Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ALAT BUKTI SAKSI


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur

MK: Hukum Bisnis Islam di Indonesia

Dosen Pengampu : Bpk. Asep Saepullah, M. HI.

Disusun Oleh :

Ananda Ega Rizki (1708201084)


Nur Rokhma (1708201085)
Ahmad Sirojudin Hilmi (1708201100)

Fakultas/Jurusan :

Syari’ah dan Ekonomi Islam / Hukum Keluarga


Kelas / Semester : 6 (Enam) C

IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon – Jawa Barat 45132


Telp : (0231) 481264 Faks : (0231) 489926
2020
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Sholawat beserta salam
dilimpahkan kepangkuan junjungan Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat,
dan pengikut-Nya yang tetap istiqomah di jalan-Nya hingga akhir zaman, (aamiin). Karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan tepat
waktu. Dalam makalah ini penyusun akan membahas mengenai Alat Bukti Saksi.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Terstruktur pada Mata kuliah Hukum
Acara Peradilan Agama II. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................3

Latar Belakang...........................................................................................................1

Rumusan Masalah......................................................................................................1

Tujuan .......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2

Pengertian Saksi dan Macam-macamnya..................................................................2


Syarat-syarat Menjadi Saksi......................................................................................3
Kekuatan Alat Bukti Saksi.........................................................................................4
BAB III PENUTUP..................................................................................................

Kesimpulan ...............................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Hukum Acara Perdata terdapat adanya pembuktian. Pembuktian
merupakan tindakan yang dilakukan oleh para pihak dalam suatu sengketa.
Pembuktian ini bertujuan untuk menetapkan hokum diantara kedua belah pihak
yang menyangkut suatu hak sehingga diperoleh suatu kebenaran yang memiliki
nilai kepastian, keadilan, dan kepastian hukum.
Dalam pembuktian terdapat beberapa macam alat bukti yaitu alat bukti tulisan,
alat bukti saksi, alat prasangka hakim, dan alat bukti pengakuan. Makalah ini
akan membahas tentang apa pengertian saksi, bagaimana kekuatan alat bukti
saksi tersebut dalam pembuktian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian alat bukti saksi dan macam-macamnya?
2. Apa saja syarat-syarat menjadi saksi?
3. Bagaimana kekuatan alat bukti saksi dalam pembuktian?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja alat bukti saksi dan macam-macamnya
2. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat menjadi saksi
3. Untuk mengetahui bagaimana kekuatan alat bukti saksi dalam pembuktian
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Saksi Dan Macam-macamnya
1. Pengertian saksi
Kata saksi berarti kesaksian atau bukti kebenaran. Kesaksian artinya
keterangan atau bukti pernyataan yang diberikan oleh orang yang melihat, atau
keterangan, atau pernyataan yang diberikan saksi, adapun kesaksian menurut
bahasa arab adalah asy-syahaadah, yaitu mengemukakan kesaksian untuk
menetapkan hak atas diri orang lain.1
Macam-macam saksi
a. Saksi yang berkaitan langsung dengan peristiwa
Kesaksian yang berkaitan langsung dengan peristiwa-peristiwa yaitu
saksi yang melihat langsung dengan mata sendiri.
Dalam Pasal 301 HIR yang berbunyi: Tiap-tiap penyaksian yang diberikan
harus memperkatakan kejadian yang sungguh, yang didengar, dilihat atau
yang dirasa oleh saksi itu sendiri, lagi pula harus disebutkan dalam penyaksian
itu sebab-sebab hal itu, jadi diketahui kira atau sangka yang istimewa, yang
disusun dengan kata akal saja bukan penyaksian.
Berdasarkan hal ini saksi tidak boleh hanya mendengar saja tentang
adanya peristiwa dari orang lain. Dan juga tidak boleh pula keterangan saksi
itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang ditariknya sendiri dari peristiwa
yang dilihat atau dialaminya,
Senada dengan hal ini juga disebutkan dalam Pasal 1907 KUH Perdata,
yang berbunyi : “Pendapat-pendapat maupun perkiraan-perkiraan khusus,
yang diperoleh dengan jalan pikiran, bukan kesaksian.”2
Dengan mengetahui apa yang dimaksud dengan kesaksian, maka
dapatlah dikemukakan bahwa pengertian saksi ialah orang yang
mempertanggungjawabkan kesaksian dan mengemukakan, karena dia
1
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqey, Peradilan dan Hukum Acara Islam,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putera, 1997), 139.

2
Subekti dan Tjiro Sudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta, Pradnya
Paramita, 2001), 482.
menyaksikan suatu peristiwa, yang ia lihat (dialaminya sendiri), tanpa
mengada-ada ataupun menarik kesimpulan dalam memberikan kesaksian.
b. Saksi Testimonium De Auditu
Terstimonium de auditu yaitu kesaksian atau keterangan karena
mendengar dari orang lain.
Keterangan seorang saksi yang bersumber dari cerita atau keterangan yang
disampaikan orang lain kepadanya adalah:
1) Disebut juga kesaksian tidak langsung atau bukan saksi mata yang
mengalami, melihat, atau mendengar sendiri peristiwa pokok perkara yang
disengketakan.
2) Berada di luar kategori keterangan saksi yang dibenarkan Pasal 171 HIR
dan Pasal 1907 KUH Perdata
3) Keterangan saksi yang demikian, hanya berkualitas sebagai testimonium
de auditu
Bentuk keterangan tersebut dalam sistem hukum Common Law disebut
dengan hearsay evidence.3
B. Syarat-syarat Menjadi Saksi
Dalam KUH Perdata pembuktian menggunakan saksi diatur dalam Pasal 1895-
1912,  dalam uraian mengenai saksi dalam Pasal tersebut, ada beberapa kriteria atau
syarat agar orang dapat dikatakan sebagai saksi. Kriteria atau syara tersebut dapat
diklasifikasikan kedalam dua macam syarat saksi, yaitu :
1. Syarat formil
a. Orang yang akan dimintai keteranganya sebagai saksi harus cakap
(sudah dewasa  menurut UU, tidak gila, tidak dalam pengampuan, atau
dengan kata lain dapat mempertanggungjawabkan perbuatanya.
b. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah maupun semenda
dengan salah satu pihak, kecauali UU menentukan lain, termasuk juga
hubungan perkawinan walaupun sudah bercerai.
c. Tidak ada hubungan kerja dengan menerima upah, kecuali UU
menentukan lain.

3
Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Yogyakarta : Liberty,
2009), 172
d. Menghadap ke persidangan
e. Diperiksa satu per satu.
f. Mengucapkan Sumpah.
2. Syarat Materiil
a. Menerangkan apa yang telah dilihat, didengar dan dialami sendiri
b. Diketahu sebab-sebab mengapa saksi mengetahui suatu peristwa yang
akan diperiksa.
c. Bukan merupakan pendapat atau kesimpulan dari saksi sendiri.
d. Saling bersesuaian satu sama lain.
e. Tidak bertentangan dengan akal sehat
C. Kekuatan Pembuktian Saksi

Adapun syarat-syarat untuk menjadi seorang saksi telah terpenuhi, maka keterangan
saksi tersebut dapat dijadikan sabagai suatu alat bukti yang sempurna dan mengikat
apabila keterangan saksi tersebut berhubungan dengan alat bukti lainya. Dengan kata lain
keterangan dari seorang saksi saja tidak dapat dikatakan sebagai saksi (unus testis nullus
testis) seperti yang diterangkan pada Pasal 169 HIR, 306 RBG, dan 1905 KUH Perdata.
Jadi keterangan saksi yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang mempunyai nilai
pembuktian yang sempurna dan mengikat adalah keterangan saksi yang berasal dari dua
tau lebih saksi yang saling bersesuaian, atau keterangan saksi yang terdapat hubungan
atau sesuai dengan alat bukti lainnya.

Adapun keterangan saksi yang diperoleh dari pihak ketiga atau dari orang lain disebut
testimonium de auditu. Pada umumnya kesaksian de auditu tidak diperkenankan karena
keterangan itu tidak berhubungan dengan peristiwa yang dialami sendiri. Dengan
demikian saksi de auditu bukan merupakan alat bukti dan tidak perlu dipertimbangkan.
Keterangan seorang saksi saja tanpa alat bukti lainnya tidak dianggab sebagai pembuktian
yang cukup.4 .

Hal ini berdasar pasal-pasa HIR yaitu sebagai berikut:


1. Keterangan dari seorang saksi saja, tanpa ada alat bukti yang
lain tidak dianggap pembuktian yang cukup (pasal 169 HIR)

4
Layla M Rasyid dan Herinawati. Pengantar Hukum Acara Perdata. (Sulawesi:
Unimal Press, 2015), 84.
2. Jika kesaksian berbagai orang mengenai berbagai peristiwa
terlepas satu sama lainnya yang masing-masing berdiri sendiri
tapi semua itu di dalam hubungannya satu sama lain
menguatkan suatu peristiwa tertentu, maka terserah kepada
hakim untuk menilainya sebagaimana dikehendaki oleh
keadaan (Pasal 170 HIR)
3. Pendapat-pendapat maupun perkiraan-perkiraan khusus yang
diperoleh dari pemikiran bukanlah kesaksian. Oleh karena tiap-
tiap kesaksian itu harus disertai dengan alasan-alasan
bagaimana diketahuinya hal-hal yang diterangkan (Pasal 171
HIR).
4. Dalam mempertimbangkan suatu kesaksian atau nilai suatu
kesaksian, hakim harus memberikan perhatian khusus pada
persamaan kesaksian-kesaksian dengan apa yang diketahui dari
lain sumber tentang hal yang testis (Pasal 169 HIR)

Kesimpulan
kesaksian menurut bahasa arab adalah asy-syahaadah, yaitu mengemukakan kesaksian untuk
menetapkan hak atas diri orang lain. Adapun macam-macam saksi yaitu

1. Saksi yang berkaitan langsung dengan peristiwa


Saksi yang berkaitan langsung dengan peristiwa ialah orang yang
mempertanggungjawabkan kesaksian dan mengemukakan, karena dia menyaksikan
suatu peristiwa, yang ia lihat (dialaminya sendiri), tanpa mengada-ada ataupun
menarik kesimpulan dalam memberikan kesaksian.
2. Saksi testimonium de auditu
Terstimonium de auditu yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar dari
orang lain. Keterangan seorang saksi yang bersumber dari cerita atau keterangan yang
disampaikan orang lain kepadanya adalah:[2]

Kekuatan Alat Bukti Saksi yaitu :

1. Keterangan dari seorang saksi saja, tanpa ada alat bukti yang lain tidak dianggap
pembuktian yang cukup (pasal 169 HIR)
2. Jika kesaksian berbagai orang mengenai berbagai peristiwa terlepas satu sama lainnya
yang masing-masing berdiri sendiri tapi semua itu di dalam hubungannya satu sama
lain menguatkan suatu peristiwa tertentu, maka terserah kepada hakim untuk
menilainya sebagaimana dikehendaki oleh keadaan (Pasal 170 HIR)
3. Pendapat-pendapat maupun perkiraan-perkiraan khusus yang diperoleh dari pemikiran
bukanlah kesaksian. Oleh karena tiap-tiap kesaksian itu harus disertai dengan alasan-
alasan bagaimana diketahuinya hal-hal yang diterangkan (Pasal 171 HIR).
4. Dalam mempertimbangkan suatu kesaksian atau nilai suatu kesaksian, hakim harus
memberikan perhatian khusus pada persamaan kesaksian-kesaksian dengan apa yang
diketahui dari lain sumber tentang hal yang testis (Pasal 169 HIR)

Daftar Pustaka
Ash-Shidqiy Teungku Muhammad Hasbi. Peradilan dan Hukum Acara Islam. Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putera, 1997.

Herinawati dan Layla M Rasyid. Pengantar Hukum Acara Perdata. Sulawesi: Unimal Press,
2015.

Mertokosumo Sudikno. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Yogyakarta : Liberty, 2009.

Tjiro Sudibio dan Subekti. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya
Paramita, 2001.

Anda mungkin juga menyukai