Anda di halaman 1dari 15

TINJAUAN FILOSOFIS TINDAK PIDANA HOAX

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum Pidana Islam

Dosen : Dr. H.Muh. Fathoni Hasyim, M.Ag

Di susun oleh :

Fitri Noer Aefi (C73218039)

Aulia Yuniar Indriani (C93218069)

Rizky Luthfiandari (C93218103)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan ridho-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah materi mata
kuliah Filsafat Hukum Pidana Islam  yang berjudul "Tinjauan Filosofis Tindak Pidana Hoax”

Makalah ini memberikan pemahaman bagi pembaca dan sebagai pengetahuan awal  tentang
Tindak Pidana Hoax. Tak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. H.Muh. Fathoni
Hasyim, M.Ag. selaku pembimbing kami dalam pembelajaran mata kuliah Filsafat Hukum
Pidana Islam , juga kepada semua teman-teman yang telah memberikan dukungan kepada
kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Harapan terdalam kami, semoga penyusunan makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua
serta menjadi tambahan informasi bagi para pembaca. Kami menyadari jika dalam menyusun
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan hati yang terbuka kritik
serta saran yang konstruktif guna kesempurnaan makalah ini.

Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan banyak
terdapat kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Surabaya, 16 Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

 KATA PENGANTAR
 DAFTAR ISI
 BAB I (Pendahuluan)…………………………………………………………………………….4
1.Latar Belakang...................................................................................................................4
2.Rumusan Masalah.............................................................................................................4
 BAB II(Pembahasan)………………………………………………………………………….....6
1.Tinjaun Umum Tindak Pidana Hoax.................................................................................5
2.Tinjaun Filosofis Tindak Pidana Hoax..............................................................................7
3.Perspektif tindak pidana hoax dalam hukum positif di indonesia.......................................9
4.Perspektif tindak pidana hoax dalam hukum pidana islam.................................................11
 BAB IV (Penutup)…………………………………………………………………………………13
 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

  Akhir-akhir ini media tanah air dipenuhi oleh diskursus mengenai pemberitaan yang
simpang siur dan konten berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
berita demikian dapat disebut sebagai berita bohong atau yang dalam istilah populernya
disebut hoax. Penyebaran hoax menjadi begitu meresahkan karena tidak hanya menyangkut
individu warga negara tetapi sudah membuat gaduh, meresahkan, membuat kehidupan
bernegara menjadi tidak nyaman. Pemerintah untuk itu telah mengambil langkah-langkah
untuk menangani masalah ini. Tentu maslah penanganan isu itu bukan ranah penulis karena
itu terkait politik dan bukan tempatnya pula untuk dibahas di sini. Penulis akan fokus pada
masalah berita bohong sebagai suatu kejahatan atau tindak pidana. Pertanyaan yang timbul
kemudian apakah benar hoax dalam hal ini menyebarkan hoax merupakan suatu tindak
pidana. Bagaimana pandangan Fiqh Jinayah (hukum pidana islam) mengenai hal ini.

B. RUMUSAN MASALAH

1.Apa pengertian hoax ?

2.Bagaimana perspektif hoax menurut hukum positif di Indonesia ?

3.Bagaimana perspektif hoax menurut hukum pidana islam( Fiqh Jinayah) ?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA HOAX

Hoaks berasal dari "hocus pocus" yang aslinya adalah bahasa latin "hoc est corpus",
artinya "ini adalah tubuh". Kata ini biasa digunakan penyihir untuk mengklaim bahwa
sesuatu adalah benar, padahal belum tentu benar. Hoaks juga banyak beredar di email,
milis, BBM, dan lain-lain. Hoaks juga merupakan sebuah pemberitaan palsu dalam usaha
untuk menipu atau mempengaruhi pembaca atau pengedar untuk mempercayai sesuatu,
padahal sumber berita mengetahui bahwa berita yang disampaikan adalah palsu tidak
berdasar sama sekali.1

Hoaks berasal dari bahasa Inggris yang artinya tipuan, menipu, berita bohong, berita
palsu, dan kabar burung. Jadi, Hoaks dapat diartikan sebagai ketidakbenaran suatu
informasi. Hoaks merupakan sebuah pemberitaan palsu yakni sebuah usaha untuk menipu
atau mengakali pembaca dan pendengar agar mempercayai sesuatu.2

Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang


Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut diatur
tentang penyebaran berita bohong (hoaks) bagi yang melanggar dapat dikenakan sanksi
berikut: Pasal 45 A ayat (1) yaitu muatan berita bohong dan menyesatkan, Pasal 45 A
ayat (2) yaitu muatan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar
golongan (SARA).

Istilah berita bohong (hoaks) dalam Alquran bisa diidentifikasi dari pengertian kata al-Ifk
yang berarti keterbalikan (seperti gempa yang membalikkan negeri), tetapi yang
dimaksud di sini ialah sebuah kebohongan besar, karena kebohongan adalah
pemutarbalikan fakta. Sedangkan munculnya hoaks (sebuah kebohongan) disebabkan
oleh orang-orang pembangkang.

1
Muhammad Arsad Nasution. "Hoaks Sebagai Bentuk Hudud Menurut Hukum Islam", Jurnal
Yurisprudentia, III, (2017), hal. 17.
2
Adami Chazawi dan Ferdian Ardi, Tindak Pidana Pemalsuan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2016), hal. 236.

5
Kata al- ifk dalam berbagai bentuknya disebutkan sebanyak 22 kali dalam Al-Qur"an.
Kata al-ifk digunakan dalam Alquran untuk arti sebagai berikut :

1. Perkataan dusta, yakni perkataan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Ia


disebutkan dalam kasus istri Rasulullah saw., Aisyah ra. QS. An-Nur: 11.

2. Kehancuran suatu negeri karena penduduknya tidak membenarkan ayat-ayat


Allah, misalnya QS. At-Taubah 70.

3. Dipalingkan dari kebenaran karena mereka selalu berdusta, seperti


QS. al-Ankabut : 61.3
Perubahan pola komunikasi yang terjadi dalam masyarakat informasi saat
memberikan dampak pada perilaku kehidupan masyarakat moderen. Pola
komunikasi yang telah mapan terdiri dari pola ‘one-to-many audiences' atau dari
satu sumber ke banyak pemirsa (seperti buku, radio, dan televisi), dan pola ‘one-
to- one audience' dari satu sumber ke satu pemirsa atau (seperti telepon dan surat).
Sedangkan pada pola komunikasi masyarakat siber lebih menggunakan kombinasi
pola ‘many- to-many' dan pola ‘few-to- few'4
Penggunaan media sosial untuk berbagi informasi yang tidak di imbangi
dengan literasi media yang memadai dapat menjadi ancaman serius bagi bangsa
Indonesia, bila berita informasi yang dibagikan berisikan pesan yang berisi fitnah,
berita bohong, ujaran kebencian, provokasi, sentimen SARA dan bisa berujung pada
terjadinya kegaduhan, bentrokan, rasa tidak aman, ketakutan, rusaknya reputasi dan
kerugian materi. Hoax merupakan merupakan kebiasaan yang lahir dari ketidaksiapan
masyarakat pengguna teknologi informasi ditambah dengan perilaku tidak
bertanggungjawab orang-orang yang mempunyai kepentingan kotor, menciptakan
manipulasi berita yang sengaja dilakukan untuk memberikan pengakuan atas
pemahaman yang salah.

B. TINJAUAN FILOSOFIS TINDAK PIDANA HOAX


3
Fauzi Damrah, "Ifk" h. Dalam Sahabuddin et al (ed.), Jurnal Ensiklopedia Al-Qur'an, I, (2007), hal.
342.
4
Kaplan Andreas M. Michael Haenlein, "User of the World Unite: The Challanges and Opportunities of
Social Media, Kelley School of Business, Indiana University, Business Horizon, 2010, Hlm. 59-68

6
Terdapat 2 pandangan dari para tokoh dalam memandang Hoax beserta teori-teori nya,
yaitu :

1. Hermeneutika Paul Ricoeur Dalam Memandang Hoax


Dalam memahami dan mengidentifikasi hoax (berita bohong), ada beberapa teori yang
dikemukakan oleh Ricoeur yakni teori fiksasi yang menjelaskan bagaimana
menyampaikan dan memahami proses dari wacana lisan dibentuk ke dalam sebuah teks
tulisan sedangkan teori distensiasi teori yang memisahkan suatu berita yang diterima dari
sumber berita tersebut. Berikut penjelasan lebih lengkap mengenai teori fiksasi dan teori
distensiasi.
a. Teori Fiksasi
Teori fiksasi ini berfungsi menjaga wacana dari kemusnahan. Metode fiksasi ini juga
dilakukan oleh zaman sahabat-sahabat Nabi terhadap hadits-hadits Nabi. Jika hadits
tidak difiksasi maka yang akan terjadi adalah kemusnahan hadits-hadits Nabi karena
berkurangnya sanad dan mungkin akan berubah seiring bergantinya zaman dan
penerus penghafal hadits-hadits itu, bahkan pengetahuan kita terhadap peran Nabi
Muhammad SAW tidak seperti sekarang yang sudah banyak tersedia hadits-hadits
Nabi dengan sanad yang memiliki ingatan yang kuat hingga hadits- hadits Nabi tetap
tejaga sampai kapanpun karena metode fiksasi ini.5
Menurut Ricoeur jika pemaknaan teks mau diungkap atau dipahami oleh seorang
penafsir harus melakukan salah satu dari dua alternatif berikut ini: Melalui jalan
langsung yaitu seorang penafsir memahmi teks secara langsung tanpa menggunakan
metodologi untuk memahami dan menyelidiki makna yang terkandung dalam teks.
Jalan ini telah dilakukan oleh Heiddeger.Melalui jalan ini, banyak pengguna media
sosial ketika menerima berita mereka langsung mempercayai berita tersebut tanpa
menyelidiki kebenaran faktual sesuai kejadian yang sesungguhnya.Melalui jalan
melingkar yaitu memahami makna yang tersembunyi di dalam teks. 6 Melalui jalan ini,
seorang pengguna dan pembaca berita dimedia sosial akan memahami berita yang
mereka baca dengan menyelidiki fenomena kebenaran yang terkandung dalam teks/
berita tersebut. Cara ini lebih aman dan mendalam bagi pembaca suatu berita agar
terhindar dari berita bohong (hoax) . 7

5
Abdullah Khozin Afandi, Hermeneutika (Surabaya: Alpha, 2007), h. 91.
6
Ibid, h. 245.
7
Ibid, h. 246.

7
b. Teori Distansiasi
Teori Distansiasi ini berfungsi untuk menemukan makna asli dari suatu kejadian
sebelum kejadian tersebut menjadi suatu wacana atau teks oleh orang yang menerima
dan menyebarkannya. Dalam teori distansiasi ini Paul Ricoeur melatari teori ini
dengan studi bahasa yaitu bahasa wacana dan bahasa sebagai bahasa/fakta. Bahasa
wacana merupakan bahasa yang pasif seperti bahasa yang ada di dalam kamus
sementara bahasa yang sesuai bahasa/fakta merupakan bahasa yang telah diterima
oleh seseorang dalam suatu waktu dan tempat tertentu.
Dalam teori ini yang menjadi objek kajian hermeneutika adalah makna yang terdapat
8
dalam wacana lisan atau wacana tulisan (teks). Dengan menggunakan teori
distansiasi ini para pengguna media sosial yang menerima berita pertama kali dapat
dibedakan, berdasarkan kejadian yang ada tanpa mengubahnya.
2. Hermeneutika Hans George Gadamer Dalam Memandang Hoax
Gadamer memiliki beberapa teori yang bisa dia gunakan dalam tulisan mengenai hoax
ini. Ada beberapa teori Gadamer yang di gunakan dalam memaknai hermeneutika dan
metode penerapannya dalam menafsirkan teks dan konteks di lingkungan sekitarnya,
namun dalam tulisan ini dia hanya menggunakan teorinya tentang pengalaman yang
disebut dengan Aleanating Distanciation dan Belonging Experience.
a. Aleanating Distanciation dan Belonging Experience
Teori milik Gadamer ini lebih dimaksudkan memasuki wilayah human scence.
Melalui teori ini Gadamer berupaya memberikan sumbangsih konsep bagi human
scence. antara subyek dan obyek tidak memiliki kesamaan apapun sehingga kualitas
keobyektifannya terjaga. Kondisi ini berbeda dari human scence, subyek peneliti
dengan obyek peneliti saya, yaitu manusia, banyak hal yang sama, banyak
pengalaman yang sama, subyek dan obyek dalam keadaan belonging experience,
sama-sama memiliki pengalaman, sehingga kualitas terjaganya obyektif. Memahami
pengalaman orang lain sama halnya memahami pengalaman diri sendiri.9 Jika
diterapkan pada fenomena hoax masa kini, para pengguna media sosial yang berperan
sebagai penafsir berita yang mereka baca, memiliki pandangan dari pengalaman
mereka masing-masing yang pastinya memeiliki perbedaan pengalaman dengan setiap
pembaca yang lain. Meskipun menerima berita yang sama, pengalaman mereka yang
berdasarkan pengetahuan yang sudah mereka alami akan membentuk penafsiran yang

8
Ibid, h. 94.
9
Ibid., h. 87.

8
berbeda.

C. TINDAK PIDANA HOAX DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI


INDONESIA

Ketentuan tentang penyebaran berita bohong (hoax) yang dapat menerbitkan keonaran
diatur dalam dua ketentuan melalui Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Hukum Pidana Pasal 14 ayat 1 menegaskan: “barang siapa, dengan sengaja menyiarkan
berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan
rakyat, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.” Ayat 2 “barang siapa
mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat,
sedangkan dia patut menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu bohong, dihukum
dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.”

Nilai pembeda dari dua ketentuan diatas, yaitu pada ayat kesatu merupakan perbuatan
menyebarkan berita bohong akan menimbulkan keonaran karena kesengajaan sebagai
maksud atau kepastian. Artinya si pembuat pidana jelas-jelas memiliki kehendak dan
pengetahuan kalau perbuatan menyebarkan berita kebohongan itu akan menimbulkan
keonaran.Sedangkan pada ayat keduanya, merupakan perbuatan sebagai kesengajaan akan
kemungkinan, bahwa kepadanya patut mengetahui atau patut menduga kalau dari pada
perbuatan menyebarkan berita kebohongan akan menimbulkan keonaran. Berikut
beberapa penjabaran singkat terkait pasal-pasal di dalam Undang- undang yang mengatur
tentang berita bohong (hoax):
a. Pasal 311 KUHP : “jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran
tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak
membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui,
maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
b. Pasal 378 KUHP: “barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu, dengan tipu muslihat, atau rangkain kebohongan, menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberikan hutang
maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.”10

10
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), (Bogor: Politeia, 1986), h.
260-261.

9
c. Undang- Undang No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
Pasal 14 ayat (1) dan (2) : ayat 1 “barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau
pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat,
dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.” Ayat 2
“barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan suatu pemberitahuan yang
dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka
bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara
setinggi-tingginya adalah tiga tahun.”
Pasal 15 : “barangsiapa menyebarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang
berkelebihan yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak- tidaknya patut dapat
menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran
dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
d. Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal 27 ayat (3) : “setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak medistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik.”
Pasal 28 ayat (1) dan (2): ayat 1 “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik.” Ayat 2 “setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, suku,
agama dan antar golongan (SARA).” 11

Selain pasal-pasal yang telah disebutkan di atas, penyebar berita bohong (hoax) juga
dapat dikenakan pasal terkait ujaran kebencian (hate speech) yang telah diatur dalam
KUHP dan Undang-undang lain di luar KUHP yaitu antara lain Pasal 156, 157, 310, 311,
kemudian pasal-pasal pada Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, serta Surat Edaran (SE) Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran
Kebencian yang dikeluarkan kepolisian Republik Indonesia dan Pasal 16 Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

11
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 atas Perubahan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, (Surabaya: Kesindo Utama, 2018) h. 17-18.

10
Tindak pidana penyebaran berita bohong (hoax) dikenakan sanksi pidana penjara.
Pidana ini membatasi kemerdekaan seseorang atau kebebasan seseorang, yaitu dengan
menempatkan terpidana dalam suatu tempat (lembaga pemasyarakatan) di mana terpidana
tidak bisa bebas untuk keluar masuk dan didalamnya diwajibkan untuk tunduk dan taat
serta menjalankan semua peraturan dan tata tertib yang berlaku. Hukuman penjara
minimum 1 hari dan maksimum 15 tahun (Pasal 12 ayat (2) KUHP, dan dapat melebihi
batas maksimum yakni dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 12 ayat (3) KUHP.70

Tujuan pemidanaan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP berorientasi untuk
perlindungan masyarakat dan melakukan pembinaan kepada pelaku. Hal ini tercermin
dari tujuan pemidanaan yang lebih banyak menitikberatkan pada cara mengembalikan
pelaku menjadi pihak yang tidak akan mengulangi tindak pidana dan masyarakat yang
lain agar tidak melakukan tindak pidana. Tujuan pemidanaan yang bermaksud untuk
merehabilitasi pelaku ini dikuatkan dengan ketentuan bahwa tujuan pemidanaan bukan
dimaksudkan untuk menderitakan atau merendahkan martabat manusia.

D. TINDAK PIDANA HOAX DALAM PERPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM


Hoax sebagai bentuk pembohongan terhadap publik merupakan hal yang tidak dibenarkan
dalam Islam. Segala jenis pembohongan baik pembohongan yang ditujukan untuk
individu maupun pembohongan terhadap lembaga, organisasi, atau terhadap sekelompok
masyarakat yang bertujuan untuk opini publik atau provokasi serta kepentingan politik,
sehingga hal demikian sebagai salah satu penyebab terjadinya perpecahan umat yang
sudah sangat mengkhawatirkan. Perbuatan menyebarkan Hoax digolongkan sebagai
perbuatan yang merugikan orang lain, sebagaimana yang telah diatur dalam Al-Qur’an
:Surat An-Nur Ayat 19 :
.١٩ - َ‫اِ َّن الَّ ِذ ْينَ يُ ِحبُّوْ نَ اَ ْن تَ ِش ْي َع ْالفَا ِح َشةُ فِى الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا لَهُ ْم َع َذابٌ اَلِ ْي ۙ ٌم فِى ال ُّد ْنيَا َوااْل ٰ ِخ َر ۗ ِة َوهّٰللا ُ يَ ْعلَ ُم َواَ ْنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُموْ ن‬

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat
keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di
dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.
(Q.S An-Nur ayat 19)

Suatu perbuatan baru dianggap sebagai tindak pidana apabila unsur- unsurnya telah
terpenuhi pelaku penyebar berita bohong (Hoax). Terdapat dalam kedudukannya

11
sebagai orang yang bertanggung jawab dan pada perbuatan yang diperintahkan,
adapun syarat-syarat untuk pelaku mukallaf itu ada dua macam, yaitu: 1). Pelaku
memahami nash--nash syara’ yang berisi hukum taklifi. 2).Pelaku orang yang pantas
dimintai pertanggung jawaban dan dijatuhi hukuman.

Hoax atau berita bohong dalam islam dapat dilacak hingga pada masa Nabi
Muhammad saw. Yang paling terkenal adalah hadis al-ifky. Sebuah peristiwa biasa
yang akhirnya menjadi salah satu peristiwa luar biasa sepanjang sejarah hidup Nabi.
Kisah ini bermula ketika Nabi mengirimkan ekspedisi untuk menyerang Banu
Mustaliq di Muraisi’. Seperti biasa sebelum berangkat Nabi membuat undian siapakah
diantara istri-istri Beliau yang akan turut berangkat menemani Rasulullah. Lalu yang
muncul adalah nama Aisyah. Jadilah Aisyah istri yang menemani Rasulullah pada
waktu itu. Setelah ekspedisi selesai, rombongan pun kembali ke Madinah. Di tengah
perjalanan, rombongan berhenti di suatu kota untuk bermalam. Keesokan harinya,
ketika rombongan hendak berangkat, Aisyah masih berada di luar tenda Nabi untuk
buang hajat. Setelah kembali, pelangkin sudah menunggu sejak tadi di depan tenda.
Ketika hendak naik, Aisyah menyadari bahwa kalung yang dia pakai terlepas. Segera
ia menyusuri jalan kembali menuju tempat dimana ia tadi menunaikan hajat. Sekian
lama mencari akhirnya kalung itu ditemukan. Aisyah segera kembali menuju
pelangkin. Alangkah terkejutnya dia, ternyata seluruh rombongan sudah berangkat
meninggalkan dia sendiri. Para pembawa pelangkin maupun rombongan nampaknya
tidak menyadari bahwa salah satu anggota rombongan tertinggal. Tanpa rasa ragu dan
takut, Aisyah memilih menunggu di tempat itu. Ia tidak menyusul rombongan yang
entah berapa jauh jaraknya di depan. Dia beranggapan toh nanti jika rombongan telah
menyadari dia tertinggal mereka akan mengirim utusan untuk menjemputnya. Dari
pada menyusul rombongan menembus padang pasir tak tentu arah lebih baik
menunggu di tempat terakhir rombongan beristirahat. Dengan tenang dia kemudian
menarik selimut dan berbaring. Tak lama kemudian, Safwan Bin Al Muatthal As
Sulami melintas. Ia rupanya juga tertinggal dari rombongan karena masih
menyelesaikan satu urusan. Alangkah terkejutnya ketika ia tahu bahwa di tempat sepi
itu seorang istri Nabi sedang sendirian. Safwan segera mempersilakan Aisyah naik ke
atas untanya, sementara ia sendiri berjalan kaki sambil menuntun unta. Aisyah dan
Safwan tiba siang hari di kota Madinah. Semuanya terjadi biasa saja. Mereka tidak

12
menyangka bahwa peristiwa itu akan menjadi buah bibir di Madinah. Beredarlah
rumor dikalangkan penduduk Madinah tentang kedatangan Safwan yang bersama
Aisyah. Mereka menduga-duga tentang apa yang terjadi di antara keduanya selama
dalam perjalanan. Berita ini akhirnya sampai juga ke telinga Nabi. Aisyah sendiri
setelah menyadari dirinya menjadi objek gosip jatuh sakit selama kurang lebih 20 hari.
Nabi menjadi gundah gulana. Hingga akhirnya turun ayat, Surah An Nur ayat 11-19
yang menyatakan bahwa Aisyah bersih dari segala apa yang mereka tuduhkan. Dan
Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. Setelah turunnya ayat ini, Nabi
menjadi lega. Segera beliau menuju masjid dan membacakan ayat tersebut. Kemudian
orang-orang yang menjadi dalang desas-desus diadili dan dijatuhi hukuman dera
sebanyak 80 kali. Mereka adalah Mistah Bin Usasah, Hasan Bin Tsabit, Hamnah Binti
Jahsyi (ipar Nabi).12 Dari kisah ini, dapat diketahui bahwa hadis al-ifk berisi tentang
tuduhan berbuat tidak senonoh (qazaf). Apabila pelaku tidak dapat membuktikan
tuduhannya yang disangkakan, baik secara tersirat maupun sindiran, ia diancam
dengan sanksi 40 kali dera, atau menurut qaul lain 80 kali dera.13

Sanksi bagi pelaku penyebaran berita bohong (Hoax) dalam Hukum Pidana Islam
adalah ta’zir, para Fuqaha mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak ditentukan
oleh Al-Quran dan Hadis yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah
SWT dan hak hamba yang berfungsi sebagai pelajaran bagi terhukum dan
pencegahannya untuk tidak mengulangi kejahatan yang sama. Hukuman ta’zir boleh
dan harus diterapkan sesuai dengan tuntutan kemaslahatan.

BAB III
PENUTUP

12
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Terj. Ali Audah (Jakarta: Litera Antarbusa,
2010), 385-394
13
Hanif Azhar, “ASPEK PIDANA DALAM BERITA BOHONG (HOAX ) MENURUT FIQH JINAYAH”
Vol.3 No.2 (Desember, 2017)

13
A. KESIMPULAN

Hoaks juga merupakan sebuah pemberitaan palsu dalam usaha untuk menipu
atau mempengaruhi pembaca atau pengedar untuk mempercayai sesuatu, padahal
sumber berita mengetahui bahwa berita yang disampaikan adalah palsu tidak berdasar
sama sekali. Jadi,.Hoaks merupakan sebuah pemberitaan palsu yakni sebuah usaha
untuk menipu atau mengakali pembaca dan pendengar agar mempercayai sesuatu.

berita bohong (hoaks) dalam Alquran bisa diidentifikasi dari pengertian kata
al-Ifk yang berarti keterbalikan (seperti gempa yang membalikkan negeri), tetapi yang
dimaksud di sini ialah sebuah kebohongan besar, karena kebohongan adalah
pemutarbalikan fakta. Sedangkan munculnya hoaks (sebuah kebohongan) disebabkan
oleh orang-orang pembangkang

DAFTAR PUSTAKA

14
Muhammad Arsad Nasution. "Hoaks Sebagai Bentuk Hudud Menurut Hukum Islam",
Jurnal Yurisprudentia, III, (2017), hal. 17.
Adami Chazawi dan Ferdian Ardi, Tindak Pidana Pemalsuan, (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2016), hal. 236.
Fauzi Damrah, "Ifk" h. Dalam Sahabuddin et al (ed.), Jurnal Ensiklopedia Al-Qur'an, I,
(2007), hal. 342.
Kaplan Andreas M. Michael Haenlein, "User of the World Unite: The Challanges and
Opportunities of Social Media, Kelley School of Business, Indiana University, Business
Horizon, 2010, Hlm. 59-68
Abdullah Khozin Afandi, Hermeneutika (Surabaya: Alpha, 2007), h. 91.

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), (Bogor: Politeia, 1986), h.


260-261.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 atas Perubahan Undang-undang Nomor 11


Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, (Surabaya: Kesindo Utama, 2018) h.
17-18.

Abd Al- Qadir Audah, At- Tasyri’ Al- Jinaiy Al- Islamiy, Juz I, Dar Al- Kitab Al-
‘Arabi, (Beirut: 2009), h. 79. .
Djazuli, Fiqh Jinayah , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h.11.
Mustofa Hasan, Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah,
( Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), h. 82.
Abu Hasan Ali Al-Mawardi, Kitab Al- Ahkam As- Sulthaniyah, (Beirut: Dar al Fikr,
1966),

Azhar, Hanif “ASPEK PIDANA DALAM BERITA BOHONG (HOAX ) MENURUT


FIQH JINAYAH” , Jurnal CENDEKIA Hukum. Vol.3 No.2 Desember, 2017

15

Anda mungkin juga menyukai