Anda di halaman 1dari 4

Nama : Maryenti

NIM : 2022019049
Sem / Unit : IV / I
Prodi : Hukum Keluarga Islam
MK : Peradilan Islam

ALAT BUKTI PERSANGKAAN MEYAKINKAN / QARINAH


QATH’IYAH

1. Pengertian Qarinah Qath’iyah


Pembuktian adalah suatu pernyataan tentang hak atau peristiwa di dalam
persidangan apabila disangkal oleh pihak lawan dalam suatu perkara, harus
dibuktikan tentang kebenaran dan keabsahannya. Supomo dalam bukunya
“Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri” menerangkan bahwa pembuktian
mempunyai arti luas dan arti terbatas, dalam arti luas membuktikan berarti
memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Arti yang
terbatas membuktikan hanya diperlukan apabila yang dikemukakan oleh
penggugat itu dibantah oleh tergugat. Apabila tidak dibantah tidak perlu
dibuktikan. Kebenaran dari apa yang tidak dibantah tidak perlu dibuktikan
(Supomo, 1983:188).
Menurut Sayyid Sabiq, qarīnah adalah:”tanda yang mencapai batas
keyakinan”. Misalnya, apabila seseorang keluar dari sebuah rumah yang sepi
dengan rasa takut dan gugup, sedang ditangannya ada sebilah pisau yang
berlumuran darah. Lalu rumah itu dimasuki dan didapati didalamnya ada
seseorang yang telah disembelih, maka tidak diragukan lagi bahwa orang yang
tadi adalah pembunuh dari orang yang disembelih itu. Dan tidak mungkin lagi ada
anggapan bahwa orang tersebut telah bunuh diri.
Qarīnah yang demikian ini diambil oleh seorang hakim bila dia merasa pasti
bahwa kenyataan itu cukup meyakinkan. Roihan A.Rasyid berpendapat bahwa
qarīnah menurut bahasa adalah “isteri atau perhubungan atau pertalian”.
Sedangkan menurut istilah hukum adalah hal-hal yang mempunyai pertalian atau
hubungan - hubungan yang erat sedemikian rupa terhadap sesuatu yang sehingga
memberi petunjuk. Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa qarīnah itu
adalah sesuatu tanda atau hal-hal yang mempunyai hubungan erat terhadap
sesuatu peristiwa sehingga dapat memberikan suatu petunjuk, dan dengan
petunjuk itu akan dicapai suatu batas keyakinan untuk dapat memutuskan suatu
peristiwa atau kejadian.

2. Dasar Hukum Qarinah Qath’iyah


Dalam hukum Islam terdapat banyak ayat al-Qur’an sebagai landasan berpijak
tentang pembuktian. Diantaranya, terdapat dalam Q.S. al-Baqarah: 282, Q.S. Ali
Imran: 81, Q.S. An-Nisa’: 106, Q.S. Yusuf: 26, dan Q.S. An-Nur: 4 dan 6.
Adapun dasar hukum hakim menilai alat bukti, yang dapat dijadikan sebagai dalil
bagi hakim dalam memutuskan perkara diantaranya yaitu: Dari Amr bin Ash ra.,
bahwasannya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Apabila hakim
menjatuhkan hukum dengan berijtihad dan ijtihadnya itu benar, maka ia mendapat
dua pahala dan kalau dia menjatuhkan hukum dengan berijtihad dan ijtihadnya
salah, maka ia mendapat satu pahala” (HR. Muttafaq’alaih).
Selain itu, alat bukti yang dipakai dalam proses beracara di Pengadilan Agama
di samping yang digunakan pada lembaga peradilan umum yang berpedoman
pada HIR, RBg, dan BW, proses pembuktian yang dijalankan di Pengadilan
Agama memiliki sifat kekhususan terutama dalam hal alat bukti yang dipakai
sebagaimana yang diatur secara tersendiri dalam hukum Islam. Sedangkan
pembuktian yang digunakan Secara umum dalam pengadilan di lingkungan
Peradilan Umum, yaitu di Pengadilan Negeri, masih menggunakan ketentuan
pembuktian yang tercantum dalam HIR, RBg. dan KUH Perdata atau BW.
Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain terdapat dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284
RBg, dan Pasal 1866.
Dari dasar-dasar di atas, tergambarlah bahwa betapa peranan qarīnah dalam
menegakkan keadilan terhadap perkara-perkara yang tidak mempunyai alat bukti
lain. Sehingga di Mesir qarīnah ini dipakai sebagai “alat bukti” dalam proses
persidangan yang diundangkan oleh pemerintah dalam Undang-Undang No. 174
tentang Acara Perdata.
3. Syarat-syarat Qarinah Qath’iyah
Setiap alat bukti mempunyai syarat formil dan materiil yang berbeda-
beda, misalnya alatbukti saksi harus terpenuhi :a.syarat formil1)orang yang tidak
dilarang menjadi saksi (Pasal 1910 KUHPdt, pasal 145 jo pasal172
HIR);2)Mengucapkan sumpah menurut agama atau kepercayaannya sesuai
pasal 1911KUHPer.b.Syarat materiil3)Keterangan yang diberikan berisi
segala sebab pengetahuan bukan berdasarkanpendapat atau dugaan yang
diperoleh dengan menggunakan pikiran sesuai Pasal1907 KUHPdt jo pasal 171
HIR;4)Keterangan yang diberikan saling bersesuaian dengan yang lain atau alat
bukti lain(Pasal 1906 KUHPdt jo pasal 170 HIR).Tidak seperti didalam sistem
pembuktian dalam Hukum Pidana ( yang tidak mengenalalat bukti yang
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan ),maka
didalam sistem pembuktian dalam Hukum Perdata, setiap alat bukti
memilikibatas minimal dan nilai kekuatan pembuktian yang berbeda-beda.

4. Jenis-jenis Qarinah Qath’iyah


Alat bukti dalam hukum Islam, yang telah disepakati oleh ulama ada tujuh
macam yaitu: 1. pengakuan, 2. kesaksian, 3. sumpah, 4. penolakan sumpah, 5.
petunjuk, 6. sumpah wali, 7. pengetahuan hakim. Selain dari pada itu, alat-alat
bukti yang terpokok yang diperlukan dalam soal gugat menggugat hanya empat
macam yaitu: Ikrar, Saksi, Sumpah dan dokumen-dokumen tertulis yang
meyakinkan. Selain empat jenis bukti tersebut tidak ada yang lainnya, sebab bukti
tidak diakui sebagai bukti yang syar’i kecuali ada dalil yang menetapkannya.

5. Kekuatan Hukum Qarinah Qath’iyah


Kalau kita perhatikan beberapa dasar hukum, dipainya qarīnah untuk
memutuskan suatu perkara, seperti yang telah diuraikan di atas, maka jelas bahwa
qarīnah sebagai alat bukti dalam Hukum Islam adalah kuat. Islam menganggap
qarīnah sebagai alat bukti dan Rasulullah SAW menganggap qarīnah sebagai
putusannya. Rasulullah SAW pernah menahan seseorang dan menghukum
tertuduhlah setelah timbul persangkaan karena tampak tanda-tanda mencurigakan
pada diri tertuduh. Dan Nabi pernah memerintahkan orang yang menemukan
sesuatu agar menyerahkan barang temunnya kepada orang yang ternyata tepat
dalam menyebutkan sifat-sifat barang yang hilang kemudian Nabi pernah
memrintahkan agar orang tersebut (pihak yang kehilangan) menyebutkan sifat-
sifat barangnya yang hilang. Di dalam Al-Qur’an al-Karim juga menganggap
qarīnah sebagai alat bukti.
Seperti tampak pada kisah Nabi Yusuf, Allah SWT berfirman “Dan seorang
saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya, jika baju gamisnya
koyak dibagian muka, maka wanita itu benar, dan Yusuf termasuk orangorang
yang dusta”. Contoh lain adalah Nabi Sulaiman yang didatangi dua orang
perempuan yang satu lebih muda dan yang satu lebih tua, bersengketa
memperebutkan seorang anak, yang masing-masing mengakui bahwa anak
tersebut adalah anak kandungnya kemudian diadili oleh Nabi Daud AS, dan
diputus dengan kemenangan pihak perempuan yang lebih tua.lalu Nabi Sulaiman
yang ikut dalam majelis pengadilan tersebuit berkata : “berilah aku sebilah pisau
yang akan aku pergunakan untuk membelah anak ini menjadi dua bagian untuk
masing-masing pihak yang bersengketa, kemudian perempuan yang tua
memperkenankan tindakan Nabi Sulaiman, sedang perempuan yang muda berkata
“jangan engkau lakukan itu, semoga Allah memberikan rahmat-Nya atasmu”,
berikanlah anak itu kepadanya (perempuan yang tua) kemuadian atas kejadian
(qarīnah) itu maka diputuslah dengan diberikannya anak tersebut kepada
perempuan yang muda berdasarkan adanya qarīnah bahwa dialah yang
menampakkkan rasa kasih sayang kepada anak tersebut dan mencegah
dipotongnya anak tersebut menjadi dua bagian, dimana perempuan muda itu rela
anaknya diserahkan kepada yang tua. Disini tampak sekali bahwa alat bukti
qarīnah diutamakan daripada ikrar atau pengakuan.

Daftar pustaka

Sabiq, Sayyid. 1988. Fiqh Sunnah, terj. Bandung . Al- Ma’rif. XIII.
Rasyid, Roihan A. Hukum Acara Peradilan Agama
DEPAG RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung. Gema Risalah.

Subekti, Prof. R. 2015. Hukum Pembuktian. Jakarta, PT. Balai Pustaka (Persero

Anda mungkin juga menyukai