4/Apr/EK/2021
25
Lex Privatum Vol. IX/No. 4/Apr/EK/2021
lawan atau sebahagian dari apa yang Tidak selalu bahwa pengakuan yang
dikemukakan oleh pihak lawan.6 dikemukakan oleh salah satu pihak itu
Apabila kita berpedoman pada ketentuan mengandung kebenaran. Katakanlah bahwa
undang-undang maka mengenai pengakuan pengakuan dapat berisikan keterangan yang
adalah jelas merupakan salah satu alat benar atau keterangan yang tidak benar.
pembuktian, hal ini terbukti dengan Seseorang dapat saja agar tidak susah-susah
memperhatikan ketentuan Pasal 164 HIR dan berperkara, membatasi perkaranya dengan
Pasal 1866 KUHPerdata. Walaupun undang- mengaku, walaupun hal-hal yang diakui itu
undang menganggap pengakuan itu sebagai tidak benar. Atau bahkan dapat juga dengan
salah satu alat pembuktian, akan tetapi banyak mengaku itu ia akan bermaksud untuk
para ahli hukum yang berpendapat sebaliknya. mengabulkan permintaannya dalam perkara
Ahli hukum yang berpendapat bahwa (untuk kemenangan pihaknya).
pengakuan itu bukan merupakan alat Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pembuktian antara lain ialah Abdul Kadir pengakuan itu merupakan ungkapan kemauan
dengan mengemukakan alasan bahwa: dengan atau kehendak dari yang mengaku saja.
mengaku maka para pihak tidak memungkinkan Walaupun pengakuan itu merupakan ungkapan
hakim memberikan pendapatnya tentang objek kemauan atau kehendak saja, akan tetapi perlu
dari pengakuan. Jadi hakim tidak akan diketahui bahwa ungkapan kemauan atau
menyelidiki kebenaran dari suatu pengakuan.7 kehendak tersebut mempunyai akibat hukum.
R. Subekti mengemukakan alasan: karena Jadi ungkapan kehendak itu mempunyai
justru apabila dalil-dalil yang dikemukakan oleh akibat yang diatur oleh hukum, baik pengakuan
suatu pihak diakui oleh pihak lawan, maka itu berisikan kebenaran ataupun sebaliknya.
pihak yang mengemukakan dalil-dalil itu tidak Sebagai contoh dapat penulis kemukakan,
usah membuktikannya.8 bahwa pengakuan yang menyatakan “saya
Dalam suatu perkara perdata, salah satu membeli barang ini”, pengakuan membeli
pihak mengemukakan pengakuannya barang akan mengakibatkan adanya hubungan
(mengaku) maka hal-hal yang diakui itu menjadi hukum perdata.
sesuatu yang di luar jangkauan hakim dalam Sebagaimana sudah diuraikan diatas,
memeriksa perkara tersebut. Ini merupakan sebenarnya adalah tidak tepat untuk
konsekuensi dari pendapat bahwa hakim tidak menamakan pengakuan itu suatu alat bukti,
akan menyelidiki kebenaran dari sesuatu karena justru apabila dalil-dalil yang
pengakuan yang dikemukakan oleh salah satu dikemukakan oleh suatu pihak diakui oleh pihak
pihak. lawan, maka pihak yang mengemukakan dalil-
Memang di dalam hukum perdata kita dalil itu tidak usah membuktikannya.
ketahui bahwa mengenai luasnya sengketa itu Dengan diakuinya dalil-dalil tadi, pihak yang
bergantung kepada (ditentukan) para pihak mengajukan dalil-dalil itu dibebaskan dari
yang bersengketa, dan disini pula yang pembuktian. Pembuktian hanya perlu diadakan
membatasi gerakan hakim dalam memeriksa terhadap dalil-dalil yang dibantah atau
perkara tersebut jika dibandingkan dalam disangkal. Malahan kalau semua dalil yang
tindakan hakim pada perkara pidana. dikemukakan itu diakui, dapat dikatakan tidak
Dalam perkara perdata hakim tidak dapat ada suatu perselisihan. Dan dalam perkara
mengorek lebih dalam lagi untuk mencari perdata itu, tidak menyangkal diartikan sebagai
kebenaran material sebagaimana dalam mengakui atau membenarkan dalilnya pihak
perkara pidana, melainkan hanya memutuskan lawan.
sengketa itu sepanjang yang dikemukakan oleh Sebagaimana juga sudah kita lihat, putusan
para pihak atau hanya mencari kebenaran dari pengadilan perdata itu selalu memulai dengan
yang disengketakan saja. menyimpulkan dahulu dalil-dalil manakah yang
diakui atau tidak disangkal, sehingga dalil-dalil
itu dapat ditetapkan sebagai hal-hal yang
6
berada di luar perselisihan dan dengan
Abdul Kadir Muhammad, HukumAcara Perdata di
Indonesia.; PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal.137 demikian dapat ditetapkan sebagai benar. Dalil-
7 Ibid
8 R. Subekti, Op Cit, 49.
26
Lex Privatum Vol. IX/No. 4/Apr/EK/2021
dalil yang sebaliknya, yaitu yang dibantah atau Pasal 1926 KUHPerdata dapat ditarik
disangkal, itulah yang harus dibuktikan. kesimpulan bahwa seseorang yang telah
Kita juga sudah melihat pengakuan itu mengemukakan pengakuan, sekalipun
sebagai suatu pembatasan luasnya perselisihan. pengakuan itu tidak benar, yang dikemukakan
Dalam perkara-perkara yang diperiksa di muka dengan kesadaran, tidak dapat ditarik kembali
hakim, dapat kita lihat bahwa dalil yang jika tidak ada kekhilafan. Jadi yang menjadi
dianggap tidak begitu penting atau tidak dapat dasar penarikan kembali pengakuan itu adalah
merugikan, diakui untuk menyingkatkan kekhilafan.
pemeriksaan. Misalnya dalam perkara-perkara Alat pembuktian itu digunakan untuk
warisan seringkali kita lihat, bahwa hal mendapatkan kebenaran, sedangkan
keahliwarisannya (dalil bahwa penggugat pengakuan dapat berisikan hal-hal yang tidak
adalah ahliwarisnya) diakui, tetapi disangkal benar, maka apabila hakim mendasarkan pada
bahwa barang-barang sengketa itu termasuk pengakuan yang berisikan hal-hal yang tidak
harta peninggalan (budel) dari si meninggal. benar akan berakibat putusan hakim tersebut
Dijawabnya bahwa barang-barang sengketa itu menyalahi tujuan hukum. Oleh karena itu
adalah milik tergugat sendiri. R. Subekti pengakuan bukan merupakan salah satu alat
mengatakan: Pengakuan yang dilakukan di pembuktian.
muka hakim memberikan suatu bukti yang undang-undang tidak menjelaskan lebih
sempurna terhadap siapa yang telah lanjut tentang bagaimana cara memberikan
melakukannya, baik sendiri maupun dengan pengakuan, juga tidak melakukan larangan
perantaraan seorang yang khusus dikuasakan terhadap seseorang yang melakukan
untuk itu. Artinya ialah, bahwa hakim harus pengakuan sewaktu-waktu dan dimana saja.
menganggap dalil-dalil yang telah diakui itu Oleh karena itu pengakuan dapat dikemukakan
sebagai benar dan meluluskan (mengabulkan) baik secara lisan ataupun dengan tertulis.
segala tuntutan atau gugatan yang didasarkan Sebagaimana telah penulis kemukakan
pada dalil-dalil tersebut.9 Pengakuan yang dalam bab terdahulu bahwa tidak menyangkal
merupakan bukti yang mengikat dan sempurna dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu
adalah pengakuan yang dilakukan di muka dengan tegas mengaku dan atau dengan cara
sidang hakim. Pengakuan itu harus diucapkan di berdiam diri. Dalam hal mengaku dengan
muka hakim oleh tergugat sendiri atau oleh berdiam diri atau penyangkalan yang tidak
seorang yang khusus dikuasakan untuk itu. cukup beralasan dapat memberikan hasil yang
Pengakuan yang dilakukan di muka hakim itu serupa, karena pada hakikatnya hakim akan
tidak boleh ditarik kembali kecuali apabila menerima apa yang diperbuat itu sebagai benar
dapat dibuktikan bahwa itu telah dilakukan adanya. Walaupun begitu ada perbedaan yang
sebagai akibat dari suatu kekhilafan mengenai menyolok yaitu bahwa untuk pengakuan yang
hal-hal yang terjadi. Tak bolehlah pengakuan dikemukakan dengan tegas hanya dapat ditarik
ditarik kembali dengan dalih bahwa orang yang kembali apabila ketentuan Pasal 1926
melakukannya khilaf tentang suatu soal hukum. KUHPerdata (karena kekhilafan) terpenuhi,
Teguh Samudera mengatakan: suatu sedangkan untuk berdiam diri (penyangkalan
pengakuan yang dilakukan di muka hakim tidak yang tidak cukup alasan) orang yang semula
dapat ditarik kembali, kecuali apabila berdiam diri dapat melakukan sikap lain
dibuktikan bahwa pengakuan itu adalah akibat (sebaliknya) tanpa harus memenuhi ketentuan
dari suatu kekhilafan mengenai hal-hal yang sesuatu pasal dalam undang-undang
terjadi.10 sebagaimana yang berlaku untuk pengakuan
Jadi pada pokoknya bahwa orang yang yang dikemukakan dengan tegas.
sudah melakukan pengakuan hanya dapat Suatu pengakuan dapat dikemukakan oleh
menarik kembali, apbila ia dapat membuktikan, orangnya sendiri yang berkepentingan dalam
bahwa pengakuannya adalah akibat dari suatu sengketa ataupun dapat juga
kekhilafan tentang fakta-fakta. Dari ketentuan dikemukakan oleh orang lain yang khusus diberi
kuasa untuk itu, demikian dapat diambil
9 Ibid, hal 51 pengertian dari ketentuan Pasal 1925
10 Teguh Samudera, Op Cit, hal. 84. KUHPerdata.
27
Lex Privatum Vol. IX/No. 4/Apr/EK/2021
Dengan demikian orang yang dapat pengakuan tersebut, karena tidak ada yang
mengemukakan pengakuannya itu harus orang perlu dipisahkan.
yang mempunyai wewenang untuk berbuat Pengakuan dengan kualifikasi adalah
dalam hal tersebut. Jadi apabila pihak yang pengakuan yang disertai dengan sangkalan
berperkara tidak dapat mengemukakan terhadap sebagian dari tuntutan. Misalnya, A
pengakuannya sendiri karena sesuatu hal, maka menuntut B, berdasarkan persetujuan jual beli
ia dapat mewakilkan kepada orang lain, asalkan untuk membayar harga sebanyak Rp
terhadap orang lain yang bertindak untuk 1.000.000,00. B mengakui bahwa ia telah
mewakilinya tadi harus diberi kuasa khusus membeli dari A seharga Rp 1.000.000,00 tetapi
untuk berbuat seperti yang dikehendaki. Tanpa dengan bersyarat. Jadi dapat dikatakan bahwa
adanya kuasa khusus orang yang diberi tugas pengakuan dengan kualifikasi ini tidak lain
untuk mewakilinya tidak dapat bertindak. adalah jawaban tergugat yang sebagian terdiri
Menurut Pasal 1923 KUHPerdata pengakuan dari sangkalan.
dibedakan dalam pengakuan yang dilakukan di Pengakuan dengan klausule adalah suatu
muka hakim dan pengakuan yang dilakukan di pengakuan yang disertai dengan keterangan
luar sidang pengadilan. Untuk selanjutnya pun tambahan yang bersifat membebaskan.
undang-undang tidak menjelaskan mengenai Misalnya, A menuntut B, berdasarkan
apa yang diartikan dengan kedua pengakuan persetujuan jual beli untuk membayar harga
yang diberikan pada tempat yang berlainan itu. sebanyak Rp 1.000.000,00. B mengaku bahwa
Suatu pengakuan yang dilakukan di luar apa yang dikemukakan A itu benar, akan tetapi
sidang pengadilan tidak dapat dipakai selain ia sudah membayar lunas (atau dapat juga
dalam hal-hal dimana diizinkan pembuktian dengan alasan ia mempunyai tagihan lawan
dengan saksi, sedangkan tentang kekuatan pula dan oleh karena itu ia mengemukakan
pembuktian diserahkan kepada hakim. Artinya perjumpaan).
pengakuan di luar sidang pengadilan itu tidak Pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan
merupakan bukti yang mengikat, tetapi hanya oleh hakim. Larangan untuk memisah-misahkan
merupakan bukti bebas. pengakuan bagi hakim seperti ditentukan
Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa: dalam Pasal 176 HIR atau Pasal 1924
pengakuan di luar sidang ialah keterangan yang KUHPerdata, dimaksudkan agar hakim tidak
diberikan oleh salah satu pihak dalam suatu memberatkan salah satu pihak yang mengakui
perkara perdata di luar persidangan untuk akibat pemisahan pengakuannya. Misalnya
membenarkan pernyataan-pernyataan yang terjadi bahwa A meminjam uang kepada B,
diberikan oleh lawannya.11 Pengakuan di luar tanpa suatu bukti apa pun, jadi hanya
sidang pengadilan dapat ditarik kembali dan didasarkan pada saling percaya belaka. Akan
pada hakikatnya pengakuan ini tidak dapat tetapi A sudah mengembalikan pinjaman
dipakai sebagai alat pembuktian. tersebut kepada B, pembayarannya pun tidak
Ilmu pengetahuan membagi pengakuan dibuat suatu bukti (tanda pembayaran).
menjadi tiga macam, yaitu pengakuan murni, Kemudian B menuntut lagi terhadap A agar
pengakuan dengan kualifikasi dan pengakuan membayar hutangnya. Disini A mengakui
dengan klausule. Yang dimaksud dengan berhutang kepada B, akan tetapi ia telah
pengakuan murni ialah pengakuan yang membayar lunas. Jika terjadi hal demikian dan
sifatnya sederhana dan sesuai sepenuhnya tidak ada aturan Pasal 176 HIR atau Pasal 1924
dengan tuntutan pihak lawan. Misalnya, A KUHPerdata, maka hakim dapat berbuat
menuntut B, berdasarkan persetujuan jual beli menerima pengakuan A tersebut dan A harus
untuk membayar harga sebanyak Rp membuktikan bahwa ia sudah membayar,
1.000.000,00. B mengakui, bahwa ia telah sedangkan hal ini sulit dibuktikan oleh A karena
membuat persetujuan pembelian dengan A dan tanpa ada bukti pembayaran, dan berarti akan
oleh karena itu ia berhutang sebanyak Rp memberatkan A.
1.000.000,00. Dalam hal ini tidak ada alasan Dari uraian diatas, maka menurut hemat
bagi hakim untuk memisah-misahkan penulis, pengakuan yang merupakan bukti yang
mengikat dan sempurna adalah pengakuan
yang dilakukan di muka sidang pengadilan.
11 Sudikno Mertokusumo,. Op Cit, hal 129
28
Lex Privatum Vol. IX/No. 4/Apr/EK/2021
Pengakuan ini harus diucapkan di muka hakim satu pihak (Pasal 1929 Kitab Undang-
oleh tergugat sendiri atau oleh seorang yang Undang Hukum Perdata).13
khusus dikuasakan untuk itu. Pengakuan yang Sumpah yang dilakukan oleh salah satu
dilakukan di muka hakim itu, tidak boleh ditarik pihak atas dasar perintah dari pihak lawannya
kembali kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa adalah suatu sumpah yang dapat menjadi titik
pengakuan itu telah dilakukan sebagai akibat tolak pemutusan sengketa yang lzaim disebut
dari suatu kekhilafan mengenai hal-hal yang dengan sumpah pemutus atau decissoir.
terjadi. Sumpah ini disebut sumpah pemutus
Jadi pengakuan yang dikemukakan di sidang disebabkan apabila salah satu pihak melakukan
pengadilan itu mempunyai kekuatan sumpah yang diperintahkan oleh pihak
pembuktian yang lengkap terhadap yang lawannya, maka sengketa yang diperiksa hakim
mengemukakan, dan merupakan bukti yang dianggap selesai dan diputuskan. Juga terhadap
menentukan. Oleh karena itu apabila ada salah sumpah pemutus ini undang-undang
satu pihak yang mengaku, maka hakim harus memberikan suatu kekuatan pembuktian wajib
mengaggap pengakuan itu sebagai benar, dan tanpa memberikan kesempatan untuk
hal ini akan membawa akibat tidak perlu melakukan perlawanan pembuktian. Hal ini
dibuktikan lebih lanjut tentang tuntutannya terbukti dari ketentuan Pasal 1936 KUHPerdata
yang telah diakui tadi. yang berbunyi: Apabila seseorang yang telah
diperintahkan melakukan sumpah pemutus,
B. Kekuatan Bukti Sumpah Dalam Acara atau seorang yang kepada sumpahnya telah
Perdata dikembalikan pemutusannya perkara, sudah
Dalam perkara perdata sumpah yang mengangkat sumpahnya, maka tak dapatlah
diangkat oleh salah satu pihak dipakai sebagai pihak lawan diterima untuk membuktikan
alat bukti. Dalam perkara pidana tentu saja kepalsuan sumpah itu. Dan juga dalam Pasal
tidak ada sumpah yang dibebankan kepada 177 HIR yang berbunyi: Dari orang yang di
seorang terdakwa, karena jika terdakwa dalam perkara telah mengangkat sumpah yang
dibolehkan bersumpah, ia akan dapat terlalu ditanggungkan atau dikembalikan kepadanya
mudah meluputkan diri dari penghukuman. oleh lawannya atau yang diberatkan kepadanya
Dalam KUHPerdata tidak dijelaskan oleh hakim, tiada boleh diminta keterangan lain
mengenai apa yang dimaksud dengan sumpah. akan meneguhkan kebenaran yang diterangkan
Para ahli hukum memberikan pengertiannya dengan sumpahnya itu.
antara lain bahwa: sumpah adalah hal Sebagai konsekuensi dari ketentuan
menguatkan suatu keterangan dengan berseru tersebut diatas, maka pihak yang menolak
kepada Tuhan. Sudikno Mertokusumo melakukan sumpah atas perintah pihak
berpendapat bahwa: Sumpah pada umumnya lawannya (sumpah pemutus) akan menerima
adalah suatu pernyataan yang khidmat yang kekalahan dalam perkara, hal ini dapat diambil
diberikan atau diucapkan pada waktu memberi kesimpulan dari ketentuan Pasal 156 (3) HIR
janji atau keterangan dengan mengingat akan (Pasal 1932 KUHPerdata) yang menyatakan
sifat maha kuasa daripada Tuhan, dan percaya bahwa: Barangsiapa disuruh bersumpah, tetapi
bahwa siapa yang memberi keterangan atau enggan bersumpah sendiri atau enggan
janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.12 mengembalikan sumpah itu kepada lawannya,
Dalam perkara perdata sumpah yang ataupun barangsiapa menyuruh bersumpah,
diangkat oleh salah satu pihak di muka hakim, tetapi sumpah itu dikembalikan kepadanya dan
ada dua macam: ia enggan bersumpah, harus dikalahkan.
1. Sumpah yang oleh pihak yang satu Maka secara tegas dapat dikatakan bahwa
diperintahkan kepada pihak lawan untuk siapa yang melakukan sumpah atas perintah
menggantungkan putusan perkara pihak lawannya, maka pada dialah letak
padanya; sumpah ini dinamakan sumpah putusan kemenangan dan berarti perkara itu
pemutus atau decissoir; dengan sendirinya selesai. Sebagai contoh
2. Sumpah yang oleh hakim karena dapat penulis kemukakan, bahwa jika B
jabatannya, diperintahkan kepada salah dituntut A, berdasarkan perjanjian jual beli
29
Lex Privatum Vol. IX/No. 4/Apr/EK/2021
harus membayar harga sebanyak Rp suatu keterangan dengan sumpah atau jika
1.000.000,- dan B membenarkan tuntutan A, keterangan itu membawa akibat bagi hukum
akan tetapi ia telah membayar lunas. Kemudian dengan sengaja memberi keterangan palsu,
A memerintahkan B untuk melakukan sumpah yang ditanggung dengan sumpah, baik dengan
bahwa ia sudah membayar lunas. Perintah A lisan atau tulisan, maupun oleh dia sendiri atau
tersebut dipenuhi oleh B, maka dalam hal ini kuasanya yang istimewa ditunjuk untuk itu,
putusan hakim berdasarkan kepada sumpah B dihukum penjara selama-lamanya tujuh
tersebut dan pihak B-lah yang menang dalam tahun.14
perkara, (kecuali jika terbukti sebaliknya bahwa Sumpah pemutus harus dilakukan secara
B melakukan sumpah palsu, maka B akan lisan di hadapan lawan dan di depan hakim
berurusan dengan acara kepalsuan dalam dalam persidangan yang sedang berlangsung,
hukum pidana). Sebaliknya apabila B menolak kecuali kalau undang-undang menentukan
perintah A untuk melakukan sumpah, maka (mengizinkan) dengan cara lain, demikian Pasal
konsekuensinya yaitu hakim harus menerima 158 HIR, 1944, 1945 KUHPerdata.
tuntutan A terhadap B. Pengecualiannya itu misalnya karena pihak
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan yang harus melakukan sumpah sedang sakit.
bahwa memenuhi perintah sumpah dari pihak Sumpah pemutus yang pelaksanaannya
lawan berarti menang dalam perkara, merupakan pengecualian dari aturan Pasal 158
sedangkan menolak melakukan sumpah dari HIR, 1944, 1945 KUHPerdata misalnya seperti
pihak lawan berarti akan menderita kekalahan. sumpah pocong, sumpah mimbar, sumpah
Di dalam sumpah pemutus ini jika hanya klenteng. Dikatakan sebagai pengecualian dari
bersedia melakukannya atas perintah pihak aturan pelaksanaannya karena sumpah
lawan berarti menang dalam perkara, maka tersebut tidak dilakukan di ruang sidang
akan dapat berakibat bahwa seseorang itu akan pengadilan, melainkan sumpah pocong
selalu bersedia berani melakukan sumpah yang dilakukan di mesjid, sumpah mimbar dilakukan
diperintahkan pihak lawan demi di Gereja, sumpah klenteng dilakukan di
kemenangannya serta martabatnya. Walaupun klenteng.
sumpah itu sebenarnya hanya pura-pura saja, Sumpah yang diperintahkan oleh hakim
atau dibuat-buat saja, bahkan ketentuan dinamakan sumpah suppletoir atau sumpah
tersebut akan memberikan peluang terhadap tambahan karena itu dipergunakan oleh hakim
seseorang untuk melakukan sumpah palsu untuk menambah pembuktian yang
untuk mendapatkan keuntungan. dianggapnya kurang meyakinkan.
Akan tetapi apabila kita meninjau hakikat Hakim dapat memerintahkan sumpah
sumpah yang diucapkan, pertanggungjawaban tambahan itu apabila :
itu berhubungan langsung dengan Tuhan, maka 1. Tuntutan maupun tangkisan tidak
terhadap orang-orang yang takut kepada terbukti degan sempurna ;
kutukan Tuhan atau mencintai Tuhan atau 2. Tuntutan maupun tangkisan itu juga
beragamanya kuat, kekuatiran tersebut dapat tidak sama sekali tak terbukti.15
dihilangkan. Dengan demikian kekuatiran itu Jadi untuk memerintahkan sumpah
hanya timbul terhadap orang-orang yang tidak tambahan itu ditetapkan bahwa harus
beragama atau orang-orang yang tidak takut terpenuhi syarat-syarat tersebut di atas, yaitu
kepada kutukan Tuhan atau orang-orang yang bahwa harus sudah ada sementara
tidak cinta Tuhan. Disamping itu juga dalam pembuktian. Taraf pembuktian yang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah disyaratkan ini lazim dikenal dengan istilah
disediakan pencegahannya dengan permulaan pembuktian. Adapun permulaan
memberikan hukuman terhadap seseorang pembuktian bentuknya bermacam-macam. Ada
yang melakukan sumpah palsu (Pasal 242 Kitab pembuktian yang berupa satu kesaksian, ada
Undang-Undang Hukum Pidana). yang berupa tulisan, ada yang berupa suatu
Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dirumuskan oleh R. Soesilo sebagai 14 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
berikut: Barangsiapa dalam hal-hal yang Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
menurut peraturan undang-undang menuntut Politeia, Bogor, 1988, hal. 182.
15 R. Subekti, Op -Cit, hal. 63
30
Lex Privatum Vol. IX/No. 4/Apr/EK/2021
31
Lex Privatum Vol. IX/No. 4/Apr/EK/2021
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Muhammad, HukumAcara Perdata
di Indonesia.; PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2000
Eddy O.S Hiariej,. Teori Dan Hukum
Pembuktian, Jakarta : Erlangga, Jakarta,
2012
Hermawan ,M,. Dasar-dasar Hukum
Pembuktian. Surabaya : UM Surabaya,
2007
Kartono Kartini, Pengantar Metodologi Riset
Sosial, Alumni, Bandung, 1986.
Mertokusumo Sudikno, Hukum Acara Perdata
Indonesia, Liberty Yogyakarta, 1997.
Pitlo, A,. Pembuktian Dan Daluwarsa,
Intermasa, Jakarta, 1987.
Rubini I. dan Chidir Ali, Pengantar Hukum Acara
Perdata, Alumni, Bandung, 1987.
Samudera Teguh, Hukum Pembuktian Dalam
Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992.
Soesilo R., Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
Politeia, Bogor, 1988.
Subekti R., Hukum Pembuktian, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2001.
Waluyo Bambang, Sistem Pembuktian Dalam
Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
199.
32