Anda di halaman 1dari 13

PRAPENUNTUTAN DAN

PENUNTUTAN
Oleh :
Dr. Erny Herlin Setyorini, S.H., M.H
I. PRAPENUNTUTAN
• Prapenuntutan adalah wewenang penuntut umum memeriksa dan
meneliti berkas perkara yang diterima dari penyidik, dan dalam hal
berkas perkara belum lengkap, mengem-balikan berkas perkara itu
kepada penyidik diseltai petunjuk untuk dilengkapi.
• Prapenuntutan merupakan wewenang penuntut umum di samping
juga merupakan we-wenang penyidik termasuk tindakan lainnya yang
bertanggung jawab.
• Pertanggungjawaban penuntutan ada pada penuntut umum, oleh
sebab itu kalau menurut penuntut umum berkas perkara belum
lengkap untuk dilakukan penuntutan, ia harus me-ngembalikan
kepada penyidik yang berwenang menyidik untuk disempurnakan.
• Jadi prapenuntutan bukan hubungan atau perintah atasan kepada
bawahan, akan tetapi merupakan hubungan hukum secara horizontal
dalam rangka sistem peradilan pidana terpadu.
TATA CARA
PRAPENUNTUTAN
1. merupakan kewajiban penyidik untuk segera menyerahkan berkas perkara
kepada penuntut umum begitu penyidikan selesai;
2. penuntut umum segera meneliti berkas perkara, dan dalam waktu 7 (tujuh)
hari setelah berkas perkara diterima, penuntut umum wajib
memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan sudah lengkap
atau belum;
3. apabila ternyata hasil penyidikan belum lengkap, maka penuntut umum
wajib me ngembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk
untuk dilengkapi;
4. penyidikan dianggap telah selesai, artinya berkas perkara dianggap telah
lengkap apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari penuntut umum tidak
mengembalikan berkas perkara hasil penyidikan kepada penyidik;
5. dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah penyidik menerima berkas
perkara dari penuntut umum, penyidik harus sudah menyampaikan kembali
berkas perkara itu kepada penuntut umum setelah dilengkapi sesuai
petunjuk penuntut umum.
• Catatan :
a. Jangka Waktu pra penuntutan paling lama 14 (empat belas)
hari + 14 (empat belas) hari = 28 (dua puluh delapan) hari;
b. Dalam hal penuntut umum tidak mengembalikan berkas
perkara dalam waktu 14 (empat belas) hari maka penyidik
tidak kena sanksi apapun. Artinya kalau penuntut umum lalai
kena sanksi hukum tapi kalau penyelidik yang lalai tidak ada
sanksi apapun kecuali sanksi moral.
II. PENUNTUTAN
A. DASAR HUKUM PENUNTUTAN
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
a. Pasal 137, mengatur:
Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun
yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya
dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.
b. Pasal 140 ayat (1), mengatur:
Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan
dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat
dakwaan.
c. Pasal 143 ayat (1), mengatur :
Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan
permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat
dakwaan.
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, tentang Kejaksaan RI :
a. Pasal 30, ayat (1) huruf a mengatur :
Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang
melakukan penuntutan.
b. Pasal 35 huruf a, mengatur :
Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang menetapkan
serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan
dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Kejaksaan.
B. PENGERTIAN PENUNTUTAN
1. Secara Yuridis
1. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara
pidana ke pengadilan negeri yang bewvenang, dalam hal dan menurut
Cara yang diatur dalam undang-undang, dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan (Ps 1 butir 7 KUHAP).
2. Dari pengertian penuntutan ini dapat diperoleh garis hukum antara lain :
a. Wewenang penuntutan hanya ada pada penuntut umum (dominus litis);
b. Kewajiban melimpahkan perkara pidana ke pengdilan negeri
(pengeltian sempit);
c. Supaya hakim memeriksa dan memutus perkara pidana tersebut;
d. Putusan pengadilan harus dilakukan di sidang pengadilan (terbuka
untuk umum dengan hadirnya terdakwa).
3. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim.
4. Jaksa adalah pejabat yang diberi Wewenang oleh undang-undang
untuk bertindak sebagai penuntut umum Serta melaksanakan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Jadi perbedaan jaksa dan penuntut umum adalah :
a. Penuntut umum pasti jaksa, akan tetapi tidak semua jaksa adalah
penuntut umum;
b. Penuntut umum melaksanakan penetapan hakim, sementara jaksa
melaksanakan putusan hakim.
c. Daerah hukum penuntut umum sebatas daerah hukum kejaksaan
negeri dimana ia di tugaskan yang sebanding dengan wilayah
kabupaten atau kotamadya.
d. Sedangkan daerah hukum jaksa tidak dibatasi mengingat jaksa itu
satu dan tak terpisah pisahkan.
2. Secara Administratif
Penuntutan sudah dimulai sejak diterimanya penyerahan tanggung jawab
atas tersangka dan barang bukti (penyerahan tahap II) dimana berkas
perkara, tersangka dan barang bukti telah dimasukkan dalam buku
register perkara (RP.9).
Sejak saat itulah perkara sudah berada dalam tahap penuntutan,
meskipun penuntut umum belum melimpahkan perkara tersebut ke
pengadilan. Dengan mengacu kepada pengertian penuntutan secara
administratif di atas, maka pengertian penuntutan termasuk penghentian
penuntutan, karena suatu perkara pidana baru dapat dihentikan
penuntutannya, setelah perkara tersebut beralih tanggung jawab dari
penyidik kepada penuntut umum, dan dari situlah penuntut umum segera
menentukan sikap apakah berkas perkara tersebut memenuhi syarat untuk
dapat atau tidak dapat dilimpahkan ke pengadilan sebagaimana
ditentukankan dalam Pasal 139 KUHAP.
C. WEWENANG PENUNTUT UMUM
Dalam rangka melakukan tugas penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim, penuntut umum mempunyai Wewenang :
1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik
atau penyidik pembantu;
2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan penyidikan
dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan
dari penyidik;
3. Memberikan perpanjangan penahanan atas permintaan penyidik,
melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan mengubah
status tahanan.
4. Membuat Surat dakwaan (akan dibicarakan tersendiri);
5. Melimpahkan perkara ke pengadilan.
6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa, hari dan
Waktu perkara disidangkan disertai surat panggilan baik kepada
terdakwa maupun saksi-saksi, ahli untuk datang pada sidang
yang telah ditentukan;
7. Melakukan penuntutan (mengajukan tuntutan pidana setelah
sidang dinyatakanselesai);
8. Menutup perkara demi kepentingan hukum (menghentikan
penuntutan);
9. Melaksankan penetapan hakim;
10. Melakukan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung
jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-
undang, antara lain :
a. Meneliti barang bukti dan identitas tersangka pada
penyerahan perkara tahap kedua;
b. Melengkapi berkas perkara dengan melakukan pemeriksaan
tambahan;
c. Mengajukan praperadilan terhadap penghentian penyidikan yang
dilakukan penyidik;
d. Membuka dan melanjutkan penuntutan terhadap perkara yang telah
dihentikan penuntutannya;
e. Mengadakan penggabungan perkara dan menuntut dalam satu
surat dakwaan
f. Menentukan apakah perkara diajukan untuk diperiksa dengan acara
pemeriksaan biasa atau acara pemeriksaan singkat.
Banyak lagi wewenang penuntut umum yang termasuk tindakan yang
bertanggung jawab menurut UU.
REFERENSI
Tim Penyusun Modul Badan Diklat Kejaksaan Republik Indonesia, Modul
Hukum Acara Pidana, Badan Pendidikan dan Pelatihan Republik
Indonesia, Jakarta 2019.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

Anda mungkin juga menyukai