Anda di halaman 1dari 8

Ruang Lingkup Hukum Penitensier

Ruang Lingkup meliputi :

 Stelsel sanksi dan penjatuhan jenis sanksi.

 Pemberian pidana.

 Aturan-aturan tentang jenis-jenis pidana.

 Ukuran pemidanaan.

 Eksekusi sanksi.

Adapun ruang lingkup Mata Kuliah Hukum Penitensier adalah pelaksanaan putusan pengadilan

sebagaimana diatur dalam Pasal 270 sampai Pasal 276 KUHAP. Putusan pengadilan adalah putusan yang

dijatuhkan pengadilan kepada pelaku kejahatan ataupun pelanggaran yang pelaksanaannya dilakukan

oleh Jaksa (Kejaksaan Negeri) setelah putusan pengadilan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap,

yaitu apabila terdakwa atau penasehat hukum dan Jaksa telah menerima putusan pengadilan tersebut.

Pelaksanaan putusan pengadilan harus dibedakan dengan pelaksanaan penetapan pengadilan.

Pelaksanaan putusan pengadilan atau eksekusi ini di dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang

Hukum Acara Pidana atau disebut juga sebagai Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (untuk

selanjutnya disingkat KUHAP) diatur dalam Bab XIX dari Pasal 270 sampai dengan Pasal 276.

Pelaksanaan putusan pengadilan (vonnis) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menurut Pasal

270 KUHAP diserahkan kepada Jaksa, sedangkan pelaksanaan penetapan hakim (beschikking) menurut

Pasal 14 KUHAP diserahkan kepada Jaksa yang bertugas sebagai Penuntut Umum dalam siding perkara

pidana yang bersangkutan1.

Disamping itu pelaksanaan putusan pengadilan harus dibedakan pula dengan pelaksanaan pidana

meskipun keduanya merupakan materi dari Hukum Eksekusi Pidana atau Hukum Pidana Pelaksanaan

Pidana atau Hukum Penitensier atau Penitentiere Recht.

1
Lihat Suryono Sutarto, Hukum Acara Pidana Jilid II, (Semarang : Badan Penerbit UNDIP, 2008), hlm
128.
Putusan Pengadilan dapat dilaksanakan apabila putusan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum

yang tetap (in kracht van gewijsde). Suatu putusan pengadilan dikatakan telah memperoleh kekuatan

hukum yang tetap (telah berkekuatan hukum tetap/telah BHT) apabila 2 :

 Terdakwa maupun penuntut umum telah menerima putusan yang bersangkutan di tingkat

pemeriksaan sidang Pengadilan Negeri atau di pemeriksaan tingkat banding di Pengadilan Tinggi

atau di tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

 Tenggang waktu untuk mengajukan Verzet (terhadap Verstek), Banding atau Kasasi telah lewat

tanpa dipergunakan oleh yang berhak.

 Permohonan Verzet (terhadap Verstek) telah diajukan kemudian pemohon tidak hadir kembali

pada saat hari sidang yang telah ditetapkan.

 Permohonan Banding atau Kasasi telah diajukan kemudian pemohon mencabut

kembali permohonannya.

 Terdapat permohonan Grasi yang diajukan tanpa disertai permohonan penangguhan eksekusi.

Lembaga yang berwenang melakukan pelaksanaan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan

hukum yang tetap adalah Jaksa, sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 270 KUHAP, yang

berbunyi sebagai berikut3 :

” Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa,

yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya.”

Adapun mengenai ganti kerugian, diatur selanjutnya dalam Pasal 274 KUHAP yang menyatakan, bahwa :

“Dalam hal pengadilan menjatuhkan juga putusan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal

99, maka pelaksanaannya dilakukan menurut tata cara putusan perdata”. 4

2
Lihat Bambang Dwi Baskoro, Bunga Rampai Penegakan Hukum Pidana, (Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro), hlm. 115
3
Anonymus, KUHAP Lengkap, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.113.
4
Ibid., hlm. 114.
Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah UndangUndang Hukum Pidana

dianggap sebagai Kitab Undang-undang Hukum Pidana (untuk selanjutnya disingkat KUHP) 5macam-

macam pidana adalah sebagai berikut :

Pasal 10 :

Pidana Pokok Pidana Tambahan


1. Pidana Mati. 1. Pencabutan Hak-Hak Tertentu.

Pidana ini adalah pidana terberat Dalam pasal 35 KUHP ditentukan bahwa yang

menurut hukum positif kita. Bagi kebanyakan boleh dicabut dalam putusan Hakim dari hak si

negara, masalah pidana mati hanya mempunyai bersalah ialah :

arti dari sudut kultur historis. Dikatakan 1.Hak untuk menjabat segala jabatan atau

demikian karena, keba-nyakan negara-negara jabatan tertentu.

tidak mencantumkan pidana mati ini lagi di 2.Hak untuk menjadi anggota Angkatan

dalam Kitab Undang-undangnya. Sungguhpun Bersenjata Republik Indonesia, baik udara,

demikian, hal ini masih menjadi masalah darat, laut maupun Kepolisian.

dalam lapangan ilmu hukum pidana, karena 3.Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan

adanya teriakan-teriakan di tengah-tengah berdasarkan Undangundang dan peraturan umum.

masyarakat untuk meminta kembali diadakannya 4.Hak menjadi penasihat, penguasa dan menjadi

pidana seperti itu, dan mendesak agar wali, wali pengawas, curotor atau curator

dimasukan kembali dalam Kitab Undang-undang. pengawas atas orang lain daripada anaknya

Tetapi pada umumnya lebih banyak orang yang sendiri.

kontra terhadap adanya pidana mati ini 5.Kekuasaan orang tua, perwalian dan

daripada yang pro. pengampunan atas anaknya sendiri. 6.Hak untuk

mengerjakan tertentu.
2. Penjara. 2. Perampasan barang-barang tertentu.

Pidana penjara adalah pidana pencabutan

kemerdekaan. Pidana penjara dilakukan

5
Bambang Dwi Baskoro.Buku Ajar Eksekusi Pidana.hlm.3
dengan menutup terpidana dalam sebuah Dalam hal perampasan barang-barang tertentu

penjara, dengan mewajibkan orang tersebut yang tercantum dalam Pasal 39 KUHP adalah:

untuk menaati semua peraturan tata tertib 1.a. Barang-barang milik terhukum yang

yang berlaku dalam penjara. diperoleh dari kejahatan pemalsuan uang, uang

suapan yang diperoleh dari kejahatan

penyuapan dan sebagainya yang disebut

Corpora Dilictie.

b. Barang-barang yang dipakai untuk

melakukan kejahatan, misal pistol untuk

melakukan kejahatan penodongan atau pisau yang

digunakan untuk melakukan pembunuhan dan

sebagainya yang disebut dengan Instrument

Dilictie.

2.Bahwa barang-barang yang dirampas harus

milik si terhukum kecuali dalam Pasal 520 bis

KUHP yakni dalam hal membuat uang palsu.

Hukuman perampasan barang ini hanya boleh

da-lam ketentuan-ketentuan hukum pidana yang

bersangkutan, dalam hal kejahatan dengan unsur

culpa atau pelanggaran. 3.Bahwa ketentuan

perampasan barang itu pada umumnya bersifat

fakultatif (boleh dirampas), tetapi kadang-

kadang juga bersifat imperatif (harus

dirampas) misalnya dalam kejahatan yang

disebutkan dalam Pasal 250 bis, 261 dan 275

KUHP (tentang kejahatan pemalsuan).


3. Pidana Kurungan. 3. Pengumuman Putusan Hakim.

Pidana kurungan lebih ringan dari pidana penjara.

Lebih ringan antara lain, dalam hal melakukan

pekerjaan yang diwajibkan dan kebolehan

membawa peralatan yang dibutuhkan terhukum

sehari-hari, misalnya: tempat tidur, selimut,

dan lain-lain. Lamanya pidana kurungan ini

ditentukan dalam pasal 18 KUHP yang berbunyi

(1). Lamanya pidana kurungan sekurang-

kurangnya satu hari dan paling lama satu

tahun.

(2). Hukuman tersebut dapat dijatuhkan untuk

paling lama satu tahun empat bulan jika ada

pemberatan pidana yang disebabkan karena

gabungan kejahatan atau pengulangan, atau

ketentuan pada pasal 52dan 52 a.


4. Denda.

Pidana denda diancamkan atau dijatuhkan

terhadap delik-delik ringan, berupa

pelanggaran atau kejahatan ringan. Oleh

karena itu pula, pidana denda merupakan

satu-satunya pidana yang dapat dipikul oleh

orang lain selain terpidana. Walaupun

denda dijatuhkan terhadap terpidana pribadi,

tidak ada larangan jika denda itu secara

sukarela dibayar oleh orang atas nama


terpidana.

Pelaksanaan pidana memunculkan bidang hukum tersendiri, yaitu Hukum Pidana Pelaksanaan Pidana,

Hukum Eksekusi Pidana, Hukum Penitensia atau Hukum Penitensier. Penitensier berasal dari kata

“penitensia” dari Bahasa Latin yang mempunyai arti : penyesalan, kembali lagi pada keputusannya,

bertobat atau jera6.

Menurut J.M. van Bemmelen, Penitentiere Recht adalah hukum yang berkenaan dengan tujuan, daya

kerja dan organisasi dari lembaga-lembaga pemidanaan. Menurut P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier

adalah keseluruhan dari norma-norma yang mengatur lembaga-lembaga pidana atau pemidanaan,

lembaga-lembaga penindakan dan lembaga-lembaga kebijaksanaan yang telah diatur oleh Pembentuk

Undang-Undang di dalam hukum pidana materiil7.

Menurut S.R. Sianturi, Hukum Penitensia adalah bagian dari hukum positif yang berisikan ketentuan atau

norma mengenai tujuan, usaha (kewenangan) dan organisasi dari (suatu) lembaga untuk membuat

seseorang bertobat, yang dapat berupa8 :

 Pemutusan hakim (pemidanaan, pembebasan dan pelepasan dari segala tuntutan hukum).

 Penindakan.

 Pemberian kebijaksanaan, terhadap suatu perkara pidana.

Macam-macam lembaga penitensier berikut pengaturannya, sebagai berikut :

1. Lembaga Pemidanaan.

1. Lembaga pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda serta pidana tambahan

(Pasal 10 KUHP).
2. Lembaga pidana tutupan (UU No.20 Tahun 1946 Tentang Pidana Tutupan).
3. Lembaga pidana bersyarat (Pasal 14 a sampai dengan 14 f KUHP, Ordonansi Pidana Bersyarat

6
S.R. Sianturi dan Mompang L.Panggabean, Hukum Penitensia di Indonesia, Jakarta : Alumni AHAEM-
PETEHAEM, 1996), hlm. 1-2.
7
Ibid., hlm. 3-4.
8
Ibid.hlm. 4-5.
Stb.1926 No.251 jo 486, Ordonansi Pelaksanaan Pidana Bersyarat Stb.1926 No.487 jo Stb. 1934

No.337).
4. Lembaga pemberatan dan pengurangan pidana.
5. Lembaga tempat menjalani pidana (Gestichten Reglement Stb.1917 No.708 atau Reglement

Lembaga Pemasyarakatan).

2. Lembaga Penindakan

1. Lembaga pendidikan paksa (Dwang op voedings Reglement Stb.1917 No.741)


2. Lembaga penutupan secara terpisah (Afzonderlijke Opsluiting Stb.1917 No.708 dalam Pasal 35).
3. Lembaga kerja paksa negara (Landswerkinrichting Verordening Stb.1936 No.160).
4. Reglement Orang Gila (Reglement op het krankzinningenwezen in Indonesisch Stb.1897 No.54).

3. Lembaga Kebijaksanaan

1. Pengembalian kepada orang tua/wali/orang tua asuh.


2. Pembebasan bersyarat (Ordonnantie op de Voorwaardelijke In vrijheidstelling Stb.1917 No.749).
3. Ijin bagi terpidana untuk di luar tembok setelah jam kerja (Pasal 20 KUHP).
4. Hak pistole (Pasal 23 KUHP dan Stb.1917 No.708).
5. Grasi (UU No.22 Tahun 2002), Amnesti dan Abolisi (UU No.11/Drt/1954, Perpres No.13 Tahun

1961, Keppres No.449 Tahun 1961), Remisi (Keppres No.5 Tahun 1987). 9

Adapun objek studi mata kuliah Hukum Penitensier ini tentang penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku

kejahatan maupun pelanggaran serta pelaksanaan pidana atas sanksi pidana yang telah dijatuhkan

pengadilan berupa putusan hakim. Kejahatan yang diancam hukuman berat, yaitu tindak pidana yang

pelakunya dapat dikenakan penahanan, seperti tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 tahun atau

lebih; atau tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling lama 20 tahun. Sedangkan pelanggaran adalah tindak pidana yang pelakunya tidak dapat

dikenakan penahanan, dan diancam pidana denda atau pidana kurungan,yaitu, pertama, pelanggaran

ancaman pidananya pidana denda Rp 250 atau kurungan 1 bulan, seperti pelanggaran lalu lintas; dan

kedua, tipiring yang ancaman pidananya pidana denda dan kurungan seperti diatur Pasal 489 sampai

Pasal 569 Buku Ketiga KUHP tentang Pelanggaran.


9
Ibid., hlm.10-12.
Secara umum kejahatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tindak pidana umum dan tindak pidana

khusus. Tindak pidana umum adalah tindak pidana yang dilakukan oleh golongan menengah ke bawah.

Sedangkan tindak pidana khusus yaitu tindak pidana yang dilakukan oleh golongan menengah ke atas.

Pelanggaran yang sering dilakukan oleh pelaku adalah pelanggaran terhadap UULAJ, seperti melanggar

traffic light, membawa motor tanpa STNK/SIM. Tindak pidana umum yang sering dilakukan pelaku

kejahatan ini adalah pencurian biasa (Pasal 362 KUHP); pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP); sedang

tindak pidana khusus yang sering dilakukan oleh pelaku kejahatan ini adalah korupsi, tindak pidana

pencucian uang, tindak pidana narkotika, dan tindak pidana terorisme.

Anda mungkin juga menyukai