TINJAUAN PUSTAKA
dokumen yang kemudian dapat digunakan sebagai alat bukti atau memiliki
peristiwa pidana yang terjadi atau saksi tersebut memiliki kaitan atau
1
Jimly Ashiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Sinar Grafika,
2010), hlm. 153
2
Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum
Progresif, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 51
Berdasarkan pada ketentuan dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP tersebut,
dapat diketahui unsur-unsur penting yang ada dari keterangan saksi, yaitu
Alat bukti keterangan saksi ialah bukti yang paling utama dalam
Selain pembuktian dengan alat bukti yang lain yang telah diatur oleh
Pasal 160 ayat (3) KUHAP mewajibkan pada setiap saksi sebelum
3
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali) Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2012), hlm. 287
4
Ibid, hlm. 288
5
Ibid, hlm. 289
sumpah atau janju bahwa dirinya akan memberikan keterangan
menentukan bahwa :8
6
Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2011), hlm. 33
7
Pasal 242 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
8
Adami Chazwi, Loc.Cit. hlm. 287
Alat bukti keterangan saksi adalah mengenai suatu hal yang
saksi yang lain bukti yang lain, maka kesaksian yang hanya
9
Ibid, Hlm. 287-289
10
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Suatu Tinjauan Khusus Terhadap
Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan, cetakan keempat, (Jakarta: Citra Aditya Bakti,
2012) hlm. 3
B. Tinjauan Umum Tentang Saksi Verbalisan
Kata verbalisan berasal dari kata verbal yang memilki makna yaitu
verbalisan yakni saksi dari pihak penyidik yang diajukan Jaksa Penuntut
dengan perkara.
praktek serta oleh KUHAP tidak diatur. Menurut makna secara doktrina,
penyidikan. Namun, dengan adanya prinsip ini tidak serta- merta dapat
11
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 1260
12
I Dewa GD. Saputra Valentino Pujana, Jaminan Kekebalan Hukum Bagi Saksi
Pelaku/Justice Collaborator (Agustus, 2013),
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/view/2453 diakses pada 29 Maret
2023
mengurangi kebebasan saksi untuk memberi keterangan yang berbeda
untuk mengurangi arti dari keterangan yang telah diberikannya pada saat
ditujukan kepada sikap dan keadaan psikis maupun fisik saksi, yaitu :14
a. Tidak ada pengaruh dan paksaan maupun tekanan dari siapa saja
diberikan oleh saksi, tetapi oleh hakim atau JPU dianggap seolah-
Kata pembuktian bermula dari kata “bukti” yang artinya “sesuatu yang
“pem” dan akhiran “an”, maka pembuktian memilii arti yaitu suatu proses
akar-akar peristiwanya.16
hanya memuat tentang jenis-jenis atau macam- macam alat bukti yang
15
Ibid
16
Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum
Progresif, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 59
menurut hukum sah, yang mana hal tersebut tertulis dalam Pasal 184 ayat
2. Tujuan Pembuktian
dibuktikan, sebab menurut Pasal 184 ayat (2) KUHAP, bahwa hal yang
secara umum telah diketahui tidak perlu dibuktikan. Oleh sebab itu,
17
Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 2001), hlm. 1.
18
M. Yahya Harahap, Loc.Cit. hlm. 287
b. Mengenai benar tidaknya suatu peristiwa tersebut merupakan
seseorang.
demikian, dapat pula disebut dengan teori atau ajaran pembuktian. Ada
yaitu :
Bekerjanya sistem ini benar- benar bergantung pada hati nurani hakim.
alat bukti tertentu yang harus digunakan serta syarat dan cara
pada sistem ini terbuka peluang yang cukup besar untuk terjadinya
walaupun kedua sistem ini dalam hal menaik hasil pembuktian tetap
20
Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2009,) hlm. 26
memberikan kekuatan pembuktian pada alat-alat bukti tersebut, tetap
harus masuk akal atau dapat diterima oleh akal sehat dan tidak
Wettwlijkstheode)
21
Adami Chazawi, op.cit, hlm. 18
pidana. Jadi sistem ini adalah sistem yang mana berlawanan dengan
Negatif (negativewettelijk)
ini, hakim tidak seluruhnya mengandalkan alat- alat bukti dengan cara-
pada fakta-fakta yang ada dari alat bukti yang telah diatur dan
hakim. Artinya bila tidak ada keyakinan hakim, maka hakim tidak
22
Ibid, hlm.19
boleh menyatakan sesuatu yang akan dibuktikan sebagai terbukti,
minimal bukti.23
BAB III
PEMBAHASAN
,
23
Ibid, hlm. 20
A. Pertimbangan hakim dalam penetapan penyidik tidak bisa digunakan
Sus/2010
a. Kasus Posisi
Pada Tahun 2009 tepatnya pada Hari Sabtu Tanggal 20 Juni 2009, Petugas
Masyarakat dengan adanya aktivitas gelap Jual Beli Obat Obatan Terlarang
Psikotoprika jenis Ekstasi yang dilakukan oleh Terdakwa KET SAN alias CONG
KET KHIONG alias ATUN, Pihak Resor Sambas yang mendengar Hal ini lantas
Sepeda Motor dari Belakang di Jl. Raya Parit Baru, Kecamatan Salatiga, Kab.
“ADA APA” kepada kedua Saksi Polisi ini dengan memberikan Jawaban “Kami
sesuatu yang membuat Para Saksi dari Pihak Kepolisian ini langsung memberikan
di sekitar Jl. Parit Baru, ditemukan sebuah Plastik Hitam yang tadinya dipegang
milik Terdakwa tetapi Kedua Obat-Obatan ini Hendak akan dijual kepada seorang
Bernama APHIN, akibatnya Terdakwa di tahan di Polres Sambas dengan
(dua) tablet warna merah muda bintik putih, biru merah berupa psikotropika jenis
ekstasi dan 1 (satu) tablet warna merah muda bintik putih, biru berupa
sebagai berikut :
Dakwaan Kesatu :
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 59 ayat
Psikotropika.
Dakwaan Kedua :
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 59 ayat
Psikotropika.
1) Menyatakan Terdakwa KET SAN alias CONG KET KHIONG alias ATUN,
Golongan I, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 59 ayat (1)
KHIONG alias ATUN, dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6
sementara dengan agar Terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp.
- 1 (satu) unit Handphone (HP) merek Sony Ericson tipe 6101 warna
merah ;
- 1 (satu) unit sepeda motor jenis Honda Supra warna hitam lis hijau
Dikarenakan Kasus ini sudah memasuki Tingkat Banding, Maka ada 3 Amar
d. Amar Putusan
1) Putusan Sambas Nomor. 201/Pid.B/2009/PN.Sbs :
semua dakwaan
alias Atun karena dinilai tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
surat dakwaan. Putusan bebas atau vrijspraak tersebut jika dilihat dari asas tiada
pidana tanpa kesalahan atau geen straf zonder schuld hanya dapat
proses penegakan hukum pidana yang tidak dapat dianggap sederhana dan mudah.
Ketika penegak hukum dihadapkan pada suatu tindak pidana yang tingkat
pengadilan yang dihasilkan pun dapat berakibat menjadi keliru atau tidak tepat.
1981 Tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat KUHAP), diberi ruang
maupun peninjauan kembali. Prinsip demikian sejalan dengan asas yang dianut
dalam hukum acara pidana, yaitu setiap orang tidak boleh dinyatakan bersalah
atas diri dimuka hukum dengan tidak membedakan perlakuan atau yang dikenal
24
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta: Kencana, 1990), hlm. 27
25
Ibid, hlm. 28
Asas perlakuan yang sama di muka hukum dan tidak membeda-bedakan
perlakuan (tanpa diskriminasi) merupakan hak dasar bagi setiap orang. Tersangka,
(1) UUD 1945, bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum”. Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945, juga menentukan “Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun
diskriminatif itu”.
Asas praduga tidak bersalah seperti diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-
sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya / sebelum ada
kekuatan hukum tetap”. Hal itu memberi arti, bahwa selama suatu putusan belum
peradilan masih berjalan sampai pada peradilan tingkat tertinggi, yaitu Mahkamah
Agung. Oleh karenanya, terdakwa juga belumlah dianggap bersalah dan diberi
kembali.26
26
Ibid, hlm. 34
Sistem pembuktian menurut KUHAP yang menganut sistem pembuktian
terdapat pada ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menentukan bahwa: “Hakim
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.”27
Dengan titik tolak ketentuan pasal 183 KUHAP ini maka kriteria
aspek-aspek tentang :
2) Bahwa atas “dua alat bukti yang sah” tersebut hakim memperoleh
bukti” yang sah belum cukup bagi hakim untuk menjatuhkan pidana terhadap
memang benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak
pidana tersebut. Sebaliknya, apabila keyakinan hakim saja, adalah tidaklah cukup
jika itu tidak ditimbulkan oleh sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah. Oleh
sebab itu, setiap keyakinan haruslah diperoleh dari alat-alat bukti yang sah yang
diajukan di persidangan. Keyakinan tidak begitu saja muncul tanpa adanya proses
27
Lilik Mulyadi, Seraut Wajah Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana Indonesia
(Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2010). hlm. 67
pembuktian apalagi ketika seorang hakim diharapkan pada perkara yang
kecermatan, ketelitian dan kehati-hatian yang harus dipegang teguh oleh seorang
hakim agar tidak salah dalam menjatuhkan putusan, karena apabila hakim tidak
yakin/ ragu dalam menjatuhkan putusan maka hakim lebih baik membebaskan
sebenarnya berpatokan pada penghormatan hak asasi manusia untuk tidak dicabut
pengadilan. Hal ini karena dalam konteks moral, seorang hakim bukan merupakan
pengadil yang utama melainkan pengadil yang memberikan keadilan dalam proses
hukum dengan didasarkan pada keyakinan dan dua alat bukti. Hakim dalam
diasumsikan benar olehnya, maka dari itu hakim tidak boleh ragu dalam menarik
Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang dimaksud
dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan” adalah tidak cukup bukti menurut penilaian hakim atas dasar
pidana ini. Kalau diatas ditarik suatu konklusi dasar, secara sistematis ketentuan
KUHAP) atau satu alat bukti petunjuk saja (Pasal 184 (1) huruf d
KUHAP).
sesuai undang- undang telah terpenuhi, misal adanya dua alat bukti
berupa keterangan saksi (Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP) dan
alat bukti petunjuk (pasal 184 ayat (1) huruf d KUHAP). Akan tetapi,
hakim tidak dapat menjatuhkan pidana jika hakim memiliki keraguan atas
28
Abdulah and Muhammad Zaki, Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan (Surabaya:
Universitas SunanGiri, 2008), hlm. 42
konsistensi doktrinal untuk mencapai kesimpulan dalam memutuskan suatu
Menurut pasal 25 ayat (1) UU No.4 Th 2004 segala putusan peradilan selain
harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut memuat pula pasal tertentu dari
yang dijadikan dasar untuk mengadili. Kedudukan alasan atau argumentasi adalah
penting dan menentukan. Dalam suatu putusan yang tidak terdapat alasan hukum
dibatalkannya putusan”.30
dapat dibenarkan bahwa saksi PRANOTO dan SUGIANTO yang berasal dari
29
Ibid
30
Ibid
diberikan secara bebas, netral, objektif dan jujur (vide Penjelasan Pasal
tempat dimana posisi Terdakwa berdiri. Tidak ada pula saksi yang
lebih dahulu oleh polisi, oleh karena lama dipepet , kemudian polisi
6) Bahwa tidak jarang pula terjadi, barang bukti tersebut milik polisi,
suatu ketika akan terjadinya praktek rekayasa alat bukti /barang bukti
10) Bahwa tidak ada hasil pemeriksaan Lab yang menyatakan urine
psikotropika ;
Analisis Peneliti bahwa Penerapannya asas in dubio pro reo dalam putusan
pertimbangan majelis hakim di atas dimana jelas bahwa majelis hakim meragukan
keterangan saksi dari pihak kepolisian yang di nilai tidak objektif, dan dari dasar
pertimbangan di atas kemudian dapat dilihat pula alasan poin ke-9 bahwa Judex
Facti tidak punya cukup alat bukti sebagaimana dimaksud Pasal 183 KUHAP,
Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan. Oleh sebab itu hakim memutus
bebas terdakwa di dasarkan pada berlakunya Pasal 183 KUHAP yang melarang
yang sah ia tidak memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Karena jika hakim ragu
KUHAP
Alat bukti yaitu segala hal yang memiliki hubungan atau relasi dengan
suatu perbuatan, yang mana dengan alat-alat bukti tersebut dapat digunakan
mengenai suatu tindak pidana yang dilakukan terdakwa .31 Kekuatan dan
penilaian alat bukti terdapat dalam Pasal 185 sampai dengan Pasal 189 KUHAP.
Alat bukti keterangan saksii merupakan alat bukti yang paling utama dan
pertama dalam perkara pidana. Tidak ada peristiwa pidana yang lepas dari
terdapat pemeriksaan keterangan saksi yang dibantu dengan alat bukti yang lain.
dari keterangan saksi yang mana merupakan salah satu alat bukti yang
verbalisan dapat dikategorikan sebagai saksi yang diatur dalam Pasal 1 angka 26
31
Alfitra, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di Indonesia,
(Jakarta: Raih Asa Sukses (RAS), 2012), hlm. 23
juncto Pasal 1 angka 27 KUHAP sebagaimana telah diubah maknanya dengan
1) “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang
pengadilan
3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai
atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila
keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa
5) Baik pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan
sungguh memperhatikan :
c). Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan
tertentu
32
Ibid, hlm. 26
d). Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya
7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan
yang lain tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai
Keterangan saksi sebagai alat bukti yakni mengenai hal yang dinyatakan oleh
saksi di sidang pengadilan yang bertitik berat sebagai alat bukti ditujukan kepada
adalah mengenai apa yang saksi lihat senidir, dengar sendiri, atau alami sendiri
harus ia lihat sendiri, ia alami sendiri, dan ia dengar sendiri tidak lagi mempunyai
dimaknai menjadi keterangan yang tidak selaluvia dengar sendiri, ia lihat sendiri,
dan ia alami sendiri. Dengan demikian, keterangan saksi yang disampaikan di luar
sidang (outside the court) tidak memiliki kekuatan alat bukti dan tidak dapat
kesaksian untuk pembuktian yang sah. Hal ini dapat diartikan jika alat bukti
yang dihadirkan hanya terdiri dari satu orang saja tapa ditambah keterangan
saksi yang lain (kesaksian tunggal), maka tidak dapat dinilai sebagia alat bukti
yang cukup guna membuktikan kesalahan terdakwa dengan tindak pidana yang
terjadi. Walaupun jika halnya keterangan saksi tunggal tersebut sudah jelas,
tidak dicukupi dengan alat bukti yang lain, kesaksian tersebut harus dinyatakan
tidak memiliki nilai kekuatan pembuktian dengan alasan unnus testis nullus
kesalahannya atas tindak pidana yang tejadi. Dalam hal ini seorang saksi sudah
disamping keterangan saksi tunggal tersebut juga disertai alat bukti yang lain
yaitu keterangan atau pengakuan terdakwa. Dengan ini telah terpenuhi ketentuan
Verbalisan
dalam KUHAP, perlu dilihat terlebih dahulu dari salah satu contoh kasus yang
33
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan
dan Penuntutan) Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 288
persidangan di pengadilan, apakah pemanggilan tersebut mempunyai kekuatan
yang disampaikan saksi verbalisan dengan tindak pidana yang terjadi yang
verbalisan.35
terdakwa dipaksa, ditekan, dan dipukul pada saat proses pemeriksaan penyidikan
verbalisan tentang proses serta cara pemeriksaan yang dilakukan penyidik, maka
hakim dapat mengetahui apakah telah terjadi pemaksaan terhadap diri terdakwa
34
Lili Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, (Bandung: Mandar Maju,
2003), hlm.10-11.
35
Djoko Prakoso, “Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Peroses Pidana”,
(Yogyakarta: Liberty, 1988), hlm. 49.
36
Martua Ebenezer Pardede, “Tinjauan Yuridis tentang Pencabutan Keterangan
Terdakwa Dalam Persidangan dan Implikasinya Terhadap Kekuatan Alat Bukti”, Skripsi, Sarjana
Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010, Medan, hlm. 103
keterangan yang disampaikan oleh saksi verbalisan tersebut karena terdapat
didalamnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan beberapa hal untuk menghindari
1) Melakukan Sumpah
Yang Lain
dengan dilakukannya sumpah atas nama Tuhan, saksi verbalisan tidak akan
sumpah saja tidak cukup untuk membuktikan adanya kebenaran dari keterangan
saksi verbalisan. Oleh karena sekedar sumpah saja tidak cukup bagi hakim untuk
keterangan saksi verbalisan dengan alat-alat bukti lain, hakim akan merasa jauh
sangat penting bagi seorang hakim untuk melakukan analisa dan mencari.38
37
Dian Aryani Kusady, “Peranan Keterangan Saksi Verbalisan Dalam Proses
Pemeriksaan Perkara Pidana (Studi Kasus Putusan Nomor: 457/Pid.B/2014/Pn.Makassar)”,
Skripsi, Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2016, Makasar, hlm 101
38
Martua Ebenezer Pardede, Op.cit, hlm. 105
profesionalisme Polisi mendapat perhatian dari pembentuk undang-undang
berperilaku profesioanl dan jujur dan sesuai etika profesi termasuk pula dalam
diuangkap kembali dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tersebut yang mana
Beberapa ketentuan diatas menjadi salah satu contoh dari penyidik anggota
Sama seperti kasus yang terjadi pada Ket San yang terjadi pada PUTUSAN
Saat itu, Ket San diikuti oleh dua orang polisi yaitu Pranoto dan Sugianto yang
menembakkan satu kali tembakan peringatan agar Ket San berhenti. Setelah itu,
terdakwa diminta untuk angkat tangan lalu dibawa ke depan ruko untuk
tangannya. Polisi kemudian memanggil dua orang warga yang menjadi saksi
saat mencari barang tersebut. Dengan dua saksi tersebut saat mencari, ditemukan
barang bukti berupa bungkusan kecil berwarna hitam yang tidak jauh dari
ditemukan 23 meter dari lokasi pada malam dan gelap. Terdakwa kemudian
mengakui bahwa barang tersebut adalah miliknya, karena pada saat itu,
sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri seperti yang telah dijelaskan
tersebut, tidak serta merta keterangan saksi verbalisan yang jelas bukan
sendiri menjadi keterangan yang memperoleh nilai kekuatan pembuktian. Hal ini
verbalisan dengan tindak pidana yang terjadi juga telah dijelaskan sebelumnya
terdakwa atas diduganya adanya unsur Rekayasa di dalam Kasus KET SAN
berpendapat dalam Putusannya “Bahwa tidak jarang pula terjadi, barang bukti
pemerasan atas diri Terdakwa, seperti halnya dalam perkara a quo, Terdakwa
dimintai uang oleh polisi sebesar Rp. 100 juta agar perkaranya bisa bebas,
tidak dilanjutkan.”
kedudukan/ nilai kekuatan pembuktian sebagai alat bukti keterangan saksi. Nilai
keyakinan hakim atau petunjuk mengenai benar atau tidak telah terjadi
sama sekali tidak ada relasi dengan tindak pidana yang terjadi seperti pada kasus
yang sempurna (volledig bewijskracht) dan juga tidak melekat di dalamnya sifat
kesesuaian atau hubungannya dengan alat bukti lainnya yang juga diajukan
penggunaannya juga tidak dapat berdiri sendiri, melainkan juga harus dibantu alat
bukti yang lain. Apabila keterangan saksi verbalisan sesuai dengan alat- alat bukti
yang lain, maka keterangan saksi verbalisan tersebut dapat memiliki nilai
pembuktian dan dapat digunakan dalam menolak bantahan atau sangkalan saksi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pertimbangan Hakim terhadap Penerapan asas in dubio pro reo pada Putusan
unsur kesalahan dalam diri terdakwa sebenaranya tidak dapat dibuktikan dalam
persidangan oleh majelis hakim pada tingkat pertama maupun banding, namun
dalam putusan kasasi, serta di dalam Judex Facti tidak punya cukup alat bukti
terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan. Oleh sebab ituhakim memutus
bebas terdakwa di dasarkan pada berlakunya Pasal 183 KUHAP yang melarang
yang sah ia tidak memperoleh keyakinan tindak pidana benar benar terjadi dan
keterangan saksi. Hal ini dikarenakan keterangan yang diberikan oleh saksi
verbalisan tidak benar- benar memiliki relevansi atau hubungan dengan tindak
pidana yang terjadi, melainkan hanya menambah keyakinan hakim atas unsur
kepentingan Pribadi yang dimiliki oleh Saksi Verbalisan itu sendiri, Nilai
dengan alat bukti lainnya yang juga diajukan kehadapan persidangan. Sehingga
hakim.
B. Saran
1. Menurut Peneliti Tindakan yang dilakukan Oleh Pihak Penyidik pada Kasus
Ket San pada Putusan Nomor. 1531 K/Pid.Sus/2010, telah terjadi sistem rekaya
Kewenangan penyidik dalam KUHAP diatur dalam pasal 7, disana termuat apa
saja yang menjadi wewenang yang dimiliki oleh penyidik. Berbeda dengan
tindak pidana narkotika, tindak pidana biasa tidak mengatur tentang adanya
penjebakan (entrapment) tidak dapat dilakukan secara sembarangan dan hal ini
berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini perlu diatur lebih lanjut
(entrapment) tidak diperbolehkan serta tidak menjadi hal yang rancu dan
menjadi perdebatan apakah teknik penjebakan tersebut sah atau tidak jika
dilakukan dalam mengungkap kasus tindak pidana umum. Dalam
dalam tindak pidana biasa, maka dalam KUHAP di masa yang akan datang
Penyidik, Pengaturan ini dicantumkan secara tertulis agar tidak terjadi lagi
maka dari itu harus ditulis secara tegas dan jelas dalam KUHAP.
2. Kepada para pihak yang berwenang seperti Jaksa, Hakim, serta instansi yang
melakukan proses pemeriksan. Hal ini bertujuan agar para penegak hukum