NIM : 042036521
1. Dalam RUU KUHAP ada isu hukum mengenai pemberlakuan konsep plea bargaining,
coba saudara analisa konsep plea bargaining dikaitkan dengan pemeriksaan acara
singkat, kemudian apa perbedaan konsep plea bargaining dengan restorative justice
dalam hukum pidana di Indonesia?
JAWABAN : Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP)
terdapat beberapa ketentuan baru yang disusun oleh pemerintah guna mengakomodir
dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat. Salah satunya yang termaktub dalam Pasal
199RKUHAP sebagai upaya untuk mempersingkat dan mempercepat prosedur beracara
dalam perkara pidana di pengadilan. Dalam naskah akademik RKUHAP disebutkan ada
mekanisme plea bargaining yang diberi judul jalur khusus dalam penyelesaian
perkara pidana. Dalam Pasal 199RKUHAP disebutkan konsep mekanisme plea
bargaining ini ketika Penuntut Umum membacakan surat dakwaan dimana ancaman pidana
yang didakwakan tidak lebih dari 7 tahun penjara dan terdakwa mengakui segala
kesalahannya, maka Penuntut Umum dapat melimpahkan perkara ke sidang acara
pemeriksaan singkat.
Mengingat plea bargain idealnya bentuk negosiasi antara Penuntut Umum dan
terdakwa agar mengakui kejahatannya dan hukumannya lebih ringan, dalam hal ini tetap
ada peran pengadilan setelah negosiasi para pihak tercapai. Nantinya tetap
terdapat putusan majelis hakim atas pemidanaan terdakwa. Pihak yang terlibat dalam plea
bargaining antara lain adalah Penuntut Umum, terdakwa dan/atau Penasihat
Hukum, dan Hakim. Sebagai catatan, untuk perkara yang melibatkan perekonomian atau
uang, maka bisa dihadirkan pula auditor atau badan pemeriksa keuangan di
dalamnya.
Di sisi lain, restorative justice merupakan upaya pemulihan keadilan dari tindak
pidana terhadap pelaku dan korban. Hal ini juga dilakukan guna menghindari
(menekan) perkara pidana bergulir ke pengadilan. Keduanya, harus dipahami
perbedaannya agar tidak tercampur antara plea bargain dengan restorative justice R
estorative justice itu sebetulnya penyelesaian perkara di luar pengadilan, sementara plea
bargain bukan penyelesaian perkara di luar pengadilan. Dia tetap melibatkan pengadilan
yang memiliki peran penting di dalam prosesnya, Jaksa yang akan
menegosiasikan dan memiliki kendali terhadap tuntutan.
Sumber :
https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-plea-bargaining-dalam-rkuhap-sebagai-
solusi-peradilan-cepat
https://media.neliti.com/media/publications/40802-ID-konsep-pengakuan-bersalah-
terdakwa-pada-jalur-khusus-menurut-ruu-kuhap-dan-perba.pdf
2. PERMA Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di
Pengadilan Secara Elektronik mengatur bagaimana tata cara persidangan perkara pidana
secara elektronik, yang mana salah satunya mengatur tidak perlu hadirnya terdakwa
secara fisik di persidangan, hal mana kontradiktif dengan Pasal 154 KUHAP yang
mengharuskan hadirnya Terdakwa di persidangan kecuali terhadap perkara tertentu, coba
bagaimana pendapat saudara mengenai hal tersebut?
JAWABAN : Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan
Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik (“Perma 4/2020”).
Tata cara persidangan dibagi menjadi beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Persiapan Persidangan
Sebelum persidangan dimulai, panitera/panitera pengganti mengecek kesiapan
peserta dan persidangan serta melaporkan kepada hakim/majelis hakim.
Dalam sidang yang dilakukan secara elektronik, terdakwa yang didampingi oleh
penasihat hukum harus secara fisik berada di ruangan yang sama dengan
penasihat hukumnya.
Ruangan tempat terdakwa mengikuti sidang elektronik hanya dihadiri oleh
terdakwa, penasihat hukum, petugas rutan/lapas, dan petugas IT, kecuali
petugas/pihak lain yang ditentukan dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, ruangan tersebut juga harus dilengkapi dengan alat
perekam/kamera/CCTV yang dapat memperlihatkan keseluruhan kondisi
ruangan.
2) Dakwaan dan Keberatan
Dokumen keberatan/eksepsi dikirim ke hakim/majelis hakim dan filenya diteruskan
kepada penuntut dengan ketentuan file tersebut berbentuk portable document format
(PDF), dikirim ke alamat pos-el pengadilan sebelum dibacakan, serta harus
diverifikasi antara yang dibacakan dengan yang diunduh. Pendapat penuntut
terhadap keberatan terdakwa/eksepsi dikirim kepada hakim/majelis hakim dengan
cara yang sama seperti di atas.
3) Pemeriksaan Saksi dan Ahli
Pemeriksaan saksi dan/atau ahli dilakukan dalam ruang sidang pengadilan meskipun
persidangan dilakukan secara elektronik. Namun untuk keadaan tertentu,
hakim/majelis hakim dapat menetapkan pemeriksaan saksi dan/atau ahli yang berada
di:
a. kantor penuntut dalam daerah hukumnya
b. pengadilan tempat saksi/ahli berada apabila yang bersangkutan berada di
dalam dan di luar daerah hukum pengadilan yang menyidangkan perkara
c. kedutaan/konsulat jenderal Republik Indonesia atas persetujuan/rekomendasi
menteri luar negeri, dalam hal saksi/ahli berada di luar negeri
d. tempat lain yang ditentukan oleh hakim/majelis hakim.
4) Pemeriksaan Terdakwa
Dalam pemeriksaan terdakwa pada sidang yang dilakukan secara elektronik:
a. terdakwa yang berada dalam tahanan didengar keterangannya dari tempat ia
ditahan dengan didampingi/tidak didampingi oleh penasihat hukum
b. terdakwa yang berada dalam tahanan, tetapi tempat terdakwa ditahan tidak
memiliki fasilitas untuk sidang elektronik, didengar keterangannya dari
kantor penuntut
c. apabila terdakwa tidak ditahan, didengar keterangannya di pengadilan,
kantor penuntut, atau tempat lain yang ditentukan oleh hakim/majelis hakim
melalui penetapan.
Tetapi jika barang bukti bukan merupakan dokumen cetak, barang bukti bisa
difoto/divideokan dan dikirim ke alamat pos-el pengadilan sebelum diajukan sebagai
barang bukti. Dalam hal terdakwa mengajukan barang bukti yang meringankan, baik
berupa dokumen cetak maupun bukan, barang bukti diperlakukan sama dengan di
atas. Hakim/majelis hakim mencocokkan barang bukti yang dikirim dengan aslinya
secara elektronik.
Kemudian, hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan sidang pidana secara
elektronik adalah :
a) Semua peserta sidang harus terlihat di layar monitor dengan terang dan suara
yang jelas.
b) Panitera/panitera pengganti melaporkan kesiapan persidangan dan memastikan
terkoneksinya dengan peserta sidang kepada hakim/majelis hakim.
c) Hakim, panitera/panitera pengganti, penuntut, dan penasihat hukum
menggunakan atribut sidang masing-masing.
d) Setiap dokumen elektronik yang disampaikan penuntut, penasihat hukum, dan
terdakwa harus berbentuk portable document format (PDF).
Dasar Hukum: