Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HUKUM PIDANA

Tentang

‘‘Gabungan Delik’’

Disusun Oleh :

RINGGA PRATAMA(2013010038)

Dosen Pengampu

NENI YUHERLIS S.H.I,M.H

FAKULTAS SYARIAH

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM (A)

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)

IMAM BONJOL PADANG

2021M/1442H
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur kita ucapkan atas kehadiran Allah Swt yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya terutama dapat menyelesaikan makalah dengan topik
‘Gabungan Delik’’penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Hukum Pidana kami berharap dalam penulisan makalah ini kami dapat menambah wawasan
dan pengetahuan khususnya di bidang hukum.

Menyadari bahwa kekurangan dalam penyusunan makalah ini,karena itu kami sangat
mengharapkan kritikan dan saran atas kekurangan dari makalah ini.

BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang

Dalam hukum pidana ada beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar bagi hakim untuk
tidak menjatuhkan hukuman/pidana kepada para pelaku atau terdakwa yamg diajukan ke
pengadilan karena telah melakukan suatu tindak pidana. Alasan tersebut dinamakan alasan
penghapus pidana. Alasan penghapus pidana adalah peraturan yang terutama ditujukan kepada
hakim. Peraturan ini menetapkan berbagai keadaan pelaku, yang telah memenuhi perumusan
delik sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang yang seharusnya dipidana, akan tetapi
tidak dipidana.

Hakim dalam hal ini menempatkan wewenang dalam dirinya (dalam mengadili perkara
yang konkret) sebagai penentu apakah telah terdapat keadaan khusus dalam diri pelaku seperti
dirumuskan dalam alasan penghapus pidana. Dengan demikian alasan-alasan penghapus pidana
ini adalah alasan alasan yang memungkinkan orang yang melakukan perbuatan delik, untuk tidak
dipidana; dan ini merupakan kewenangan yang diberikan undang undang kepada hakim

BAB II

PEMBAHASAN

A. GABUNGAN DELIK
•Karakteristik perbarengan perbuatan pidana (concursus) Adakalanya seseorang
melakukan beberapa perbuatan sekaligus sehingga menimbulkan masalah tentang penerapannya.
Kejadian yang sekaligus atau serentak tersebut disebut perbarengan yang dalam bahasa Belanda
juga disebut samenloop van strafbaar feit atau disebut juga dengan concursus.

• Bentuk-bentuk gabungan delik:

1. Concursus idealis

- Concursus idealis (eendaadsche samenloop): apabila seseorang melakukan satu


perbuatan dan ternyata satu perbuatan itu melanggar beberapa ketentuan hukum pidana. Dalam
KUHP disebut dengan perbarengan peraturan.

- Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam concursus idealis adalah sistem absorbs
murni, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat.

- Dalam KUHP bab II Pasal 63 tentang perbarengan peraturan disebutkan:

(1). Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang
dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda yang dikenakan yang
memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

(2). Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur
pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan.

Berdasarkan rumusan pasal 63 KUHP tersebut, para pakar berusaha membuat


pengertian tentang perbuatan (feit): - Prof. Mr. Hazewinkel-Suringa menjelaskan arti perbuatan
yang dimuat dalam pasal 63

KUHP sebagai berikut : "Perbuatan yang dimaksud adalah suatu perbuatan yang
berguna menurut hukum pidana, yang karena cara melakukan, atau karena tempatnya, atau
karena orang yang melakukannya, atau karena objek yang ditujunya, juga merusak kepentingan
hukum, yang telah dilindungi oleh undang-undang lain.

- "Hoge Raad menyatakan pendapatnya mengenai concursus idealis. Yakni satu


perbuatan melanggar beberapa norma pidana, dalam hal yang demikian yang diterapkan hanya
satu norma pidana yakni yang ancaman hukumannya terberat. Hal tersebut dimaksudkan guna
memenuhi rasa keadilan.

- Jadi misalnya terjadi pemerkosaan di jalan umum, maka pelaku dapat diancam dengan
pidana penjara 12 tahun menurut Pasal 285 tentang memperkosa perempuan, dan pidana penjara
2 tahun 8 bulan menurut Pasal 281 karena melanggar kesusilaan di muka umum. Dengan sistem
absorbsi, maka diambil yang terberat yaitu 12 tahun penjara.

- Namun, apabila ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang
sejenis dan maksimumnya sama, maka menurut VOS ditetapkan pidana pokok yang mempunyai
pidana tambahan paling berat. Sebaliknya, jika dihadapkan pada tindak pidana yang diancam
dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka penentuan pidana terberat didasarkan pada urutan
jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP.

2. Concursus realis.

- Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang sifatnya berdiri sendiri, kita
tahu berdiri sendiri dilihat dari waktu dan tempat berbeda/beberapa tindak pidana dilakukan
dalam waktu dan tempat berbeda (concursus realis).

- Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam, yaitu: >>
Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis, maka hanya dikenakan
satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh melebihi dari
maksimum terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem absorbsi yang dipertajam.

Misalnya A melakukan tiga kejahatan yang masing-masing diancam pidana penjara 4


tahun, 5 tahun, dan 9 tahun, maka yang berlaku adalah 9 tahun + (1/3 x 9) tahun = 12 tahun
penjara. Jika A melakukan dua kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun dan 9
tahun, maka berlaku 1 tahun + 9 tahun = 10 tahun penjara. Tidak dikenakan 9 tahun + (1/3 x 9)
tahun, karena 12 tahun melebihi jumlah maksimum pidana 10 tahun.

→ Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis,
maka semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak
boleh melebihi maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem
kumulasi diperlunak.

Misalkan A melakukan dua kejahatan yang masing-masing diancam pidana 9 bulan


kurungan dan 2 tahun penjara. Maka maksimum pidananya adalah 2 tahun + (1/3 x 2 tahun) - 2
tahun 8 bulan. Karena semua jenis pidana harus dijatuhkan, maka hakim misalnya memutuskan 2
tahun penjara 8 bulan kurungan.

→ Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem kumulasi


yaitu jumlah semua pidana yang diancamkan. Namun jumlah semua pidana dibatasi sampai
maksimum 1 tahun 4 bulan kurungan.

→ Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan yaitu Pasal 302 (1)
(penganiayaan ringan terhadap hewan), 352 (penganiayaan ringan), 364 (pencurian ringan), 373
(penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan), dan 482 (penadahan ringan), maka berlaku sistem
kumulasi dengan pembatasan maksimum pidana penjara 8 bulan.

>Untuk concursus realis, baik kejahatan maupun pelanggaran, yang diadili pada saat
yang

berlainan, berlaku Pasal 71. Misalkan A tanggal 1 Januari melakukan kejahatan


pencurian (Pasal 362, pidana penjara 5 tahun), tanggal 5 Januari melakukan penganiayaan biasa
(Pasal 351, pidana penjara 2 tahun 8 bulan), tanggal 10 Januari melakukan penadahan (Pasal
480, pidana penjara 4 tahun), dan tanggal 20 Januari melakukan penipuan (Pasal 378, pidana
penjara 4 tahun), maka maksimum pidana yang dapat dijatuhkan kepada A adalah 5 tahun + (1/3
x 5 tahun) = 6 tahun 8 bulan. Andaikata hakim menjatuhkan pidana 6 tahun penjara untuk
keempat tindak pidana itu, maka jika kemudian ternyata A pada tanggal 14 Januari melakukan
penggelapan (Pasal 372, pidana penjara 4 tahun), maka putusan yang kedua kalinya ini untuk
penggelapan itu paling banyak banyak hanya dapat dijatuhi pidana penjara selama 6 tahun 8
bulan (putusan sekaligus) dikurangi 6 tahun (putusan I), yaitu 8 bulan penjara.

Dengan demikian Pasal 71 KUHP itu dapat dirumuskan sebagai berikut: Putusan II
(putusan sekaligus) - (putusan I)

3. Perbuatan berlanjut

- Perbuatan lanjutan (voortgezette handeling): apabila seseorang melakukan perbuatan


yang sama beberapa kali, dan di antara perbuatan-perbuatan itu terdapat hubungan yang
demikian erat sehingga rangkaian perbuatan itu harus dianggap sebagai perbuatan lanjutan.

- Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria "perbuatan-perbuatan itu ada


hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut" adalah:

a) Harus ada satu niat, kehendak atau keputusan. b) Perbuatan-perbuatannya harus sama
atau sama macamnya.

c) Tenggang waktu di antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama.

- Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan sistem absorbsi, yaitu
hanya dikenakan satu aturan pidana terberat, dan bilamana berbeda-beda maka dikenakan
ketentuan yang memuat pidana pokok yang terberat. Pasal 64 ayat (2) merupakan ketentuan
khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang, sedangkan Pasal 64 ayat (3) merupakan
ketentuan khusus dalam hal kejahatan-kejahatan ringan yang terdapat dalam Pasal 364
(pencurian ringan). 373 (penggelapan ringan), 407 ayat (1) (perusakan barang ringan), yang
dilakukan sebagai perbuatan berlanjut.

• Ada dua sistem pemidanaan untuk perbarengan, yaitu: sistem komulasi dan sistem
absorbsi murni. Sedangkan system adalah sistem komulasi terbatas dan sistem absorsi
dipertajam.
1. Sistem Komulasi murni atau penjumlahan murni.Menurut stelsel ini, untuk setiap
tindak pidana diancamkan/dikenakan pidana masing-masing tanpa pengurangan. Jadi, apabila
seseorang melakukan 3 tindak pidana yang masing-masing ancaman pidananya maksimum 5
bulan, 4 bulan, 3 bulan maka jumlah (komulasi) maksimum ancaman pidana adalah 12 bulan.

2. Sistem absorsi murni atau Sistem penyerapan murni. Menurut stelsel ini, hanya
maksimun ancaman pidana yang terberat yang dikenakan dengan pengertian bahwa maksimum
pidana lainnya (sejenis atau tidak sejenis) diserap oleh yang lebih tinggi. Penggunaan stelsel ini
sukar dielakkan apabila salah satu tindak pidana di antaranya diancam dengan pidana yang
tertinggi, misalnya pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara maksimum 20
tahun. Akan tetapi dalam hal terjadi perbarengan tindakan, di mana yang satu diancam dengan
pidana penjara maksimum 9 tahun dan yang lainnya maksimum 4 tahun, dengan penggunaan
stelsel ini seakan-akan tindak pidana lainnya itu dibiarkan tanpa penyelesaian secara hukum
pidana. Karenanya para sarjana pada umumnya cenderung untuk mempertajam " atau "
menambahnya ".

3. Sistem Komulasi terbatas, atau Sistem komulasi terhambat atau reduksi. Stelsel ini
dapat dikatakan sebagai bentuk antara atau bentuk tengah dari tersebut pertama dan kedua.
Artinya untuk setiap tindak pidana dikenakan masing-masing ancaman pidana yang ditentukan
pidananya, akan tetapi dibatasi dengan suatu penambahan yang lamanya/jumlahnya ditentukan
berbilang pecahan dari yang tertinggi. Misalnya 2 tindak pidana yang masing-masing diancam
dengan maksimum 6 dan 4 tahun. Apabila ditentukan maksimum penambahan sepertiga dari
yang tertinggi, maka maksimum ancaman pidana untuk kedua tindakan pidana tersebut adalah 6
tahun + sepertiga x 6 tahun +8 tahun.

4. Sistem penyerapan dipertajam. Sistem ini merupakan varian dari stelsel komulasi
terbatas. Menurut stelsel ini, tindak pidana yang lebih ringan ancaman pidananya tidak dipidana,
akan tetapi dipandang sebagai keadaan yang memberatkan bagi tindak pidana yang lebih berat
ancaman pidananya. Penentuan maksimum pidana menurut stelsel ini, yaitu pidana yang
diancamkan terberat ditambah dengan sepertiganya.

• Ketentuan pidana yang bersifat khusus dan ketentuan pidana yang bersifat umum -
Selanjutnya dalam Pasal 63 ayat (2) terkandung adagium lex specialis derogat legi generali
(aturan undang-undang yang khusus meniadakan aturan yang umum). Jadi misalkan ada seorang
ibu melakukan pembunuhan terhadap bayinya, maka dia dapat diancam dengan Pasal 338
tentang pembunuhan dengan pidana penjara 15 tahun. Namun karena Pasal 341 telah mengatur
secara khusus tentang tindak pidana ibu yang membunuh anaknya (kinderdoodslaag), maka ibu
tersebut dikenai ancaman hukuman selama-lamanya tujuh tahun sebagaimana diatur dalam pasal
341.

- Kemungkinan seperti itu oleh pembentuk undang-undang telah diatur di dalam pasal
63 ayat 2 KUHP yang berbunyi: "Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana
yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang
dikenakan ".

- Dalam hal semacam itu apabila ketentuan pidana yang disebutkan terakhir itu
merupakan suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus, dalam arti secara lebih khusus mengatur
perilaku yang sebenarnya telah diatur di dalam suatu ketentuan pidana, maka ketentuan pidana
yang bersifat khusus itulah yang diberlakukan. Atau dengan perkataan lain, dalam hal semacam
itu berlakulah ketentuan hukum yang mengatakan: lex specialis derogat legi generali (undang-
undang khusus meniadakan undang-undang umum).

-Di dalam doktrin terdapat dua cara memandang suatu ketentuan pidana, yaitu untuk
dapat mengatakan apakah ketentuan pidana itu merupakan suatu ketentuan pidana yang bersifat
khusus atau bukan.

1. Pertama, menurut pandangan secara logis, apabila ketentuan pidana tersebut di


samping memuat unsur-unsur yang lain, juga memuat semua unsur dari suatu ketentuan pidana
yang bersifat umum. Kekhususan suatu ketentuan pidana berdasarkan pandangan secara logis
seperti itu, di dalam doktrin juga disebut suatu logische specisliteit atau sebagai suatu
kekhususan secara logis.

2. Kedua, menurut pandangan secara yuridis atau secara sistematis, walaupun tidak
memuat semua unsur dari suatu ketentuan yang bersifat umum, ia tetap dapat dianggap sebagai
suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus, yaitu apabila dengan jelas dapat diketahui bahwa
pembentuk undang-undang memang bermaksud untuk memberlakukan ketentuan pidana tersebut
sebagai suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus. Kekhususan suatu ketentuan pidana di
dalam doktrin juga disebut suatu juridische specialiteit atau suatu systematische specieliteit, yang
berarti kekhususan secara yuridis atau secara sistematis.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

•Karakteristik perbarengan perbuatan pidana (concursus) Adakalanya seseorang


melakukan beberapa perbuatan sekaligus sehingga menimbulkan masalah tentang penerapannya.
Kejadian yang sekaligus atau serentak tersebut disebut perbarengan yang dalam bahasa Belanda
juga disebut samenloop van strafbaar feit atau disebut juga dengan concursus.

Bentuk-bentuk gabungan delik, Concursus idealis, Concursus realis, Perbuatan


berlanjut.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/197180580/GABUNGAN-DELIK

Anda mungkin juga menyukai