Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Agama
Disusun Oleh :
JAKARTA
2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada sumber dari segala sesuatu yang bersifat mulia. Sumber ilmu
pengetahuan, sumber segala kebenaran, sang Maha Cahaya, penabur cahaya ilham, pilar nalar
kebenaran dan kebaikan, sang kekasih tercinta yang tak terbatas pencahayaan cinta-Nya bagi umat,
Allah SWT. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan serta
menyampaikan kepada kita semua ajaran Islam yang telah terbukti kebenarannya, serta makin terus
terbukti kebenarannya. Dengan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan memberikan inspirasi kepada kami sehingga makalah yang berjudul “Ruang
Lingkup Pemeriksaan di Muka Sidang” ini dapat terselesaikan dengan baik dan sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Dengan penuh kesadaran diri dan kerendahan hati, kami menyadari bahwa hanya Allah-lah
yang memiliki kesempurnaan, sehingga tentu masih banyak lagi rahasia-Nya yang belum tergali dan
belum kita ketahui. Oleh karenanya kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran membangun dari
teman-teman dan pembaca sekalian sehingga mampu menjalin sinergi yang pada akhirnya akan
membuat pemikiran ini bisa lebih disempurnakan lagi dimasa yang akan datang, bukan hanya untuk
Islam namun juga untuk kemajuan umat manusia.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembuktian di muka pengadilan adalah merupakan hal yang terpenting dalam hukum
acara karena pengadilan dalam menegakkan hukum dan keadilan tidak lain berdasarkan
pembuktian. Hukum pembuktian termasuk dari bagian hukum acara sedangkan Peradilan
Agama mempergunakakan hukum acara yang berlaku bagi Peradilan Umum.
Pembuktian merupakan salah satu rangkaian tindakan hakim dalam melaksanakan tugas
pokok pemeriksaan perkara yaitu mengonstatir perkara. Adapun tugas pokok hakim
dalam pemeriksaan perkara yang dilakukan secara berurut dan sistematis, yaitu:
1. mengonstatir perkara yaitu melihat benar tidaknya peristiwa dan fakta-fakta yang
diajukan pihak-pihak yang berperkara, sebagaimana halnya pembuktian.
Alat bukti dalam hukum acara perdata tertuang dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBg, dan
Pasal 1866 KUH Perdata yaitu alat bukti surat (tertulis), alat bukti saksi, persangkaan
(dugaan), pengakuan dan sumpah.
Alat bukti yang diberitahukan secara lisan dan pribadi oleh saksi yang tidak membela
pihak dalam perkara tersebut, untuk memberikan kepastian kepada hakim di muka
persidangan tentang peristiwa yang dipersengketakan. Macamnya adalah Saksi yang
telah memenuhi kriteria sebagai alat bukti, Saksi yang hanya satu orang (unus testis
nullus testis), Saksi testimonium de auditu,
3. Persangkaan
Bukti kesimpulan oleh UU atau hakim yang ditarik dari peristiwa yang terkenal ke
arah suatu peristiwa yang tidak terkenal. Macamnya adalah Persangkaan menurut
hakim dan Persangkaan menurut UU.
4. Pengakuan
Suatu pernyataan dengan bentuk tertulis atau lisan dari salah satu pihak beperkara
yang isinya membenarkan dalil lawan baik sebagian maupun seluruhnya. Macamnya
adalah Pengakuan murni, Pengakuan dengan kualifikasi, Pengakuan dengan klausul.
5. Sumpah
Suatu pernyataan khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji
atau keterangan dengan mengingat akan sifat Maha kuasa Tuhan dan percaya bahwa
siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.
Macamnya adalah Sumpah decisoir, Sumpah supletoir, Sumpah aestimatoir.
C. Putusan
Putusan adalah keputusan pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya sengketa.
Putusan mengikat kepada kedua belah pihak. Putusan mempunyai kekuatan pembuktian
sehingga putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat dilaksanakan
eksekusi.
Putusan yang dikeluarkan Pengadilan Agama harus memuat hal- hal sebagai berikut :
a. Kepala putusan
Putusan harus memuat kepala putusan yang meliputi “Putusan”, kemudian diikuti
dibawahnya dengan nomor putusan yang diambil dari nomor perkara, lalu dilanjutkan
dengan kalimat “Bismillahirrahmanirrahim” sesuai dengan pasal 57 ayat 2 UU No. 7
tahun 1989. Kemudian dilanjutkan dengan kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan yang Maha Esa”.
Identitas para pihak minimal harus mencantumkan nama, alamat, umur, agama, dan
dipertegas dengan status para pihak sebagai penggugat dan tergugat.
e. Pertimbangan hukum
f. Amar putusan
Isi dari putusan itu sendiri dan jawaban petitum dalam surat gugatan yang diajukan
oleh penggugat. Amar putusan dimulai dengan kata “Mengadili” kemudian diikuti
petitum berdasarkan pertimbangan hukum. Di dalamnya diuraikan hal- hal yang
dikabulkan dan hal-hal yang ditolak atau tidak diterima. Hal yang harus di pertahikan
adalah Harus bersifat tegas dan lugas, Terperinci dan jelas maksudnya (tidak samar-
samar), Memperhatikan sifat dari putusan yang akan dijatuhkan apakah konstitutif,
deklaratoir atau condemnatoir, Ditulis secara ringkas, padat, dan terang.
g. Penutup
Memuat kapan putusan dijatuhkan dan dibacakan dalam persidangan yang terbuka
untuk umum, majelis hakim yang memeriksa, panitera yang membantu, kehadiran
para pihak dalam pembacaan putusan. Putusan ditandatangani oleh majelis hakim dan
panitera yang ikut sidang dan pada akhir putusan dimuat perincian biaya perkara.