Anda di halaman 1dari 15

Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam

SAKSI DI PENGADILAN DALAM PERSPEKTIF HADITS


Aqila Zakiah1, , Fatwa Andika Z.A.I2, Intan Nur Aini Rachman³
1
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia
2
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia
3
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia

Abstract
Witnesses play an important role in establishing or revealing facts that will
be used as a reference to find additional evidence to support requests for
information, investigations, or even testimony in court. Examination of
witnesses is a crucial step in the evidentiary process in case trials. Even
though it is not the only piece of evidence that can support the success of a
proof, witnesses are involved in proof in almost all circumstances (almost
100% of cases empirically). Therefore, many scholars debate about how to
define a witness and the circumstances in which one can be used as proof of
marriage.

Keywords: Witness, Evidence, Trial

Abstrak
Saksi berperan penting dalam menetapkan atau mengungkapkan fakta yang
akan dijadikan acuan untuk menemukan bukti tambahan yang mendukung
permintaan informası. Penyidikan, atau bahkan kesaksian di pengadilan.
Pemeriksaan saksi merupakan langkah krusial dalam proses pembuktian
dalam persidangan perkara Meskipun bukan satu-satunya alat bukti yang
dapat menunjang keberhasilan suatu pembuktian, saksi dilibatkan dalam
pembuktian di hampir semua keadaan (hampir 100% kasus secara empiris)
Oleh karena itu banyak ulama yang berdebat tentang bagaimana
mendefinisikan saksi dan keadaan di mana seseorang dapat digunakan
sebagai bukti perkawinan.

Kata Kunci: Saksi, Bukti, Persidangan.

Pendahuluan
Aqlia Zakiah, Fatwa Andika Z.A.I, Intan Nur Aini Rachman
Saksi Di Pengadilan Dalam Perspektif Hadits

Keterangan saksı merupakan salah satu alat bukti yang dapat


diterima, dalam proses jual beli Aparat penegak hukum seringkali kesulitan
mencari dan memperoleh informasi mengenai tindak pidana yang dilakukan
oleh pelaku kejahatan karena adanya ancaman, baik fisik maupun psikis,
yang dilakukan terhadap saksi dan korban oleh pihak-pihak tertentu. Oleh
karena itu, keberadaan saksi dan korban menjadi sangat penting
Bukti-bukti yang digali atau ditemukan mempunyai dampak yang
signifikan terhadap hasil suatu prosedur persidangan. Banyak kasus yang
masih belum terselesaikan selama proses penyelesaian, terutama jika
menyangkut saksi, karena tidak ada cukup saksi untuk mendukung tanggung
jawab penegakan hukum. Faktanya, faktor kunci dalam proses persidangan
di pengadilan. adalah kehadiran korban dan saksi. Kehadiran korban dan
saksi dalam tindak pidana selama ini kurang
Ditemukan adanya penolakan di masyarakat untuk memberikan
kesaksian karena memerlukan waktu, adanya perlakuan kejam, dan ada
bahayanya. Di masyarakat ditemukan. adanya penolakan untuk memberikan
kesaksian karena menyita waktu, adanya perlakuan kejam, dan
membahayakan keselamatan saksi dan keluarganya. Berdasarkan keterangan
saksi-saksi yang dipanggil untuk memberikan kesaksian, misalnya dalam
kasus korupsi, mereka merasa sangat lelah, gelisah, dan takut untuk
memberikan kesaksian Meskipun saksi bukan satu-satunya alat bukti yang
dapat digunakan untuk membuktikan suatu perkara dengan sukses, saksi
digunakan sebagai alat bukti di pengadilan pada hampir semua kasus yang
ada saat ini.
Metodologi
Metodologi penelitian ini juga melibatkan analisis hadits sebagai
sumber hukum Islam. Hadits yang relevan dengan asas keadilan dalam
putusan perceraian, seperti hadits tentang saksi, akan dievaluasi untuk
mendukung temuan dalam analisis literatur dan studi kepustakaan. Analisis
hadits akan mencakup pemahaman mendalam terhadap konteks, sanad (rantai
perawi), dan matan (teks) hadits tersebut. Pertimbangan kritis terhadap
kekuatan sanad dan keabsahan matan akan digunakan untuk menilai
kecocokan hadits dengan prinsip-prinsip asas keadilan dalam konteks
perceraian. Analisis semacam ini memastikan bahwa hadits yang digunakan
sebagai landasan dalam penelitian memiliki integritas dan relevansi yang
baik. Dalam pembahasan hadits, akan dianalisis makna dan implikasinya
terkait asas keadilan dalam putusan perceraian. Faktor-faktor seperti
kejelasan dan kesesuaian hadits dengan prinsip-prinsip keadilan Islam akan
diperincikan. Hadits tersebut dijadikan rujukan karena keandalan sanadnya
102
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam

dan kecocokan dengan pokok hukum Islam, yang memberikan landasan


normatif untuk penilaian keadilan dalam konteks persaksian dalam
perceraian. Pemilihan hadits yang benar-benar mendukung aspek keadilan
menjadi kunci dalam memperkuat argumen dan kesimpulan penelitian.

Tinjauan Literatur
a. Kesaksian
Kata saksi dalam bahasa Arab adalah syahadah yang berasal dari kata
musyauhadah yang berarti melihat dengan mata karena orang yang menjadi
syahid (orang yang menyaksikan) itu memberitahukan tentang apa yang
disaksikan dan yang dilihatnya. Maknanya, dalam kesaksian menggunakan
kata asyhadu (aku menyaksikan) atau syahidtu (aku telah menyaksikan).
Selain itu kata syahadah, menurut sebagaian pakar bahasa Arab bersal
dari kata i'laam yang berarti pemberitahuan sebagaimana terdapat al-Qur'an
pada surah Ali Imran ayat 18 yang berbunyi sebagai berikut:

١٨ ‫شهد هللا أنه ال إله إال ُهَو َو المليكة وأولوا اْلِع ْلِم َفاِئًم ا ِباْلِقْس ِط اَل ِإَلَه ِإاَّل ُهَو اْلَع ِزيُز اْلَح ِكيُم‬

Artinya: "Allah SWT menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan


Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu), Tiidak ada
Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah). Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana". (Qs. Ali Imran/2:18)

Ayat ini memberikan gambaran bahwa kata syahida bermakna 'alima


(mengetahui) karena secara tidak langsung seorang saksi menyaksikan atau
menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui pancaindra penglihatan
atau pendengaran sedangkan orang lain tidak mengetahui hal itu. Maka
dalam ajaran Islam, bahwa tidak boleh bagi seseorang memberikan kesaksian
yang diketahuinya. Karena kesaksian itu sebagai pengetahuan maka para
pakar mendefenisikan kesaksian yang antara lain Menurut Muhammad Salam
Madzkur:

‫الشهادة عبار صدق في مجلس الحكم بلفظ الشهادة إلثبات حق على الغير‬

"Kesaksian adalah mengenai pemberitahuan seseorang yang benar di depan


pengadilan dengan ucapan kesaksian untuk menetapkan suatu hak terhadap
orang lain".
103
Aqlia Zakiah, Fatwa Andika Z.A.I, Intan Nur Aini Rachman
Saksi Di Pengadilan Dalam Perspektif Hadits

b. Alat Bukti
Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
menyebutkan alat bukti adalah sesuatu hal yang dianggap cukup untuk
memperlihatkan kebenaran suatu peristiwa yang telah terjadi. 1 Berdasarkan
pengertian ini dapat diambil suatu pemahaman, bahwa apa saja yang dapat
dijaidkan sebagai alat bukti untuk memperlihatkan atau menunjukkan suatu
kebenaran peristiwa atau kejadian dapat dikatakan sebagai alat bukti.
Kemudian Ibnu Qoyyim al-Jauziyah mendefenisikan pengertian alat
bukti sebagai berikut:
2
‫يقول ابن القيم البينة اسم لكل ما يبني احلق ويظهره‬
Artinya: Menurut Ibnu Qoyyim alat bukti adalah meliputi apa saja yang
dapat mengungkapkan atau menjelaskasn suatu kejadian.

Para hakim dalam menjalankan tugasnya terikat dengan alat bukti


seketika memutuskan hukum, hal ini disebabkan setiap kali hakim mengadili
perkara dalamm keputusannya harus berlandaskan alat-alat bukti yang kuat. 3
Hal ini berdasarkan hadis Nabi yang menyatakan:
4
‫عن ابن عباس ان النيب صلى اهلل عليه وسلم يقول البينة على املدعى واليمني على من انكر‬
Artinya: Dari Ibnu Abbas r.a Nabi berkata bukti bagi penggugat sedangkan
sumpah bagi orang yang mengingkarinya.

Hadis diatas pada dasarnya bermaksud menegaskan perlunya bukti


bagi setiap penggugat atau bagi dakwaan yang diajukan. Benar atau tidaknya
suatu gugatan ditentukan oleh ada atau tidaknya suatu alat bukti yang
memperkuatnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka pada gilirannya dapat ditarik suatu
pengertian bahwa yang dimaksud dengan alat bukti adalah segala sesuatu
yang dapat dijadikan sarana untuk mengungkapkan atau menjelaskan suatu
kejadian atau kasus yang telah terjadi, dan kebiasaannya digunakan sebagai
pembuktian perkara di pengadilan.
1

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1982, h.


160.
2

Muhammad Salam Madkur, al-Qa«a f³ al-Islam, , (Kairo: Dar an-Nahdah t.t.) h. 83.
3
Supomo SH, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta: Pradya Pratama, 1980, h.
63-64.
4
Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subulus al-Salam, (Bandung: Dahlan, Juz IV, t.t)., h.
132.
104
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam

c. Alat Bukti Yang Disepakati


Alat-alat bukti yang disepakati oleh ulama adalah:
1. Pengakuan (Iqrar)
2. Kesaksian (Syahadah)
3. Sumpah (al-yamin) 5
Hanya saja sebagai catatan perlu penulis sampaikan bahwa Ibnu
Qoyyim berpendapat qarinah juga sebagai alat bukti yang sama kuatnya
dengan ketiga alat bukti diatas, 6 dan pendapat Ibnu Qoyyim ini akan penulis
uraikan pada akhir pembahasan.
Ad. 1. Pengakuan (Iqrar)
Adapun yang dimaksud dengan pengakuan adalah sebagaimana
disebutkan dalam defenisi berikut ini:
7
‫األقرار لغة هو اإلثبات‬
Artinya: Pengakuan menurut bahasa seperti menetapkan.
Dari ungkapan diatas, maka dapat diketahui bahwa pengakuan
menurut bahasa Artinya adalah suatu penetapan. Sedangkan pengakuan
menurut istilah syara’ adalah sebagaimana disebutkan dalam defenisi berikut
ini:
8
‫األقرار هو ما اقربه شيء‬
Artinya: Pengakuan ialah suatu pengakuan terhadap apa yang
didakwakan.
Terjadinya suatu pengakuan itu adalah ketika proses pemeriksaan
gugatan atau dakwaan yang biasanya terjadi di pengadilan. Idealnya
pegnakuan adalah dengan melalui ucapan seseorang dan ada pula sebagian
ulama berpendapat bahwa pengakuan boleh melalui isyarat bagi orang yang
bisu atau dengan tulisannya, karena orang yang bisu meskipun tidak bisa
bicara, ada yang bisa menulis.9
Adapun syarat-syarat diterimanya pengakuan adalah sebagai berikut:
1. Berakal
2. Baligh

5
Hasbi as-Shiddiqi, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Yogyakarta: al-Ma’arif, 1964), h.
116.
6

Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, A¯-°uruq al-¦ukmiyah, (Kairo: , al-Muhammadiyah, t.t.),


h. 7.
7
Sayyid S±biq, Fiqh as-Sunnah, ,(Lebanon: Dar al-Fikr, Beirut, Juz III, t.t), h. 329.
8
Ibid.
9
Imron, Peradilan Dalam Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1964), h. 101.
105
Aqlia Zakiah, Fatwa Andika Z.A.I, Intan Nur Aini Rachman
Saksi Di Pengadilan Dalam Perspektif Hadits

3. Tidak terpaksa10

Jumhur ulama berpendapat bahwa pengakuan yang dalam kondisi


terpaksa dipandang tidak sah, kecuali Ibnu Qoyyim yang mengatakan sah
pengakuan kendati dalam kondisi terpaksa. Hal ini sebagaimana
disebutkannya dalam kutipan berikut ini:

11
‫صحة االقرار املكره‬
Artinya: Sah pengakuannya orang yang dalam keadaan terpaksa.
Pengakuan yang dimaksudkan diatas menurut Ibnu Qoyyim khusus
dalam tindak pidana pencurian, apabila seorang tersangka ditemukan tanda-
tanda yang meyakinkan (qarinah) bahwa tersangka tersebut besar
kemungkinan pelakunya, maka ia boleh dipaksa seperti memukulnya agar ia
mengakuinya, misalnya barang yang hilang ditemukan dalam rumahnya,
maka qarinah seperti ini meyakinkan kalau ia sebagai pelakunya, aka ia
boleh dipaksa agar mengakuinya demi untuk menyingkap kasus yang terjadi,
dan pengakuannya dalam kondisi seperti ini dipandang Ibnu Qoyyim adalah
sah.

Hasil dan Pembahasan


a) Hadits Tentang Saksi
‫ الَبّيَنٌه‬: ‫ أّن الَنِبُي َص َلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َلَم قَاَل‬، ‫َع ِن اْبِن َعَّباٍس َر ِض َي هللا َع ْنُهمَا‬
) ‫َع َلى الُم ْد ِع ى َو الَيِم ْيِن َع َلى الَم ْد ِع ى َع َلْيِه ( رواه الترميذ ى‬
Artinya : Dari ‘Ibnu ‘Abbas ra, bahwasanya Nabi saw bersabda :
“Pembuktian adalah kewajiban penggugat, sedangkan sumpah
adalah kewajiban orang yang mengingkarin”. (H.R. Baihaqi dan at-
Turmudzi).12

10
Ibnu Hazm, Al-Muhla, (Libanon: Dar al-Fikr, Beirut, Juz VIII, t.t), h. 101.
11
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, h.9.
12
At-Turmudzi, Jami’ Saḥiḥ Sunan at-Tirmidzi, ( t. tp : Maktabah wa Matba’ah Mustafa al-
Bab
al-Halabi wa Auladihi, 1967 ), Kitab Syahadah 1341, hal. 617
106
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam

‫َح َّد َثَنا اَأْلْنَص اِرُّي َح َّد َثَنا َم ْعٌن َح َّد َثَنا َم اِلٌك َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َأِبي َبْك ِر ْبِن ُمَحَّمِد ْبِن‬
‫َع ْم ِرو ْبِن َح ْز ٍم َع ْن َأِبيِه َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َع ْم ِرو ْبِن ُع ْثَم اَن َع ْن َأِبي َع ْمَر َة‬
‫اَأْلْنَص اِرِّي َع ْن َز ْيِد ْبِن َخاِلٍد اْلُج َهِنِّي َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل َأاَل‬
‫ُأْخ ِبُر ُك ْم ِبَخْيِر الُّش َهَداِء اَّلِذ ي َيْأِتي ِبالَّش َهاَد ِة َقْبَل َأْن ُيْس َأَلَها َح َّد َثَنا َأْح َم ُد ْبُن اْلَحَس ِن‬
‫َح َّد َثَنا َع ْبُد ِهَّللا ْبُن َم ْس َلَم َة َع ْن َم اِلٍك َنْح َو ُه و َقاَل اْبُن َأِبي َع ْمَر َة َقاَل َهَذ ا َح ِد يٌث‬
‫َحَس ٌن َو َأْكَثُر الَّناِس َيُقوُلوَن َع ْبُد الَّرْح َمِن ْبُن َأِبي َع ْمَر َة َو اْخ َتَلُفوا َع َلى َم اِلٍك ِفي‬
‫ِرَو اَيِة َهَذ ا اْلَحِد يِث َفَر َو ى َبْعُض ُهْم َع ْن َأِبي َع ْمَر َة َو َر َو ى َبْعُض ُهْم َع ْن اْبِن َأِبي‬
‫َع ْمَر َة َو ُهَو َع ْبُد الَّرْح َمِن ْبُن َأِبي َع ْمَر َة اَأْلْنَص اِرُّي َو َهَذ ا َأَص ُّح َأِلَّنُه َقْد ُر ِوَي ِم ْن‬
‫َغْيِر َحِد يِث َم اِلٍك َع ْن َع ْبِد الَّرْح َمِن ْبِن َأِبي َع ْمَر َة َع ْن َزْيِد ْبِن َخاِلٍد َو َقْد ُر ِوَي‬
‫َع ْن اْبِن َأِبي َع ْمَر َة َع ْن َزْيِد ْبِن َخاِلٍد َغ ْيُر َهَذ ا اْلَحِد يِث َو ُهَو َحِد يٌث َص ِح يٌح َأْيًضا‬
‫َو َأُبو َع ْمَر َة َم ْو َلى َز ْيِد ْبِن َخاِلٍد اْلُج َهِنِّي َو َلُه َحِد يُث اْلُغ ُلوِل َو َأْكَثُر الَّناِس َيُقوُلوَن‬
‫َع ْبُد الَّرْح َمِن ْبُن َأِبي‬

(‫) َر َو اه الَّترِمِد ى‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami (Al Anshari) telah
menceritakan kepada kami (Ma'an) telah menceritakan kepada kami
(Malik) dari ('Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin 'Amru bin
Hazm) dari (ayahnya) dari ('Abdullah bin 'Amru bin 'Utsman) dari
(Abu 'Amrah Al Anshari) dari (Zaid bi Khalid Al Juhani) Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Maukah kalian aku beritahu
saksi-saksi terbaik; yang membawa kesaksian sebelum diminta?"
telah menceritakan kepada kami (Ahmad bin Al Hasan) telah
menceritakan kepada kami ('Abdullah bin Maslamah) dari (Malik)
Sepertinya. Berkata Ibnu Abi 'Amrah: Hadits ini hasan dan
kebanyakan orang mengatakan Abdurrahman bin Abu 'Amrah,
mereka memperselisihkan riwayat hadits ini atas Malik, sebagaian
dari mereka meriwayatkan dari Abu 'Amrah, ada juga yang
meriwayatkan dari Ibnu Abi 'Amrah, ia adalah Abdurrahman bin Abu
'Amrah Al Anshari dan inilah yang lebih benar karena diriwayatkan
dari selain hadits Malik dari Abdurrahman bin Abu 'Amrah dari Zaid
bin Khalid sementara selain hadits ini diriwayatkan dari Ibnu Abi
107
Aqlia Zakiah, Fatwa Andika Z.A.I, Intan Nur Aini Rachman
Saksi Di Pengadilan Dalam Perspektif Hadits

'Amrah dari Zaid bin Khalid, itu juga hadits shahih. Abu 'Amrah
adalah budak milik Zaid bin Khalid Al Juhani, ia memiliki hadits
tentang 'Ghulul' dan kebanyakan orang menyebut Abdurrahman bin
Abu 'Amrah. (H.R Tirmidzi) nomor 2219.
b) Kualitas Hadits
“Maukah engkau aku ceritakan kepadamu tentang saksi-saksi yang
terbaik; yaitu orang-orang yang memberikan kesaksian sebelum
ditanya?” sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Telah
memberitahu kami (Al Ansari) telah memberitahu kami (Ma’an) telah
memberitahu kami (Malik) dari (‘Abdullah bin Abu Bakr bin
Muhammad bin ‘Amru bin Hazm) dari (ayahnya) dari (‘Abdullah bin
‘Amru bin’ Utsman) dari (Abu ‘Amrah Al Ansari) dari (Zaid bi Khalid
Al Juhani). Dilaporkan telah memberi tahu kami (‘Abdullah bin
Maslamah) dari (Malik) bahwa (Ahmad bin Al Hasan) telah memberi
tahu kami. Hadits ini hasan menurut Ibnu Abi ‘Amrah. Mayoritas
orang mengaitkannya dengan Abdurrahman bin Abu ‘Amrah, namun
ada perbedaan pendapat mengenai siapa sebenarnya yang
meriwayatkannya—ada yang berpendapat bahwa itu berasal dari Abu
‘Amrah, yang lain dari Ibnu Abi ‘Amrah, dan ini adalah kisah yang
lebih akurat karena diriwayatkan. Dari sumber selain hadits Malik
yaitu berasal dari Abdurrahman bin Abu ‘Amrah dari Zaid bin Khalid.
Selain hadits ini, diriwayatkan dari Ibnu Abi ‘Amrah dari Zaid bin
Khalid, dan juga merupakan hadits shahih. Abu ‘Amrah, yang
hadisnya tentang ‘Ghulul’, adalah budak Zaid bin Khalid Al Juhani.
Dia sering menggunakan nama Abdurrahman bin Abu ‘Amrah.13
c) Kosa Kata
Mengenai kosa kata disini bahwasannya kosa kata dari kalimat (
‫ )الَبّيَنٌه‬mepunyai sinonim yaitu (‫)الشھادة‬, maka dalam pengertiannya disini

13
https://www.muslimmuna.com/id/hadith/sunan-tirmidzi/persaksian
108
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam

dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat mendekatkan atau


menyatakan sebuah bentuk kebenaran. Disamping itu pula beberapa
para ahli fikih diantaranya mengemukakan secara sempit atau dapat
dikatakan khusus bahwa pengertian dari kata itu adalah dua orang saksi
laki-laki saja atau seorang saksi laki-laki dengan sumpah penggugat.
Al bayyinah menurut pendapat Ibnu Qayyim menyatakan :
(‫)الشھادة‬
Maka dapat dipahami bahwa dalam penjelasan menurut Ibnu
Qayyim ini lebih secara ruang lingkup umum mengenai kalimat (‫على‬
‫دعى البینة‬°°°‫ )الم‬bahwasannya suatu bentuk kewajiban beban yang
dibebankan kepada seorang penggugat dalam aspek untuk
mengemukakan pendapat yang bertujuan agar memperkuat suatu
gugatan yang diajukannya agar dalam suatu prosesnya dapat
ditetapkan. Perlu digaris bawahi bahwa benar posisi dua orang laki-laki
termasuk kedalam suatu bukti-bukti, tetapi perlu dipahami bahwa hal
itu tidak menafikan bukti-bukti yang lainnya dikarenakan terkadang
suatu bukti-bukti yang lain dapat dikatakan lebih kuat dari bukti
kesaksian yang dikemukakan.
Terlepas dari itu, Ibnu Qayyim juga berpendapat bahwasannya,
akan dalam keadaan sulit jikalau apabila suatu arti dalam kosa kata
bayyinah ini terlingkup hanya dalam arti kesaksian saksi. Maka dengan
itu bayyinah disini tidak terbatas dalam arti kesaksian saja, tetapi juga
termasuk bukti-bukti lain yang dapat digunakan, baik itu tergugat
ataupun penggugat.14
d) Makna Global
Menurut bahasa indonesia saksi ialah sebuah kata benda yakni “
15
orang yang melihat atau orang yang mengetahui.” disamping itu

14
Syamsuddĩn Muhammad bin Abu Bakar Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, I’lam al-Muwaqqi’ĩn,
( Beirut : Dar al-Fikr, 1977 ), hal. 90
15
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1976 ),
hal. 825
109
Aqlia Zakiah, Fatwa Andika Z.A.I, Intan Nur Aini Rachman
Saksi Di Pengadilan Dalam Perspektif Hadits

menurut bahasa arab merupakan ( ‫ شاھد‬atau ‫ )الشاھد‬bermakna seseorang


yang mengetahui serta menjelaskan sesuatu apa yang diketahui.
Jama dari kata tersebut ialah ( ‫ اشھاد‬dan ‫)شھود‬, kata ( ‫ ) شھید‬masdar nya (
16
‫ھادة‬°‫ ) الش‬bermakna “ kabar yang pasti.” sedangkan saksi dalam logot /
bahasa adalah :

‫اَّلِذ ي َيْخ َبَر ُه ِبَم ا َش َهَد ُه الَم اَل ُك اِّللَس اِن‬


Artinya : ”Orang yang memberitahukan tentang apa yang telah di
saksikannya yang mempunyai kemampuan Bahasa”.
Pengertian saksi tidak ditemukan dalam buku fiqih,sekalipun ada
itu adalah penjelasan dari kesaksian ‫ الشھادة‬maka dari itu,pertama kita
akan menjelaskan mengenai kesaksian :

‫ِاْخ َباِر ِبَح ِّق ِللَغْيِر َع َلى الَغْيِر ِبَلْفٍظ َأْش َهد‬
Artinya : “ Bahwasanya kesaksian itu adalah memberitahukan dengan
sebenernya hak seseorang terhadap orang lain dengan
lafazh aku bersaksi.”
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwasanya sebuah
kesaksian itu terdiri dari beberapa unsur :
a. Terdapat kejadian atau perkara yang kedudukannya sebagai objek
b. Ada hak yang wajib ditegakkan dalam suatu objek tersebut
c. Terdapat seseorang yg memamparkan objek itu dgn jelas tanpa
adanya komentar
d. Adapun orang tersebut memamparkan tanpa adanya
kebohongan,maksudnya ia melihat dgn jelas hal tersebut
e. Informasi itu diserahkan kepada pihak yang berwenang untuk
menyatakan adanya hak bagi yang memang berhak
Jadi apa yang dijelaskan sebelumnya bisa dikemukakan definisi
saksi seperti yang diungkapkan oleh Al-Jauhari :
16
Al-Anshari, Lisan al-‘Arab, (Kairo : Dar al-Mishri, th ), juz VII, hal. 222
110
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam

‫َو الَّش اِهُد َح اِم ُل الَّش َهاَد ِة َو ُم َؤ ِّدْيَها َأِلَّنُه ُم َش اِهٌد ِلَم ا َغاَب َع ْن َغْيِر ِه‬
Artinya : “saksi ialah orang yang mempertanggung jawabkan
kesaksian dan mengemukakannya,karena dia menyaksikan
suatu ( peristiwa ) yang orang lain tidak
menyaksikannya.”17
Syahadah ( kesaksian ) adalah salah satu alat yang sering
digunakan oleh para hakim guna menentukkan adanya suatu tindak
pidana ( jarimah ) , tidak banyak ketentuan minim sekali ketentuan
adanya suatu tindak pidana dgn tidak menggunakan bentuk kesaksian ,
maka sebab itu syahadah adalah suatu titik yang sangat penting dalam
hal menentukkan adanya perilaku tindak pidana.
Dalam pandangan syara’ adanya seorang saksi dan memberikan
18
kesaksian pada suatu kejadian adalah “ fardhu kifayah “ . manakala
diantara kalian menyaksikan suatu hal dgn sendiri dan menyadari dari
hati nurani sebagai manusia dan dirasakan oleh perasaan,disadari oleh
fikiran lalu tidak menyatakan kesaksian tersebut seperti memenjarakan
kesaksian itu di dalam hati,maka itu membuat dirinya sebagai orang
19
yang berdosa. Hukum memberikan kesaksiannya adalah “fardhu
ain”, apalagi bagi seseorang yang hanya dapat memberikan fakta-
faktanya, karena hak-hak dalam keadaan itu tidak dapat ditegakkan
tanpa adanya saksi.20
Para fuqaha sangat berhati-hati dalam menjelaskan mengenai
persyaratan saksi agar diterima kesaksiannya,tidak bisa dipungkiri
dalam pembahasan para fuqaha ini pasti memiliki perbedaan satu sama

17
Muhammad Ibn Isma’il al-Kahlaniy, Subul as-Salam, (Singapura : Sulaiman Mar’iy,
1960), hal. 126
18
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islam wa ‘Adillatuh, ( Damaskus : Dar al-Fikr, 1989 ), juz
VI, hal. 556
19
Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, ( Mesir : Maktabah al-Qahirah, 1960 ), hal. 132
20
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islām wa ‘Adillatuh, ( Damaskus : Dar al-Fikr, 1989 ), juz
VI, hal. 557
111
Aqlia Zakiah, Fatwa Andika Z.A.I, Intan Nur Aini Rachman
Saksi Di Pengadilan Dalam Perspektif Hadits

lain baik dalam suatu kejadian tertentu apalagi dengan beberapa


persyaratan khusus,berikut ini persyaratan saksi :
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Adil 21
5. Menyaksikan secara langsung
6. Dapat berbicara,baik ingatan dan teliti
e) MENURUT PENDAPAT ULAMA
Ibnu hazm mentitik beratkan islam sebagai salah satu point syarat
untuk kesaksian orang dapat diterima dalam macam-macam aspek
peristiwa hukum,maka diri nya menolak kesaksian yang disampaikan
oleh seorang kafir baik sesamanya ataupun agama islam. Tetapi
disamping itu ada salah satu pengecualian yang disampaikan yaitu
apabila dalam suatu peristiwa wasiat yang dilakukan dalam keadaan
musafir dalam kondisi nya tidak adanya seorang pun muslim dan
hanya terdapat orang kafir,oleh sebab itu ibnu hazm memperbolehkan
suatu kesaksian dari orang kafir tersebut. 22
Tidak jauh berbeda dari pendapat ibnu hazm,imam abu hanifah dan
imam ahmad membolehkan menerima kesaksian dari orang
kafir,seperti hal nya wasiat yang dilaksanakan oleh orang islam pada
saat musafir sebab tidak ada satupun orang islam untuk dijadikan saksi.
Berbeda hal nya dengan imam malik dan imam syaf’i bahwasanya
menetapkan secara mutlak tidak menerima kesaksian dari orang kafir
untuk orang islam. Disamping itupun madzhab syafi’I seorang saksi
diharuskan seseorang yang merdeka tetapi dawud az-zhairi berbeda
siapapun boleh menjadi saksi yang terpenting mereka hanya memiliki

21
Ibn Hazm, al-Muhalla, ( Mesir : Jumhuriyah al-‘Arabiyyah, 1392H/1972M ), jilid 10, hal.
472
22
Ibid.
112
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam

sifat yang adil kecuali terdapat penjelasan dalam al-qur’an,sunnah dan


ijma. 23
Baligh merupakan salah satu syarat untuk diterima nya kesaksian
seseorang,dengan alasan dikarenakan baligh menjadi suatu titik
pengukur pada suatu kemampuan berpikir juga bertindak secara
adil,sadar dan baligh. Menurut imam malik mengenai seseorang yang
blm baligh ataupun juga dikatakan anak-anak,imam malik berpendapat
bahwa suatu bentuk kesaksian dari mereka bukan dikatakan sebagai
suatu kesaksian tetapi lebih tepat nya hanya suatu petunjuk. 24
Siapapun yang ingin menjadi saksi seyoginya seseorang yang
dapat berbicara dengan alasan untuk menyampaikan juga menerangkan
tetapi para imam memiliki perbedaan pendapat mengenai kesaksian
orang yang tidak dapat berbicara ( bisu ) . Madzhab hambali
berpendapat bagi orang bisu tidak bisa diterima kesaksiannya kecuali
jika mereka dapat menulis suatu kronologi kesaksiannya oleh tangan
sendiri. Menurut madzhab maliki orang yang bisu dapat diterima suatu
kesaksiannya dengan catatan suatu bentuk isyarat nya dapat dipahami.
Ada beberapa pendapat dalam madzhab syafi’I mengenai kesaksian
orang bisu, ada sebagian yang membolehkan ada juga yang tida
membolehkan, titik inti dari mereka yang membolehkan yaitu karena
alasan suatu isyarat yang disampaikan oleh orang yang bisu dapat
disamakan seperti orang yang sedang berbicara, sedangkan titik inti
bagi mereka yang tidak membolehkan itu dengan alasan suatu bentuk
isyarat yang disampaikan orang bisu hanya dapat diterima dalam suatu
keadaan yang darurat25, maksudnya darurat disini yaitu apabila tidak
ada lagi oranglain yang menyaksikan suatu peristiwa hukum yang
terjadi.

23
Ibn Rasyid, Bidayah al-Mujtahid, ( Mesir ; Musthafa al-Bab al-Halabi, 1960 ), juz II, hal.
463
24
Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid, ( Semarang : Usaha Keluarga, th ), juz II, hal. 346
25
Abd al-Qadir al-‘Audah, at-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami, ( t.tp, …….., 1968 ), juz II, hal. 398
113
Aqlia Zakiah, Fatwa Andika Z.A.I, Intan Nur Aini Rachman
Saksi Di Pengadilan Dalam Perspektif Hadits

Kesimpulan
1. Hadits yang disampaikan melalui sanad (urutan perawi) yang
panjang, mengenai saksi-saksi terbaik menurut sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa salam.
2. Terdapat perbedaan pendapat mengenai perawi hadits, khususnya
dalam kaitannya dengan Abdurrahman bin Abu ‘Amrah.
3. Kosa kata “al bayyinah” memiliki sinonim “ashshahadah,” dan
menurut Ibnu Qayyim, tidak hanya terbatas pada kesaksian, tetapi
juga mencakup bukti-bukti lain.
4. Makna global dari “saksi” mencakup orang yang melihat atau
mengetahui suatu peristiwa, baik menurut bahasa Indonesia maupun
bahasa Arab.
5. Syahadah (kesaksian) memiliki peran penting dalam menentukan
adanya tindak pidana, dan syara’ menganggapnya sebagai “fardhu
kifayah” (kewajiban kolektif) dan “fardhu ain” (kewajiban
individual).
6. Persyaratan saksi termasuk Islam, baligh, berakal, adil, menyaksikan
secara langsung, dan mampu berbicara dengan ingatan dan teliti.
7. Pandangan ulama seperti Ibnu Hazm, Imam Abu Hanifah, Imam
Ahmad, Imam Malik, dan Imam Syafi’i berbeda dalam menerima
kesaksian dari orang kafir dan anak-anak, serta kesaksian dari orang
yang tidak dapat berbicara (bisu).
8. Baligh dianggap sebagai titik pengukur kemampuan berpikir dan
bertindak secara adil, dan ada perbedaan pendapat mengenai
kesaksian orang bisu, termasuk pendapat bahwa isyarat mereka dapat
diterima dalam keadaan darurat.
Daftar Pustaka

Abduh, M. (1960). Tafsir Al-Manar. Mesir: Maktabah al-Qahirah.


Al-Anshari. (n.d.). Lisan al-'Arab Juz VII. Kairo: Dar al-Mishri.
al-Audah, A. a.-Q. (1968). At-Tasyri' al-Jina'i al-Islami Juz II.
al-Kahlaniy, M. I. (1960). Subulas-Salam. Singapura: Sulaiman Mar'iy.
al-Zuhaily, W. (1989). al-Fiqh al-Islam wa'Adillatuh Juz VI. Damaskus: Dar
Al-Fikr.
Al-Zuhaily, W. (1989). Al-Fiqh al-Islam wa'Adillatuh Juz VI. Damaskus: Dar
al-Fikr.
114
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam

At-Turmudzi. (1967). Kitab Syahadah. Maktabah wa Matba'ah Mustafa al-


Bab al-Halabi wa Auladihi.
Hazm, I. (1392 H/1972 M). Al-Muhalla Jilid 10. Mesir: Jumhuriyah al-
Arabiyyah.
Muhammad, S., & Al-Jauziyyah , A. I. (1977). I'lam al-Muwaqqi'in. Beirut:
Dar al-Fikr.
Poerwadarminta, W. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Rasyid, I. (1960). Bidayah al-Mujtahid Juz II. Mesir: Musthafa al-Bab al-
Halabi.
Rusyd, I. (n.d.). Bidayatul Mujtahid Juz II. Semarang: Usaha Keluarga.
https://www.muslimmuna.com/id/hadith/sunan-tirmidzi/persaksian

115

Anda mungkin juga menyukai