Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH HUKUM ACARA PIDANA

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Hukum Acara Pidana

Dosen Pengampu : Ni Putu Rai Yuliartini, S.H,.M.H.

Disusun Oleh :

Ayu Made Evy Sephia Lestari

(2014101055)

KELAS 4B

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2022
ALUR PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

PENYELIDIKAN

PENYIDIKAN

TAHAP PEMBUKTIAN

PRA Alat Bukti yang sah, ketentuannya terdapat


PENUNTUTAN dalam Pasal 184 KUHAP :
DAN
1. Keterangan Sanksi
PENUNTUTAN
2. Keterangan Ahli
3. Surat
4. Petunjuk
PEMBACAAN 5. Keterangan Terdakwa
SURAT
DAKWAAN

Keterangan Keterangan Surat Keterangan


EKSEPSI
Saksi Ahli Terdakwa

Tuntutan Jaksa
PUTUSAN SELA
Penuntut Umum

Jika pada sidang pertama Pembelaan


terdakwa tidak mempunyai Terdakwa (Pledoi)
penasihat hukum maka Majelis
Hakim Wajib menunjuk
Penasihat Hukum bagi : Jawaban Penuntut
1. Terdakwa yang diancam
Umum (Replik)
pidana mati atau
ancaman pidana 5 tahun
atau lebih. Musyawarah Jawaban Terdakwa
2. Terdakwa yang tidak Majelis (Duplik)
mampu

PEMBACAAN
PUTUSAN
PENJELASAN :
1. Penyelidikan
Penyelidikan merupakan tahap pertama pada alur penyelesaian perkara pidana yang
berarti mencari kebenaran. Dalam KUHP pengertian penyelidikan yaitu “Penyelidikan
adalah serangkaian tindakan penyalidikan untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur menurut undang-undang ini”.
2. Penyidikan
Penyidikan merupakan tahap kedua pada alur penyelesaian perkara pidana. KUHP
KUHAP memberi defenisi penyidikan sebagai berikut. “Serangkaian tindakan
penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta untuk mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna untuk menemukan tersangkanya”.
3. Pra Tuntutan dan Penuntutan
Pra Tuntutan merupakan wewenang penuntut umum memeriksa dan meneliti berkas
perkara yang diterima dari penyidik, dan dalam hal berkas perkara belum lengkap,
mengem-balikan berkas perkara itu kepada penyidik diseltai petunjuk untuk dilengkapi.
Prapenuntutan merupakan wewenang penuntut umum di samping juga merupakan we-
wenang penyidik termasuk tindakan lainnya yang bertanggung jawab.
Pertanggungjawaban penuntutan ada pada penuntut umum, oleh sebab itu jika menurut
penuntut umum berkas perkara belum lengkap untuk dilakukan penuntutan, ia harus
me-ngembalikan kepada penyidik yang berwenang menyidik untuk disempurnakan.
Jadi pra penuntutan bukan hubungan atau perintah atasan kepada bawahan, akan tetapi
merupakan hubungan hukum secara horizontal dalam rangka sistem peradilan pidana
terpadu. Sedangkan penuntutan merupakan tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang, dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang, dengan permintaan agar diperiksa dan
diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
4. Pembacaan Surat Dakwaan
Surat dakwaan merupakan suatu surat atau akte yang memuat suatu perumusan dari
tindak pidana yang didakwakan. Surat dakwaan, dibuat oleh penuntut umum setelah ia
menerima berkas perkara dan hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik. Dalam hal
ia berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, maka penuntut
umum dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan (Pasal 140 jo pasal 139
KUHAP).
5. Eksepsi
Eksepsi adalah tangkisan (plead) atau pembelaan terdakwa atau penasihat
hukum yang tidak mengenai atau tidak ditujukan terhadap “materi pokok” surat
dakwaan, tetapi keberatan atau pembelaan yang ditujukan terhadap cacat formal yang
melekat pada surat dakwaan. Keberatan terdakwa terhadap suatu dakwaan yang berisi
tentang ketidaksesuaian format surat dakwaan sebagaimana disyaratkan, bukan tidak
benarnya terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan. Disini letak perbedaan
yang nyata antara eksepsi dengan pembelaan (pledoi), karena pledoi pada dasarnya
adalah pembelaan diri yang isinya tidak melakukan tindak pidana yang didakwakan
dengan alasan-alasan hukumnya. Selain itu alat bukti mempunyai peranan yang sangat
penting dalam persidangan. Salah satu ketentuan dalam sistem hukum acara pidana di
negara - negara modern sekarang ini, termasuk juga hukum acara pidana di Indonesia,
bahwa untuk menghuku seseorang haruslah didasarkan pada adanya alat - alat bukti.
Berdasarkan alat - alat bukti tersebut, hakim sebagai pemutus perkara pidana dapat
menyimpulkan tentang kesalahan terdakwa dan menjatuhkan hukuman (pidana)
terhadapnya. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat-alat bukti
yang sah adalah:
1. Keterangan Saksi
Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi adalah salah satu
alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai
suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami
sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya.
2. Keterangan Ahli
Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan
yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur undang-undang.
3. Surat
Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184
ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah,
adalah: berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang
dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangannya itu; surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk
dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan
bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. surat keterangan dari
seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu
hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya; surat lain yang
hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang
lain.
4. Petunjuk
Menurut Pasal 188 KUHAP ayat (1), Petunjuk adalah perbuatan,
kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu
dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.(2.) petunjuk sebagaimana
ayat (1) hanya dapat diperoleh dari : keterangan saksi, surat, dan keterangan
terdakwa. (3.) penilaianatas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk setiap
keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia
mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan
berdasarkan hati nuraninya.
5. Keterangan Terdakwa
Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP, Keterangan terdakwa adalah apa
yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang dilakukan atau yang
ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri. (2) keterangan terdakwa yang diberikan
di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang,
asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang
mengenai hal yang didakwakan kepadanya. (3) keterangan terdakwa hanya
dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. (4) keterangan terdakwa saja tidak
cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
6. Putusan Sela
Dalam proses persidangan di pengadilan dikenal pula putusan sela (interim meascure)
adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim sebelum memeriksa pokok perkara baik
perkara pidana maupun perkara perdata. Dalam praktik pemeriksaan perkara pidana,
putusan sela biasanya dijatuhkan karena adanya eksepsi dari terdakwa atau Penasihat
Hukumnya. Eksepsi penasihat hukum inilah yang memegang peranan penting dalam
dijatuhkannya putusan sela oleh hakim. Kedudukan putusan sela berada pada
pengadilan tingkat pertama, dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri.
7. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum merupakan tuntutan yang dilakukan oleh jaksa yang
dimana jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Tugas Jaksa sebagai penuntut
umum diatur dalam Pasal 13 KUHAP dan dipertegas dalam Pasal 137 KUHAP.
Penuntut umum berwenang melaukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa atau
melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara
ke pengadilan yang berwenang mengadilinya.
8. Pembelaan Terdakwa (Pledoi)
Yaitu terdakwa dan atau penasehat hukum mengajukan pembelaan yang dapat
dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukum
selalu mendapat giliran terakhir. (Pasal 182 Ayat 1 KUHAP).
9. Jawaban Penuntut Umum (Replik)
Dalam menyusun jawaban atas pembelaan (replik) dari terdakwa atau penasehat
hukumnya, jaksa penuntut umum harus mampu mengantisipasi arah dan wujud serta
materi pokok dari pemelaan terdakwa dan penasehat hukumnya dalam replik tersebut.
Jaksa penuntut umum harus menginventarisir inti (materi pokok) pembelaan yang
diajukan terdakwa atau penasehat hukumnya dalam repliknya sebagai
bantahan/sanggahan atas pembelaan terdakwa atau penasehat hukumnya.
10. Jawaban Terdakwa (Duplik)
Setelah jaksa penuntut umum mengajukan replik di persidangan, maka selanjutnya
giliran terdakwa dan atau penasehat hukumnya untuk menanggapi replik dari jaksa
penuntut umum tersebut. Tanggapan seperti ini lazim disebut sebagai “duplik”. Sebagai
penutup dari replik dan duplik dibuat suatu kesimpulan yang menyimpulkan semua
tanggapan dan tangkisan. Sebelum majelis hakim mengambil sikap dan menyusun
keputusan, biasanya majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa apakah
masih ada yang perlu disampaikan misalnya mohon keringanan hukum atau mohon
keputusan yang seadil-adilnya.
11. Musyawarah Majelis
Musyawarah Majelis Hakim, adalah acara terakhir sebelum, Majelis Hakim,
mengambil suatu kesimpulan atau sebelum majelis Hakim mengucapkan putusan.
Musyawarah majelis dilakukan dalam sidang yang tertutup, karena dalam musyawarah
itu masing-masing Hakim yang ikut memeriksa persidangan itu akan mengemukakan
pendapat hukumnya tentang perkara yang tersebut secara terrahasia dengan arti tidak
diketahui oleh yang bukan majelis hakim.
12. Pembacaan Putusan
Putusan Pengadilan menurut Pasal 1 Ayat 11 Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka,
yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam
hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Semua putusan
pengadilan hanya sah dan memiliki kekuatan hukum jika diucapkan di sidang terbuka
untuk umum.

Anda mungkin juga menyukai