Anda di halaman 1dari 9

1 . 1.

a. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara


tertentu dinyatakan tertutup untuk umum)
b. PU diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke depan persidangan
dalam keadaan bebas
c. Terdakwa ditanyakan identitasnya dan ditanya apakah sudah menerima
salinan surat dakwaan
d. Terdakwa ditanya pula apakah dalam keadaan sehat dan bersedia untuk
diperiksa di depan persidangan (kalau bersedia sidang dilanjutkan)
e. Terdakwa ditanyakan apakah akan didampingi oleh Penasihat Hukum
(apabila didampingi apakah akan membawa sendiri, kalau tidak
membawa sendiri akan ditunjuk PH oleh Majlis Hakim dalam hal
terdakwa diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih/pasal 56
KUHAP ayat (1)
f. Dilanjutkan pembacaan surat dakwaan
g. Atas pembacaan surat dakwaan tadi terdakwa (PH) ditanya akan
mengajukan eksepsi atau tidak
h. Dalam terdakwa/PH mengajukan eksepsi maka diberi kesempatan dan
sidang ditunda
i. Apabila ada eksepsi dilanjutkan tanggapan JPU atas eksepsi (replik)
j. Selanjutnya dibacakan putusan sela oleh Majlis Hakim
k. Apabila eksepsi ditolak dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara
(pembuktian)
l. Pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh PU (dimulai dari saksi
korban)
m. Dilanjutkan saksi lainnya
n. Apabila ada saksi yang meringankan diperiksa pula, saksi
ahli Witness/expert)
o. Pemeriksaan terhadap terdakwa
p. Tuntutan (requisitoir)
q. Pembelaan (pledoi)
r. Replik dari PU
s. Duplik
t. Putusan oleh Majlis Hakim.
2. Analisa saya tentang tujuan dan fungsi mengenai hukum acara pidana dalam
beracara yaitu

A. Tujuan Hukum Acara Pidana dalam beracara

Timbulnya penemuan hukum baru dan pembentukan peraturan perundangundangan


baru terutama sejak pemerintah Orde Baru cukup menggembirakan

dan merupakan titik cerah dalam kehidupan hukum di Indonesia, termasuk di

dalamnya adalah disusunnya KUHAP. Apabila diteliti beberapa pertimbangan

yang menjadi alasan disusunnya KUHAP maka secara singkat KUHAP

memiliki lima tujuan sebagai berikut.

1. Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau terdakwa).

2. Perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan.

3. Kodifikasi dan unifikasi Hukum Acara Pidana.

4. Mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum.

5. Mewujudkan Hukum Acara Pidana yang sesuai dengan Pancasila dan UUD

1945.

Dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP telah dirumuskan mengenai tujuan

Hukum Acara Pidana yakni

“Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati

kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu

perkara pidana dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara

jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat

didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya


meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan

apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah

orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”

Jika menilik rumusan tersebut di atas maka dapat dirinci tujuan Hukum

Acara Pidana sebagai berikut.

1. Suatu kebenaran materiil yaitu kebenaran hakiki dan lengkap dari


suatuperkara pidana melalui penerapan ketentuan Hukum Acara
Pidana secara tepat dan jujur.
2. Menentukan subyek hukum berdasarkan alat bukti yang sah, hingga
dapat didakwa melakukan suatu tindak pidana.
3. Menggariskan suatu pemeriksaan dan putusan pengadilan, agar dapat

ditentukan apakah suatu tindak pidana telah terbukti dilakukan orang yang

didakwa itu

B. Fungsi Hukum Acara Pidana dalam Beracara

Sebagai pedoman bagi negara (melalui perangkat kekuasaan yudikatif) dalam proses
mengungkap kebenaran dari suatu pelanggaran tindak pidana.

1. Para pihak yang terlibat dalam Hukum Acara Pidana :


2. Setiap orang (sebagai saksi atau ahli)
3. Pejabat penyidik atau penyelidik (Polisi, & PPNS)
4. Pejabat Penuntut Umum
5. Pejabat eksekusi pidana (hakim, aparat panitensier, misal petugas LP)
6. Penasehat hukum
1. Sebagai sarana untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan hk pidana .
2. Sebagai sarana dalam rangka penegakan hukum dan keadilan dalam
mewujudkan kehidupan yg tertib dan tenteram dlm masyarakat.
3. Sebagai fungsi represif dan preventif

3.

A. Kasus diatas termasuk Kasasi Demi Kepentingan Hukum karena Alasan-


alasan yang diajukan oleh jaksa tersebut dapat dibenarkan oleh Mahkamah
Agung, karena judex facti (Pengadilan Negeri Tangerang) telah salah
menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya.
Pertimbangan dari Mahkamah Agung adalah bahwa kenyataannya barang-
barang yang menjadi obyek pencurian semuanya ditemukan di rumah
terdakwa tanpa ijin pemilik barang (saksi pelapor), putusan judex facti
(Pengadilan Negeri) adalah putusan bebas tidak murni. Mengingat hal
tersebut, maka permohonan kasasi yang diajukan Jaksa dapat diterima.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Mahkamah Agung
berpendapat terdakwa terbukti salah melakukan tindak pidana pencurian
sebagaimana dakwan jaksa.
B. Karena Dengan pertimbangan-pertimbangan yang diuraikan di atas, maka
Mahkamah Agung berpendapat putusan Pengadilan Negeri Tangerang No.
775/Pid.B/2010/PN.TNG. tanggal 22 Desember 2010 dibatalkan oleh
Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini.
Namun pendapat Mahkamah Agung ini tidak bulat, karena ada salah satu
anggota Majelis Hakim, yakni Ketua Majelis DR. Artidjo , SH., LLM.
mempunyai pendapat yang berbeda (dissenting Opinion), dengan
pertimbangan bahwa judex facti tidak salah menerapkan hukum dan telah
mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis dengan benar, yakni
tidak semuanya dari saksi pelapor. Disamping itu juga dibuktikan bahwa
mangkok milik Rusminah yang diberikan kepada terdakwa dan sesuai dengan
tutup mangkok yang dibawa oleh saksi dan tidak terbukti ada unsur
mengambil barang milik orang lain dari perbuatan terdakwa. Disamping itu
pemohon kasasi tidak dapat membuktikan bahwa putusan judex facti
(Pengadilan 38 Negeri) bukan bebas murni. Mengingat hal tersebut DR.
Artidjo Alkostar berpendapat kasasi dari pemohon tidak dapat diterima.
Mengingat penanganan perkara ini hakimnya majelis, setelah bermusyarwarah
diambil keputusan suara terbanyak, hal ini diatur dalam Pasal 182 ayat (6) ,
yaitu mengabulkan permohonan kasasi Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan
Negeri Tangerang dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tangerang
No. 775/Pid.B/2010/PN.TNG. tanggal 22 Desember 2010. Selanjutnya
Mahkamah Agung mengadili sendiri, yang menyatakan bahwa terdakwa
Rasminah binti Rawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana pencurian, menghukum terdakwa dengan pidana
penjara selama 4 (empat) bulan 10 (sepuluh) hari, menetapkan bahwa masa
penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa akan dikurangkan seluruhnya
dari pidana yang dijatuhkan, memerintahkan agar barang bukti dikembalikan
pada saksi Hj. Siti Aisyah MR Soekarno Putri. Dan membebankan biaya
perkara dalam tingkat kasasi pada terdakwa.

4. A.

a) Putusan bebas Adalah putusan yang dijatuhkan apabila pengadilan


berpendapat bahwa kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan
kepadanya ”tidak terbukti” secara sah dan meyakinkan.
b) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum Adalah putusan yang dijatuhkan
oleh pengadilan apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang
didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak
merupakan suatu tindak pidana.
c) Putusan pemidanaan Adalah putusan yang dijatuhkan apabila pengadilan
berpendapat dan menilai bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan
perbuatan yang didakwakan kepadanya.
Disamping putusan-putusan tersebut di atas, masih ada putusanputusan
yang lainnya, yaitu putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapat
diterima, putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum, dan juga
putusan yang bersifat penetapan, misalnya penetapan tidak berwenang
mengadili dan penetapan untuk tidak menjatuhkan pidana akan tetapi
berupa tindakan hakim, seperti memasukkan terdakwa ke rumah sakit
jiwa. Seorang hakim harus memperhitungkan sifat dan tingkat keseriusan
delik yang dilakukan, keadaan yang meliputi perbuatanperbuatan yang
dihadapkan kepadanya serta melihat kepribadian dari pelaku perbuatan
dengan umurnya, tingkat pendidikan, jenis kelamin, lingkungan, dan lain
sebagainya.

B.

Apabila Majelis Hakim telah memeriksa suatu perkara yang diajukan


kepadanya, mereka harus menyusun putusan dengan baik dan benar. Untuk
mengakhiri sengketa yang diajukan, putusan tersebut harus diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal
13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.

Apabila ditinjau dari visi hakim yang memutus perkara, putusan hakim
merupakan “mahkota” sekaligus “puncak” dan “akta penutup”
pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran, penguasaan hukum dan fakta,
etika serta moral dari hakim bersangkutan.
Apabila putusan tidak lengkap dan saksama mendeskripsikan dan
mempertimbangkan alat bukti dan nilai kekuatan pembuktian,
mengakibatkan putusan dianggap tidak cukup pertimbangan hukumnya
atau onvoldoende gemotiveerd, dan putusan tersebut bertentangan dengan
Pasal 178 ayat (1) HIR, Pasal 189 RBG dan Pasal 14 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

C.

Jika Terjadi Dissentingg opinion maka Seiring dengan perkembangan


zaman dimana muncul banyak sekali kasus-kasus yang menuntut
kecermatan dari para hakim dalam memutuskannya, maka di Indonesia
diterapkan juga penggunaan dissenting opinion. Selain itu, penerapan
dissenting opinion juga dilatarbelakangi oleh sebuah pemikiran sederhana
yang menyatakan bahwa sebuah putusan itu baru bisa disebut adil apabila
setiap hakim bisa menggunakan haknya untuk mengungkapkan
pandangannya secara bebas, terbuka, dan jujur dengan tentunya
menggunakan pertimbangan hukum sampai dihasilkan satu putusan yang
bersifat kolektif. Di Indonesia, awalnya dissenting opinion ini
diperkenalkan pada Pengadilan Niaga, namun kini telah diperbolehkan di
pengadilan lain, dan istilah dissenting opinion mulai mencuat dikarenakan
kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh Mahkamah Agung (MA).
Essensinya yaitu:

a) Dapat diketahui pendapat hakim yang berbobot, dalam upaya hukum


banding atau kasasi akan menjadi pertimbangan pendapat hakim
dalam majelis tingkat pertama yang sejalan dengan putusan banding
atau kasasi tersebut.
b) Sebagai indikator untuk menentukan jenjang karir hakim, karena dari
sinilah dapat dijadikan pijakan bersama dalam standar penentuan
pangkat dan jabatan sehingga untuk mengukur prestasi hakim tidak
hanya dilihat dari segi usia dan etos kerja semata. Akan tetapi juga
mulai dipikirkan penilaian prestasi hakim berdasarkan kualitas
putusan hakim.
c) Dengan dissenting opinion dapat diketahui apakah putusan hakim
tersebut sesuai dengan aspirasi hukum yang berkembang dalam
masyarakat.
d) Dissenting opinion juga dapat dipakai untuk mengatur apakah suatu
peraturan perundang-undangan cukup responsif.
e) Dissenting opinion merupakan perwujudan nyata kebebasan
individual hakim, termasuk kebebasan terhadap sesama anggota
majelis atau sesama hakim. hal ini, sejalan dengan esensi kekuasaan
kehakiman yang merdeka, yang tidak lain dari kebebasan hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara.
f) Dissenting opinion mencerminkan jaminan hak berbeda pendapat
setiap hakim dalam memeriksa dan memutus perkara dalam kerangka
yang lebih luas. Dissenting opinion mencerminkan demokrasi dalam
memeriksa dan memutus perkara.
g) Dissenting opinion merupakan instrumen meningkatkan tanggung
jawab individual hakim, melalui hal ini diharapkan hakim lebih
mendalami perkara yang ia tangani sehingga hakim tersebut
bertanggung jawab secara individual baik secara moral ataupun sesuai
dengan hati nuraninya terhadap setiap putusan yang mewajibkan
memberikan pendapat pada setiap perkara yang diperiksa dan diputus.
h) Dissenting opinion merupakan instrumen meningkatkan kualitas dan
wawasan hakim, melalui dissenting opinion setiap hakim diwajibkan
mempelajari dan mendalami setiap perkara yang diperiksa dan akan
diputus karena setiap perkara ada kemungkinan mengandung
faktafakta dan hukum yang kompleks.
i) Dissenting opinion merupakan instrumen menjamin dan
meningkatkan mutu putusan. Kemungkinan menghadapi dissenting
opinion, setiap anggota majelis akan berusaha menyusun dasar dan
pertimbangan hukum baik secara normatif, uraian, serta dasar-dasar
dan pertimbangan sosiologi yang memadai.
j) Dissenting opinion merupakan instrumen perkembangan ilmu hukum. Ilmu
hukum berkembang melalui beberapa cara yaitu: perkembangan filsafat
hukum, teori hukum, dan aturan-aturan hukum. Dissenting opinion akan
memperkaya bahan kajian hakim baik menyangkut muatan filsafat, teori
atau doktrin, maupun kaidahkaidah hukum baru yang dibentuk oleh hakim

Anda mungkin juga menyukai