Anda di halaman 1dari 38

Materi:

HUKUM ACARA
(PHI)
OLEH : FEMMY SILASWATY FARIED, SH., MH., M.KN
HUKUM ACARA

 Hukum Acara •

Hukum Acara atau Hukum Formil, yaitu kaedah hukum


yang mengatur bagaimana cara mengajukan sesuatu
perkara ke muka suatu badan peradilan dan bagaimana
Hakim memberi putusan.
• Hukum Acara atau Hukum Formil yang berasal dari
bahasa Belanda yaitu Formeelrecht atau juga Adjective
Law dalam bahasa Inggris.
Hukum Acara

 Adaberbagai sistem hukum acara di Indonesia,


antara lain:
1. Hukum Acara Pidana.
2. Hukum Acara Perdata.
3. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
4.Hukum Acara Mahkamah Konstitusi.
Hukum Acara Pidana 

Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang cara
bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana materil,
sehingga memperoleh keputusan Hakim dan cara bagaimana keputusan itu harus
dilaksanakan.
Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad menyatakan bahwa Hukum Acara Pidana
sebagai realisasi hukum pidana adalah hukum yang menyangkut cara pelaksanaan
penguasa nienindak warga yang didakwa bertanggung jawab atas suatu delik
(peristiwa pidana).
Hukum Acara Pidana 

Landasan Hukum Acara Pidana:


• Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman.
• Undang-undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
• Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP,). Dengan berlakunya KUHAP ini, maka Herzien Indonesisch
Reglement (HIR), dalam bahasa Indonesia Reglemen Indonesia diperbaharui (RID)
bagian pidana dinyatakan tidak berlaku lagi.
• Undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
• Undang-undang No. 2 tahun1986 tentang Peradilan Umum.
Fungsi Hukum Acara Pidana

• Mencari dan menemukan kebenaran.


• Pemberian keputusan oleh Hakim.
• Pelaksanaan keputusan oleh Hakim.
Asas asas hukum acara pidana
 Yang pertama: Yang berhubungan dengan peranan.
• Prakarsa proses dilakukan oleh Polisi/Jaksa. Jaksa mengajukan tuntutan ke Pengadilan
serta melaksanakan penetapan Hakim.
• Asas-asas oportunitas yaitu dimungkinkannya perkara yang sedang dalam proses
penuntutan dideponir atau dipeti-eskan oleh Jaksa/Pengadilan demi kepentingan umum. •
. Yang kedua pihak wajib didengar keterangan-keterangannya oleh Hakim.
• Acara pemeriksaan dalam sidang pengadilan dilakukan dengan perdebatan lisan atau
langsung.
• Keputusan Hakim wajib dilandasi dengan alasan-alasan yang rasional obyektif, setelah
mendengar kedua pihak termasuk saksi a charge (yang meringankan) dan saksi a de
charge (yang memberatkan).
Lanjutan asas hukum acara pidana

 rol), artinya Hakim bertindak memimpin (proses) peradilan.


 Akusator artinya pada asas akusator ini para pihak diakui
sebagai subyek dan kedudukannya sederajat, pemeriksaan
tidaklah bersifat rahasia (terbuka untuk umum). Tersangka
sudah dapat didampingi oleh Penasehat Hukum.
 Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
• Praduga tak bersalah (Presumption of innocence). Setiap
orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan dianggap tidak bersalah
sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan
Asas asas hukum acara pidana

Asas 2. Yang berhubungan dengan keadaan peradilan.


• Sidang pengadilan dilakukan terbuka untuk umum.
Terhadap asas ini ada pengecualian yaitu bahwa sidang perkara susila dan pelaku kejahatan adalah anak-
anak dibawah umur dilakukan secara tertutup. Keputusan Hakim harus selalu dinyatakan dengan pintu
terbuka.
• Peradilan bertahap.
• Tingkat pertama pada Pengadilan Negeri.
• Tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi.
• Tingkat Kasasi pada Mahkamah Agung.
Asas 3. Sidang Pengadilan diselenggarakan oleh suatu Majelis Hakim
( Ketua + 2 orang atau 3 orang anggota);
Asas 4.Dilakukan oleh Hakim karena jabatannya yang tetap.
Subyek Hukum Acara Pidana

 • Tersangka/terdakwa ialah orang yang diduga melakukan tindak pidana.


• Polisi ialah petugas yang melakukan penyidikan.
• Jaksa ialah petugas yang melakukan penuntutan.
• Hakim ialah petugas yang bertugas mengadili.
• Panitera ialah petugas yang melakukan pencatatan pada sidang pengadilan.
• Penasehat Hukum/Pengacara ialah yang memberikan nasehat atau yang
mendampingi tersangka di sidang pengadilan.
• Saksi--saksi. • Pegawai Lembaga Pemasyarakatan yang melaksanan putusan
Hakim
Pelaksanaan Peranan Acara Pidana dalam
Perkara Pidana

 • Bila diduga atau diketahui terjadi peristiwa pidana maka, dilakukan penyidikanoleh Polisi atau PPNS tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Penyidikan ini dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan bukti-
bukti yang berguna untuk menemukan siapa yang merupakan tersangka yang melakukan tindak pidana.
• Setelah si tersangka dan barang bukti ditemukan maka perkara ini dilimpahkan kepada Jaksa (Penuntut Umum) yang
akan melakukan penuntutan di Pengadilan Negeri supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.
• Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh Hakim yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
mengadili (menerima,memeriksa dan memutus perkara pidana).
• Hakim mengadili berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut Hakim
menetapkan keputusan.
Putusan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang Pengadilan Terbuka yang dapat berupa pemidanaan
(penjatuhan hukuman) atau bebas (bila apa yang didakwakan dalam pengadilan tidak terbukti secara sah) atau
putusan lepas dari segala tuntutan hukum (perbuatan yang terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan
delik).
• Setelah Hakim menjatuhkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka Jaksa menjalankan isi
putusan tersebut.
Upaya Hukum

 Bila putusan Hakim sudah dijatuhkan dan para pihak (Jaksa atau terdakwa) tidak puas, bagi mereka
diberikan upaya hukum berupa :
 1. Upaya Hukum Biasa yaitu :
 Melalui pemeriksaan tingkat banding diajukan ke Pengadilan Tinggi oleh terdakwa/kuasanya atau oleh
Jaksa melalui pemeriksaan untuk kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung.
 Permintaan kasasi terhadap putusan bebas tidak dapat dilakukan.
 2. Upaya Hukum Luar Biasa yaitu :
 Demi kepentingan hukum.terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
dapat diajukan satu kali pemeriksaan kasasi oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung. Kasasi di sini
bertujuan untuk mencapai kesatuan penafsiran hukum oleh pengadilan.
 Peninjauan Kembali adalah upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana dalam suatu kasus
hukum terhadap suatu putusan pengadilan yan telah berkekuatan hukum tetap dalam sistem
peradilan di Indonesia.
Pra- Peradilan

1.  Satu macam pemeriksaan yang tidakdikenal dalam HIR/RID tetapi diuraikan dalam
UU No. 8/1981 tentang KUHAP yaitu Pra Peradilan.
 Pemeriksaan dalam Pra Peradilan ialah perkara : • Mengenai sengketa tentang sah
atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan. • Mengenai ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang
perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
 Sidang pengadilan dilakukan oleh cukup Hakim tunggal yang dibantu seorang
Panitera. Permohonan Pra Peradilan ini diajukan oleh tersangka, keluarga tersangka
atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri. Acara pemeriksaan Pra Peradilan
ini harus cepat dan singkat, oleh karena dalam waktu sepuluh hari setelah
diterimanya penuntutan, Hakim harus menjatuhkan putusannya.
Hukum Acara Perdata

 Hukum Acara Perdata adalah peraturan-peraturan hukum yang menentukan


bagaimana cara mengajukan perkara-perkara perdata ke muka pengadilan (termasuk
juga Hukum Dagang) dan cara-cara melaksanakan putusan-putusan hakim.
 Dapat juga dikatakan peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara
memelihara danmempertahankan Hukum Perdata Materiil.
 Menurut Wirjono Prodjodikoro Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan yang
memuat cara bagaiman orang harus bertindakan terhadap dan di muka pengadilan
serta cara bagaimana Pengadilan harus bertindak satu lama lain untuk melaksanakan
berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
 • Izaac S. Leihitu menyatakan bahwa :Hukum Acara Perdata adalah peraturan-
peraturan yang mengatur tentang cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban dalam hukum perdata materiil melalui Pengadilan.
Dasar hukum ‘Hukum Acara Perdata’

 Pada masa penjajahan Belanda untuk hukum acara perdata berlaku


 Reglement op deBurgerlijke Rechtsvordering (Rv) untuk golongan Eropa dan
 Herzeine Indonesisch Reglement (HIR) atauReglemen Indonesia yang Dibaharui (RID) untuk golongan Bumi Putra di
Pulau Jawa dan Madura,
 sedangkan untuk luar Jawa dan Madura berlaku Rechtsreglement Buitengewesten (RBg).
 Badan peradilan pada masa ini ialah :
 1. Raad van Justitie dan Residentie Gerecht untuk golongan Eropa ;
 2.Landraad untuk golongan Bumi Putra.
 Pada masa penjajahan Jepang badan-badan peradilan di atas dihapuskan, kemudian Landraad diubahmenjadi
Pengadilan Negeri. Melalui UU no. 20 tahun 1947 dibentuk Pengadilan Tinggi.
 Mahkamah Agungdibentuk dengan UU No. 1 tahun 1950 untuk perkara kasasi. Dengan adanya Dekrit Presiden
tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan bahwa kita kembali ke UUD 1945,maka melalui pasal II Aturan Peralihannya
dan pasal-pasal peralihan sebelumnya, tetap digunakan HIR(RID) dan RBg sebagai Kitab Undang-undang Hukum
Acara.
Sumber hukum ‘Hukum Acara Perdata’

 Sumber hukum yang lain selain yang telah disebutkan di atas ialah :
 Undang-undang Darurat no. 1 tahun 1951 tentang kesatuan susunan kekuasaan Acara Pengadilan
Sipil yang menunjuk RID sebagai pedoman.
 Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman jo. Undang-
undang no. 35 tahun 1999.
 Undang-undang no. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU No. 4 Tahun 2004 jo. UU No. 5
Tahun 2004.
 Undang-undang no. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
 Selain undang-undang, yurisprudensi dan doktrin juga dapat merupakan sumber hukum acara
perdata.
 Peradilan agama juga merupakan peradilan perkara perdata khusus perceraian, tetapi hanya
mengadili orang-orang yang beragama Islam saja, dan perkara-perkaranya mengenai agama Islam
bukan diperuntukkan agama lain.Untuk Agama lain adalah kompetensi Pengadilan Negeri
Asas asas Dalam Hukum Acara Perdata

• Yang berhubungan dengan peranan :


• Prakarsa proses dilakukan oleh para pihak yang bersengketa.
• Hakim bersifat menunggu artinya inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang
berkepentingan.
• Hakim wajib mengusahakan perdamaian.
• Perkara yang sudah berjalan dapat sewaktu-waktu ditarik atas persetujuan kedua belah pihak yang bersengketa.
• Acara pemeriksaan dalam sidang pengadilan mengutamakan tulisan-tulisan.
• Putusan hakim wajib dilandasi dengan alasan-alasan yang rasional obyektif. Alasan tersebut sebagai
pertanggungjawaban Hakim atas putusannya terhadap masyarakat.
• Putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan merupakan alasan untuk pemeriksaan kasasi di
Mahkamah Agung.
• Yurisprudensi dan doktrin seringkali dijadikan landasan oleh Hakim untuk memperkuat putusan yang telah
ditetapkannya.
Asas asas dalam ‘Hukum Acara Perdata’

Asas  2. Yang berhubungan dengan keadaan peradilan


• Sidang-sidang Pengadilan dilakukan secara terbuka untuk umum, artinya setiap orang diizinkan menghadiri pemeriksaan
di persidangan.
Tujuannya adalah memberi perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan dan menjamin obyektifitas
peradilan.
• Asas terbuka ini dapat disimpangi dalam perkara susila dan ketertiban umum, tetapi putusan harus dibacakan dalam
sidang terbuka untuk umum. Kedua belah pihak yang berperkara didengar pendapatnya dan diakui sebagai subyek
hukum yang kedudukannya sederajat. • Peradilan dilaksanakan bertahap:
• Tingkat pertama pada Pengadilan Negeri.
• Tingkat banding pada Pengadilan Tinggi.Bagi mereka yang tidak puas dengan putusan yang dijatuhkan dapat
mengajukan untuk mengulang kembali perkara mereka ke Pengadilan Tinggi.
• Tingkat Kasasi Pada tingkat kasasi Mahkamah Agung tidak mengulang lagi perkara yang sudah diputuskan oleh
Pengadilan Tinggi atau pada tingkat banding, akan tetapi yang diteliti disini ialah apakah putusan Hakim terdahulu telah
melanggar atau melakukan penyimpangan atas undang-undang.
• Sidang-sidang pengadilan pada umumnya diselenggarakan oleh suatu Majelis Hakim.
Norma norma dalam Hukum Acara Perdata

 1. Subyek hukum dalam Hukum Acara Perdata :


• Para pihak yang bersengketa yaitu : - Penggugat, pihak yang mengajukan gugatan ke Pengadilan. - Tergugat, pihak yang
digugat dalam perkara perdata.
• Hakim yang mengadili.
• Panitera yang mencatat jalannya sidang Pengadilan.
• Penasehat hukum/Pengacara.
• Juru sita.
 2. Kompetensi/kewenangan mengadili ada 2 (dua)macam :
• Absolute Competentie/Kompetensi Mutlak. Kewenangan mutlak ini menjawab pertanyaan badan peradilan macam apa yang
berwenang untuk mengadili sengketa ini? Jadi kompetensi mutlak ini menyangkut pembagian kekuasaan anatar badan
peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan. Misalnya ,pemberian kekuasaan mengadili kepada Pengadilan Negeri dan tidak
kepada macam pengadilan lain. • Relatieve Competentie/
- Kompetensi Relatif. Kompetensi relatif ini adalah kewenangan untuk mengadili diantara badan peradilan yang sejenis.
Misalnya pembagian kekuasaan mengadili diantara berbagai wilayah Pengadilan Negeri.
Norma norma dalam Hukum Acara Perdata

3. Perkara perdata yang diajukan ke pengadilan dapat berupa :


A.Perkara gugatan (jurisdictio contentiosa). Di Sini terdapat
sanggah-menyanggah, jadi berhubungan dengan perselisihan. Jenis
putusannya ialah Keputusan/vonnis.
B.Perkara Permohonan (jurisdictio voluntaria). Di sini Hakim tidak
melakukan peradilan, ia tidak membuat putusan melainkan
beschikking, menetapkan secara resmi apa yang sudah ada.
Misalnya penetapan ahli waris.
Norma norma dalam hukum acara perdata

4. Sifat isi putusan pengadilan dapat berupa:


• Putusan yang bersifat deklarator yaitu putusan yang menjelaskan sesuatu.
Contoh putusan yang berisikan penunjukkan sebagai ahli waris.
• Putusan yang bersifat konstitutif yaitu menciptakan atau menghapus suatu
status hukum tertentu. Contoh bubarnya perkawinan, istri menjadi janda.
• Putusan yang bersifat kondemnator yaitu putusan yang memberi hukuman.
Contoh : menyerahkan barang, membayar biaya perkara.
Norma norma dalam hukum acara perdata

5. Untuk berperkara di Pengadilan pada asasnya dikenakan biaya yang meliputi :


 Biaya pemanggilan para pihak.
 Biaya pemberitahuan kepada para pihak
 Biaya materai.
 Biaya Pengacara (bila memakai Pengacara merupakan biaya di luar biaya
berperkara di Pengadilan).
Hukum Peradilan Tata Usaha Negara

 • Indonesia sejak tahun 1986 telah memiliki Peradilan Tata Usaha Negara
berdasarkan UU No.5 Tahun 1986 yang telah dirubah dengan UU No.9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
- sebagai peradilan Administrasi yang berdiri sendiri lepas dan peradilan umum.
 Peradilan ini khusus untuk mengadili perkara adminstrasi ( dual system of court).
 Perubahan UUD 1945 kaitannya dengan Peradilan Tata Usaha Negara yang
diatur dalam 24 ayat (2) perubahan ketiga yang berbunyi : “Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan bukan peradilan yang
berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh
Mahkamah Konstitusi”.
Hukum Peradilan Tata Usaha Negara

 Peradilan Administrasi negara adalah suatu peradilan yang menyelesaikan


perselisihan/sengketa yang terjadi antara pihak-pihak yang satu pihak adalah
aparat pemerintah dan warga masyarakat di pihak, atau antara sesama aparat
pemerintah mengenai perbuatan/tindakan dalam rangka melaksanakan tugasnya
di mana para pihak (terhadap siapa, perbuatan-perbuatan itu ditujukan) tidak
menerimanya dengan alasan tindakan itu tidak sah atau dengan alasan lain.
 Perselisihan/sengketa tersebut timbul karena masalah kompetisi atau yuridiksi
dan perbedaan interpretasi dalam melaksanakan suatu ketentuan perundang-
undangan. Perselisihan/sengketa yang terjadi antara sesama aparat pemerintah
disebut sengketa/intern. Sedangkan sengketa ekstern adalah
sengketa/perselisihan yang terjadi antara aparat pemerintah dan warga
masyarakat.
Penyelesaian Sengketa Administrasi

 Penyelesaian sengketa administrasi dengan cara pengaduan (administratieve beroep) maksudnya ialah
penyelesaian sengketa yang dilakukan dalam lingkungan administrasi sendiri.
 Pengaduan ditujukan kepada atasan atau kepada atasan atau kepada instasi yang lebih tinggi. • Misalnya :
warga A merasa dirugikan dengan terbitnya keputusan dari pejabat B Warga A dapat mengadukan halnya
kepada atasan pejabat B. Berdasar pengaduan warga A maka atasan pejabat B dapat membatalkan, bisa juga
memperkuat
 Penyelesaian sengketa administrasi melalui Badan Pengadilan Semu (Quasi).
 Dikatakan semu karena Badan (Dewan) tersebut masih termasuk dalam lingkungan administrasi sendiri
tetapi tata caranva sama dengan suatu badan peradilan.
 Kegiatan peradilan dilakukan oleh Badan, Dewan, Komisi atau Panitia.
 Cara kerjanya hampirr sama dengan peradilan umum, tetapi keputusannya rnasih dapat dibatalkan oleh
Menteri yang bersangkutan.
 - Contoh: Panitia Penyelesaian perselisihan Perburuhan (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Daerah (P4D)-Departemen Tenaga Kerja.
Penyelesaian Sengketa Administrasi

 Penyelesaian melalui BadanPengadilanAdministrasi Penyelesaian sengketa/perselisihan melalui Badan


Peradilan Administrasi yang sebenarnya, artinya bahwa Badan Peradilan ini memenuhi syarat-syarat sebagai
yang terdapat dalam Pengadilan biasa, yakni bahwa anggota badan peradilan ini benar-benar berkedudukan
sebagai hakim.
 Putusan badan Peradilan ini tidak dapat dibatalkan atau dipengaruhi oleh Menteri ataupun oleh yang lainnya.
 Hakim adalah pejabat negara yang mempunyai 3 (tiga) wewenang, yakni :
 menilai fakta-fakta berdasarkan sarana-sarana bukti sebagaimana ditentukan oleh undang-undang ;
 melakukan interpretasi yuridis terhadap undang­-undang (interpretasi yang mempunyai kekuatan undang­-
undang) ;
 menjatuhkan putusan (Vonnis) yang pada waktunya mempunyai kekuatan hukum mutlak (kracht van
gewijsde).
 • Contoh :Majelis Pertimbangan Pajak : • Ordonansi 27 Januari 1927. • Keppres No.84/M 1980. • Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak, Contoh : Undang-undang Nomor 37 Tahun 1997.
Penyelesaian Sengketa Administrasi

- melalui Pengadilan Umum. Sengketa yang diputus oleh Badan Pengadian Umum
termasuk ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yaitu mengenai Perbuatan Melawan Hukum Pejabat Pemerintah/Penguasa
(onrechtmatige overheidsdaad).
• Penyelesaian melalui Badan Pengadilan Tata Usaha Negara berdasarkan Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1986 yang terdiri atas Pengadilan Tata Usaha, lalu dilanjutkan
upaya banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Kasasi ke Mahkamah
Agung.
 • Penyelesaian Sengketa oleh suatu Badan Arbitrase, misalnya Badan Administrasi
Nasional Indonesia (BANI), atau oleh badan atau panitia arbitrase lain. • Oleh suatu
“Badan Teknis” atau Panitia Teknis atau Panitita Ad hoc atau “Panitia Khusus” yang
dibentuk: olehDepartemen atau Instansi lain.
Cara Pelaksanaan Peradilan Administrasi Di
Indonesia
Berdasarkan Hukum Positif yang ada, pelaksanaan Peradilan Administrasi dilakukan oleh :

A.Hakim Perdata :
• Pajak tidak langsung.
• Bea Balik Nama.
• Perbuatan melawan hukum oleh Penguasa (1365 KUHPerdata)
B.Badan Majelis :
• M.P.P. Ordonansi 27 Januari 1927 jo. Keppres No.84/1980
• Panitia : Panitia Urusan Tanah UU No.20 Th. 1961.Inpres No.9 Th.1973.
C. Menteri, Contohnya: Menteri Dalam Negeri memutus perselisihan antar Pemda Tingkat I dan
Daerah Tingkat II. D. Kepala Daerah :Gubernur/kepala Daerah mengenai perselisihan antar
Pemerintah Daerah Tingkat II yang terletak dalam Daerah Tingkat I yang sama. (Pasal 66 ayat (2) UU
No. 5/74)

 

Putusan peradilan Administrasi Negara dapat
Berupa

• Pembatalan terhadap keputusan pejabat administrasi negara yang melanggar


ketentuan perundang-undangan.
• Koreksi terhadap keputusan pejabat yang keliru.
• Membetulkan interpretasi yang salah.
• Perintah mengindahkan tata tertib.
• Perintah pembayaran ganti rugi
Putusan Peradilan Administrasi Negara,
Berupa:

 Tuntutan Ganti Rugi


 Perbuatan Administrasi Negara yang menimbulkan kerugian bagi yang terkena keputusan
sebagai pangkal sengketa dari dalam fungsinya melakukan servis publik. Administ-rasi dapat
dituntut ganti rugi.
 Sebaliknya Administrasi dapat menuntut pihak yang terkena, apabila yang bersangkutan tidak
melaksanakan ketentuan yang termuat dalam Surat Keputusan.
 Perbuatan Administrasi Negara yang menimbulkan kerugian bagi yang terkena keputusan
Adminitrasi Negara sehingga pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi,
 misalnya : • Perbuataan Administrasi Negara yang melawan hukum (onrechtmatige
overheidsaad).
 Perbuatan Administrasi Negara yang menyalahgunakan wewenang (detounement de pouvoir).
 Perbuatan Administrasi Negara yang menyalah gunakan sewenang-wenang
Ciri ciri karakteristik Hukum Acara PTUN

 Ciri utama yang membedakan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dengan Hukum
Acara Perdata atau Hukum Acara Pidana adalah Hukum Acaranya secara bersama-sama diatur dengan
hukum materielnya yaitu dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986.
 ada beberapa ciri khusus yang menjadi karakteristik hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara yaitu
antara lain sebagai berikut:
1.Peranan hakim yang aktif karena ia dibebani tugas untuk mencari kebenaran materiel. Keaktifan hakim
dapat kita temukan antara lain dalam ketentuan Pasal 63 ayat (2) butir a, b, Pasal 80 ayat (1), Pasal 85, Pasal
95 ayat (1), Pasal 103 ayat (1).
2. Kompensasi ketidak seimbangan antara kedudukan Penggugat dan Tergugat (Jabatan Tata Usaha Negara).
Kompensasi perlu diberikan karena kedudukan Penggugat (orang atau Badan Hukum Perdata) diasumsikan
dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan Tergugat selaku pemegang kekuasaan Publik.
Apalagi pada saat pembuktian, biasanya alat bukti yang diperlukan dalam proses persidangan tidak dimiliki
oleh Penggugat (yang pada umumnya rakyat biasa), melainkan dimiliki oleh Tergugat
Ciri ciri karakteristik Hukum Acara PTUN

3. Sistem pembuktian yang mengarah kepada pembuktian bebas (vrijbewijs) yang terbatas (Indroharto,
1996:189).
 Menurut Pasal 107 UU PTUN; hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, beserta
penilaian pembuktian, tetapi Pasal 100 UU PTUN; menentukan secara limitatif mengenai alat-alat bukti
yang boleh digunakan.
4. Gugatan di Pengadilan tidak mutlak bersifat menunda Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang
digugat (vide Pasal 67 UU PTUN). Hal ini sehubungan dengan dianutnya azas Presumptio justae Causa dalam
Hukum Administrasi Negara, yang maksudnya adalah bahwa suatu Keputusan Tata Usaha Negara harus
selalu dianggap benar dan dapat dilaksanakan, sepanjang hakim belum membuktikan sebaliknya.
5.Putusan Hakim tidak boleh bersifat Ultra Petita (melebihi tuntutan Penggugat) tetapi dimungkinkan
adanya reformatio in peius (membawa Penggugat dalam keadaan yang lebih buruk) sepanjang diatur dalam
perundang-undangan.
 6. Terhadap Putusan Hakim Tata Usaha Negara berlaku asas erga omnes, artinya bahwa putusan itu tidak
hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa, tetapi juga berlaku bagi pihak-pihak lain yang terkait.
Ciri Ciri Karakteristik Hukum Acara PTUN

7. Dalam proses pemeriksaan dipersidangan berlaku asas audi et alteram


partem yaitu para pihak yang terlibat dalam sengketa harus didengar
penjelasannya sebelum Hakim membuat putusan (L, Neville Brown dan John S.
Bell, 1993:217), asas ini merujuk pada hak asasi yang bersumber dari Hukum
Tuhan (H.W.R. Wade, 1988:500).
8. Dalam mengajukan gugatan harus ada kepentingan (Point d’interet, Point
d’action) atau bila tidak ada kepentingan maka tidak boleh mengajukan gugatan
(No interest, No action).
9. Kebenaran yang dicapai adalah kebenaran materil dengan tujuan
menyelaraskan, menyerasikan, menyeimbangkan kepentingan perseorangan
dengan kepentingan umum.
Beberapa hal yang membedakan HAPER dan
HAPTUN

 • Objek Gugatan
• Subjek Gugatan
• Tenggang waktu pengajuan gugatan
• Tahapan proses berperkara
• Tuntutan
• Putusan Verstek (vide pasal 72)
• Rekonpensi
• Peranan Pengadilan Tinggi (vide Pasal 48 jo Pasal 5 ayat 3)
• Juru Sita
• Eksekusi (vide Pasal 116)
Penyelesaian Sengketa TUN

 Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara dikenal dua macam proses penyelesaian yaitu:
 Secara Administratif; • Secara Gugatan.
 a. Penyelesaian Secara Adminstratif : Upaya adminstrasi adalah suatu prosedur yang dapat
ditempuh dalam menyelesaikan masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorangatau Badan
Hukum Perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara, dalam
lingkungan adminstrasi atau pemerintah sendiri.
 b. Penyelesaian secara gugatan :
 • Apabila di dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk
penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui Upaya Administrasi, maka seseorang
atau Badan Hukum Perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
 Yang dimaksud dengan Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan (Pasal 1 angka
5 UUD No. 5 tahun 1986).
Hukum Acara Pengujian UUD 1945 oleh
Mahkamah Konstitusi RI

 Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memeriksa, mengadili


dan memutuskan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD
1945.
 kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan diatur dalam
Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dan perubahannya merupakan bagian dari
kekuasaan kehakiman tetapi bukan bagian dari Mahkamah Agung (yang
diatur dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945.
 Mahkamah Konstitusi berkedudukan setara dengan Mahkamah Agung,
keduanya merupakan penyelenggara tertinggi dari kekuasaan kehakiman.
Kewenangan MKRI

  Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai Empat kewenangan


dan satu kewajiban,sebagaimana dimaktub dalam Pasal 24 C ayat (1) dan ayat
(2) UUD 1945.Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada
tingkatpertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
 Menguji undang-undang terhadap UUD 1945
 Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945.
 Memutuskan pembubaran partai politik, dan
 Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Kewajiban MKRI

• Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil
presiden diduga :
1. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa :
2. Pengkhianatan terhadap negara;
3. Korupsi;
4. Penyuapan;
5. Tindak pidana berat lainnya.
6. Atau perbuatan tercela, dan/atau.
7. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam
UUD 1945
  

Anda mungkin juga menyukai