Anda di halaman 1dari 13

Hukum Acara Pidana |1

PENUNTUTAN
(Rabu 10 Mei 2023)

A. Jaksa Dan Penuntut Umum


1. Pengertian istilah jaksa
Pasal 1 angka 6 huruf Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana:
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Sesuai dengan pengertian diatas, maka yang menjadi kewenangan seorang
jaksa ialah untuk bertindak sebagai penuntut umum dan bertindak sebagai
pelaksana putusan pengadilan (eksekutor).
Pasal 1 angka 7 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana:
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara
pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus
oleh hakim di sidang pengadilan.
2. Pengertian istilah penuntut umum
Pasal 1 angka 6 KUHAP, menyatakan bahwa penuntut umum adalah jaksa
yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan
melaksanakan penetapan hakim.
Dari perumusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penuntut umum
adalah jaksa, tetapi sebaliknya jaksa belum tentu berarti penuntut umum. Atau
dengan kata lain tidak semua jaksa adalah penuntut umum, tetapi semua penuntut
umum adalah jaksa.karena menurut ketentuan tersebut hanya jaksalah yang dapat
bertindak sebagai penuntut umum. Seorang jaksa baru memperoleh kapasistasnya
sebagai penuntut umum apabila ia menangani tugas penuntutan.
Menurut hemat penulis pengertian penuntutan yang dikemukakan oleh Wirjono
Prodjodikoro, beliau merumuskan penuntutan adalah sebagai berikut :”menuntut
seorang terdakwa di muka hakim pidana ialah menyerahkan perkara seorang
terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim, dengan permohonan supaya
hakim memeriksa dan memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa” (Wirjono
Prodjodikoro, 1962 : 33).
Jaksa dalam menangani tugasnya mengenal tahapan pelaksanaan tugas yang
terdiri dari : pelaksanaan tugas prapenuntutan, pelaksanaan tugas penuntutan dan
pelaksanaan putusan pengadilanyang telah memperoleh kekuatan hukum yang
Hukum Acara Pidana |2

tetap. Dalam penanganan tugasnya tersebut, hanya dalam tahap penuntutan


sajalah seorang jaksa disebut sebagai jaksa penuntut umum, yang dalam praktek
disebut sebagai jaksa penuntut umum, sedang dalam hal jaksa manangani tugas-
tugas prapenuntutan sebenarnya jaksa tersebut belum bertindak sebagai penuntut
umum.
Secara tekns administratif, seorang jaksa baru dapat bertindak sebagai
penuntut umum sejak terhadapnya diterbitkan surat perintah penunjukkan jaksa
penuntut umum untuk menyelesaikan perkara (PK-5A). Secara teknis yustisial ia
baru bertindak sebagai penuntut umum sejak ia melimpahkan perkara tersebut ke
pengadilan. Dalam pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, ia tidak lagi bertindak sebagai penuntut umum, tetapi ia
bertindak dalam kapasitasnya sebagai jaksa. Karena tugas penuntut berakhir
apabila dalam suatu perkara telah dijatuhkan putusan dan putusan tersebut telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Jaksa sebagai Penuntut Umum
Dalam kekuasaan penyidikan, terdapat beberapa lembaga yang dapat
melakukan penyidikan, maka dalam menjalankan kekuasaan penuntutan hanya satu
lembaga yang berwenang melaksanakan yaitu Lembaga Kejaksaan Republik
Indonesia. Apabila dalam penyidikan, banyak lembaga lain yang mempunyai
kewenangan melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang, maka kewenangan untuk menjalankan penuntutan terhadap semua
tindak pidana yang masuk dalam lingkup Peradilan Umum hanya dapat dilakukan
oleh kejaksaan.
Hal tersebut merupakan salah satu konsekuensi dari Indonesia sebagai negara
yang menganut sistem Eropa kontenental karena dalam sistem penuntutan modern
di berbagai negara yang menganut sistem Eropa Kontenental penuntutan pidana
memang dimonopoli oleh negara yang diwakili oleh jaksa. Hal tersebut berbeda
dengan sistem penuntutan di negara yang menganut sistem Anglosaxon seperti
negara Inggris, Thailand dan Belgia yang masih memungkinkan adanya penuntutan
pidana oleh perseorangan secara pribadi langsung ke pengadilan.
Selain itu, sesuai dengan asas dominus litis, maka penetapan dan
pengendalian kebijakan penuntutan hanya berada di satu tangan yaitu kejaksaan.
Dalam hal inilah, Penuntut Umum menentukan suatu perkara hasil penyidikan yang
tertuang dalam berkas perkara sudah lengkap ataukan masih kurang lengkap.
Apabila berkas perkara telah lengkap, maka Penuntut Umum akan menerima
penyerahan tersangka dan barang bukti, membuat Surat Dakwaan dan
melimpahkannya ke pengadilan. Apabila berkas perkara belum lengkap, maka
Hukum Acara Pidana |3

Penuntut Umum akan memberikan petunjuk kepada penyidik untuk segera


melengkapi berkas perkara agar dapat dilimpahkan ke pengadilan.
Dengan demikian, peranan Penuntut Umum dalam hal pembuktian sangatlah
penting, karena pembuktian suatu perkara tindak pidana di depan persidangan
merupakan tanggung jawab Jaksa selaku Penuntut Umum. Dalam hal ini, sistem
pembuktian dalam hukum pidana di hampir semua negara di dunia memang
meletakkan beban pembuktian di atas pundak Penuntut Umum.
Adanya beban pembuktian pada Penuntut Umum tersebut menyebabkan
penuntut umum harus selalu berusaha menghadirkan minimum alat bukti di
persidangan. Berdasarkan pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa “Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Dengan demikian, untuk dapat menyatakan seseorang terbukti melakukan suatu
tindak pidana, maka harus ada paling sedikit 2 (dua) alat bukti ditambah dengan
keyakinan Hakim dan menjadi beban penuntut umum untuk dapat menghadirkan
minimum dua alat bukti tersebut di persidangan untuk memperoleh keyakinan
Hakim.
Bagi penuntut umum, pembuktian merupakan faktor yang sangat menentukan
dalam rangka mendukung tugasnya sebagai pihak yang memiliki beban untuk
membuktikan kesalahan terdakwa. Hal tersebut sesuai dengan prinsip dasar
pembuktian sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 66 KUHAP yang
menyatakan bahwa pihak yang mendakwakan maka pihak tersebut yang harus
membuktikan dakwaannya. Hal tersebut berbeda dengan advokat atau engacara
dalam kemampuannya sebagai penasehat hukum, maka pembuktian merupakan
faktor yang menentukan dalam rangka melakukan pembelaan yang optimal
terhadap terdakwa selaku kliennya.

B. Fungsi dan Wewenang Penuntut Umum


KUHAP menganut sistem differensiasi dan spesialisasi fungsional yang telah
diatur sedemikian rupa mekanisme dan proseduralnya, sehingga differensiasi dan
spesialisasi tersebut terkait erat satu sama lain dalam suatu kerangka yang disebut
Integrated Criminal Justice System.
Menurut Jaksa Agung RI Sukarton Marmosudjono (Alm) bahwa yang dimaksud
dengan Integrad Criminal Justice System adalah sistem peradilan perkara pidana
terpadu, yang unsur-unsurnya terdiri dari persamaan persepsi tentang keadilan dan pola
penyelenggaraan peradilan perkara pidana secara keseluruhan dan kesatuan
(Administration of Criminal Justice System) pelaksanaan peradilan terdiri dari beberapa
Hukum Acara Pidana |4

komponen seperti penyidikan, penuntutan, pengadilan dan Lembaga Permasyarakatan.


Integrated Criminal Justice System adalah suatu usaha untuk mengintegrasikan semua
komponen tersebut diatas, sehingga peradilan dapat berjalan sesuai dengan yang
dicita-citakan (Sukarton Marmosudjono Alm, 1989 : 30 ). Dalam hubungannya dengan
sistem peradilan perkara pidana terpadu, untuk menangani hasil-hasil penyidikan yang
telah dilaksanakan oleh penyidik maka pada tahap penuntutan kepada penuntut umum
diberikan wewenang penanganan lebih lanjut atas hasil penyidikan tersebut.
Sesuai dengan ketentuan pasal 14 KUHAP, penuntut umum memiliki wewenang:
a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyelidik
pembantu;
b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan ayat 4, dengan memberikan
petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
c. Memberikan perpanjangan penahanan, melaksanakan penahanan atau penahanan
lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh
penyidik;
d. Membuat surat dakwaan;
e. Melimpahkan perkara ke pengadilan;
f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu
perkara disidangkan yang disertai dengan surat panggilan, baik kepada terdakwa
aupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
g. Melakukan penuntutan;
h. Menutup perkara demi kepentingan hukum;
i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawabnya sebagai
penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;
j. Melaksanakan penetapan hakim.

C. Tahapan Penuntutan
Ketika pemeriksaan pendahuluan telah selesai dilakukan, maka untuk selanjutnya
adalah tahapan penuntutan. Tahapan ini merupakan rangkaian dalam penyelesaian
perkara pidana sebelum hakim memeriksanya di sidang pengadilan. Penuntutan itu
sendiri merupakan kegiatan melimpahkan perkara pidana kepengadilan, didalam
melimpahkan perkara itu tidak sekedar membawa perkara kepengadilan tapi ada
beberapa hal yang dilakukan sebelum perkara itu disampaikan kepengadilan.
Sebelum jaksa melimpahkan perkara pidana kepengadilan dan kemudian
melakukan penuntutan, seorang penuntut umum wajib mengambil langkah-langkah
seperti :
a. Menerima dan memeriksa berkas perkara,
Hukum Acara Pidana |5

b. Mengadakan pra penuntutan, apabila ada kekurangan pada penyidikan dan segera
mengembalikan berkas kepada penyidik dengan memberikan petunjuk untuk
penyempurnaannya (waktunya 7 (tujuh) hari untuk wajib memberi tahukan
kekurangannya),
c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan
lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh
penyidik,
d. Membuat surat dakwaan,
e. Melimpahkan perkara kepengadilan,
f. Menyampaikan pemberitahuan kepada tersangka tentang ketentuan persidangan
dengan disertai panggilan, kepada terdakwa maupun saksi-saksi,
g. Melakukan penuntutan,
h. Menutup perkara demi kepentingan hukum,
i. Melakukan tindakan lain dalam ruang dan tanggung jawab sebagai penuntut
umum,
j. Melaksanakan putusan hakim.

D. Prapenuntutan dan Penuntutan


a) Prapenuntutan
Harun M. Husein berpendapat bahwa yang dimaksud dengan prapenuntutan
adalah kewenangan penuntut umum untuk mempersiapkan penuntutan yang akan
dilakukannya dalam suatu perkara, dengan cara mempelajari/meneliti berkas
perkara hasil penyidikan yang diserahkan penyidik kepadanya guna menentukan
apakah persyaratan yang diperlukan guna melakukan penuntutan sudah terpenuhi
atau belum oleh hasil penyidikan tersebut. bila dari hasil penelitian itu ternyata
bahwa persyaratan untuk melakukan penuntutan telah terpenuhi, maka ia
memberitahukan kepada penyidik bahwa hasil penyidikan itu sudah lengkap.
Sebaliknya bila ternyata hasil penyidikan belum memenuhi persyaratan-persyaratan
penuntutan, maka ia akan mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik
disertai petunujuk guna melengkapinya.
Kelengkapan hasil penyidikan itu sangat menentukan keberhasilan penuntutan,
oleh karena itu penuntut umum harus benar-benar teliti dan jeli dalam mempelajari
dan meneliti berkas perkara yang bersangkutan. Apabila penuntut umum kurang
cermat dalam mempelajari dan meneliti berkas perkara, maka kekurang lengkapan
hasil penyidikan yang lolos dari penelitian akan merupakan kelemahan yang
merupakan “cacat” yang akan terbawa ketahap penuntutan. Dengan sendirinya hal
itu merupakan kelemahan pula dalam melakukan penuntutan perkara yang
bersangkutan.
Hukum Acara Pidana |6

Apabila penuntut umum telah menyatakan bahwa hasil penyidikan telah


lengkap, kemudian ternyata bahwa masih ada hal-hal yang belum lengkap, maka
kekurangan tersebut tidak dapat dilengkapi lagi. Karena apabila penuntut umum
telah menyatakan lengkap, atau dalam batas waktu 14 hari tidak mengembalikan
berkas perkara kepada penyidik, maka penyidikan dianggap selesai.
Untuk kecermatan penelitian berkas perkara hasil penyidkan yang diterima dari
penyidik, Jaksa Agung RI. Telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor : SE-013/J.
A/8/1982 tanggal 20 Agustus 1982 tentang faktor-faktor yang harus diperhatikan
pada tahap prapenuntutan dan Instruksi Nomor “INS-006/J.A/7.1986 tanggal 15 Juli
1986 tentang petunjuk pelaksanaan administrasi teknis yudisial perkara pidana
umum. Surat edaran dan instruksi Jaksa Agung tersebut dalam praktek penelitian
berkas perkara oleh para jaksa penuntut umum peneliti dijasikan sebagai pedoman
utama di samping ketentuan-ketentuan lainnya KUHAP maupun KUHP dan lain-lain
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tugas-tugas
prapenuntutan dan penuntutan.
Untuk mempermudah pelaksanaan mempelajari dan meneliti kelengkapan
berkas perkara, dalam praktek digunkan sarana bantu berupa Check List Penelitian
Berkas Perkara Tahap Pertama.
1) Penelitian berkas perkara
a. Penelitian kelengkapan syarat formil, yaitu syarat-syarat yang harus
dipenuhi dalam melakukan tindakan-tindakan dalam penyidikan. Syarat ini
berupa prosedur dan tata cara yang harus dipenuhi untuk keabsahan
tindakan penyidik.
b. Kelengkapan syarat materil, yaitu mengenai kelengkapan berkas perkara
yang meliputi:
i. Adanya perbuatan yang melawan hukum,
ii. Adanya kesalahan (sengaja atau kelalaian),
iii. Adanya minimal dua alat bukti yang sah yang dapat mendukung atau
membuktikan perbuatan dan kesalahan tersangka,
iv. Adanya alat buktiyang menunjukkan tempus delicti (daluarsa atau
tidaknya hak untuk melakukan penuntutan dan jenis delik),
v. Adanya alat bukti yang menunjukkan locus delicti (menentukan
kejaksaan mana/pengadilan negeri mana yang berwenang melakukan
penuntutan/mengadili perkara),
vi. Kejelasan tentang peran pelaku,
vii. Apabila dalam penelitian ternyata bahwa tindak pidana itu termasuk
tindak pidana khusus, bila berkas perkara belum lengkap, berkas
perkara tidak perlu dikembalikan.
Hukum Acara Pidana |7

Apabila dari hasil penelitian tersebut ternyata berkas perkara tersebut telah
mencukupi segala persyaratan yang diperlukan guna melakukan penuntutan, maka
jaksa penuntut umum menyatakan bahwa hasil penyidikan perkara yang
bersangkutan sudah lengkap dengan menerbitkan PK-1 (pemberitahuan bahwa
hasil penyidikan sudah lengkap). Sebaliknya, apabila menurut hasil penelitian jaksa
penuntut umum hasil penyidikan perkara itu belum lengkap, penuntut umum
memberitahukan hal itu kepada penyidik dengan menerbitkan PK-2 (pemberitahuan
bahwa hasil penyidikan belum lengkap). Kemudian berkas perkara yang dinyatakan
belum lengkap itu disertai dengan petunjuk-petunjuk guna melengkapi hasil
penyidikan, dengan menerbitkan PK-3 (pengembalian berkas perkara).
Sesuai dengan ketentuan pasal 110 ayat 3 jo. Pasal 138 ayat 2 KUHAP, dalam
hal demikian penyidik wajib melaksanakan pemeriksaan tambahan dan
menyampaikan kembali berkas perkara yang telah dilengkapi dengan hasil
pemeriksaan tambahan itu kepada penuntut umum dalam batas waktu 14 hari
setelah diterimanya pegembalian berkas perkara dari penuntut umum.
2) Penelitian atas tersangka dan barang bukti
Pada penyerahan tahap kedua yakni penyerahan tersangka dan barang bukti,
sekali lagi penuntut umum melakukan penelitian, yakni penelitian terhadap
tersangka dan barang bukti yang diserahkan oleh penyidik tersebut. Hal-hal yang
diteliti pada penyerahan tahap kedua ini meliputi:
a. Identitas tersangka,
b. Penelitian sejauh mana kebenaran keterangan tersangka sebagimana
diuraikan dalam berita acara pemeriksaan tersangka,
c. Dalam melaksanakan penelitian terhadap tersangka, penuntut umum
memeperhatikan ketentuan sebagimana digariskan dalam penjelasan pasal 14
huruf i KUHAP,
d. Penelitian barang bukti dilakukan dengan cara meneliti secara fisik barang
bukti yang bersangkutan dengan melakukan pencatatan data barang bukti
tersebut dalam Berita Acara Penelitian Benda Sitaan (B-1),
e. Pelaksanaan penelitian barang bukti dilakukan bersama-sama dengan penyidik
dan dihadiri oleh saksi-saksi,
f. Dalam penelitian diminta pula keterangan tersangka mengenai barang bukti,
g. Setelah selesai melaksanakan penelitian, disamping dibuat berita acara
penelitian benda sitaan, (B-1), dipuat pula kartu barang bukti (B-4) dan label
barang bukti (B-5) yang dilekatkan pada barang bukti yang bersangkutan,
h. Khusus bagi barang bukti yang bernilai tinggi (misal emas, uang, intan atau
bahan narkotika) penyimpanannya dilakukan dengan cara menitipkannya
kepada bank pemerintah,
Hukum Acara Pidana |8

i. Barang bukti yang karena besarnya, beratnya maupun karena sifatnya tidak
mungkin disimpan dirumah penyimpanan benda sitaan negara dititipkan pada
instansi yang bersangkutan, umpamanya kapal dititipkan pada pihak
Syahbandar.
Dengan terlaksananya penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang
bukti dari penyidik kepada penuntut umum, maka tanggung jawab yuridis atas
tersangka dan barang bukti tersebut, beralih kepada penuntut umum. Maka tugas
itulah tugas penyidikan suatu perkara benar-benar telah rampung/tuntas dan beralih
ke tahap penuntutan.
3) Penelaahan ketentuan pidana
Setelah penuntut umum menerima penyerahan tersagka dan barang bukti dari
penyidik, maka seluruh proses penyidikan telah berakhir dan proses perkara pidana
bersangkutan memasuki tahapan baru yaitu tahap penuntutan.
Dalam Rakergab Makehjapol I tahun1984 dinyatakan bahwa pelimpahan
perkara ke pengadilan adalah kelanjutan daripada penyidikan, maka selanjutnya
penuntut umumlah yang berkewajiban membuktikan kesalahan terdakwa dalam arti
bahwa perbuatan terdakwa adalah perbuatan pidana yang harus dikenai sanksi.
Karenanya demi keberhasilan pembuktian kesalahan terdakwa di pengadilan, maka
tidak tertutup kemungkinan penuntut umumdapat mendakwakan pasal-pasal lainnya
di samping yang telah dipersangkakan oleh penyidik.
Di samping itu penuntut umum tidak terikat kepada dakwaan berdasarkan hasil
penyidikan yang dibuat oleh penyidik, karena mungkin saja penuntut umum
berpendapat dakwaan yang dibuat oleh penyidik kurang memenuhi persyaratan,
misalnya penyidik beranggapan perbuatan terdakwa melanggar pasal 352 KUHP,
tetapi berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang dibuat penyidik dihubungkan pula
dengan visum et repertum yang ada, penuntut umum berkesimpulan pasal 351
KUHP lah yang lebih tepat dakwaannya, sehingga dalam pelimpahan perkara di
pengadilan negeri, penuntut umum membuat dakwaan berdasarkan pasal 351
KUHP (A. Hamzah dan Irdan Dahlan, 1987 : 16).
Praktek penyusunan dakwaan demikian tidak bertentangan dengan ketentuan
undang-undang, sepanjang pasal pidana yang ditetapkan oleh penuntut umum
tersebut didukung oleh hasil penyidikan. Pangkal tolak penyusunan dakwaan
demikian bermuara pada yurisprudensi yakni putusan Mahkamah Agung Nomor. 47
K/Kr/1956 tanggal 28 maret 1957, yang pada pokoknya menyatakan bahwa yang
menjadi dasar tuntutan pengadilan ialah surat tuduhan, jadi bukan tuduhan yang
dibuat oleh polisi. Maksud yurisprudensi ini, ialah bahwa pengadilan memeriksa dan
memutuskan suatu perkara berdasarkan surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut
umum.
Hukum Acara Pidana |9

Penambahan atau penyempurnaan pasal-pasal pidana yang dilakukan


penuntut umum tersebut, maksudnya ialah untuk mencegah lolosnya terdakwa dari
pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang telah dilakukannya. Meskipun
demikian, mengingat bahwa merupakan hak tersangka/terdakwa untuk mengetahui
tindak pidana apa yang dipersangkakan/didakwakan kepadanya, maka sebaiknya
perbaikan, penambahan maupun perubahan pasal-pasal pidana tersebut dilakukan
pada tahap prapenuntutan. Sehingga dengan cara demikian, terlihat jelas adanya
korelasi yang saling mendukung antara hasil penyidikan dan penuntutan.
b) Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara
pidana kepengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang
diatur oleh undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh
hakim disidang pengadilan. Menurut Wirjono menuntut seorang tedakwa dimuka
hakim pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas
perkaranya kepada hakim, dengan permohonan, supaya hakim memeriksa dan
kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa. Tujuan melakukan
penuntutan adalah untuk mendapatkan penetapan dari penuntut umum, tentang
adanya alasan yang cukup untuk menuntut seseorang terdakwa dimuka hakim.
Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapa saja yang
didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan
melimpahkan perkara kepengadilan yang berwenang mengadili (Pasal 137 KUHAP)
yang dimaksud dengan “daerah hukum” daerah dimana menjadi kewenangannya
dalam melakukan penuntutan. Daerah hukum atau wilayah hukum kejaksaan negeri
adalah sama dengan daerah hukum atau wilayah hukum pengadilan negeri. Wilayah
suatu pengadila negeri adalah Kabupaten/kota. Pasal 141 KUHAP menentukan
bahwa penuntut umum dapat menggabungkan perkara dan membuatnya satu surat
dakwaan, apabila pada waktu dan saat yang sama atau hampir bersamaan ia
menerima beberapa berkas. Penggabungan perkara ini dapat dilakukan apabila
memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu:
1. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan
kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap
penggabungannya;
2. Beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lain;
3. Beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lain itu ada
hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi
kepentingan pemeriksaan. Bahwa yang dimaksud dengan bersangkut paut
satu dengan yang lain itu apabila tindak pidana tersebut dilakukan:
H u k u m A c a r a P i d a n a | 10

a. Oleh lebih dari seorang yang bekerjasama dan dilakukan pada saat yang
bersamaan;
b. Oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda tetapi
merupakan pelaksanaan dari permufakatan jahat yang dibuat mereka
sebelumnya;
Namun dalam Pasal 142 KUHAP justru memungkinkan melakukan pemisahan
perkara, dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat
beberapa perkara. Seperti kasus terorisme dan korupsi yang melibatkan banyak
pejabat misalnya, menghentikan Penuntutan, menghentikan penuntutan berarti telah
terjadi penuntutan namun karena terdapat beberapa hal seperti terdapat dalam
pasal 140 ayat (2) KUHAP, karena tidak cukup bukti, ternyata bukan merupakan
tindak pidana, dan perkara ditutup demi hukum.

E. Persiapan Pelimpahan Perkara ke Pengadilan Serta Pelimpahan Perkara ke


Pengadilan
Setelah surat dakwaan tersusun dan sebelum perkara tersebut dilimpahkan ke
pengadilan, penuntut umum masih perlu meneliti seluruh kelengkapan berkas perkara
tersebut. penelitian itu, meliputi segi teknis administratif maupun segi teknis yustisial
yang berkaitan dengan pelimpahan perkara tersebut.
Hal lain pula yang perlu diperhatikan pula, ialah masalah kewenangan pengadilan
untuk memeriksa dan megadili perkara tersebut. sebelum perkara dilimpahkan, harus
sudah ditentukan secara pasti sesuai dengan ketentuan pasal 84 KUHAP, pengadilan
negeri mana yang berwenang mengadili perkara tersebut.
Setelah penuntut umum mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan
dengan pelimpahan perkara ke pengadilan, tindak lanjutnya ialah melimpahkan perkara
tersebut ke pengadilan negeri yang berwenang. Tindakan penuntut umum melimpahkan
perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang, dengan permintaan agar perkara
tersebut diperiksa dan diputuskan di sidang pengadilan, disebut penuntutan (pasal 1
angka 7 jo. Pasal 137 KUHAP).
Dalam sistem HIR, tindakan penuntutan dikatakan mengakhiri pengusutan
(penyidikan). Karena dengan dilimpahkannya perkara tersebut, maka proses
penanganan perkara pidana beralih dari tahap pengusutan memasuki tahap
pemeriksaan sidang.
H u k u m A c a r a P i d a n a | 11

F. Analisis Kasus yang Berkaitan dengan Penuntutan


Kasus I:
Rudi Haryanto, bekerja sebagai petugas dinas lapangan pada Kantor KSP Melati
Jaya Bondowoso di Perum Bataan Blok A-9 Desa Bataan Kecamatan Tenggarang,
Kabupaten Bondowoso dimana Rudi Haryanto mendapatkan uang transportasi serta setiap
bulan Rudi Haryanto juga mendapat gaji dengan tugas mencari nasabah dan melakukan
penagihan dan melaporkan hasil penjaman maupun hasil tagihan kepada Pimpinan serta
menyetorkan sisa hasil tagihan dari nasabah kepada Kasir.
Prosedur atau kentuan koperasi Melati Jaya bilamana ada anggota baru yang
pertama kali didatangi oleh Mantri atau petugas lapangan kemudian nasabah mengajukan
besaran pinjaman paling sedikit Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sedangkan proses pencairannnya kalau Petugas
Lapangan memegang uang dapat dari tagihan  maka dapat langsung dicairkan oleh Petugas
Lapangan selanjutnya setelah nasabah mendapatkan pinjaman kemudian diberi bukti
penerimaan pinjaman dan identitasnya dicatat di Kartu  KSP. Melati Jaya  sedang Petugas
Lapangan mencatat dalam buku Tagihan selanjutnya hasilnya  dilaporkan kepada pimpinan
Koperasi.
Pada sekitar bulan September 2015 sampai Januari 2016 Rudi Haryanto telah
mengajukan kredit pinjaman 52 orang anggota fiktif kepada Kepala Mantri yang dilanjutkan
ke Pimpinan Koperasi Simpan Pinjam Melati Jaya setelah di acc atau disetujui kemudian
data pengajuan pinjaman diserahkan kepada Kasir untuk dicairkan sesuai buku Rekapitulasi
pinjaman Kasir berjumlah seluruhnya sebesar Rp48.370.000,00 (empat puluh delapan juta
tiga ratus tujuh puluh ribu rupiah) untuk disalurkan kepada nasabah atau  anggota Koperasi
KSP Melati Jaya. 
Rudi Haryanto tanpa seijin dan sepengetahuan pimpinan atau Ketua Koperasi KSP
Melati Jaya Bondowoso, telah  menggunakan uang tersebut untuk kepentingannya sehari-
hari. Perbuatan ini kemudian diketahui oleh Ketua Koperasi KSP Melati Jaya Bondowoso
yaitu Hasan Baihaqi pada hari Senin tanggal 16 Januari 2016 sehingga melaporkan
terdakwa Ke Polsek Tenggarang untuk proses lebih lanjut.
Bahwa akibat perbuatan Rudi Haryanto tersebut, Koperasi KSP Makmur Jaya
Bondowoso mengalami kerugian sebesar Rp74.350.000,00 (tujuh puluh empat juta tiga
ratus lima puluh ribu Rupiah  rupiah).

Kasus II:
Gilang mempunyai permasalahan dengan Mohammad Subhan bin Hasan, namun
perselisihan tersebut telah didamaikan/diselesaikan secara kekeluargaan, Kemudian untuk
memastikan bahwa tidak ada permasalahan lagi di kemudian hari, Mohammad Subhan bin
Hasan pada hari Sabtu, tanggal 22 Oktober 2016, sekira pukul 21.00 WIB meminta bantuan
H u k u m A c a r a P i d a n a | 12

kepada Buang Dwi Anggara Alias Angga Tato, untuk kembali mendamaikan perselisihan
antara dirinya dengan Gilang, kemudian Angga Tato menghubungi Gilang menyampaikan
permintaan Mohammad Subhan bin Hasan untuk mengajak berdamai dan bertemu di
daerah Desa Kalianyar Kecamatan Tamanan Kabupaten Bondowoso, terhadap permintaan
tersebut disetujui Gilang, sebelum berangkat menuju ketempat yang telah ditentukan,
Mohammad Subhan bin Hasan telah mempersiapkan diri sambil membawa satu bilah pisau
dan satu buah alat timangan sabuk menyerupai roti kalung, sedangkan Gilang mengajak
teman-temanya yaitu Didik, Yunus, Rosi, dan Hairul untuk ikut menemui Mohammad
Subhan bin Hasan di tempat yang sudah ditentukan tersebut, dalam perjalanan menuju ke
tempat yang sudah disepakati, gemilang bertemu dengan kakaknya yaitu Angga Tesar Yuki
Novandaz yang kemudian ikut bergabung dengan Gilang Dkk setelah sampai di lokasi yang
telah ditentukan tersebut, Mohammad Subhan bin Hasan dipertemukan dengan Gilang oleh
Angga Tato;
Pada waktu Mohammad Subhan bin Hasan bertemu dengan Gilang, terjadi
pembicaraan dan kemudian pertengkaran antara Mohammad Subhan bin Hasan dengan
Gilang tidak dapat dihindarkan, karena pertengkaran tersebut semakin memanas lalu secara
tiba-tiba Mohammad Subhan bin Hasan langsung memukul bagian dagu sebelah kanan
Gilang dengan menggunakan alat timangan sabuk menyerupai roti kalung sebanyak 1 (satu)
hingga Gilang jatuh dan tersungkur, setelah itu Mohammad Subhan bin Hasan memukul-kali
bagian kepala Gilang.
Melihat Gilang dipukul oleh Mohammad Subhan bin Hasan, lalu Angga Tesar Yuki
Novandaz, berusaha menyerangnya dengan cara memukulkan tongkat besi model krom
berkali-kali kearah ke tubuh Mohammad Subhan bin Hasan, karena merasa terdesak telah
dipukul secara bertubi-tubi oleh Angga Tesar Yuki Novandaz, lalu Mohammad Subhan bin
Hasan mencabut pisau jenis sangkur yang diselipkan pada celana pada pinggang sebelah
kanan kemudian dengan menggunakan tangan kirinya, Mohammad Subhan bin Hasan
dengan sengaja mengarahkan tusukan pisaunya ke dada sebelah kiri Angga Tesar Yuki
Novandas sebanyak satu kali agar korban tidak berdaya.
Akibat tusukan pisau yang diarahkan Mohammad Subhan bin Hasan kedada kiri
Angga Tesar Yuki Novandaz mengakibatkan Angga Tesar Yuki Novandaz, langsung jatuh
tersungkur ke tanah selanjutnya setelah tusukan pisau sangkur tersebut lalu pisau tersebut
ia cabut lagi, sedangkan Angga masih jatuh terlentang diantara pepohonan pisang,
mengetahui pisau yang ditusukkannya ke dada Angga Tesar Yuki Novandaz telah
mengakibatkan Angga tidak berdaya lagi kemudian Mohammad Subhan bin Hasan langsung
melarikan diri meninggalkan Gilang dan Angga Tesar Yuki Novandaz, sedangkan Gilang
bersama Didik, Yunus, Rosi, dan Hairul, berusaha menolong Angga Tesar Yuki Novandaz
dengan membopong dan membawa Angga Tesar Yuki Novandaz menuju ke Puskesmas
Tamanan.
H u k u m A c a r a P i d a n a | 13

Sesampainya di Puskesmas Tamanan, ketika akan dilakukan tindakan medis oleh


petugas puskesmas, Angga Tesar Yuki Novandaz telah meninggal dunia akibat dari luka
tusukan di dada sebelah kirinya sesuai dengan Visum Et Repertum (Jenazah) Nomor:
352/56/430.11.8/2016, tanggal 24 Oktober 2016 atas jenazah Angga Tesar Yuki Novandas.
Kesimpulan: Kematian disebabkan oleh Robeknya jantung kiri dan robeknya paru-paru kiri
bagian atas;

Pertanyaan & tugas diskusi:


1. Siapa yang paling tepat untuk dijadikan Terdakwa dalam Kasus I dan Kasus II di
atas? Berikan argumentasi hukumnya!
2. Siapa yang menjadi korban dalam Kasus I dan Kasus II di atas? Berikan argumentasi
hukumnya!
3. Pasal apa yang paling tepat untuk dipergunakan dalam peristiwa pada Kasus I dan
Kasus II di atas? Berikan argumentasi hukumnya!

Ketentuan mengerjakan:
a.Tugas dikerjakan secara kelompok, bukan individu kecuali pada waktu penilaian saat
diskusi kelas dengan dosen.
b.Buatlah kelompok yang terdiri dari 5 orang (harus diurutkan berdasarkan daftar di Sister
meskipun yang bersangkutan tidak hadir pada waktu perkuliahan).
c. Kelompok terakhir, jika jumlahnya tidak mencapai 5 orang, sisanya menggabungkan diri
ke dalam kelompok lain sehingga ada kelompok yang jumlahnya 6 orang.
d. Tugas dikerjakan dalam format pdf yang sudah harus terkumpul pukul 23.59 WIB pada
H-3 jadwal kuliah, dikirimkan masing-masing kelompok melalui alamat email dosen yaitu
subronto.belajar@gmail.com .
e.Selamat belajar & mengerjakan.

Anda mungkin juga menyukai