NPM : 2008010169
KELAS : 3B NON REGULER BANJARBARU
MATA KULIAH : HUKUM ACARA PIDANA
JAWABAN
b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) secara garis besar mengenal 3
(tiga) tahapan pemeriksaan perkara pidana yaitu , Tahap Penyidikan, Tahap Penuntutan
dan Pemeriksaan di Pengadilan yang dikenal dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu
(Integrated Criminal Justice System).
Sistem terpadu maksudnya kewenangan penyidikan, penuntutan dan peradilan,
walaupun dilakukan oleh masing masing penegak hukum sesuai dengan kewenangannya
di setiap tahap, namun tetap merupakan satu kesatuan yang utuh atau saling keterkaitan
satu dengan lainnya dalam suatu sistem peradilan pidana.
Kegiatan Penyidikan mencakup kegiatan Penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti dan dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Pada tahap ini penyidik mempunyai kewenangan melakukan upaya hukum untuk
melakukan pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan barang
bukti dimana dalam mengumpulkan barang bukti yang diperlukan, penyidik dapat
meminta keterangan saksi, saksi ahli dan tersangka serta melakukan penyitaan bukti surat
atau tulisan yang dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik, wajib diberitahukan kepada
Penuntut Umum dalam bentuk Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP),
dimana dengan SPDP penuntut Umum akan memantau perkembangan penyidikan yang
dilakukan oleh Penyidik.
Hasil penyidikan dalam bentuk berkas perkara, dikirimkan oleh penyidik kepada
Penuntut Umum atau Penyerahan Tahap I, dan oleh Penuntut Umum dilakukan penelitian
terhadap kelengkapan berkas perkara baik dari segi formil maupun materil, yang dalam
sistem peradilan pidana terpadu disebut Pra Penuntutan.
Dalam rangka penelitian berkas perkara maka ada 2 (dua) hal yang perlu
diperhatikan yaitu :
Jika hasil penelitian berkas perkara oleh Penuntut Umum, dinyatakan lengkap,
maka penyidik menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada
Penuntut Umum atau Penyerahan Tahap II.
Jika hasil penelitian berkas perkara oleh Penuntut Umum, dinyatakan belum
lengkap atau kurang memenuhi persyaratan formil dan atau materil, maka berkas perkara
dikirim kembali oleh Penuntut Umum kepada Penyidik, untuk dilengkapi disertai
petunjuk dari Penuntut Umum kepada Penyidik.
Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap dan penyerahan tersangka dan barang
bukti oleh penyidik kepada Penuntut Umum, maka Penuntut Umum akan menyusun surat
dakwaaan atau masuk pada tahap penuntutan.
Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan untuk disidangkan dan
diputus oleh Pengadilan ini diaebut Tahap Pemeriksaan Persidangan.
2. a. Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (”KUHAP”)
disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang
menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-
undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian. Hal ini berarti bahwa di luar dari
ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.
b. Keterangan Ahli dalam perkara pidana berdasarkan Pasal 1 angka (28) Undang-
Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah
keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Sedangkan Ahli itu sendiri adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
mempunyai keahlian khusus tentangnya. Sedangkan Berdasarkan Pasal 1 angka (26)
UndangUndang No. 8 Tahun 1981 jo. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dimaksud Saksi adalah orang yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan
tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri.
Keterangan Saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya itu.
Dari hal tersebut di atas jelas sekali perbedaan antara Saksi dan Ahli. Saksi
memberikan keterangan berdasarkan sesuatu yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia
alami sendiri sedangkan Ahli memberikan keterangannya berdasarkan keahlian khusus
yang dimilikinya.
c. Definisi dan arti kata Unus Testis Nullus Testis adalah satu saksi tidak dianggap sebagai
kesaksian. Diartikan sebagai kewajiban menghadirkan dua saksi untuk dapat diterimanya
suatu kesaksian. Saat ini, kesaksian satu orang dapat diterima apabila sesuai dengan alat
bukti yang lain.
1) Pemidanaan
Sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 194 ayat (1) KUHAP “jika pengadilan
berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”. Lebih lanjut Pasal 196 ayat (3)
menyebutkan, “segera setelah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang
wajib memberitahukan kepada terdakwa apa yang yang menjadi haknya, yaitu :
- Hak segera menerima atau segera menolak putusan.
- Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan,
dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam undang-undang ini.
- Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan
oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan.
- Hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal ia menolak putusan.
- Hak mencabut pernyataan berkenaan dengan hak menerima atau menolak putusan
dalam tenggang waktu yang di tentukan oleh undang-undang ini”.
Pidana atau hukuman yang dijatuhkan dapat berupa kurungan badan dan/atau denda,
sesuai dengan unsur pasal yang didakwakan kepadanya.
3) Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum (Onslaag van Alle Recht Vervolging)
Pengertian putusan lepas dari segala tuntutan hukum adalah, “jika pengadilan
berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi
perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa dituntut lepas dari
segala tuntutan hukum”. (Pasal 191 ayat (2) KUHAP. Hukuman bebas dan hukuman
lepas dari segala tuntutan hukum ini berdampak pada masalah penahanan, dijelaskan
lebih lanjut dalam Pasal 191 ayat (3) bahwa, “terdakwa yang ada dalam status tahanan
diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga kecuali ada alasan lain yang sah,
terdakwa perlu ditahan”.
Selanjutnya dalam hal putusan pemidaan atau bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum, pengadilan menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan
kepada pihak yang paling berhak menerima kembali yang namanya tercantum dalam
putusan tersebut kecuali jika menurut ketentuan undang-undang barang bukti itu harus
dirampas untuk kepentingan Negara atau dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat
dipergunakan lagi, kecuali apabila terdapat alasan yang sah, pengadilan menetapkan
supaya barang bukti diserahkan sesudah sidang selesai, dan perintah penyerahan barang
bukti dilakukan tanpa disertai syarat apapun kecuali dalam hal putusan pengadilan yang
belum mempunyai kekuatan hukum tetap (Pasal 194 ayat (1), (2) dan (3) KUHAP).