Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak dapat di pungkiri bahwa setiap manusia pastinya memiliki suatu perselisihan yang
terjadi di antara umat manusia. Di mana setiap manusia menuntut sesuatu terhadap orang lain.
Terutama umat islam, sehingga sangat dibutuhkan suatu hukum yang dapat mengatur jika
terjadinya suatu perselisihan antara sesama manusia.
` Di samping itu, Rasulullah memberitakan tentang tingkah laku manusia yang apa bila di
biarkan tanpa hukum yang mengatur dan dibebaskan untuk mendakwa secara sembarangan,
maka tentu setiap orang akan melakukan hal itu tanpa haq. Oleh karena itu setiap manusia dalam
menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi antara ummat manusia, islam telah memberikan
beberapa konsep dasar untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Untuk itulah, tulisan ini dihadirkan. Tetapi tentu saja pada tulisan ini tidak dapat
menguraikan secara lengkap dan detail setiap rincian dakwaan, pembuktian, dan perdamain,
namun setidaknya apa yang akan di paparkan disini dapat memberikan gambaran tentang seluk
beluk dakwaan, pembuktian, dan perdamaian. Pada bagian akhir tulisan ini, penulis juga
menyampaikan kesimpulan tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh setiap manusia untuk
selalu “Mendamaikan” umat muslim di muka bumi ini dengan hukum-hukum islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan hadis Dakwaan, Pembuktian, dan Perdamaian?
2. Apa saja macam-macam pembuktian?
3. Bagaimana Kandungan pemahaman hadis dan tinjauan rawi hadis?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan Hadis Tentang Dakwaan, Pembuktian, dan Perdamaian!
2. Untuk Mengetahui Apa saja Macam-Macam Pembuktian
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Kandungan Pemahaman Hadis dan Tinjauan Rawi Hadis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dakwaan dan Pembuktian


1. Hadits tentang dakwaan dan pembuktian:
‫ٍ جلددجعىَ جناَ س‬,‫س برجدمعجواَههمم‬
ٍ,‫س ردجماَجء ررججاَلل‬ ‫َ ) لَجمو يهمع ج‬:‫اه جعمنههجماَ أجدن جاَلَندبردي صلىَ ا عليه وسلم جقاَجل‬
‫طىَ جاَلَدناَ ه‬ ‫ضجي ج د‬
‫س جر ر‬ ‫جعرن اَمبرن جعدباَ ل‬
‫ٍ جولَجركرن اَجملَيجرميهن جعجلىَ اَجملَهمددجعىَ جعلجميره ( همتدفج س‬,‫جوأجممجواَلَجههمم‬
‫ق جعلجميه‬
Terjemahannya:
“Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Seandainya orang-orang selalu diberi (dikabulkan) dengan dakwaan mereka,
niscaya orang-orang akan menuntut darah dan harta orang lain, namun bagi yang didakwa
berhak bersumpah." Muttafaq Alaihi”[1].
2. Asbabul Wurud
Menurut asbabul wurudnya, ada dua orang yang berperkara dan keduanya berani angkat
sumpah, untuk itu hak sumpah masing-masing diadakan pilihan atau undian, maka siapa yang
terpilih atau keluar undiannya itulah yang berhak angkat sumpah dan dinyatakan menang atau
benar perkaranya[2].
3. Penjelasan hadits
Kata ‘Dakwa’ atau ‘Dakwaan’ asalnya dari bahasa Arab, yaitu dari kata ‘Da’wâ’ (bentuk
jamaknya ‘ad-Da-‘âwâ), yaitu “menyandarkan (mengklaim) kepemilikan sesuatu yang berada di
tangan orang lain atau di bawah tanggung jawab orang tersebut kepada dirinya”.
Sedangkan kata ‘al-Mudda’iy’ (Pendakwa) adalah orang yang menuntut haknya kepada
orang lain dengan mengklaim kepemilikannya terhadap hal yang dituntutnya tersebut [3]…
Hadits ini adalah salah satu kaidah dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi di
antara umat manusia. Bila ada seseorang yang menuntut sesuatu kepada orang lain, misalnya dia
menuntut seseorang dihukum karena telah mencuri hartanya atau membunuh saudaranya, maka
seseorang tersebut diharuskan mendatangkan bukti atas tuntutannya tersebut. Bila ia tidak dapat
mendatangkan bukti, maka tuntutannya tersebut tidak dianggap. Hal ini agar setiap orang tidak
bermudah-mudahan menuntut orang lain karena bisa jadi tuntutannya tersebut adalah tuntutan
palsu dengan tujuan untuk merebut harta dan darah orang lain. Maka, bukti dibutuhkan untuk
membedakan tuntunan yang benar dan yang palsu.
Sedangkan bagi yang dituntut, bila ia ingin mengingkari tuntutan yang dialamatkan
padanya, maka wajib baginya bersumpah. Jika dia tidak mau bersumpah, maka tuntutan itu jatuh
pada dirinya. Sedangkan bila ia bersumpah, maka dia dihukumi berdasarkan sumpahnya yang
terucap, adapun bila ia berdusta pada sumpahnya maka itu akan menjadi bebannya di hadapan
Alloh kelak.
Adapun bila kemudian terjadi keduanya, di mana orang yang menuntut membawa bukti
sementara yang dituntut bersumpah mengingkari tuntutan, maka pada kejadian seperti ini
diperlukan pembuktian-pembuktian lebih lanjut pada pengadilan tersebut.[4]
Maksud hadis secara gobal
maksud hadits tersebut adalah bahwa Rasulullah memberitakan tentang tingkah laku
manusia yang bila dibiarkan tanpa hukum yang mengatur dan dibebaskan untuk mendakwa
(menuduh, mengaku-ngaku) secara sembarangan bahwa seseorang telah membunuh atau
seseorang telah mengambil hartanya, maka tentu setiap orang akan melakukan hal itu tanpa haq.
Oleh karena itu, beliau mewajibkan kepada orang yang didakwa/terdakwa pada hadits pertama
untuk bersumpah sebagai bukti bahwa dia tidak bersalah dan tidak melakukan hal yang
dituduhkan kepadanya.

4. Hukum pembuktian
Ahkam al-bayyinat (hukum-hukum pembuktian) sama seperti halnya hukum-hukum
Islam yang lain, merupakan hukum-hukum syara’ yang digali dari dalil-dalil yang bersif at
rinci. Bayyinat (pembuktian) kadang-kadang terjadi pada kasus pidana (‘uqubat), kadang-kadang
terjadi pula pada kasus-kasus perdata (mu’amalat).
Namun demikian, para ulama f ikih tidak membedakan hokum-hukum bayyinat dalam
perkara mu’amalat dengan hukum-hukum bayyinat dalam perkara ’uqubat. Semuanya mereka
bahas dalam kitab Syahadat (kitab tentang Kesaksian). Sebagian pembahasan mengenai hukum-
hukum bayyinat juga mereka cantumkan dalam kitab Aqdliyyah (kitab Peradilan), dan
dalam kitab ad-Da’awiy wa al-Bayyinaat (kitab Tuduhan dan Pembuktian).
Sebagian pembahasan mengenai hukum bayyinat juga mereka jelaskan dalam sebagian kasus-
kasus ’uqubat, s ebab, al-bayyinat (pembuktian) merupakan salah satu syarat dari
‘uqubat (pidana), disamping sebagai bagian terpenting dari pembahasan mengenai perkara-
perkara ‘uqubat.
Bukti (al-bayyinat) adalah, semua hal yang bisa membuktikan sebuah dakwaan.
Bukti merupakan hujjah bagi orang yang mendakwa atas dakwaannya. Dari ‘Amru bin Syu’aib
dari bapaknya dari kakeknya, bahwa Nabi saw bersabda:
Bukti itu wajib bagi orang yang mendakwa, sedangkan sumpah itu wajib bagi orang
yang didakwa.
Oleh karena itu, bukti merupakan hujjah bagi pendakwa, yang digunakan untuk
menguatkan dakwaannya. Bukti juga merupakan penjelas untuk menguatkan dakwaannya.
Sesuatu tidak bias menjadi bukti, kecuali jika sesuatu itu (bersif at) pasti dan meyakinkan.
Seseorang tidak boleh memberikan kesaksian kecuali kesaksiannya itu didasarkan pada ‘ilm,
yaitu didasarkan pada sesuatu yang meyakinkan. Kesaksian tidak sah, jika dibangun di
atas dzan(keraguan). Sebab, Rasulullah saw telah bersabda kepada para saksi:
Jika kalian melihatnya seperti kalian melihat matahari, maka bersaksilah. (Namun) jika
tidak, maka tinggalkanlah.
Oleh karena itu, bukti yang didapatkan dari jalan tertentu, atau jalan yang bisa
mengantarkan kepada keyakinan, seperti diperoleh dari proses penginderaan salah satu alat
indera, sedangkan yang diindera itu bisa dibuktikan validitasnya, maka bukti semacam ini
termasuk bukti yang meyakinkan. Masyarakat diperbolehkan memberikan kesaksian dengan
bukti semcam ini. Sedangkan bukti yang tidak diperoleh dari jalan seperti itu, maka bersaksi
dengan bukti tersebut tidak diperbolehkan. Karena bukti tersebut bukanlah bukti yang
meyakinkan. Jika bukti tersebut berasal dari sesuatu yang meyakinkan, seperti halnya kesaksian
yang diperoleh dengan jalan as-sama’ (mendengar inf ormasi dari orang lain), contohnya
kesaksian dalam kasus nikah, nasab, kematian, dan lain-lain, maka secara otomatis seorang saksi
boleh memberikan kesaksiannya (dengan buktibukti tersebut). Inf ormasi yang ia dengar itu telah
membuat dirinya yakin, meskipun ia tidak menjelaskan keyakinannya itu dengan kesaksiannya.
Sebab, keyakinan yang ia miliki merupakan sesuatu yang telah lazim bagi dirinya, sehingga
dirinya sah untuk memberikan kesaksian.[5]

Macam-macam Bukti
Bukti itu ada empat macam, tidak lebih dari itu; yakni, pengakuan, sumpah, kesaksian,
dan dokumen-dokumen tertulis yang meyakinkan. Selain empat jenis bukti tersebut tidak ada
lagi yang lainnya. Mengenai indikasi (qarinah), maka secara syar’iy tidak termasuk bukti.
Pengakuan telah ditetapkan (sebagai bukti) berdasarkan dalil, baik yang tercantum di dalam al-
Quran maupun hadits. Allah Swt berFirman:

‫سدكشم ْرمشن ْردنياَرردكشم ْثدمم ْأنشقنرشرتدشم ْنوُأنشنتدشم ْنت ش‬


‫شنهددوُنن‬ ‫سرفدكوُنن ْردنماَنءدكشم ْنوُنل ْتدشخرردجوُنن ْأنشندف ن‬
‫نوُرإشذ ْنأنخشذنناَ ْرمينثاَنقدكشم ْنل ْنت ش‬

Referensi:ْ https://tafsirweb.com/475-surat-al-baqarah-ayat-84.html
Terjemahan: Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu) kamu tidak akan
menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu
sebangsa) dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang
kamu mempersaksikannya. (QS. al-Baqarah [2]َ: 84)
Dalam hadits tentang Ma’iz telah disebutkan dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Nabi saw bertanya
kepada Ma’iz bin Malik:
Apakah benar apa yang telah disampaikan kepadaku tentang dirimu? Ma’iz balik
bertanya, ”Apa yang disampaikan kepada engkau tentangdiriku?’ Nabi saw menjawab, ”Telah
sampai berita kepadaku bahwa engkau telah berzina dengan budak perempuan keluarga si
fulan’. Ma’iz menjawab, “Benar.” Kemudian bersaksilah empat orang saksi. Lalu, Rasulullah
saw memerintahkan agar Ma’iz dirajam. Maka dirajamlah al-Ma’iz.
Dalam haditsnya Abu Bakar diceritakan tentang kisah Ma’iz, bahwa ia (Ma’iz)
mendatangi Rasulullah, kemudian ia mengaku telah berzina sebanyak empat kali. Rasulullah saw
pun memerintahkan untuk menjilidnya.[6]

B. Ancaman Sumpah Palsu


1. Materi hadits tentang ancaman sumpah palsu
,‫ بلى يا رسااول ااا‬:‫ قالوا‬,‫ ثل ثا‬.( ‫ ) الانبئكم با كبر الكبائر ؟‬:‫ قال النبي صلى ا عليه وسلم‬:‫عن ا بي بكرة رضي ا عنه قال‬
‫ ليتااه‬:‫ فمااا زال يكاار رهااا حااتى قلنااا‬:‫ قااال‬.(‫ ال وقول الزور‬:‫ فقال‬,‫ وعقوق الو لدين – وجلس وكان متكئا‬,‫ ) ال شراك باا‬:‫قال‬
‫ سكت‬.

Terjemahan hadits:
“Diriwayatkan dari Abu Bakrah R.A. : Nabi SAW menanyakan hal ini tiga kali: “maukah
kalian kuberi tahu dosa terbesar dari dosa-dosa besar?”mereka berkata”.”ya
Rasulullah !.”Nabi SAW. Bersabda: “(1) mempersekutukan Allah, dan (2) durhaka kepada
orang tua.” Kemudian Nabi SAW bangkit dan berkata,”(3) dan kuperingatkan kalian untuk
tidak membuat kesaksian palsu’. Dan setelah itu membahas panjang lebar perihal peringatan
(untuk tidak memberikan kesaksian palsu) sehingga kami berfikir bahwwa Nabi SAW tidak ingin
berhenti (membahasnya)” (H.R. Bukhari)[7]

2. Penjelasan hadis
Berdasarkan hadis diatas maka sesungguhnya Nabi SAW telah menegaskan diantara
dosa-dosa besar adapula dosa yang terbesar yakni mendurhakai Allah, dalam hal ini biasa kita
kenal dengan istilah Syirik, kemudian durhaka kepada kedua orang tua dan melakukan sumpah
palsu.
Mengenai perkara sumpah yang masih terkait erat dengan masalah hadis pertama
(dakwaan dan pembuktian), maka sesungguhnya rasullulah SAW sangat mengancam orang yang
melakukan sumpah palsu. Apalagi bila sumpah yang dilakukan itu menyangkut soal pelaksanaan
peradilan. Adapun dalil mengenai sumpah dalam Al-Quran antara lain terdapat dalam QS. Al
maidah ayat 48.
Materi hadis diatas secara garis besar mengandung beberapa hikmah antara lain
a) Bahwa dosa terbesar yang dilakukan manusia kepada Rabb-Nya yang tiada bandingannya yang
pertama adalah dosa syirik. Yaitu mempersekutukan Allah dengan yang lain. Telah jelas dalam
Al-Quran maupun hadis Nabi SAW bahwa Dosa syirik itu tiada bandingannya. Para ulama ada
yang membagi syirik kedalam berbagai macam segi, seperti dari segi besar kecilnya dan dari segi
jelas terlihat maupun syirik yang tersembunnyi.
Pembahasan mengenai dosa syirik untuk lebih jelasnya kiranya dapat dilihat dalam berbagai
buku fiqh maupun sumber ilmu lainnya.
b) Dosa terbesar kedua berdasarkan hadis tersebut diaatas yakni dosa terhadap kedua orang tua.
Mengapa dosa terhadap orang tua ini ditempatkan oleh Rasullah sebagai dosa terbesar kedua
setelah syirik?
Rasullulah mengatakan bahwa surga itu berada di bawah telapak kaki ibu kita, mengapa
demikian karena sesungguhnya Ridho Allah adalah Ridho orang tua kita. Dalam salah satu ayat
dalam Al-Quran ditagaskan’ janganlah berkata uhh(ahh) kepada orang tua..” hanya berkata Ahh
saja kita sangat dilarang apalagi sampai mendurhakai orang tua kita, maka tinggal tunggulah
azab Allah yang akan dating menimpa.
c) Dosa terbesar ketiga setelah syirik dan durhaka adalah melakukan sumpah palsu. Dalam hadis
tersebut bahwwa Rasulullah Saw membahas sumpah palsu dengan panjang lebar sehingga para
sahabat beranggapan bahwa Nabi tidak ingin mengakhirinya. Berdasar pada hal itu Rasullulah
sangat mengancam, bagi orang yang melakukan ssumpah maupun kesaksian palsu mengingat
akibat yang akan ditimbulkan dari sumpah tersebut akan membawa kemasslahatan yang buruk.
Apalagi hal ini dilakukan didalam prosesperadilan.

C. Hadis Tentang Perdamaiaan


1. Materi hadis tentang perdamaian
‫صملحْاَ ا‬
‫ٍ إردل ه‬,‫سلررميجن‬ ‫َ ) جاَلَ ص‬:‫ار صلىَ ا عليه وسلم جقاَجل‬
‫صملهح ججاَئرسز بجميجن اَجملَهم م‬ ‫سوجل ج د‬ ‫ف اَجملَهمجزنريي رضي ا عنه أجدن جر ه‬ ‫جعمن جعممررو مبرن جعمو ل‬
‫ج‬ ‫ٍ إردل ج‬,‫شهرورطْرهمم‬
( ‫شمرطْاَ ا جحدرجم جحجللا جو أجحدل جحجراَماَ ا‬ ‫سلرهموجن جعجلىَ ه‬ ‫ً جواَملَهم م‬،َ‫جحدرجم جحجللا جو أججحدل جحجراَماا‬
‫ جوجكأ جندهه اَرمعتجبججرهه برجكمثجررة طْههرقرره‬.‫ف‬ ‫ضرعي س‬
‫ف ج‬ ‫ار مبرن جعممرررو مبرن جعمو ل‬‫ جوأجمنجكهرواَ جعلجميره;ِ رلجدن جراَرويجهه جكرثيجر مبجن جعمبرد ج د‬.‫صدحْجحْهه‬ ‫جرجواَهه جاَلَتيمررمرذ ص‬
‫ي جو ج‬

Terjemahan hadis:
“Dari Amar Ibnu Auf al-Muzany Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah saaw. bersabda:
"Perdamaian itu halal antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan hal
yang haram atau menghalalkan hal yang haram. Kaum muslim wajib berpegang pada syarat-
syarat mereka, kecuali syarat yang mengharamkan hal yang halal atau menghalalkan yang
haram.
"( Hadits shahih riwayat Tirmidzi. Namun banyak yang mengingkarinya karena seorang
perawinya yang bernama Katsir Ibnu Abdullah Ibnu Amar Ibnu Auf adalah lemah. Mungkin
Tirmidzi menganggapnya baik karena banyak jalannya.[8]”

2. Penjelasan hadis
Dari hadis diatas dapat kita tarik kesimpulan mengenai dasar disyariatkannya
perdamaian, selama perdamaian itu bukan menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang
haram. Perdamaian dalam syariat Islam sangat dianjurkan. Sebab, dengan perdamaian akan
terhindarlah kehancuran silaturahmi (hubungan kasih sayang) sekaligus permusuhan di antara
pihak-pihak yang bersengketa akan dapat diakhiri.
Adapun dasar hokum perdamaian dalam Al-Quran terdapat dalam surat Al-hujarat;9, An
nisa;114, dan an-Nisa;128.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dakwaan adalah kata dari “Dakwa” atau “Dakwaan”. Yaitu, “Da’wa” (Bentuk jamaknya
‘ad-Da-‘awa, yaitu, menyandarkan kepemilikan sesuatu yang berada ditangan orang lain atau di
bawah tanggung jawab orang tersebut kepada dirinya. Selain itu Pembuktian yaitu, semua hal
yang bisa membuktikan sebuah dakwaan. Bukti merupakan suatu hujjah bagi orang yang
mendakwa atas dakwaannya. Macam-macam dakwaan meliputi: pengakuan, Sumpah,
kesaksian, dan dokumen-dokumen tertulis yang menyakinkan.
Sedangkan Perdamaian yaitu melakukan perjanjian yang menghantarkan kepada kesepakatan
dianatar kedua belah pihak yang bertikai demi memutuskan pertikaian. Dan perdamaian
dibolehkan oleh al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Ulama, Qiyas.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2005. 99, Hadits utama, bukhari, muslim (mutafaq alaih). Jakarta:Akademika
pressindo. Drs. Taufik Rahman, M.Ag. 2002, Hadis-Hadis Hukum. Cv Pustaka Setia. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai