Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“Prinsip Proporsionalitas Dalam Hukum Humaniter ”


Diajukan sebagai tugas kelompok mata kuliah Hukum Humaniter

Dosen Pengampu :
Dr. H. Mahir Amin, M.Fil.I.

Disusun oleh Kelompok 7 :

Fitri Noer Aefi (C73218039)


Rachmawati Adinda Sari (C73218053)
Moh. Zainal Abidin (C93218092)

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Rahmat serta Karunia-Nya kepada kami, serta saya ucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Dr. H. Mahir Amin, M.Fil.I. atas bimbingannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah Mata Kuliah Hukum Humaniter yang berjudul ”Prinsip Proporsionalitas Dalam
Hukum Humaniter” tepat pada waktunya

Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
kami dalam penyusunan makalah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Kami berharap semoga dengan selesainya makalah ini, dapat bermanfaat bagi
pembaca dan teman-teman, khususnya dalam memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan
tentang Prinsip Proporsionalitas Dalam Hukum Humaniter.

Makalah ini disusun sebagai bentuk proses belajar mengembangkan kemampuan


mahasiswa. Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan pemakalah di masa yang akan datang.

Surabaya, 20 April 2021

Penyusun

Page 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................2

DAFTAR ISI .............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..............................................................................................................4

B. Rumusan Masalah .........................................................................................................4

C. Tujuan Penulisan ...........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Prinsip Proporsionalitas................................................................................6


B. Penerapan Prinsip Proporsionalitas................................................................................7
C. Pelanggaran Prinsip Proporsionalitas.............................................................................8
D. Contoh Kasus Pelanggaran Prinsip Proporsionalitas.....................................................9

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN ...........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................12

Page 3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu produk hukum yang baik harus berlandaskan atas unsur-unsur filosofis, yuridis
dan sosiologis dimana jika diartikan secara definit bahwa suatu produk hukum adalah hukum
yang baik dari tahap pemikirannya sampai penerapannya dimana hukum tersebut dapat
benar-benar melakukan tugasnya secara baik serta diterima oleh masyarakat. Karena terdapat
beberapa asas-asas umum yang mendukung suatu perancangan kontrak yang baik. Namun
diluar dari asas-asas tersebut, dibutuhkan suatu asas yang berorientasi kepada keadilan karena
suatu produk hukum mencita-citakan suatu bentuk keadilan yang diharapkan akan dipatuhi
oleh para penggunanya. Prinsip proporsionalitas pada area hukum konstitusi digunakan
dalam hal peradilan konstitusi melakukan judicial review. Di Indonesia, prinsip
proporsionalitas belum populer dan belum maksimal digunakan oleh hakim MK dalam
memutus permohonan judicial review. Prinsip proporsionalitas dalam peradilan konstitusi
diperkenalkan sebagai prinsip yang dapat digunakan hakim dalam menguji kebijakan yang
dianggap membawa kerugian bagi Pemohon agar hakim tidak hanya sekedar mengintrepetasi
UUD atau mengutip pasal, namun memberi pertimbangan yang konkrit terhadap aspek
kerugian. Pada dasarnya prinsip proporsionalitas sebenarnya telah ditentukan dalam pasal 2
ayat (4) Piagam PBB.
Dalam keraguan yang dapat saja muncul seperti iniliah prinsip proporsionalitas
memegang peran kunci, dapat saja muncul sebuah statement yang menyebut bahwa untuk
menghadapi satu pleton tentara infanteri biasa tidaklah perlu mengerahkan satu pleton dengan
jumlah yang sama, Meskipun sangat disadari untuk memadukan kepastian hukum dan
keadilan menjadi perbuatan yang mustahil, namun melalui instrument kontrak yang mampu
mengakomodasi perbedaan kepentingan secara proporsional, maka dilema pertentangan
antara kepastian hukum dan keadilan tersebut akan dapat dieliminasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari prinsip proporsionalitas ?
2. Bagaimana penerapan prinsip proporsionalitas dalam hukum humaniter ?
3. Bagaimana bentuk pelanggaran prinsip proposionalitas ?

C. Tujuan Penulisan

Page 4
1. Untuk mengetahui dan memahami mengenai pengertian prinsip proporsionalitas.
2. Untuk mengetahui dan memahami mengenai penerapan prinsip proporsionalitas
dalam hukum humaniter.
3. Untuk mengetahui dan memahami mengenai bentuk pelanggaran prinsip
proporsionalitas.

Page 5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Prinsip Proporsionalitas

Prinsip proporsionalitas merupakan prinsip yang diterapkan untuk membatasi


kerusakan yang dilakukan oleh operasi militer dengan masyarakat bahwa akibat dari sarana
dan metode perang yang digunakan tidak boleh berlebihan dengan keuntungan militer yang
diharapkan. 1 Prinsip ini ditujukan agar perang atau penggunaan senjata tidak menimbulkan
korban, kerusakan dan penderitaan yang berlebihan yang tidak berkaitan dengan tujuan-
tujuan militer (the unnecessary suffering principles). Terutama dalam kerusakan-kerusakan
fisik yang berlebihan dan tidak perlu terhadap obyek-obyek nonmiliter dan non-kombatan.2

Prinsip proporsionalitas diharapkan dapat menjadi arahan bagi para pihak yang
terlibat dalam peperangan untuk mempertimbangkan setiap serangan pada pihak musuh untuk
tidak menyengsarakan penduduk sipil. Usaha masyarakat internasional agar pihak yang
berperang menaati prinsip proporsionalitas sebenarnya telah ditentukan dalam pasal 2 ayat
(4) Piagam PBB. Walaupun dalam pasal tersebut tidak secara tegas menyebutkan prinsip
proporsionalitas, namun pasal tersebut dengan tegas menyebutkan bahwa masyarakat
internasional harus mengusahakan penyelesaian sengketa dengan damai dan menghindarkan
penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa diantara mereka.

Prinsip proporsionalitas telah diakomodir dalam Additional Protocol I Konvensi 1977,


Pasal 35 ayat (2) Protokol Tambahan I : “It is prohibited to employ weapons, projectiles and
material and methods of warfare of a nature to cause superfluous injury or unnecessary
suffering”. Bahwa, dilarang menggunakan senjata, proyektil, material dan metode berperang
yang menimbulkan luka-luka yang berlebihan dan penderitaan yang tidak perlu. Serta
selanjutnya dikatakan pula bahwa menggunakan alat atau cara berperang yang
mengakibatkan atau dapat diperkirakan akan menyebabkan kerusakan luas hebat berjangka
panjang terhadap lingkungan hidup, adalah dilarang. 3

1
I. Gst Ngr Hady Purnama Putera, “PENGGUNAAN EXOSKELETON SEBAGAI SENJATA DALAM KONFLIK
BERSENJATA INTERNASIONAL DI MASA YANG AKAN DATANG DITINJAU DARI PRINSIP-PRINSIP HUKUM
HUMANITER INTERNASIONAL”, Vol. 2, No. 2, (Agustus, 2016), 185.
2
ICRC Delegasi Indonesia, hukum Humaniter Indonesia, Terjemahan oleh internasional Commite of the Red cross 19
avenue De La Paix 1202 Geneva,Switzerland,2002, (Jakarta, 2008), 29.
3
Erlies Septiana Nurbani, “PERKEMBANGAN TEKNOLOGI SENJATA DAN PRINSIP PROPORSIONALITAS”,
Jurnal IUS, Vol. V. No. 1. (April, 2017), 26.

Page 6
B. Penerapan Prinsip Proporsionalitas

Ketentuan dalam Statuta Roma 1998 memberikan persyaratan dapat diterapkannya


prinsip proporsionalitas tersebut antara lain: (1) harus terdapat upaya antisipasi untuk
mencegah timbulnya korban dari penduduk sipil; (2) harus terdapat upaya antisipasi untuk
mencapai kepentingan militer; (3) di mana upaya tersebut secara jelas dilakukan secara
berlebihan (clearly excessive) dalam hubungannya untuk melakukan upaya yang kedua
tersebut.4 Sampai saat ini belum terdapat pembatasan mengenai sejauh mana ukuran prinsip
proporsionalitas5

Proporsionalitas penggunaan senjata harus selalu memperhatikan keseimbangan


antara keuntungan-keuntungan militer dengan jumlah korban sipil yang ditimbulkan. Tetapi
jika keuntungan militer tersebut bisa dicapai dengan menggunakan senjata tertentu yang bisa
meminimalisir korban sipil dibandingkan dengan senjata yang lain, maka hal ini harus
dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis mendalam baik pada tingkat persiapan,
pelaksanaan, atau bahkan penilaian untuk melihat apakah dalam situasi tertentu seorang
komandan mempunyai beberapa opsi yang memungkinkannya untuk memilih penggunaan
senjata dengan korban sipil yang minimal.

Prinsip proporsionalitas sangat berkaitan dengan prinsip kepentingan militer (military


neccesity). Dalam menggunakan kekerasan, hal yang harus diperhitungkan adalah prinsip
proporsionalitas yaitu keseimbangan antara kepentingan militer dan kepentingan
kemanusiaan. Apakah metode atau persenjataan yang telah dipilih proporsional dengan
kerugian yang mungkin diakibatkan olehnya. Sehingga, kemungkinan tersebut telah
diperhitungkan sebelumnya, termasuk penggunaan metode dan senjata alternatif yang bisa
diambil oleh anggota angkatan bersenjata jika dalam pelaksanaannya akan menimbulkan
kerugian yang lebih besar, khususnya kerugian di pihak penduduk dan objek sipil. 6

Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Additional Protocol I 1977 merupakan


tambahan dari Hague Regulations 1907. Hague Regulations 1907 sendiri merupakan
penyempurnaan dari Konferensi Perdamaian I di Den Haag 1899, sehingga seluruh rangkaian
proses konferensi tersebut dikenal dengan Hukum Denhag. Prinsip pertama yang terdapat

4
Denny ramdhany, “KONTEKS DAN PERSPEKTIF POLITIK TERKAIT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
KONTEMPORER” (Jakarta: rajawali press, 2015), 220.
5
Ibid.
6
Erlies Septiana Nurbani, “PERKEMBANGAN TEKNOLOGI SENJATA DAN PRINSIP PROPORSIONALITAS”, Jurnal
IUS, Vol. V. No. 1. (April, 2017), 25.

Page 7
dalam Hukum Denhag berbunyi, “the rights of belligerents to adopt means of injuring the
enemy is not unlimited”. Ini berarti bahwa ada cara-cara tertentu dan alat-alat tertentu yang
dilarang untuk digunakan. Prinsip proporsionalitas dapat dijadikan sebagai sandaran bagi
para pihak dalam konflik bersenjata. Sehingga, perlindungan terhadap penduduk sipil,
khususnya, tetap dapat dipaksakan berdasarkan prinsip proporsionalitas. 7

C. Pelanggaran Prinsip Proporsionalitas

Pada prinsipnya, larangan untuk menyebabkan penderitaan yang berlebihan atau luka-
luka yang tidak perlu merupakan pencegahan dari penggunaan senjata yang bersifat membabi
buta (indiscriminate attacks). Misalnya saja penggunaan senjata racun/gas beracun, senjata
kimia, herbisida, dll. Penggunaan senjata semacam itu akan sangat menyulitkan untuk
menilai keseimbangan antara tujuan militer dan objek serangan. Apakah senjata tersebut
dapat efektif untuk melukai atau melumpuhkan military objects? Atau justru akan
menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi penduduk sipil, korban luka sipil dan kerusakan
benda sipil. Oleh karena itu, sifat dari senjata yang membabi buta dilarang.

Larangan penggunaan senjata yang bersifat membabi buta selaras dengan Kebiasaan
Hukum Humaniter Internasional sebagaimana diatur dalam Aturan 11 sampai dengan Aturan
13. Aturan 12 secara spesifik menyatakan yang dimaksud dengan serangan membabi buta,
adalah8 :

a. Yang tidak diarahkan pada sebuah sasaran militer tertentu.


b. Yang menggunakan cara atau sarana pertempuran tertentu yang tidak dapat diarahkan
kepada sebuah sasaran militer tertentu; atau
c. Yang menggunakan cara/sarana pertempuran yang dampaknya tidak dapat dibatasi
sesuai dengan aturan Hukum Humaniter Internasional.

Sebagai contoh dari serangan yang membabi buta, antara lain:

a. Serangan yang dilakukan dengan pemboman, dengan cara atau alat apapun, yang
memperlakukan sebagai suatu objek militer sejumlah objek militer yang berlainan dan
terpisah, yang terletak dalam satu kota, dusun atau wilayah, dimana terdapat pula
konsentrasi penduduk sipil dan objek sipil.

7
Ibid.,27
8
Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), 180.

Page 8
b. Serangan yang dapat diharapkan akan menimbulkan korban jiwa pada penduduk sipil,
luka-luka pada orang sipil, kerusakan pada objek sipil yang berlebihan, dibandingkan
dengan hasil yang diharapkan. Akibatnya, setiap serangan yang bersifat membabi buta
bersifat mengenai sasaran militer maupun penduduk sipil atau objek sipil dalam
peperangan. Sehingga, serangan membabi buta, baik dari aspek persenjataan maupun
metode peperangan, adalah dilarang.

D. Contoh Kasus Pelanggaran Prinsip Proporsionalitas


Israel menyerang obyek-obyek sipil di Jalur Gaza untuk melumpuhkan militan
Hamas. Obyek sipil ini termasuk fasilitas umum seperti perumahan, rumah sakit, sekolah, dan
tempat-tempat umum lainnya. Padahal dalam Hukum Humaniter, serangan terhadap obyek
sipil dilarang. Namun hal ini tetap dilakukan Israel demi mencapai keunggulan militer.

Dalam penyerangan Israel kepada gedung-gedung pemerintahan di Jalur Gaza, rumah


sakit, sekolah, dan pasar telah diatur Didalam protokol I Konvensi Jenewa Pasal 52 ayat 2,
dijelaskan bahwa segala bentuk bangunan yang memiliki fungsi militer secara efektif dan
digunakan untuk tujuan militer merupakan obyek militer yang dapat diserang. Terdapat
pengecualian pada Pasal 52 ayat 3 dijelaskan bahwa bangunan atau fasilitas yang diragukan
fungsinya apakah obyek sipil atau obyek militer maka haruslah diasumsikan bahwa bangunan
itu merupakan obyek sipil dan tidak boleh diserang.

Israel juga menyerang dengan menggunakan senjata secara tidak proporsional seperti
menggunakan bom fosir, rudal, dan iron dome. Dari prinsip asas proporsionalitas jika
dilakukan serangan terhadap obyek sipil serangan itu haruslah sesuai dengan asas
proporsionalitas bahwa serangan itu tidak dilakukan secara berlebihan serta seharusnya
serangan tersebut berimbang dengan keuntungan militer yang diperoleh. Apabila serangan itu
dilanggar maka dapat melanggar ketentuan pasal 51 protokol I konvensi Jenewa yang
menyatakan bahwa9:

“attack which may be expected to cause incidental loss of civilian life, injury to
civilian, damage to civilian objects, or a combination thereof, which would be excessive in
relation to the concrete and direct military advantage anticipated”10 juga diatur dalam pasal

9
Mushin Labib dan Irman Abdurrahman, Gaza denyut Perlawanan Palestina. (Jakarta: Zahra publishing House, 2009), 23.
10
Ibid, 21.

Page 9
22 Den hague regulations, yang berbunyi “the rights of billigerents to adopt means of injuring
the enemy is not unlimited” dalam menggunakan alat untuk menyerang musuh, artinya
dibatasi oleh aturan-aturan yang berlaku dan tidak diperbolehkan untuk berlebihan.

Penyerangan terhadap jalur Gaza telah melanggar pasal 23 konvensi Den Haag,
Tentara Israel dengan sengaja memaksa Tawanan perang untuk meminum uranium, atau
menjadikan sebagai bahan percobaan sehingga itu melanggar pada 11 :

 Pasal 23 : (a) Dilarang untuk menggunakan racun atau senjata beracun (b) menggunakan
senjata, proyektil, atau bahan-bahan yang mengakibatkan penderitaan yang tidak perlu
 Pasal 25 Penyerangan atau pemboman dengan alat apapun terhadap kota-kota, kampung-
kampung, atau bangunanbangunan yang tidak dipertahankan adalah dilarang.
 Pasal 27 Dalam hal pengempungan dan pemboman, semua langkah yang perlu harus
dilakukan, untuk sejauh mungkin menghindari bangunan-bangunan ibadah, kesenian,
ilmu pengetahuan dan panti asuhan, monumen bersejarah, rumah sakit dan tempat orang
sakit dan terluka dikumpulkan, asalkan tempattempat tersebut tidak digunakan untuk
tujuan-tujuan militer. Pasukan yang mengepung harus menandai bangunanbangunan atau
tempat-tempat dengan tanda-tanda khusus yang terlihat, yang sebelumnya harus
diberitahukan kepada pihak penyerang.
 Pasal 28 Penjarahan terhadap setiap kota atau tempat, walaupun diperoleh dengan cara
penyerangan adalah dilarang. Israel melakukan banyak sekali pelanggaran terhadap asas
proporsionalitas sesuai dengan Hukum Humaniter Internasional yang diatur didalam
konvensi-konvensi. Sehingga diperlukan adanya sanksi yang tegas yang dilakukan kepada
Israel atas kejahatan yang dilakukan di wilayah Gaza, Israel harus diadili di Pengadilan
Pidana Internasional.12

11
As Syamil, Terorisme Israel Membedah Paradigma dan Strategi Terorisme Zionis, (Comes: Bandung, 2001), 136.
12
http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Page
10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Di simpulkan bahwa prinsip proporsionalitas adalah suatu alat uji yang dapat
membantu hakim dalam memberikan pertimbangan hukum ketika berhadapan dengan hak-
hak yang bersinggungan, pembatasan hak, dan open legal policy. Prinsip proporsionalitas
diharapkan dapat menjadi arahan bagi para pihak yang terlibat dalam peperangan untuk
mempertimbangkan setiap serangan pada pihak musuh untuk tidak menyengsarakan
penduduk sipil. Proporsionalitas penggunaan senjata harus selalu memperhatikan
keseimbangan antara keuntungan-keuntungan militer dengan jumlah korban sipil yang
ditimbulkan. Pada prinsipnya, larangan untuk menyebabkan penderitaan yang berlebihan atau
luka-luka yang tidak perlu merupakan pencegahan dari penggunaan senjata yang bersifat
membabi buta (indiscriminate attacks). Prinsip proporsionalitas sangat berkaitan dengan
prinsip kepentingan militer (military neccesity). Maka dari itu yang harus diperhitungkan
adalah prinsip proporsionalitas yaitu keseimbangan antara kepentingan militer dan
kepentingan kemanusiaan. Apabila hukum humaniter belum mengatur suatu ketentuan
hukum mengenai masalah-masalah tertentu, maka ketentuan yang dipergunakan harus
mengacu kepada prinsip-prinsip hukum internasional yang terjadi dari kebiasaan yang
terbentuk dari bangsa-bangsa yang beradab. Pada implementasinya, prinsip proporsionalitas
relevan digunakan pada judicial review terutama yang terkait dengan pasal-pasal dalam
konstitusi yang bersifat open texture yang membawa konsekuensi memberi open legal policy
kepada pembentuk undang-undang. Sejak proporsionalitas pidana bersumbu pada terciptanya
keadilan, maka pembentuk undang-undang seharusnya memeringkat delik berdasarkan
seriusitasnya dengan mengacu kepada skala nilai dalam masyarakat.

Israel menyerang obyek-obyek sipil di Jalur Gaza untuk melumpuhkan militan


Hamas. Obyek sipil ini termasuk fasilitas umum seperti perumahan, rumah sakit, sekolah, dan
tempat-tempat umum lainnya. Padahal dalam Hukum Humaniter, serangan terhadap obyek
sipil dilarang. Namun hal ini tetap dilakukan Israel demi mencapai keunggulan militer.
Dalam penyerangan Israel kepada gedung-gedung pemerintahan di Jalur Gaza, rumah sakit,
sekolah, dan pasar telah diatur Didalam protokol I Konvensi Jenewa Pasal 52 ayat 2,
dijelaskan bahwa segala bentuk bangunan yang memiliki fungsi militer secara efektif dan
digunakan untuk tujuan militer merupakan obyek militer yang dapat diserang. Terdapat
pengecualian pada Pasal 52 ayat 3 dijelaskan bahwa bangunan atau fasilitas yang diragukan
fungsinya apakah obyek sipil atau obyek militer maka haruslah diasumsikan bahwa bangunan
itu merupakan obyek sipil dan tidak boleh diserang. Israel juga menyerang dengan
menggunakan senjata secara tidak proporsional seperti menggunakan bom fosir, rudal, dan
iron dome. Dari prinsip asas proporsionalitas jika dilakukan serangan terhadap obyek sipil
serangan itu haruslah sesuai dengan asas proporsionalitas bahwa serangan itu tidak dilakukan
secara berlebihan serta seharusnya serangan tersebut berimbang dengan keuntungan militer
yang diperoleh. Apabila serangan itu dilanggar maka dapat melanggar ketentuan pasal 51
protokol I konvensi Jenewa.

Page
11
Daftar Pustaka

Putera. Hady Purnama. “Penggunaan Exoskeleton Sebagai Senjata Dalam Konflik Bersenjata
Internasional Di Masa Yang Akan Datang Ditinjau Dari Prinsip-Prinsip Hukum
Humaniter Internasional”. Vol. 2. No. 2. Agustus. 2016.
ICRC Delegasi Indonesia. hukum Humaniter Indonesia. Terjemahan oleh internasional
Commite of the Red cross 19 avenue De La Paix 1202 Geneva,Switzerland, 2002.
Jakarta. 2008.
Nurbani. Erlies Septiana. “Perkembangan Teknologi Senjata Dan Prinsip Proposionalitas”.
Jurnal IUS. Vol. V. No. 1. April. 2017.
Ramadhany. Denny. “Konteks Dan Persepektif Politik Terkait Hukum Humaniter
Internasional Kontemporer”. Jakarta: rajawali press. 2015.
Haryomataram. Pengantar Hukum Humaniter. Rajagrafindo Persada. Jakarta. 2012.
Labib. Mushin & Abdurrahman. Irman. Gaza denyut Perlawanan Palestina. Jakarta: Zahra
publishing House. 2009.
Syamil. As. Terorisme Israel Membedah Paradigma dan Strategi Terorisme Zionis. Comes:
Bandung. 2001.

http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Page
12

Anda mungkin juga menyukai