Anda di halaman 1dari 96

HUKUM WARIS ISLAM

Abdul Ghofur Anshori

MATERI PEMBELAJARAN
I.
II.

III.
IV.
V.
VI.
VII.

Pendahuluan
Sumber-sumber Hukum Kewarisan
Islam
Unsur-unsur Kewarisan Islam
Pembagian Waris
Adabtabilitas Hukum Kewarisan Islam
Transedensi Hukum Kewarisan Islam
Wasiat, Hibah dan waqaf

I. PENDAHULUAN
1.

Pengertian
Hukum Kewarisan Islam adalah
hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan pewaris,
menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan
berapa bagiannya masingmasing.

2.

Kewenangan Pengadilan Agama dalam Perkara


Kewarisan
PA bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara
di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang : perkawinan,
kewarisan, wasiat dan hibah serta perkara
wakaf dan shadaqah yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam; ( ps 49 : 1 UU No.
7/1989)
UU PA telah diubah dg UU No. 3 Tahun 2006, dg
menambah kewenangan PA di bidang Ekonomi
Syariah

II. SUMBER HUKUM KEWARISAN


ISLAM
1.

AL QURAN :
Qs An Nisaa : 1, 7, 8, 11, 12, 33,
176
Qs Al Baqarah : 180, 233, 240
Qs Al Anfal : 75
Qs Al Ahzab : 4, 5, 6
Qs Ath Thalaaq : 7

2. As Sunnah
Sunnah yang berhubungan dengan kewarisan antara lain :

Hadits Nabi dari Ibnu Abbas, riwayat Bukhari dan


Muslim : Nabi SAW bersabda : Berikanlah bagianbagian tertentu kepada orang-orang yang berhak,
sesudah itu sisanya untuk orang laki-laki yang lebih
utama.

Hadits Nabi dari Jabir, riwayat Abu Daud, At Tarmidzi,


Ibnu Majah dan Ahmad : Berikan dua pertiga untuk
dua anak Saad, seperdelapan untuk jandanya dan
yang sisanya adalah untukmu (paman).

Hadits Nabi dari Saad ibn Waqas, riwayat


Bukhari dan Muslim tentang batas maksimal
pelaksanaan wasiat. Jawab Rosul sepertiga,
sepertiga adalah banyak atau besar, sungguh
kamu jika meninggalkan ahli warismu dalam
keadaan yang cukup adalah lebih baik daripada
meninggalkan mereka dalam keadaan miskin
yang meminta-minta kepada orang banyak

3. Ijtihad
Salah satu metode Ijtihad adalah Ijma
(kesepakatan semua mujtahid dalam
usaha menggali dan merumuskan hukum)
KHI dapat dikatakan sebagai Ijma /
kesepakatan para alim ulama Indonesia
(dalam lokakarya Alim Ulama Indonesia
pada tgl 5 Januari 1988)

III. UNSUR-UNSUR
HUKUM KEWARISAN ISLAM
1.
2.
3.

Pewaris.
Ahli Waris.
Harta Warisan.

1.

Pewaris, yaitu orang yang


pada saat meninggalnya atau
yang dinyatakan meninggal
berdasarkan putusan
Pengadilan Agama beragama
Islam, meninggalkan ahli
waris dan harta peninggalan.

2. Ahli Waris Yaitu orang yang


pada saat meninggal dunianya
pewaris mempunyai hubungan
darah atau hubungan
perkawinan dengan pewaris,
beragama Islam, dan tidak
terhalang oleh hukum menjadi
ahli waris.

Ahli waris dipandang beragama Islam


apabila diketahui dari Kartu Identitas
atau pengakuan atau amalan atau
kesaksian, sedangkan bagi bayi yang
baru lahir atau anak yang belum
dewasa, beragama menurut ayahnya
atau lingkungannya.

1.

2.

Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila


dengan putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, dihukum
karena :
dipersalahkan telah membunuh atau
mencoba membunuh atau menganiaya berat
pada pewaris.
Dipersalahkan secara memfitnah telah
mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah
melakukan suatu kejahatan yang diancam
dengan hukuman 5 tahun penjara atau
hukuman yang lebih berat.

Kewajiban Ahli waris terhadap Pewaris :

1.

Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman


jenazahnya selesai

2.

Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan,


perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun menagih
hutang.

3.

Menyelesaikan wasiat pewaris

4.

Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak.

Catatan : Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau


kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai
harta peninggalannya.

Kelompok-kelompok Ahli Waris

Menurut hubungan darah


- laki-laki : ayah, anak laki-laki,
saudara laki-laki, paman, kakek
- perempuan : ibu, anak perempuan,
saudara perempuan, nenek
Menurut hubungan perkawinan :
duda atau janda

Menurut bagiannya, ahli waris


dibedakan :
1.

2.

Ahli waris dzawil furudl, yakni ahli


waris yang menerima bagian yang
telah ditentukan besar kecilnya
secara pasti.
Ahli waris ashabah, yakni ahli waris
yang bagiannya tidak ditentukan.

3. Harta Warisan
Harta warisan adalah harta bawaan
ditambah bagian dari harta bersama
setelah digunakan untuk keperluan
pewaris selama sakit sampai
meninggalnya, biaya pengurusan
jenasah, pembayaran hutang dan
pemberian untuk kerabat.
Harta peninggalan adalah harta yang
ditinggalkan oleh pewaris baik yang
berupa harta benda yang menjadi
miliknya maupun hak-haknya.

IV. Pembagian Warisan


Dalam perhitungan harta warisan terdapat :
1. Asal masalah (am), yaitu angka persekutuan
terkecil diantara penyebut pecahan bagian ahli waris.
2. Aul, yaitu jumlah bagian ahli waris lebih besar drpd
asal masalahnya, maka (am) dinaikkan sesuai jumlah
bagian ahli waris.
3. radd, kebalikan dengan aul, penyelesaian = aul,
asal masalah sesuai dengan jumlah bagian ahli
waris.
4. Koreksi asal masalah (kam), yaitu adanya pecahan
saat pembagian bagian ahli waris khususnya
pembagian per kepala, maka jalan keluarnya dengan
(kam), yaitu dikalikan jumlah kepala.

Besarnya Bagian Masing-masing Ahli Waris

Apabila semua ahli waris ada, maka yang


berhak mendapat warisan hanya : Anak,
Ayah, Ibu, Janda atau Duda.
Ahli Waris Dzawil Furudl
1.
Anak Perempuan

bagian bila hanya seorang


2/3
bagian bila dua orang atau lebih
2:1
(ashabah) bila bersama dengan
anak laki-laki

2. Ayah
1/3
1/6
ashabah
3. Ibu
1/3
1/6
1/3

bagian bila tidak ada anak


bagian bila ada anak
bila seorang diri
bagian bila tidak ada anak atau 2 org
saudara atau lebih
bagian bila ada anak atau 2 orang
saudara atau lebih
bagian dari sisa sesudah diambil
bagian janda atau duda bila
bersama dengan ayah (tidak ada
anak atau 2 saudara atau lebih)

4. Duda

bagian bila tidak ada anak

bagian bila ada anak


5. Janda

bagian bila tidak ada anak


1/8 bagian bila ada anak

Ahli Waris Ashabah


1.

2.
3.

4.
5.

Anak Laki-laki beserta keturunannya


(cucu- sebagai ahli waris pengganti)
Ayah apabila seorang diri
Saudara Laki-laki kandung dan seayah
beserta keturunannya (kemenakan
sebagai ahli waris pengganti)
Kakek dari Ayah
Paman dari ayah sekandung dan seayah
#Ashabah yang lebih kuat menutup
ashabah yang lebih lemah.#

SOAL
1.

Seorang suami meninggal dunia


dengan meninggalkan ahli waris: janda,
1 orang anak laki-laki, ayah, dan ibu.
Pewaris mempunyai harta peninggalan
sebesar Rp.75.000.000,-. Biaya
pengurusan jenazah Rp.1.000.000,-.
Biaya perawatan selama pewaris sakit
sebesar Rp.14.000.000,-. Hitunglah
bagian masing-masing ahli waris !

Diket. AW = Janda, 1 AL, Ayah,


dan Ibu
HP = Rp.75.000.000,Biaya jenazah = Rp.1.000.000,Biaya RS = Rp.14.000.000,-

Jawab.
HW = HP (Biaya jenazah + RS)
= Rp.75.000.000,- (Rp.1.000.000,- +
Rp.14.000.000,-)
= Rp.75.000.000,- Rp.15.000.000,= Rp.60.000.000,-

Ditanyakan. Bagian masingmasing AW!

AW
Janda
Ayah
Ibu
1 AL

1/8
1/6
1/6
ash

am=24
3-----3/24 x Rp.60.000.000,- = Rp. 7.500.000,4---- 4/24 x Rp.60.000.000,- = Rp.10.000.000,4---- 4/24 x Rp.60.000.000,- = Rp. 10.000.000,13----13/24 x Rp.60.000.000,- = Rp. 32.500.000,24

2. Diketahui ahli waris yang ada


adalah janda, 2 anak perempuan,
ayah, dan ibu. Pewaris mempunyai
hutang berjumlah Rp.1.000.000,-.
Biaya pengurusan jenazah
Rp.1.000.000,- dan biaya perawatan
selama sakit Rp.4.000.000,-.
Hitunglah bagian masing-masing
ahli waris apabila pewaris
meninggalkan harta bawaan berupa
tabungan sebesar Rp. 10.000.000,dan jumlah harta bersama adalah

Diket. AW = Janda, 2 AP, Ayah,


dan Ibu
HBw = Rp.10.000.000,HBr = Rp.100.000.000,Biaya jenazah = Rp.1.000.000,Biaya RS = Rp.4.000.000,Hutang = Rp.1.000.000,Ditanyakan. Bagian masingmasing AW!

AW
Janda
Ayah
Ibu
2 AP

Jawab.
HW = HBw + HBr
(jenazah +RS + Hutang)
= Rp.10.000.000,- + Rp.50.000.000,-
(Rp.1.000.000 + Rp.4.000.000 +
Rp.1.000.000)
= Rp.60.000.000 Rp.6.000.000
= Rp.54.000.000,-

am=24 aul= 27
1/8
1/6
1/6
2/3

3-----3/27 x Rp.54.000.000,- = Rp. 6.000.000,4---- 4/27 x Rp.54.000.000,- = Rp. 8.000.000,4---- 4/27 x Rp.54.000.000,- = Rp. 8.000.000,16----16/27 x Rp.54. 000.000,- =Rp.32.000.000,27(aul)
1 AP = 1/2XrP. 32.000.000,-= Rp. 16.000.000,-

3. Diketahui Ahli Waris adalah Duda,


Ayah, Ibu, 1 Anak Perempuan
dan 2 Anak Laki-Laki. Harta
peninggalan berjumlah
Rp.100.000.000,-. Hutang
Rp.28.000.000,- dan wasiat untuk
anak angkat sebesar
Rp.24.000.000,-. Hitunglah berapa
bagian masing-masing Ahli Waris !

Diket. AW = Duda, Ayah, Ibu, 1AP +2 AL


HP = Rp.100.000,Hutang = Rp.28.000.000,Wasiat = Rp.24.000.000,Ditanyakan. Bagian masing-masing
AW!

AW
Duda
Ayah
Ibu
1AP
2 AL

Jawab.
HW = HP Hutang (wasiat)
= Rp.100.000.000,- Rp.28.000.000,- Rp.24.000.000,= Rp.72.000.000,- Rp.24.000.000,(max 1/3)
= Rp.48.000.000,-

AM =12

3------ 3/12 x Rp.48.000.000,- = Rp. 12.000.000,1/6 2---- - 2/12 x Rp.48.000.000,- = Rp 8.000.000,1/6 2--- - 2/12 x Rp.48.000.000,- = Rp 8.000.000,-

>Ash

5----- 5/12 x Rp.48.000.000,- = Rp. 20.000.000,-

2AL + 1AP= Rp. 20.000.000,4AP + 1AP= Rp. 20.000.000,Jadi, bagian 1 anak perempuan [AP] =Rp. 4.000.000,-,
2 AP= 2x Rp. 4.000.000,-= Rp. 8.000.000, -

Bag 1 AL =

4.Diketahui Ahli Waris yang ada adalah


Duda, Ayah, dan Ibu. Harta
Peninggalan Pewaris berjumlah
Rp.40.000.000,-. Hutang
Rp.3.500.000,- dan biaya pengurusan
jenazah Rp.500.000,- ribu rupiah.
Pewaris juga meninggalkan wasiat
untuk anak angkatnya sebesar
Rp.15.000.000,-. Hitunglah bagian
masing-masing Ahli Waris !

Diket. AW = Duda, Ayah,


Ibu
HP = Rp.40.000.000,Hutang = Rp.3.500.000,Biaya jenazah
=Rp.500.000,Wasiat = Rp.15.000.000,Ditanyakan. Bagian
masing-masing AW!

AW
Duda
Ayah
Ibu

1/2
1/3
1/3(6-3)

Jawab.
HW = HP (Hutang +Jenazah) wasiat
= Rp.40.000.000,- (Rp.3.500.000,- +
Rp.500.000,-) - wasiat
= Rp.36.000.000,- wasiat max. 1/3x36
= Rp.36.000.000,- Rp.12.000.000,(Rp.15.000.000,- tdk boleh krn > dr 1/3 )
= Rp.24.000.000,-

am=6
3-----3/6 x Rp.24.000.000,- =Rp.12.000.000,2---- 2/6 x Rp.24.000.000,- = Rp.8.000.000,1---- 1/6 x Rp.24.000.000,- = Rp.4.000.000,6

Bagian Ahli Waris (2)


6. Saudara Laki-laki dan Perempuan Seibu
1/6 untuk masing-masing, (1 ORANG) bila tidak
ada
anak atau ayah
1/3 bersama-sama, bila dua orang atau lebih,
tidak
ada anak atau ayah.
7. Saudara Perempuan Kandung atau Seayah
bila seorang, tidak ada anak atau ayah
2/3 bersama-sama, bila 2 orang atau lebih
2:1 (ashabah) bila bersama saudara laki-laki
kandung atau seayah.

Catatan :

Saudara Sekandung dan Seayah mempunyai


kedudukan yang sejajar. Oleh karenanya,
Saudara Laki-laki Seayah (SLA) dapat menarik
Saudara Perempuan Kandung (SPK) menjadi
ashabah dan demikian pula sebaliknya.
Apabila dalam suatu kasus, Saudara Laki-laki
Kandung (SLK) mewaris bersama-sama
dengan Saudara Laki-laki Seibu (SLI), dan
hasilnya diketahui bahwa bagian SLI > SLK,
maka penyelesaiannya, bagian keduanya
digabungkan dan kemudian dibagi rata.

Soal
5. Diketahui Ahli Waris yang ada adalah
Ayah, Ibu, 1 Anak Perempuan dan 1
Saudara Perempuan Seibu. Harta
peninggalan berjumlah Rp.60.000.000,-.
Hutang Rp.20.000.000,- Biaya Rumah
Sakit Rp.3.500.000,- dan biaya
pengurusan jenazah sebesar
Rp.500.000,- Pewaris meninggalkan
wasiat untuk anak angkatnya sebesar
Rp.15.000.000,- Hitunglah bagian para
Ahli Waris !

Diket. AW = Ayah, Ibu, 1AP +


1 SPI
HP =Rp.60.000.000,Hutang = Rp.20.000.000,Biaya Jenazah = Rp.500.000,Biaya RS = Rp.3.500.000,Wasiat Rp.15.000.000,Ditanyakan. Bagian masingmasing AW!

AW
Ayah
Ibu

1/6
1/6

1AP
1 SPI

1/2
x

Jawab.
HW = HP (Hutang+jenz.+RS) - wasiat
=Rp.60.000.000,- (Rp.20.000.000+
Rp.500.000 + Rp.3.500.000) - wasiat
= Rp.36.000.000 Rp.12.000.000 (max.
1/3x36)
= Rp.24.000.000,-

am=6 Rad=5
1---- 1 /5 x Rp.24.000.000,- = Rp. 4.800.000,1---- 1/5 x Rp.24.000.000,- = Rp 4.800.000,3---- 3/5 x Rp.24.000.000,- = Rp 14.400.000,---5 [rad]

6. Seorang Istri meninggal dunia dengan


meninggalkan Ahli Waris : Duda, Ibu, 1
Saudara Perempuan Seayah (SPA), dan 1
Saudara Laki-laki Kandung (SLK). Harta
Peninggalan berjumlah Rp.100.000.000,Hutang yang harus dibayar
Rp.20.000.000,- Biaya Rumah Sakit
Rp.7.000.000,- dan biaya pengurusan
jenazah Rp.1.000.000,- Hitunglah bagian
para Ahli Waris!

Diket. AW = Duda, Ibu, 1 SPA + 1 SLK


HP =Rp.100.000.000,Hutang = Rp.20.000.000,Biaya Jenazah = Rp.500.000,Biaya RS =Rp.7.000.000,Ditanyakan. Bagian masing-masing
AW!

AW
Duda
Ibu

1/2
1/6

1SPA > ASH


1 SLK

Jawab.
HW = HP (Hutang + jenz.+ RS)
= Rp.100.000.000 (Rp.20.000.000
+ Rp.1.000.000 + Rp.7.000.000)
= Rp.100.000.000 Rp.28.000.000
= Rp.72.000.000,-

am=6
3---- 3 = 3/6 x Rp.72.000.000,- = Rp.36.000.000,1---- 1 = 1/6 x Rp.72.000.000,- = Rp.12.000.000,2---- 2 = 2/6 x Rp.72.000.000,- = Rp.24.000.000,6

1 SPA + 1 SLK = Rp.24.000.000,1 SPA + 2 SPA = Rp.24.000.000,- , 3 SPA = Rp.24.000.000,- maka


1 SPA mendapat Rp.8.000.000,-, 1 SLK mendapat Rp.16.000.000,-

7. Seorang Istri meninggal dunia


dengan meninggalkan Ahli
Waris : Duda, Ibu, 2 Saudara
Laki-laki Seibu (SLI), 1 Saudara
Laki-laki Kandung. Harta
warisan berjumlah
Rp.72.000.000,- Hitunglah
bagian para Ahli Waris !

Diket. AW = Duda, Ibu, 2 SLI + 1 SLK


HW = Rp.72.000.000,Ditanyakan. Bagian masing-masing
AW!
Jawab :

AW
Duda
Ibu
2 SLI
1 SLK

am=6
1/2
3-----3 /6 x Rp.72.000.000,- = Rp.36.000.000,1/6
1---- 1/6 x Rp.72.000.000,- = Rp.12.000.000,1/3
2---- 2/6 x Rp.72.000.000,- = Rp.24.000.000,ash
6
Tampak bagian 2 SLI > 1 SLK, maka Rp.24.000.000,- kemudian
dibagi 3, sehingga masing-masing saudara laki-laki mendapat
Rp.8.000.000,- (1 SLI = 1 SLK = Rp.8.000.000,-)

8. Seorang Istri meninggal dunia dengan


meninggalkan AW : Duda, 1 Anak
Perempuan, 1Anak Laki-Laki, Ibu, 1
Saudara Perempuan Kandung, dan 1
Saudara Laki-laki Kandung. Harta
Bawaan berjumlah Rp.20.000.000,Harta bersama berjumlah
Rp.100.000.000,- Hutang sebesar
Rp.9.000.000,- dan biaya pengurusan
jenazah Rp.1.000.000,- Hitunglah
bagian para Ahli Waris !

Diket. AW = Duda, 1 AP, 1 AL, Ibu,


1 SLK, 1 SPK
HB
= Rp.20.000.000,HBers
= Rp.100.000.000,Biaya Jenazah = Rp.1.000.000,Hutang
= Rp.9.000.000,Ditanyakan. Bagian masing-masing
AW!

AW
Duda
Ibu
1AL
1AP
1 SLK
1 SPK

am=12
1/4
1/6
Ash
X
X

Jawab.
HW = HB + HBers (jenz.+Hutang)
= Rp.20.000.000 + Rp.50.000.000
(Rp.1.000.000 + Rp.9.000.000)
= Rp.70.000.000 Rp.10.000.000
= Rp.60.000.000,-

kam 12x3=36
3---- 3x3= 9/36 x Rp.60.000.000,- = Rp.15.000.000,2---- 2x3= 6/36 x Rp.60.000.000,- = Rp.10.000.000,7----7x3= 21/36 x Rp.60.000.000,-= Rp.35.000.000,-

__
12

1 AP = Rp.11.670.000,- 1 AL = Rp.23.330.000,-

Bagian Ahli Waris (3)


Kakek

dari ayah
1/6 bagian, bila tidak ada ayah
Nenek dari ayah
1/6 bagian, bila tidak ada ayah
ditarik sebagai ashabah apabila
bersama kakek dari ayah

Kakek

dari Ibu
1/6 bagian, bila tidak ada ayah
dan Ibu

Nenek

dari Ibu
1/6 bagian, bila tidak ada Ibu

Paman

dari ayah seibu


1/6 bagian, apabila tidak ada janda
atau duda, anak, ayah, ibu, saudara,
kakek, nenek

Bibi

dari ayah
1/6 bagian, bila tidak ada AW yang lain
menjadi ashabah bila bersama paman
dari ayah sekandung dan seayah

Paman

dari ayah sekandung dan


seayah menjadi asabah, tertutup
oleh anak laki-laki, ayah, kakek dari
ayah, saudara laki-laki kandung dan
seayah.

AHLI WARIS PENGGANTI

Ahli Waris yang meninggal lebih


dahulu dari si pewaris maka
kedudukannya dapat diganti oleh
anaknya. (cucu laki-laki dan
perempuan dari Anak Laki-laki dan
Perempuan serta kemenakan laki-laki
dan perempuan dari saudara)
Bagian ahli waris pengganti tidak
boleh melebihi dari bagian ahli waris
yang sederajat dengan yang diganti

Soal
9. Seorang Istri meninggal duia dengan
meninggalkan ahli waris Duda, Kakek
dari ayah, Ayah, satu cucu perempuan
dari Anak Laki-Laki yang telah
meninggal dunia sebelum Pewaris, satu
cucu laki-laki dari AP yang meninggal
dunia sblm pewaris, dan seorang Anak
Perempuan. Harta peninggalan
berjumlah Rp.30.000.000,-dan hutang
sebesar Rp.6.000.000,- Hitunglah
berapa bagian masing-masing ahli waris
yang berhak!

Diket. AW = Duda, Kakek dari ayah,


Ayah, 1 CP dr AL, 1 CL
dr AP, 1 API
HP
= Rp.30.000.000,Hutang = Rp.6.000.000,Ditanyakan. Bagian masing-masing
AW!
AW
Duda
Ayah
1CP dr AL
1CL dr AP
1 AP
Kakek dr ayah

1/4
1/6
Ash
X

Jawab.
HW = HP Hutang
= Rp.30.000.000 Rp.6.000.000
= Rp.24.000.000,-

am=12
3---- 3/12 x Rp.24.000.000 = Rp.6.000.000,2---- 2/12 x Rp.24.000.000 = Rp.4.000.000,7---- 7/12 x Rp.24.000.000 = Rp.14.000.000,-

12
1 CP (AL)+ 1CL(AP) + 1AP = Rp. 14.000.000,- maka
1 CP mendapat Rp. 7.000.000,-, 1 CL mendapat Rp. 3.500.000,- dan 1 AP
mendapat Rp. 3.500.000,1 CP > 1 AP, maka bagiannya dibg rata; Rp. 10.500.000,- : 2 = Rp. 5.250.000,-.
Jadi masing-masing, CP dan AP mendapat Rp.5.250.000,-

10. Seorang Suami meninggal dunia dengan


meninggalkan para AW : Ayah, Janda, 1
Cucu Perempuan dan 1 Cucu Laki-laki dari
Anak Laki-laki yang telah meninggal dunia
sebelum Pewaris, 2 Anak Perempuan, dan
1 Saudara Perempuan Seibu. Harta
peninggalan berjumlah Rp.100.000.000,Biaya RS dan pengurusan jenazah sebesar
Rp.4.000.000,- Hitunglah bagian masingmasing AW !

Diket. AW = Janda, Ayah, 1 AP, 1 CL


+ 1 CP dr AL, 1 SPI
HP
= Rp.100.000.000,Biaya RS + jenz. = Rp.4.000.000,Ditanyakan. Bagian masing-masing
AW!
AW
Janda
1/8
Ayah
1/6
2 AP
1CL+1CP (AL)
1 SPI

Jawab.
HW = HP (RS + biaya jenz.)
= Rp.100.000.000 Rp.4.000.000
= Rp.96.000.000,-

am=24 kam 24x2=48


3---- 3x2=6---6/48 x Rp.96.000.000,- = Rp.12.000.000,4---- 4x2=8---8/48 x Rp.96.000.000,- = Rp.16.000.000,-

17----17x2=34--34/48 x Rp.96.000.000,- = Rp.68.000.000,X


24
2 AP + 1 CL + 1 CP(AL) = 68 juta, 1AL + 1 CL +1 CP(AL) = Rp. 68.000.000,-,
maka 2 AP mendpt Rp. 34.000.000,-, masing-masing Rp. 17.000.000,1 CL + 1 CP = Rp. 34.000.000,-, 1 CL = 2/3 x Ro. 34 juta = Rp. 22,67 juta, 1
CP=1/3xRp. 34jt=Rp. 11,33 juta krn 1 CL > AP, maka 1CL + 2 AP = (22,67 + 34)
juta :3 = 18,888 juta

11. Seorang Istri meninggal dunia dengan


meninggalkan ahli waris Duda, Ibu, satu
Kemenakan Laki-laki dan satu kemenakan
perempuan dari saudara laki-laki seayah yang
meninggal sebelum pewaris, satu kemenakan
perempuan dari saudara perempuan kandung
yang meninggal dunia sebelum pewaris, dan 1
saudara perempuan seayah. Hitunglah berapa
bagian masing-masing ahli waris apabila harta
peninggalan berjumlah Rp.50.000.000,- dan
hutang serta biaya pengurusan jenazah
berjumlah Rp.2.000.000,-!

Diket. AW = Duda, Ibu, 1 KL+1Kp


Jawab.
dr SLA, 1KP dr SPK dan 1 SPA HP HW = HP (Hutang + biaya jenz.)
= Rp.50.000.000,= Rp.50.000.000 Rp.2.000.000
Hutang + jenz. = Rp.2.000.000,= Rp.48.000.000,Ditanyakan: Bagian masing-masing
AW

AW
am=6 kam 6x2=12
Duda
1/2 3---- 3x2=6---6/12 x Rp.48.000.000 = Rp.24.000.000,Ibu
1/6 1---- 1x2=2---2/12 x Rp.48.000.000 = Rp.8.000.000,1KL+1Kp (SLA)
1KP (SPK) Ash 2---- 2x2=4---4/12 x Rp.48.000.000 = Rp.16.000.000,1 SPA
___
6
1KL+1Kp (SLA) + 1Kp (SPK) + 1 SPA = Rp. 16.000.000,maka 1KL + 1 Kp mendpt : x Rp. 16.000.000,- = Rp. 8.000.000,1 KL : 2/3 x 8 jt = 5,33 jt sedangkan 1 Kp : 1/3 x Rp. 8.000.000,- = Rp. 2,67
juta
1 Kp (SPK) dan 1 SPA, masing-masing Rp. 4.000.000,karena KL > SPA, maka dikoreksi : Rp. 5,33 juta + Rp. 4 juta = Rp. 4,63
juta
2

12. Diketahui ahli waris yang ada adalah janda,


ayah, ibu, 1 cucu perempuan dari anak lakilaki yang telah meninggal sebelum pewaris, 1
cucu laki-laki dari anak perempuan yang
meninggal dunia sebelum pewaris, 1 anak
perempuan, kakek dari ayah, dan satu
saudara laki-laki kandung. Harta bawaan
berjumlah Rp.10.000.000,- harta bersama
berjumlah Rp.80.000.000,- biaya rumah sakit
dan perawatan jenazah Rp.2.000.000,- Hitung
bagian masing-masing ahli waris yang berhak!

Diket. AW = Janda, Ayah, Ibu, 1 CP


Jawab.
dr AL, 1 CL dr AP, 1AP, Kakek dr
HW = HB +1/2HBers (RS + biaya
ayah, 1 SLK
jenz )
HB
= Rp.10.000.000,= Rp.10.000.000 + Rp.40.000.000
Hbers
= Rp.80.000.000, Rp.2.000.000
Biaya RS + jenz. = Rp.2.000.000,= Rp.48.000.000,Ditanyakan. Bagian masing-masing
AW!
AW
Janda
Ayah
Ibu
1 CP (AL)
1 CL(AP)
1 AP
Kakek dr ayah
1 SLK

am=24 kam 24x2=48


1/8
3---- 3x2=6---6/48 x Rp.48.000.000 =Rp. 6.000.000,1/6
4---- 4x2=8---8/48 x Rp.48.000.000 = Rp. 8.000.000,1/6
4---- 4x2=8---8/48 x Rp.48.000.000 = Rp.8.000.000,Ash
X
X

13---13x2=2626/48 x Rp.48.000.000 = Rp.26.000.000,-

___
24
1CP (AL) + 1 CL (AP) +1 AP = Rp. 26.000.000,-, maka 1 CP (AL) mendapat x Rp.
26.000.000,-= Rp. 13.000.000,1 CL (AP) + 1 AP = Rp. 13.000.000,- maka masing-masing mendapat Rp. 6.500.000,1 CP > 1 AP maka bagiannya dikoreksi CP + AP = Rp. 13 juta + Rp. 6,5 juta = Rp. 9,75 Juta
2
2

Eksistensi dan
Adaptabilitas Hukum
Kewarisan Islam di
Indonesia

Hukum Islam dianggap sebagai


hukum yang bersifat transendental
dan karenanya dianggap abadi,
Bagaimana hukum Islam
menghadapi tantangan perubahan
sosial atau budaya dalam
masyarakat?

Ada dua pandangan:

Kelompok yang berpendapat hukum Islam tidak bisa beradaptasi


dengan perubahan sosial. Pandangan ini beralasan karena dilihat
dari sisi konsep, sifat dan metodologinya hukum Islam adalah
hukum yang abadi. Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian besar
orientalis C. Snouck Hurgronje, Von vollenhoven, Vanderplas, Ter
Haar dan kebanyakan tradisionalis Islam.

Kelompok yang berpendapat bahwa hukum Islam dapat


beradaptasi dengan perubahan sosial. Kelompok ini beralasan
karena dalam hukum Islam mengenal prinsip maslahah (human
good), fleksibilitas hukum dan ijtihad. Pandangan ini terutama
dikemukakan oleh kaum reformis muslim, mulai dari gerakan
revivalisme pramodernis pada abad ke-18 dan ke-19 di Arabia,
sampai pada gerakan modernisme dan neomodernisme yang
dimotori Fazlur Rahman, Munawir Sadzali, Masdar, dan Z.
Subkhan.

Snouck Hurgronje:
hukum Islam itu tidak bisa beradaptasi dengan
perkembangan masyarakat. Hukum Islam yang
sudah ada dalam kenyataan sudah diresepsi oleh
tradisi lokal masyarakat dan mengalami
perubahan. Hukum Islam yang sudah diresepsi
oleh masyarakat tersebut bukan lagi hukum Islam
tetapi menjadi hukum adat. Oleh karena itu
hukum Islam tidak ada dalam kenyataan yang
ada adalah hukum adat.

Fazlur Rahman:

Hukum Islam bisa beradaptasi dengan perubahan


sosial yang terjadi dalam masyarakat. Sebab
Islam selalu menuntut pemeluknya untuk
berijtihad. Dengan melalui perumusan kembali
garis-garis kebijaksanaan (hukum Islam) sesuai
dengan kebutuhan kontemporer berdasarkan
petunjuk sosial dan moral Islam, maka umat
Islam akan mampu menjadi lokomotif peradaban
zaman.

IJTIHAD SEBAGAI BENTUK METODOLOGIS DAN INSTRUMEN


ADAPTABILISASI HUKUM KEWARISAN ISLAM

Hukum Islam, khususnya hukum


kewarisan selain didasarkan pada Al
Quran dan Sunnah Rasul, juga pada
ijtihad, yaitu suatu usaha
mempergunakan segala kemampuan
berfikir guna mengeluarkan hukum
syara dari dalil Al Quran dan
Sunnah Rasul.

Dengan ijtihad memungkinkan umat Islam


mampu memformulasi hukum baru yang
relevan dengan kebutuhan masyarakat
yang mengalami perubahan sosial,
sehingga hukum kewarisan Islam yang
bersifat universal akan dapat diteruskan
tanpa mengenal batas teritorial dan
lingkungan sosial. Dengan ijtihad ini pula,
hukum kewarisan Islam akan memiliki
fleksibilitas dan daya adaptasi dengan baik
pada perubahan sosial yang sedang terjadi
dalam masyarakat (Masud, 1984-1985: 4).

Fungsi Ijtihad

Sebagai penafsir dan penjelas


terhadap nash zhany baik dalam Al
Quran maupun Sunnah Rasul.
Sebagai sumber yang membentuk
hukum sendiri jika tidak ada nash
dalam Al Quran dan Sunnah Rasul
(Mukhtar Yahya, 1989: 374).

1. Ijtihad Terhadap Nash Zhanny

Ijtihad dalam persoalan yang bersifat zhanny (pengertian


ganda) akal masih diberi kebebasan yang terbatas dalam
menetapkan hukum di bidang kewarisan yang hakiki dan
dikehendaki syariat. Penafsiran sifatnya terbatas pada
usaha memilih hukum yang paling relevan dengan
kandungan nash (Abdul Wahhab Khallaf, 1984: 4)
Contohkan dengan batas minimal banyaknya perempuan
yang mendapat proporsi 2/3 atau 1/2 jika tidak bersamaan
dengan anak laki-laki. Menurut penafsiran Ibnu Abbas
terhadap kalimat Fawqa isnatayni dalam QS An-nisa (4):
11 berarti dua orang lebih anak perempuan, sehingga
kalau ada 2 orang lebih anak perempuan masih mendapat
proporsi sebagaimana disebutkan di atas (1/2). Sedangkan
menurut Jumhur Ahlus Sunnah mengartikan dengan 2
anak perempuan. Sehingga 1 anak perempuan saja sudah
mendapat proporsi 1/2 dan 2 orang sudah berhak
mendapat 2/3.

2. Ijtihad Terhadap Nash Qathi

Untuk menghadapi persoalan yang hukumnya


secara jelas terdapat dalam nash qathi, maka
tidak ada keterbukaan bagi manusia untuk
berijtihad, khususnya dalam bidang kewarisan.
Karena itu pula, tidak berlaku penafsiran atas
dasar pertimbangan sosiologis atau perubahan
sosial budaya yang sedang berkembang.
Misalnya mengenai bagian-bagian harta warisan
yang harus diterima ahli waris (Abdul Wahhab
Khallaf, 1984 : 4).

3.

Ijtihad Dalam Persoalan yang Tidak Ada


Dalam Nash

Pada ijtihad jenis ini, umat Islam diberi keleluasaan.


Tapi sudah barang tentu harus dibimbing oleh ruh
syariat, yaitu mengembalikan pada dasar dan
petunjuk yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah
Rasul. Ijtihad ini dalam bidang kewarisan lebih
leluasa untuk dapat disesuaikan kondisi masyarakat
sebagai akibat adanya perubahan sosial.
Contoh misalnya, tentang bagian warisan banci,
warisan zina, warisan anak angkat, warisan orang
mati bersama, warisan orang yang hilang, biaya
penyelenggaraan jenazah dan hal-hal yang
sekiranya akan timbul dalam masyarakat semakin
kompleks dengan permasalahan.

Metode Ijtihad
Ijma
Deduksi analogis (qiyas)
Adat istiadat
Maslahah
Darurat.

Ijma

Adalah interaksi pendapat (ijtihad) yang


secara terus menerus sehingga dicapai
suatu kesepakatan di kalangan mujtahid.
Contoh: pelaksanaan wasiat sebelum
orang meninggal dunia, di mana sejak
zaman Rasulullah sampai saat ini Umat
Islam banyak menjalankan wasiat, tanpa
adanya keingkaran seseorang mengenai
hal itu menunjukkan adanya keingkaran
seseorang mengenai hal itu menunjukkan
adanya ijma (Faturrahman, 1981: 51).

Qiyas

Adalah suatu usaha yang ditempuh oleh mujtahi


untuk menemukan kepastian hukumnya dalam
kedua sumber legislasi tersebut. Dengan
demikian, ada empat komponen qiyas yaitu:
pokok yang menjadi pangkal merupakan hukum
pokok atau ketentuan yang terdapat pada pokok,
dan illat hukum atau yang menjadi alasan
adanya ketentuan hukum pada yang pokok
(Ahmad Azhar Basyir, 1983: 17 - 18).
Contoh: orang yang membunuh pemberi wasiat
menyebabkan tidak mendapatkan harga yang
diwasiatkan. Hal ini diqiyaskan kepada orang
yang membunuh pewaris.

Maslahah

Adalah usaha menetapkan hukum dalam


suatu persoalan yang berdasarkan pada
kemaslahatan umum.
Penggunaan maslahah sebagai
metodologi hukum dalam muamalah
diakui valid oleh Imam Ahmad bin Hanbal
dan Imam Malik Ath Thufi (Abdul Wahab
Khallaf, 1984: 154 - 160), dengan
mendasarkan kepada Sabda Rasulullah
yang artinya, tidak boleh membahayakan
diri sendiri dan orang lain (HR, Ibnu
Majah dan Daruquthni, Hadi & Hasan)

Kualifikasi yang harus dipenuhi maslahah yaitu :


Penetapannya dilakukan setelah diadakan
penelitian tentang suatu persoalan sehingga
dapat diketahui benar tidaknya sesuatu dan
mengandung manfaat atau mudlarat dengan
cara membandingkan di antara keduanya.
Bersifat umum bukan individual, yaitu jika
diterapkan hukum dalam suatu persoalan itu
akan bermanfaat bagi seluruh atau sebagian
besar umat manusia atau masyarakat.
Tidak bertentangan dengan nash (Hasbi AshSiddieqy, 1963 : 154).

Darurat

Merupakan bentuk metode yang digunakan untuk


menetapkan hukum berdasar pertimbangan
kemanfaatan dan kemaslahatan. Metode ini
hampir tidak berbeda dengan maslahah bahkan
keduanya merupakan dua sisi dari sekeping uang
logam. Perbedaannya hanya terletak pada
adanya unsur keterpaksaan yang lebih menonjol
pada metode darurat, sehingga jika dalam
keadaan darurat seseorang dapat menerapkan
hukum yang berbeda dengan nash.

Adat istiadat
Ada empat prinsip, yaitu :
Hukum Islam melegalisir hukum adat untuk berlaku seterusnya. Hal
ini jika adat itu tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dalam hal
ini berlaku teori bahwa, hukum adat dapat berlaku jika telah
diresepsi oleh hukum Islam, bukan sebaliknya hukum Islam baru
berlaku jika diresepsi hukum adat.
Hukum Islam menerima hukum adat pada hal yang prinsip,
kendatipun dalam pelaksanaannya berbeda dan karenanya harus
disesuaikan. Teknik ini berlaku jika hukum adat tidak bertentangan
dari segi prinsipnya dengan prinsip hukum kewarisan Islam.
Hukum Islam lebih diutamakan dibandingkan dengan hukum adat
jika terjadi perbedaan prinsip antara hukum Islam dengan hukum
adat itu. Misalnya asas kolektif pada masyarakat Minangkabau dan
asas kolektif pewarisan semasa calon pewaris masih hidup di
masyarakat Jawa yang berbeda dengan asas pewarisan karena
kematian.
Islam menolak terhadap hukum adat lama karena adat itu tidak
sesuai dengan hukum Islam, terutama jika memperhatikan terhadap
kemaslahatan dan kemudlaratan yang ditimbulkan oleh hukum adat
itu.

KESIMPULAN

Bahwa hukum kewarisan Islam memiliki daya adaptasi relatif cukup


tinggi dalam kaitannya dengan perkembangan sosial dalam
masyarakat.
Penyebab adanya adaptabilitas yang relatif cukup tinggi itu
dikarenakan pada sistem hukum kewarisan Islam di samping telah
ada ketentuan-ketentuan nash qathi, juga karena jumlah nash qathi
itu sendiri hanya sedikit dan hanya mengatur hal-hal yang pokok.
Di samping itu dikarenakan adanya prinsip ijtihad dalam Islam
dengan semua bentuk metodologisnya, telah memberikan
keleluasaan bagi umat untuk memformulasi sistem hukum kewarisan
menurut waktu dan tempat tertentu. Hanya saja dalam kerangka
ijtihad dengan menggunakan metodologi tertentu harus tetap
memperhatikan nash qathi dan perkembangan sosial yang terjadi
dalam masyarakat. Tidak boleh salah satu dari keduanya harus
dikorbankan, khususnya nash-nash qathi dari ajaran dan tujuan
hukum Islam secara umum.
Dalam konteks perkembangan sosial, maka bentuk metodologi yang
dapat menjadi pertimbangan dalam penetapan hukum kewarisan
ialah maslahah, dan adat kebiasaan yang telah mengikat anggota
masyarakat, di samping menggunakan qiyas.

TRANSEDENSI KEADILAN DALAM


KEWARISAN ISLAM
A. Hukum Kewarisan Dalam
Konstruksi Ajaran Islam
Mengapa teks-teks ayat mengatur
sedemikian rinci hal-hal yang
mengatur masalah kewarisan?
Apakah ada muatan transeden
terhadap maksud ditetapkannya
hal-hal rinci tersebut?

Abdul Wahab Khalaf: tujuan umum


syari dalam mensyariatkan hukumhukumnya ialah mewujudkan
kemaslahatan manusia dengan
menjamin hal-hal yang dharuri
(primer), hajiyyat (sekunder), dan
tahsiniyat (tersier).

Hal yang dharuri ialah sesuatu yang menjadi landasan


berlangsungnya kehidupan manusia yang mesti ada
untuk konsistensi kemaslahatan manusia, meliputi
agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta kekayaan.
Ulama memasukkan pembagian waris pada hukum
yang bersifat dharuri.
Hal yang haji mengacu kepada penghilangan kesulitan
manusia dan memberikan keringanan kepada
manusia atas beban taklif yang ditanggungnya dan
mempermudah bagi manusia untuk melakukan
berbagai macam perbutan dalam bidang muamalah.
Tahsini adalah sesuatu yang dikehendaki oleh moral
dan etika terhadap perbuatan manusia.

B. Paradigma Penalaran Terhadap


Hukum Kewarisan Islam
Keterkaitan Antara Hukum
Islam Dengan Maslahat
Apakah maslahat itu mengikat
hukum syara? Apakah setiap hukum
syara yang diturunkan, mutlak
mengandung maslahat?

Ada tiga golongan yang


mengemukakan pendapat:

Golongan Asyariyah dan Zhahiriyah menolak bahwa hukum


Islam terkait dengan maslahat. Menurut mereka Allah tidak
layak ditanya tentang apa yang diperbuatNya.
Sebagian madzhab SyafiI dan sebagian madzhab Hanafi
berpendapat bahwa maslahat patut menjadi illat bagi hukum,
tetapi sekedar hanya sebagai tanda ( amarah) bagi hukum dan
bukan sebagai penggerak yang mendorong Allah menetapkan
hukum.
Golongan Mutazilah, Maturidiyah, sebagian madzhab Hanbaly
dan Maliky berpendapat bahwa segala hukum Islam terkait
dengan maslahat. Hukum-hukum yang terdapat pada nash
mempunyai illat berupa maslahat, tanpa dikaitkan dengan
iradat (kehendak) Allah, sepanjang talil (perikatan) itu tidak
mengakibatkan gugurnya nash jika tidak mengandung
maslahat. Jika substansi maslahat tidak jelas diotak kita, maka
kita boleh melakukan rasionalisasi sendiri dan menghindarkan
nash dari kemungkinan adanya anggapan tidak mengandung
maslahat. (Muhammad Abu Zahrah, 1994: 552).

5 paradigma dalam memandang teks


ayat mengenai pembagian waris :

Skriptualisme Konservatif, disini hukum waris islam


dipahami secara tekstual tanpa mempertimbangkan
efektivitas hukum dalam kehidupan, disamping
mengabaikan kemungkinan adanya penafsiran lain
yang menyalahi teks tertulis nash agama. Madzhab
Zhahiriyah termasuk didalamnya, dan disebut
sebagai golongan tradisionalis ( Ahlu Riwayah).
Skriptualisme Moderat, suatu kelompok yang
memahami nash agama secara tekstual tanpa
mengabaikan adanya kemungkinan interpretasi
yang luas terhadap teks suci dalam batas metode
istimbath hukum (istidlal). Kelompok Syiah dan
Sunni dapat dimasukkan didalamnya.

Essensialisme rasional, mendasarkan pemahaman kepada


esoteris nash agama diatas komitmennya terhadap
justifikasi rasional. Menurut golongan ini, situasi dan
kondisi politik, ekonomi, dan sosio kultural sangat
berperan mendasari penafsiran nash agama sebagai cara
interaksi rasio terhadap nash, demi mewujudkan suatu
efektivitas hukum dan keadilan yang dipahami secara
empiris. Corak berpikir ini sebagai model kaum modernis.
Rasionalisme Liberal, doktrin agama normatif
dimanifestasikan sebagai paradigma proyek percontohan
pembinaan hukum ilahiyah yang karena pemunculan
hukum baru merupakan kebebasan rasio yang
berlandaskan tanggung jawab penuh terhadapnya.
Universalisme Transformatif, kelompok ini berupaya untuk
memadukan corak pemikiran keseluruhan kelompokkelompok yang ada, baik yang berhaluan tradisionalis
maupun modernis. (A. Sukris Sarmadi, 1997: 9-12).

C. Dimensi Keadilan Dalam


Konsep Umum

PLATO
Dalam mengartikan keadilan Plato sangat dipengaruhi
oleh cita-cita kolektivistik yang memandang keadilan
sebagai hubungan harmonis dengan berbagai organisme
sosial, setiap warga negara harus melakukan tugasnya
sesuai dengan posisi dan sifat alamiahnya.
(Muslehuddin, 1986: 42).
ARISTOTELES
Aristoteles dalam mengartikan keadilan sangat
dipengaruhi oleh unsur kepemilikan benda tertentu.
Yaitu ketika semua unsur masyarakat mendapat bagian
yang sama dari semua benda yang ada di alam. Manusia
oleh Aristoteles dipandang sejajar dan mempunyai hak
yang sama atas kepemilikan suatu barang (materi).

RAWLS
Keadilan tidak selalu berarti semua orang harus selalu
mendapatkan sesuatu dalam jumlah yang sama, keadilan
tidak selalu berarti semua orang harus diperlakukan
secara sama tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan
penting yang secara obyektif ada pada setiap individu,
ketidaksamaan dalam distribusi nilai-nilai sosial selalu
dapat dibenarkan asalkan kebijakan itu ditempuh demi
menjamin dan membawa manfaat bagi semua orang.
Dari beragam arti ttg keadilan, Friedmann mengomentari,
bahwa kegagalan stndar keadilan selama ini adalah
akibat kesalahan stndar pembentuk keadilan itu sendiri,
stndar keadilan yang mutlak adalah keadilan dengan
dasar agama.

Mengapa konsep keadilan dan


standar keadilan berbeda-beda?
Konsep keadilan, bahkan konsep kepastian
dan kebenaran akan selalu berevolusi, oleh
karena itu keadilan harus mampu melakukan
interaksi sirkular dengan perkembangan ilmuilmu lain, antara lain teologi, ideologi, dan
teknologi. Konsep keadilan, bahkan konsep
kepastian dan kebenaran akan selalu
berevolusi, oleh karena itu keadilan harus
mampu melakukan interaksi sirkular dengan
perkembangan ilmu-ilmu lain, antara lain
teologi, ideologi, dan teknologi.

D. Dimensi Transedensi Dalam


Kewarisan Islam

Perbedaan agama menjadi penghalang bagi ahli waris untuk


mewarisi dari pewaris. Masalah agama jauh lebih penting
daripada hubungan kekeluargaan. Islam memandang bahwa
kehidupan umat Islam tidak pernah dapat terpisah dari
keyakinan agamanya. Seluruh aspek kehidupan manusia
muslim harus mencerminkan pengabdian kepada Allah.
Memberikan harta kepada non-muslim tidak dapat dikatakan
melakukan pengabdian kepada Allah.
Kesamaan derajat bagi kaum laki-laki dengan kaum perempuan.
Kehidupan social Arab pra-Islam: poligami tanpa batas, wanita
bukan ahli waris, anak laki-laki mewarisi ibunya (istri/janda dari
ayahnya). Disini wahyu telah mengaksikan dekonstruksi sistem
kekeluargaan masyarakat Arab yang bercorak tribalismekesukuan dan menggantinya dengan sistem egalitarianisme dan
mengajarkan sistem rasional kehidupan sosial.
Mengkonfirmasikan pentingnya harta seseorang yang nantinya
sepeninggal pewaris selayaknya dapat dimanfaatkan bagi anakanaknya sebagai ahli waris.

E. Transedensi Keadilan Dalam


Hukum Kewarisan Islam
Keadilan Tuhan adalah nilai keadilan
yang mendasarkan diri pada pengertian
bahwa keadilan berasal dari Yang
Transeden. Tuhan adalah titik sentral
setiap gerak dan laku makhluk, mulai
dari awal kejadian sampai peraturan
yang menjadi standar gerak makhluk.
Sedangkan keadilan manusia adalah
keadilan yang mendasarkan prinsipnya
pada nilai keadilan manusiawi.

HANS KELSEN: Pengertian hukum


yang adil dipandang dari dua segi:

Keadilan rasional mencoba menjawab keadilan


dengan cara mendefinisikannya dalam suatu
pola ilmiah atau quasi-ilmiah. Dalam
memecahkan persoalan, keadilan rasional
berlandaskan pada akal.
Keadilan metafisis merupakan realisasi sesuatu
yang diarahkan ke dunia lain dibalik
pengalaman manusia, yaitu keadilan yang
terpancar dari pedoman dasar sumber keadilan
metafisis itu sendiri, al-Quran dan Hadis.
Penggunaan konsep metafisis juga
menghasilkan rumusan yang berbeda dalam
memandang keadilan dalam kewarisan Islam.

HAZAIRIN
Menurut Hazairin, ada satu sistem kekeluargaan yang
dikehendaki al-Quran, yaitu sistem kekeluargaan
Bilateral. Karena dua sistem kekeluargaan lainnya
(patrilineal dan matrilineal) adalah dua sistem
kekeluargaan berat sebelah yang secara
antropologis tidak dapat mewakili universalitas ajaran
Islam.
SYAFII
Hasil ijtihad Syafii yang bercorak patrlineal mengikat
yang terpancar dari perintah Allah dalam al-Quran dan
Hadis. Sehingga tidak layak bagi setiap Muslim untuk
merasa tidak adil dengan sistem kewarisan tersebut.

Kesimpulan:

Hukum sebagai sarana menuju keadilan, baru


dikatakan efektif apabila ada perpaduan nilai-nilai
keadilan yang substantif antara pesan hukum (alQuran dan Hadis) dengan masyarakat sebagai orang
yang secara langsung dibebani hukum ( mukallaf).
Sebuah keputusan hukum dikatakan adil jika
berangkat dari pedoman al-Quran dan Hadis serta
tidak bertentangan dengan prinsip keadilan secara
umum, karena keterikatan muslim dengan pedoman
dasar dalam pengambilan keputusan mempunyai
pengaruh yang mendasar terhadap prospek
kehidupan muslim secara individual maupun sosial.

WASIAT
1.

PENGERTIAN
Adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada
orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah
pewaris meninggal dunia.

2. DASAR HUKUM
a. Al Quran Surat 2 : 180
Bagian Ahli Waris terhadap harta warisan
setelah
dikurangi hutang mayit dan
melaksanakan
wasiatnya
b. Sunnah
* HR Ad Daraquthni dari Muadz bin Jabal
* HR Al Jamaah dari Saad ibn Abi Waqqash

3. UNSUR-UNSUR WASIAT DAN SYARAT MASING-MASING


a. Orang yang Berwasiat ( Mushi)
(1) Baligh, 21 tahun
(2) Berakal sehat
(3) Atas kehendak sendiri secara bebas/tidak ada paksaan
Mushi tidak harus beragama Islam
b. Orang atau lembaga yang dituju dalam wasiat (Mushalahu)
(1) Harus dapat diketahui dengan jelas
(2) Telah wujud ketika wasiat dinyatakan
(3) Bukan tujuan kemaksiatan
c. Mushabihi
(1) Hak dari pewasiat
(2) Dapat berlaku sebagai harta warisan atau dapat menjadi obyek
perjanjian

4. Sighat Wasiat

Bisa lesan atau tulisan, dihadapan 2


orang saksi atau dihadapan notaris
Bisa pula dengan isyarat
Sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
warisan kecuali semua ahli waris
setuju.

Wasiat untuk Ahli Waris

Wasiat kepada ahli waris berlaku apabila disetujui


oleh semua ahli waris.
Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya
1/3 dari harta warisan kecuali apabila semua ahli
waris menyetujui.
Pernyataan persetujuan ahli waris dibuat secara
lisan atau tertulis dengan 2 orang saksi atau
dihadapan notaris
Apabila wasiat melebihi 1/3 dari harta warisan
sedangkan ada ahli waris yang tidak setuju maka
wasiat hanya dilaksanakan sampai 1/3 harta
warisan

Wasiat Tidak Berlaku Bagi :

Orang yang melakukan pelayanan


perawatan bagi seseorang
Orang yang memberi tuntunan
kerohanian sewaktu sakit sampai
meninggalnya kecuali ditentukan
dengan jelas dan tegas untuk
membalas jasa
Notaris dan saksi-saksi pembuat akta

WASIAT WAJIBAH

Terhadap Orang tua angkat dan anak


angkat yang tidak menerima wasiat
diberi wasiat wajibah sebanyakbanyaknya 1/3 dari harta warisan
anak angkat atau orang tua
angkatnya.

HIBAH

Pengertian
Pemberian suatu benda secara sukarela
dan tanpa imbalan dari seseorang
kepada orang lain yang masih hidup
untuk dimiliki
Unsur-unsur
1. Penghibah : baligh, 21 tahun
berakal sehat
tidak ada paksaan

2. Penerima Hibah
Orang atau lembaga dihadapan 2 orang
saksi
3. Benda yang dihibahkan
a. maximal 1/3 dari harta warisan
b. harus merupakan hak dari penghibah
Hibah Orang Tua kepada anaknya dapat
diperhitungkan sebagai warisan

Hibah

tidak dapat ditarik


kembali kecuali hibah orang tua
kepada anaknya
Hibah yang diberikan pada
saat pemberi hibah dalam
keadaan sakit yang dekat
dengan kematian, maka harus
mendapat persetujuan dari ahli
waris.

Anda mungkin juga menyukai