Anda di halaman 1dari 15

i

MAKALAH
PEMBUKTIAN
(HUKUM ACARA PERDATA)

Dosen pengampu : Aminuddin Lahami S.H.,M.H

Diajukan untuk memenuhi tugas hukum acara perdata

DISUSUN OLEH :

HENDRA GUNAWAN

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

JURUSAN SYARIAH & EKONOMI BISNIS ISLAM

SEKOLAH TINGGI ISLAM NEGERI MAJENE

TAHUN AKADEMIK 2023-2024


ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha esa, sholawat serta salam
senantiasa kita panjatkan kepada junjungan kita,baginda nabi Muhammad saw, beserta
keluarga beliau yang di sucikan oleh Allah swt,semoga kita semua bisa mendapatkan
syawaatnya beliau di akhirat kelak.makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh bapak Aminuddin Lahami S.H,M.H tentang ( pembuktian ) selain itu,
penyusunan makalah ini juga menambah serta pengetahuan hukum acara perdata perdata
secara meluas.

Dalam penulis makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dalam penulisan
maupun penyusunan, karena itu kami mengharap krtik dan saran guna memperbaiki
kesalahan pada pembuatan makalah selanjutnya.

Majene,18 mei 2023

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembuktian
B. Pembagian Beban Pembuktian
C. Alat-Alat Bukti

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
iv

BAB I
1

PENDAHULU
1
ii

A. Latar Belakang
Dalam hukum acara perdata dalam pembuktian mencakup beberapa prinsip
yang harus di pahami yaitu prinsip kontradiksi merupakan prinsip dasar dalam system
hukum acara perdata yang menjamin bahwa setiap pihak memiliki kesempatan yang
sama untuk mengajukan bukti dan memberikan pembelaan terhadap bukti yang di
ajukan oleh pihak lawan. Pinsip ini memastikan keadilan dan kesetaraan dalam
persidangan.dan kemudian prinsip beban pembuktian menentukan siapa yang
bertanggug jawab untuk membuktikan kebenaran klaim atau tuntuan dalam
persidangan dalam hukum acara perdata, pihak yang mengajukan klaim biasanya
memeiliki beban pembuktian yang cukup untuk meyakinkan pengadilan tentang
kebenaran kliam mereka. Pihak yang membantah klaim memiliki beban pembuktian
sekunder yang biasanya lebih ringan, untuk membuktikan pembatalan atau keberatan
terhadap klaim yang di ajukan.
Hukum acara perdata mengakui prinsip kebebasan pembuktian, yang berarti
pihak dapat menggunakan alat bukti apa pun yang sah dan relevan untuk
membuktikan klaimnya. Prinsip ini memberikan fleksibilitas bagi pihak untuk
menyampaikan bukti sesuai dengan kepentingan mereka, asalkan bukti tersebut
memenuhi persyaratan admissibility (dapat diterima) dan relevansi.
Suatu bukti dapat diterimah pengadilan.ada aturan standar tertentu yang
mengatur admissibility bukti,seperti aturan tentang bukti yang diperoleh secara illegal
atau bukti yang tidak relevan. Pengadilan bertanggung jawab untuk menilai apakah
bukti tersebut dapat diterimah atau tidak,pengadilan memiliki kewenangan untuk
menilai kekuatan dan bobot bukti yang di ajukan dalam persidangan. Mereka akan
mempertimbangkan keabsahan,kredibilitas,dan relevansi bukti tersebut.dalam
mengambil keputusan penilaian bukti dilakukan dengan mempertimbangkan standar
pembuktian yang relevan dan prinsip-prinsip keadilan.
Hak pemeriksaan dan pemeriksaan silang pihak yang mengajukan klaim
memiliki hak untuk memeriksa saksi mereka dan mengajukan pertanyaan untuk
memperkuat klaim mereka.pihak lawan juga memiliki hak untuk melakukan
pemeriksaan silang terhadap saksi tersebut, yang memungkinkan mereka untuk
menguji kebenaran kesaksian dan kekuatan bukti yang diajukan.
B. Rumusan Masalah
iii

1. Apa yang dimaksud dengan pembuktian ?


2. Bagaimana pembagian beban pembuktian ?
3. Dan apa saja alat-alat bukti ?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pembutian
2. Untuk memahami mengenai pembagian beban pembuktian
3. Untuk mengetahui mengenai alat-alat bukti
iv

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembuktian
Pembuktian Secara Etimologi Berasal Dari Bukti Yang Berarti Sesuatu Yang
Menyatakan Kebenaran Suatu Peristiwa. Kata Bukti Jika ,Mendapat Awalan Pe Dan
Akhiran An Maka Berarti Proses,Perbuatan, Cara Pembuktian. Secara Terminologi
Pembuktian Berarti Usaha Menunjukkan Benar Atau Salahnya Si Terdakwa Dalam
Sidang Pengadilan.1

Pembuktian Menurut Istilah Bahasa Arab Berasal Dari Kata “Al-Bayyinah”


Yang Artinya “Suatu Yang Menjelaskan” Secara Terminologi Pembuktian Berarti
Memberi Keterangan Dengan Dalil Hinggah Menyakinkan. Beberapa Pakar Hukum
Indonesia Memberikan Berbagai Macam Pengertian Mengenai Pembuktian. Prof. Dr.
Supomo,Misalnya Dalam Bukunya Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri
Menerangkan Bahwa Pembuktian Pempunyai Arti Luas Dan Arti Sempit (Terbatas).
Dalam Arti Luas Pembuktian Beararti Memperkuat Kesimpulan Hakim Dengan Syarat-
Syarat Bukti Yang Sah, Sedangkan Dalam Arti Terbatas Pembuktian Itu Hanya
Diperlukan Apabila Yang Dikemukakan Oleh Penggungat Itu Dibantu Oleh Tergugat.2

Dari Pengertian Menurut Prof.Dr. Supomo Di Atas, Pembuktian Dalam Arti


Luas Tersebut Menghasilkan Kensekuensi Untuk Memperkuat Keyakinan Hakim
Semaksimal Mungkin. Suatu Pembuktian Diharapkan Dapat Memberi Keyakinan
Hakim Pada Tingkat Yang Meyakinkan Dan Dihindarkan Pemberian Putusan Apabila
Terdapat Kondisi Meragukan Atau Yang Lebih Rendah. Hal Ini Dikarenakan Dalam
Pengambilan Keputusan Berdasar Kondisi Ragu Ini Dapat Memungkinkan Adanya
Penyelewengan. Rasulullah Saw. Lebih Cenderung Mengharamkan Atau Menganjurkan
Meninggalkan Perkara Yang Subhat.3

1
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut hukum acara dan hukum positif (Cet.I; Yogyakarta :
Pustaka pelajar Offset), h.25

2 2
Sulaikin Lubis, Th. Wismar ‘Ain Marzuki, dkk Hukum acara perdata peradilan agama di indonesia
(Cet.II Jakarta: Kencana, 2006), h.136.

3
Ibid., h. 136
v

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Disebutkan Bahwa Setiap


Orang Yang Mendalikan Bahwa Ia Mempunyai Sesuatu Hak, Atau Guna Meneguhkan
Haknya Sendiri Maupun Membantu Suatu Hak Orang Lain, Menunjuk Pada Suatu
Peristiwa, Diwajibkan Membuktikan Adanya Hak Atau Peristiwa Tersebut (Pasal 163
HIR) (289 Rbg) Dan Pasal (1865 Kuhperdata), Sebeb Itu Pembuktian Dapat Diartikan
Sebagai Upaya Memberi Kepastian Dalam Arti Yuridis, Memberi Dasar-Dasar Yang
Cukup Kepada Hakim Tentang Kebenaran Dari Suatu Peristiwa Yang Diajukan Oleh
Pihak Yang Berperkara Secara Formil, Artinya Terbatas Pada Bukti-Bukti Yang
Diajukan Dalam Persidangan4

B. Pembagian Beban Pembuktian


Suatu Masalah Yang Sangat Penting Dalam Hukum Pembuktian Adalah
Masalah Beban Pembuktian. Pembagian Beban Pembuktian Ini Harus Adil Dan Tidak
Berat Sebelah Karena Suatu Pembuktian Beban Pembuktian Yang Berat Sebelah Dapat
Menjerumuskan Pihak Yang Menerima Beban Yang Terlampau Berat, Dalam Jurang
Kekalahan.
Soal Pembagian Beban Pembuktian Ini Dianggap Sebagai Suatu Soal Hukum
Atau Yuridis, Yang Dapat Diperjuangkan Sampai Tingkat Kasasi Dimuka Pengadilan
Kasasi,Yaitu Mahkama Agung. Melakukan Pembagian Beban Pembuktian Yang Tidak
Adil Dianggap Sebagai Suatu Pelanggaran Hukum Atau Undang-Undang Yang
Merupakan Alas An Bagi Mahkama Agung Untuk Membatalkan Putusan Hakim Atau
Pengadilan Yang Bersangkutan.5
Dalam Hukum Acara Perdata , Pembagian Beban Pembuktian Mengacu Pada
Tanggung Jawab Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Sebuah Persidangan Untuk
Membuktikan Klaim Atau Atau Fakta Yang Mereka Ajukan. Prinsip Umum Dalam
Pembagian Beban Pembuktian Adalah Bahwa Pihak Yang Mengajukan Klaim Atau
Fakta Harus Membuktikan Kebenaran Klaim Atau Fakta Tersebut.
Dalam Hukum Acara Perdata Terdapat Dua Jenis Beban Pembuktian:
1. Beban Pembuktian Awal (Prima Facie)
Pihak Yang Mengajukan Klaim Atau Fakta Memiliki Beban Pembuktian
Awal, Yaitu Mereka Harus Memberikan Bukti Yang Cukup Untuk
Mendukung Klaim Atau Fakta Yang Mereka Ajukan. Bukti Yang Cukup Ini

4
Ibid ., h 137.
5
R. Subekti, op. cit., h. 15.
vi

Harus Menciptakan Kepercayaan Yang Wajar Bahwa Klaim Atau Fakta


Tersbut Benar.
2. Beban Pembuktian Lebih Lanjut (Balance Of Probabilities)
Setelah Pihak Yang Yang Mengajukan Klaim Atau Fakta Memberikan Bukti
Awal, Beban Pembuktian Kemudian Dapat Beralih Kepada Pihak Yang
Menanggapi Klaim Atau Fakta Tersebut. Pihak Yang Menanggapi Harus
Memberikan Bukti Yang Lebih Meyakinkan Atau Persuasif Untuk
Membantah Klaim Atau Fakta Yang Di Ajukan Oleh Pihak Pertama.Dalam
Hukum Acara Perdata, Beban Pembuktian Lebih Lanjut Biasanya
Ditempatkan Pada Pihak Yang Mengajukan Klaim Atau Fakta.
Namun, Perlu Dingat Bahwa Pembagian Beban Pembuktian Dapat Bervariasi
Tergantung Pada Yurisdiksi Dan Jenis Kasus Yang Sedang Diperiksa. Dalam Beberapa
Kasus, Beban Pembuktian Mungkin Lebih Tinggi, Seperti Dalam Kasus Pidana Dimana
Prinsip “Sejauh Yang Mungkin” (Beyond Reasonable Doubt) Diterapkan. Dalam Kasus
Lain, Seperti Kasus Perdata Yang Melibatkan Hak Konstitusional, Beban Pembuktian
Dapat Lebih Redah.
Sebagiaman Yang Terdapat Dalam Kuhperdata Pasal 1865 Yang Berbunyi
Bahwa Setiap Orang Mengaku Mempunyai Suatu Hak, Atau Menunjuk Suatu Peristiwa
Untuk Meneguhkan Haknya Itu Atau Untuk Membantu Suatu Hak Orang Lain,Wajib
Membuktikan Adanya Hak Itu Atau Kejadian Yang Dikemukakan Itu.6
Pada 165 HIR/283 Rbg Mengatakan, Setiap Orang Mendalilkan Bahwa Ia
Mempunyai Suatu Haka Tau Guna Meneguhkan Haknya Sendiri Maupun Membantah
Hak Orang Lain, Menunjuk Pada Suatu Di Wajibkan Membuktikan Adanya Haka Tau
Peristiwa Tersebut.7
Dari Ketentuan Diatas, Maka Beban Pembuktian Harus Dilakukan Dengan Adil
Dan Tidak Berat Sebelah, Karena Suatu Pembagian Beban Pembuktian Yang Berat
Sebalah Berarti Secara Mutlak Menjerumuskan Pihak Yang Menerima Beban Yang
Terlampau Berat Dalam Jurang Kekalahan. Dari Ketetuan Tersebut Perlu Dibuktikan
Tidak Hanya Peristiwa Saja, Melainkan Juga Suatu Hak.8
Sebagai Contoh, Jika Seorang Ahli Waris Menurut Pembagian Harta
Peninggalan Karena Belum Pernah Diadakan Pembagian Warisan, Maka Selayaknya
6
Solahuddin, kitab undang-undang hukum pidana, acara pidana dan perdata ( Cet.III; jakrta:
Transmedia Pustaka, 2009), h. 571.
7
Makaro Taufik. Moh, pokok-pokok hukum acara perdata (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.95.
8
Ibid
vii

Dibebani Dengan Pembuktian Bahwa Ia Adalah Ahli Waris Dan Barang-Barang


Sengketa Termasuk Harta Peninggalan Dari Si Meninggal, Tetapi Untuk
Membebaninya Juga Dengan Pembuktian Bahwa Warisan Belum Dibagi Adalah Suatu
Pembebanan Yang Terlampau Berat.
Atau Si Penjual Barang Menagih Pembayaran Dari Si Pembeli Berdasarkan
Penjualan Barang Bergerak. Penjual Dalam Hal Ini Dibebankan Dengan Pembuktian
Adanya Jual Beli Dan Penyerahan Barang Jualan Tersebut. Sedangkan Pihak Pembeli
Dibebankan Dengan Pembayaran Barang Tersebut.
Misalnya, Dari Contoh Yang Kita Ambil Diatas, Hal Belum Dibayarnya Harga
Barang Atau Belum Dibaginya Warisan, Adalah Hal-Hal Yang Negative. Si Pembeli
Dapat Lebih Mudah Membuktikan Ia Sudah Membayar, Dari Pada Si Penjual Disuruh
Membuktikan Bahwa Ia Belum Menerima Pembayaran.9

C. Alat-alat Bukti
Dalam Hukum Acara Perdata, Terdapat Beberapa Alat-Alat Bukti Yang
Digunakan Untuk Memperkuat Atau Membuktikan Suatu Peryataan Atau Klaim Yang
Diajukan Dalam Persidangan.
1. Surat
Surat Atau Dokumen Tertulis Seperti Kontrak,Surat Perjanjian, Surat Kuasa
Atau Surat Pemberitahuan Dapat Digunakan Sebagai Bukti Dalam
Persidangan Perdata. Surat Surat Ini Harus Memiliki Keaslian Dan
Keabsahan Yang Dapat Dipertanggungjawabkan.
2. Saksi
Kesaksian Saksi Adalah Salah Satu Alat Bukti Yang Paling Umum
Digunakan Dalam Persidangan Perdata. Saksi Adalah Orang Yang
Memberikan Keterangan Di Pengadilan Berdasarkan Apa Yang Dilihat,
Didengar, Atau Dialami Olehnya Terkait Dengan Perkara Yang Sedang
Dibahas.
3. Keterangan Ahli
Ahli Adalah Orang Yang Memiliki Pengetahuan Khusus Atau Keahlian Di
Bidang Tertentu Yang Berkaitan Dengan Perkara Yang Sedang
Dipersidangkan. Keteraganahli Dapat Digunakan Untuk Membantu

9
R. Subekti, op.cit. h. 16.
viii

Menjelaskan Atau Menafsirkan Fakta-Fakta Teknis Atau Komleks Yang


Berkaitan Dengan Perkara Tersebut.
4. Benda Atau Barang Bukti:
Benda Fisik Seperti Dokumen,Barang, Atau Rekaman Audio/Vodeo Yang
Berkaiatan Dengan Perkara Dapat Digunakan Sebgai Bukti Dalam
Persidangan Perdata. Barang Bukti Harus Diajukan Dengan Cara Yang Sah
Dan Harus Memenuhi Persyaratan Pengumpulan Dana Penyimpanan Yang
Ditentukan Oleh Hukum.
5. Pengakuan:
Pengakuan Adalah Peryataan Tertulis Atau Lisan Dari Pihak Yang
Bersangkutan Yang Mengakui Kebenaran Dari Klaim Atau Peryataan Yang
Diajukan.Pengakuan Dapat Menjadi Alat Bukti Jika Diperoleh Dengan Cara
Yang Sah Dan Bebas Dari Tekanan Atau Paksaan.
6. Sumpah;
Sumpah Dalam Beberapa Kasus, Pihak Yang Bersengketa Dapat Diminta
Untuk Menngucapkan Sumpah Atas Kebenaran Peryataan Yang Mereka
Buat Dipengadilan.Sumpah Tersebut Diberikan Secara Resmi Dan Memiliki
Konsekuensi Hukum Jika Pengucapan Ternyata Palsu.
7. Pemeriksaan Dolumen:
Pengadilan Dapat Memerintah Pemeriksaan Atau Penelitian Lebih Lanjut
Terhadap Dokumen Atau Rekaman Tertentu Yang Berkaitan Dengan
Perkara, Seperti Pemeriksaan Tulis Atau Analisis Forensik.
Perlu Dicatat Bahwa Penggunaan Alat-Alat Bukti Dapat Bervariasi Tergantung Pada
System Hukum Yang Berlaku Disuatu Negara Dan Peraturan Yang Berlaku Dalam
Masing-Masing Yurisdiksi.
ix

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan Materi Pembuktian Hukum Acara Perdata Adalah Bahwa
Pembuktian Merupakan Proses Penting Dalam Persidangan Perdata Yang
Melibatkan Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Perkara. Setiap Pihak Memiliki
Tanggung Jawab Untuk Menghadirkan Bukti Yang Relevan Dan Sah Guna
Mendukung Klaim Atau Tuntutan Mereka. Penilain Bukti Dilakukan Oleh Hakim
Berdasarkan Prinsip-Prinsip Pembuktian Yang Berlaku, Dengan Tujuan Mencapai
Keputusan Yang Adil Dan Berdasarkan Fakta Yang Terbukti.

B. Saran
Demikian Yang Dapat Kami Paparkan Mengenai Materi Yang Menjadi Pokok
Bahasan Dalam Makalah Ini, Tentunya Masi Banyak Kekurangan Dan
Kelemahannya, Karena Kurangnya Pengetahuan Kami Sebagai Penulis, Rujukan
Serta Referensi Yang Ada. Untuk Itu, Kami Mengharapkan Para Pembaca Agar
Memberikan Kritik Serta Masukan Yang Bersifat Membangun Demi Memperbaiki
Kesalahan Dalam Pembuatan Makalah Ini Pada Kesempatan Berikutnya. Semoga
Makalah Ini Berguna Terutama Bagi Penulis, Para Pembaca Serta Khalayak Umum.
Serta dapat memotivasi penulis untuk membuat makalah kedepannya.
x

DAFTAR PUSTAKA

1
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut hukum acara dan hukum positif (Cet.I;
Yogyakarta : Pustaka pelajar Offset), h.25
2
Sulaikin Lubis, Th. Wismar ‘Ain Marzuki, dkk Hukum acara perdata peradilan agama di
indonesia (Cet.II Jakarta: Kencana, 2006), h.136.
3
Ibid., h. 136
4
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut hukum acara dan hukum positif (Cet.I;
Yogyakarta : Pustaka pelajar Offset), h.25
5
Sulaikin Lubis, Th. Wismar ‘Ain Marzuki, dkk Hukum acara perdata peradilan agama di
indonesia (Cet.II Jakarta: Kencana, 2006), h.136.
6
Ibid., h. 136

7
Solahuddin, kitab undang-undang hukum pidana, acara pidana dan perdata ( Cet.III; jakrta:
Transmedia Pustaka, 2009), h. 571.
8
Makaro Taufik. Moh, pokok-pokok hukum acara perdata (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.95.
Ibid
9
R. Subekti, op.cit. h. 16.

Anda mungkin juga menyukai