dirubah oleh adanya kejahatan itu (the conviction and the execution of the
39
Ibid.
40
Ibid.
41
Ibid, hlm 20.
42
Ibid.
43
Ibid.
44
Ibid, hlm 21.
45
Ibid.
46
Ibid.
3. RINGKASAN.
Hukum Penitensier atau hukum pelaksanaan pidana adalah keseluruhan
ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan ang berisi tentang cara bagaimana
melaksanakan putusan hakim terhadap seseorang yang memiliki status sebagai
terhukum. Sumber hukum penitensier( pasal 10 KUHP ) yang berbunyi pidana terdiri
atas : Pidana pokok (pidana mati, penjara, kurungan, denda, tutupan)
Pidana tambahan (pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang
tertentu, pengumuman putusan hakim. Kriminalisasi adalah salah satu proses yang
terjadi didalam masyarakat dimana suatu perbuatan yang asalnya bukan merupakan
perbuatan pidana dikarenakan pengaruh kondisi social yang berkembang yang
berkaitan dengan rasa keadilan dalam masyarakat maka perbuatan itu akhirnya
dijadikan merupakan perbuatan pidana. Contoh lahirnya UU penyalahgunaan
narkotika ( UU No. 9 / 1976), dimana berdasarkan UU ini penyalahgunaan narkotika
merupakan perbuatan yang dapat dipidana. De kriminalisasi adalah suatu perbuatan
yang secara konkrit diancam pidana dalam hukum positif dikaernakan pengaruh
47
Ibid.
48
Ibid, hlm 22-23.
49
Ibid, hlm 24..
C. UJI PEMAHAMAN.
Dari penjelasan-penjalasan yang telah disebutkan diatas maka, terdapat bebrapa
hal yang harus di pecahkan oleh mahasiswa/I yakni :
1. Sebutkan Konteks apa saja yang menjadi Cakupan Hukum Penitensier?
2. Sebutkan Syarat Mutlak, putusan pengadilan dapat di laksanakan? Sebutkan dasar
Hukumnya!
3. Jelaskan dengan Rinci Bagaimana cara membedakan putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde) dengan yang
belum memiliki kekuatan hukum?
4. Sebutan apa yang membedakan antara Punishment (Pidana) dengan Treatment
(Tindakan)?
5. Terdapat 3 (tiga) teori pemidanaan, saudara/i jelaskan tentang teori manakah yang
cocok di gunakan di Indonesia?sebutkan alasanya!
D. REFRENSI
Anonymus, KUHAP Lengkap, Jakarta, Sinar Grafika, 2009.
Bambang Dwi Baskoro, Bunga Rampai Penegakan Hukum Pidana, Semarang, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung, Alumni,
1984.
P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung, 1984.
Suryono Sutarto, Hukum Acara Pidana Jilid II, Semarang, Badan Penerbit UNDIP,
2008.
S.R. Sianturi dan Mompang L.Panggabean, Hukum Penitensia di Indonesia, Jakarta,
Alumni AHAEMPETEHAEM, 1996
Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang, Yayasan Sudarto d/a Fak.Hukum UNDIP, 1990.