Abstract
Witnesses play an important role in establishing or revealing facts that will
be used as a reference to find additional evidence to support requests for
information, investigations, or even testimony in court. Examination of
witnesses is a crucial step in the evidentiary process in case trials. Even
though it is not the only piece of evidence that can support the success of a
proof, witnesses are involved in proof in almost all circumstances (almost
100% of cases empirically). Therefore, many scholars debate about how to
define a witness and the circumstances in which one can be used as proof of
marriage.
Abstrak
Saksi berperan penting dalam menetapkan atau mengungkapkan fakta yang
akan dijadikan acuan untuk menemukan bukti tambahan yang mendukung
permintaan informası. Penyidikan, atau bahkan kesaksian di pengadilan.
Pemeriksaan saksi merupakan langkah krusial dalam proses pembuktian
dalam persidangan perkara Meskipun bukan satu-satunya alat bukti yang
dapat menunjang keberhasilan suatu pembuktian, saksi dilibatkan dalam
pembuktian di hampir semua keadaan (hampir 100% kasus secara empiris)
Oleh karena itu banyak ulama yang berdebat tentang bagaimana
mendefinisikan saksi dan keadaan di mana seseorang dapat digunakan
sebagai bukti perkawinan.
Pendahuluan
Aqlia Zakiah, Fatwa Andika Z.A.I, Intan Nur Aini Rachman
Saksi Di Pengadilan Dalam Perspektif Hadits
Tinjauan Literatur
a. Kesaksian
Kata saksi dalam bahasa Arab adalah syahadah yang berasal dari kata
musyauhadah yang berarti melihat dengan mata karena orang yang menjadi
syahid (orang yang menyaksikan) itu memberitahukan tentang apa yang
disaksikan dan yang dilihatnya. Maknanya, dalam kesaksian menggunakan
kata asyhadu (aku menyaksikan) atau syahidtu (aku telah menyaksikan).
Selain itu kata syahadah, menurut sebagaian pakar bahasa Arab bersal
dari kata i'laam yang berarti pemberitahuan sebagaimana terdapat al-Qur'an
pada surah Ali Imran ayat 18 yang berbunyi sebagai berikut:
١٨ شهد هللا أنه ال إله إال ُهَو َو المليكة وأولوا اْلِع ْلِم َفاِئًم ا ِباْلِقْس ِط اَل ِإَلَه ِإاَّل ُهَو اْلَع ِزيُز اْلَح ِكيُم
الشهادة عبار صدق في مجلس الحكم بلفظ الشهادة إلثبات حق على الغير
b. Alat Bukti
Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
menyebutkan alat bukti adalah sesuatu hal yang dianggap cukup untuk
memperlihatkan kebenaran suatu peristiwa yang telah terjadi. 1 Berdasarkan
pengertian ini dapat diambil suatu pemahaman, bahwa apa saja yang dapat
dijaidkan sebagai alat bukti untuk memperlihatkan atau menunjukkan suatu
kebenaran peristiwa atau kejadian dapat dikatakan sebagai alat bukti.
Kemudian Ibnu Qoyyim al-Jauziyah mendefenisikan pengertian alat
bukti sebagai berikut:
2
يقول ابن القيم البينة اسم لكل ما يبني احلق ويظهره
Artinya: Menurut Ibnu Qoyyim alat bukti adalah meliputi apa saja yang
dapat mengungkapkan atau menjelaskasn suatu kejadian.
Muhammad Salam Madkur, al-Qa«a f³ al-Islam, , (Kairo: Dar an-Nahdah t.t.) h. 83.
3
Supomo SH, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta: Pradya Pratama, 1980, h.
63-64.
4
Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subulus al-Salam, (Bandung: Dahlan, Juz IV, t.t)., h.
132.
104
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
5
Hasbi as-Shiddiqi, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Yogyakarta: al-Ma’arif, 1964), h.
116.
6
3. Tidak terpaksa10
11
صحة االقرار املكره
Artinya: Sah pengakuannya orang yang dalam keadaan terpaksa.
Pengakuan yang dimaksudkan diatas menurut Ibnu Qoyyim khusus
dalam tindak pidana pencurian, apabila seorang tersangka ditemukan tanda-
tanda yang meyakinkan (qarinah) bahwa tersangka tersebut besar
kemungkinan pelakunya, maka ia boleh dipaksa seperti memukulnya agar ia
mengakuinya, misalnya barang yang hilang ditemukan dalam rumahnya,
maka qarinah seperti ini meyakinkan kalau ia sebagai pelakunya, aka ia
boleh dipaksa agar mengakuinya demi untuk menyingkap kasus yang terjadi,
dan pengakuannya dalam kondisi seperti ini dipandang Ibnu Qoyyim adalah
sah.
10
Ibnu Hazm, Al-Muhla, (Libanon: Dar al-Fikr, Beirut, Juz VIII, t.t), h. 101.
11
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, h.9.
12
At-Turmudzi, Jami’ Saḥiḥ Sunan at-Tirmidzi, ( t. tp : Maktabah wa Matba’ah Mustafa al-
Bab
al-Halabi wa Auladihi, 1967 ), Kitab Syahadah 1341, hal. 617
106
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
َح َّد َثَنا اَأْلْنَص اِرُّي َح َّد َثَنا َم ْعٌن َح َّد َثَنا َم اِلٌك َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َأِبي َبْك ِر ْبِن ُمَحَّمِد ْبِن
َع ْم ِرو ْبِن َح ْز ٍم َع ْن َأِبيِه َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َع ْم ِرو ْبِن ُع ْثَم اَن َع ْن َأِبي َع ْمَر َة
اَأْلْنَص اِرِّي َع ْن َز ْيِد ْبِن َخاِلٍد اْلُج َهِنِّي َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل َأاَل
ُأْخ ِبُر ُك ْم ِبَخْيِر الُّش َهَداِء اَّلِذ ي َيْأِتي ِبالَّش َهاَد ِة َقْبَل َأْن ُيْس َأَلَها َح َّد َثَنا َأْح َم ُد ْبُن اْلَحَس ِن
َح َّد َثَنا َع ْبُد ِهَّللا ْبُن َم ْس َلَم َة َع ْن َم اِلٍك َنْح َو ُه و َقاَل اْبُن َأِبي َع ْمَر َة َقاَل َهَذ ا َح ِد يٌث
َحَس ٌن َو َأْكَثُر الَّناِس َيُقوُلوَن َع ْبُد الَّرْح َمِن ْبُن َأِبي َع ْمَر َة َو اْخ َتَلُفوا َع َلى َم اِلٍك ِفي
ِرَو اَيِة َهَذ ا اْلَحِد يِث َفَر َو ى َبْعُض ُهْم َع ْن َأِبي َع ْمَر َة َو َر َو ى َبْعُض ُهْم َع ْن اْبِن َأِبي
َع ْمَر َة َو ُهَو َع ْبُد الَّرْح َمِن ْبُن َأِبي َع ْمَر َة اَأْلْنَص اِرُّي َو َهَذ ا َأَص ُّح َأِلَّنُه َقْد ُر ِوَي ِم ْن
َغْيِر َحِد يِث َم اِلٍك َع ْن َع ْبِد الَّرْح َمِن ْبِن َأِبي َع ْمَر َة َع ْن َزْيِد ْبِن َخاِلٍد َو َقْد ُر ِوَي
َع ْن اْبِن َأِبي َع ْمَر َة َع ْن َزْيِد ْبِن َخاِلٍد َغ ْيُر َهَذ ا اْلَحِد يِث َو ُهَو َحِد يٌث َص ِح يٌح َأْيًضا
َو َأُبو َع ْمَر َة َم ْو َلى َز ْيِد ْبِن َخاِلٍد اْلُج َهِنِّي َو َلُه َحِد يُث اْلُغ ُلوِل َو َأْكَثُر الَّناِس َيُقوُلوَن
َع ْبُد الَّرْح َمِن ْبُن َأِبي
() َر َو اه الَّترِمِد ى
Artinya : Telah menceritakan kepada kami (Al Anshari) telah
menceritakan kepada kami (Ma'an) telah menceritakan kepada kami
(Malik) dari ('Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin 'Amru bin
Hazm) dari (ayahnya) dari ('Abdullah bin 'Amru bin 'Utsman) dari
(Abu 'Amrah Al Anshari) dari (Zaid bi Khalid Al Juhani) Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Maukah kalian aku beritahu
saksi-saksi terbaik; yang membawa kesaksian sebelum diminta?"
telah menceritakan kepada kami (Ahmad bin Al Hasan) telah
menceritakan kepada kami ('Abdullah bin Maslamah) dari (Malik)
Sepertinya. Berkata Ibnu Abi 'Amrah: Hadits ini hasan dan
kebanyakan orang mengatakan Abdurrahman bin Abu 'Amrah,
mereka memperselisihkan riwayat hadits ini atas Malik, sebagaian
dari mereka meriwayatkan dari Abu 'Amrah, ada juga yang
meriwayatkan dari Ibnu Abi 'Amrah, ia adalah Abdurrahman bin Abu
'Amrah Al Anshari dan inilah yang lebih benar karena diriwayatkan
dari selain hadits Malik dari Abdurrahman bin Abu 'Amrah dari Zaid
bin Khalid sementara selain hadits ini diriwayatkan dari Ibnu Abi
107
Aqlia Zakiah, Fatwa Andika Z.A.I, Intan Nur Aini Rachman
Saksi Di Pengadilan Dalam Perspektif Hadits
'Amrah dari Zaid bin Khalid, itu juga hadits shahih. Abu 'Amrah
adalah budak milik Zaid bin Khalid Al Juhani, ia memiliki hadits
tentang 'Ghulul' dan kebanyakan orang menyebut Abdurrahman bin
Abu 'Amrah. (H.R Tirmidzi) nomor 2219.
b) Kualitas Hadits
“Maukah engkau aku ceritakan kepadamu tentang saksi-saksi yang
terbaik; yaitu orang-orang yang memberikan kesaksian sebelum
ditanya?” sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Telah
memberitahu kami (Al Ansari) telah memberitahu kami (Ma’an) telah
memberitahu kami (Malik) dari (‘Abdullah bin Abu Bakr bin
Muhammad bin ‘Amru bin Hazm) dari (ayahnya) dari (‘Abdullah bin
‘Amru bin’ Utsman) dari (Abu ‘Amrah Al Ansari) dari (Zaid bi Khalid
Al Juhani). Dilaporkan telah memberi tahu kami (‘Abdullah bin
Maslamah) dari (Malik) bahwa (Ahmad bin Al Hasan) telah memberi
tahu kami. Hadits ini hasan menurut Ibnu Abi ‘Amrah. Mayoritas
orang mengaitkannya dengan Abdurrahman bin Abu ‘Amrah, namun
ada perbedaan pendapat mengenai siapa sebenarnya yang
meriwayatkannya—ada yang berpendapat bahwa itu berasal dari Abu
‘Amrah, yang lain dari Ibnu Abi ‘Amrah, dan ini adalah kisah yang
lebih akurat karena diriwayatkan. Dari sumber selain hadits Malik
yaitu berasal dari Abdurrahman bin Abu ‘Amrah dari Zaid bin Khalid.
Selain hadits ini, diriwayatkan dari Ibnu Abi ‘Amrah dari Zaid bin
Khalid, dan juga merupakan hadits shahih. Abu ‘Amrah, yang
hadisnya tentang ‘Ghulul’, adalah budak Zaid bin Khalid Al Juhani.
Dia sering menggunakan nama Abdurrahman bin Abu ‘Amrah.13
c) Kosa Kata
Mengenai kosa kata disini bahwasannya kosa kata dari kalimat (
)الَبّيَنٌهmepunyai sinonim yaitu ()الشھادة, maka dalam pengertiannya disini
13
https://www.muslimmuna.com/id/hadith/sunan-tirmidzi/persaksian
108
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
14
Syamsuddĩn Muhammad bin Abu Bakar Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, I’lam al-Muwaqqi’ĩn,
( Beirut : Dar al-Fikr, 1977 ), hal. 90
15
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1976 ),
hal. 825
109
Aqlia Zakiah, Fatwa Andika Z.A.I, Intan Nur Aini Rachman
Saksi Di Pengadilan Dalam Perspektif Hadits
ِاْخ َباِر ِبَح ِّق ِللَغْيِر َع َلى الَغْيِر ِبَلْفٍظ َأْش َهد
Artinya : “ Bahwasanya kesaksian itu adalah memberitahukan dengan
sebenernya hak seseorang terhadap orang lain dengan
lafazh aku bersaksi.”
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwasanya sebuah
kesaksian itu terdiri dari beberapa unsur :
a. Terdapat kejadian atau perkara yang kedudukannya sebagai objek
b. Ada hak yang wajib ditegakkan dalam suatu objek tersebut
c. Terdapat seseorang yg memamparkan objek itu dgn jelas tanpa
adanya komentar
d. Adapun orang tersebut memamparkan tanpa adanya
kebohongan,maksudnya ia melihat dgn jelas hal tersebut
e. Informasi itu diserahkan kepada pihak yang berwenang untuk
menyatakan adanya hak bagi yang memang berhak
Jadi apa yang dijelaskan sebelumnya bisa dikemukakan definisi
saksi seperti yang diungkapkan oleh Al-Jauhari :
16
Al-Anshari, Lisan al-‘Arab, (Kairo : Dar al-Mishri, th ), juz VII, hal. 222
110
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
َو الَّش اِهُد َح اِم ُل الَّش َهاَد ِة َو ُم َؤ ِّدْيَها َأِلَّنُه ُم َش اِهٌد ِلَم ا َغاَب َع ْن َغْيِر ِه
Artinya : “saksi ialah orang yang mempertanggung jawabkan
kesaksian dan mengemukakannya,karena dia menyaksikan
suatu ( peristiwa ) yang orang lain tidak
menyaksikannya.”17
Syahadah ( kesaksian ) adalah salah satu alat yang sering
digunakan oleh para hakim guna menentukkan adanya suatu tindak
pidana ( jarimah ) , tidak banyak ketentuan minim sekali ketentuan
adanya suatu tindak pidana dgn tidak menggunakan bentuk kesaksian ,
maka sebab itu syahadah adalah suatu titik yang sangat penting dalam
hal menentukkan adanya perilaku tindak pidana.
Dalam pandangan syara’ adanya seorang saksi dan memberikan
18
kesaksian pada suatu kejadian adalah “ fardhu kifayah “ . manakala
diantara kalian menyaksikan suatu hal dgn sendiri dan menyadari dari
hati nurani sebagai manusia dan dirasakan oleh perasaan,disadari oleh
fikiran lalu tidak menyatakan kesaksian tersebut seperti memenjarakan
kesaksian itu di dalam hati,maka itu membuat dirinya sebagai orang
19
yang berdosa. Hukum memberikan kesaksiannya adalah “fardhu
ain”, apalagi bagi seseorang yang hanya dapat memberikan fakta-
faktanya, karena hak-hak dalam keadaan itu tidak dapat ditegakkan
tanpa adanya saksi.20
Para fuqaha sangat berhati-hati dalam menjelaskan mengenai
persyaratan saksi agar diterima kesaksiannya,tidak bisa dipungkiri
dalam pembahasan para fuqaha ini pasti memiliki perbedaan satu sama
17
Muhammad Ibn Isma’il al-Kahlaniy, Subul as-Salam, (Singapura : Sulaiman Mar’iy,
1960), hal. 126
18
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islam wa ‘Adillatuh, ( Damaskus : Dar al-Fikr, 1989 ), juz
VI, hal. 556
19
Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, ( Mesir : Maktabah al-Qahirah, 1960 ), hal. 132
20
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islām wa ‘Adillatuh, ( Damaskus : Dar al-Fikr, 1989 ), juz
VI, hal. 557
111
Aqlia Zakiah, Fatwa Andika Z.A.I, Intan Nur Aini Rachman
Saksi Di Pengadilan Dalam Perspektif Hadits
21
Ibn Hazm, al-Muhalla, ( Mesir : Jumhuriyah al-‘Arabiyyah, 1392H/1972M ), jilid 10, hal.
472
22
Ibid.
112
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
23
Ibn Rasyid, Bidayah al-Mujtahid, ( Mesir ; Musthafa al-Bab al-Halabi, 1960 ), juz II, hal.
463
24
Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid, ( Semarang : Usaha Keluarga, th ), juz II, hal. 346
25
Abd al-Qadir al-‘Audah, at-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami, ( t.tp, …….., 1968 ), juz II, hal. 398
113
Aqlia Zakiah, Fatwa Andika Z.A.I, Intan Nur Aini Rachman
Saksi Di Pengadilan Dalam Perspektif Hadits
Kesimpulan
1. Hadits yang disampaikan melalui sanad (urutan perawi) yang
panjang, mengenai saksi-saksi terbaik menurut sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa salam.
2. Terdapat perbedaan pendapat mengenai perawi hadits, khususnya
dalam kaitannya dengan Abdurrahman bin Abu ‘Amrah.
3. Kosa kata “al bayyinah” memiliki sinonim “ashshahadah,” dan
menurut Ibnu Qayyim, tidak hanya terbatas pada kesaksian, tetapi
juga mencakup bukti-bukti lain.
4. Makna global dari “saksi” mencakup orang yang melihat atau
mengetahui suatu peristiwa, baik menurut bahasa Indonesia maupun
bahasa Arab.
5. Syahadah (kesaksian) memiliki peran penting dalam menentukan
adanya tindak pidana, dan syara’ menganggapnya sebagai “fardhu
kifayah” (kewajiban kolektif) dan “fardhu ain” (kewajiban
individual).
6. Persyaratan saksi termasuk Islam, baligh, berakal, adil, menyaksikan
secara langsung, dan mampu berbicara dengan ingatan dan teliti.
7. Pandangan ulama seperti Ibnu Hazm, Imam Abu Hanifah, Imam
Ahmad, Imam Malik, dan Imam Syafi’i berbeda dalam menerima
kesaksian dari orang kafir dan anak-anak, serta kesaksian dari orang
yang tidak dapat berbicara (bisu).
8. Baligh dianggap sebagai titik pengukur kemampuan berpikir dan
bertindak secara adil, dan ada perbedaan pendapat mengenai
kesaksian orang bisu, termasuk pendapat bahwa isyarat mereka dapat
diterima dalam keadaan darurat.
Daftar Pustaka
115