DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
PIH-F/5
Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas rahmat
dan karunia-Nya yang tiada terkira. Semoga kita insan yang dhoif ini bisa selalu
istiqomah terhadap apa yang telah digariskan-Nya. Semoga kita selalu dalam
ridha-Nya. Shalawat beriring salam setulus hati kepada baginda Nabi Muhammad
dan ahlul baitnya (Shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam), sang reformis agung
peradaban dunia yang menjadi inspiring leader dan inspiring human bagi umat di
perhitungan kelak. Penulis dapat sampai pada tahap ini dan dapat menyelesaikan
menyadari Makalah ini masih belum sempurna karena keterbatasan penulis, oleh
karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi makalah
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
A. Kesimpulan...................................................................................................10
B. Saran.............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembuktian adalah tahap yang memiliki peranan penting bagi hakim untuk
menjatuhkan putusan. Menurut Achmad Ali, pembuktian menjadi sentral karena
dalil-dalil para pihak diuji melalui tahap pembuktian guna menemukan hukum
yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun yang ditemukan (rechtvinding)
dalam suatu perkara tertentu.
Suatu perkara di Pengadilan tidak dapat diputus oleh hakim tanpa
didahului dengan pembuktian. Dengan kata lain, kalau gugatan penggugat tidak
berdasarkan bukti maka perkara tersebut akandiputus juga oleh hakim tetapi
putusan yang menolak gugatan karena tidak ada bukti.
Pembuktian memegang peranan penting dalam pemeriksaan perkara dalam
persidangan di pengadilan. Untuk membuktian seseorang terlibat atau tidak,
proses pembuktian memegang peranan sangat penting. Melalui pembuktian inilah
ditentukan nasib terdakwa, apakah ia bersalah atau tidak.
Dengan adanya pembuktian, hakim akan mendapat gambaran yang jelas
terhadap peristiwa yang sedang menjadi sengketa dipengadilan. Sehubungan
dengan hal tersebut maka diketahui tentang apa yang harus dibuktikan, siapa yang
seharusnya dibebani pembuktian dan hal-hal yang tidak perlu dibuktikan lagi
dalam menyelesaikan suatu perkara.
Dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Rechts
Reglement Buitengwesten (RBg) Pasal 284, Pasal 164 Het Herziene Indonesisch
Reglement (HIR) menerangkan lima alat bukti yang digunakan dalam perkara
perdata yaitu Alat bukti tertulis, Alat bukti saksi, Alat bukti berupa persangkaan-
persangkaan, Alat bukti berupa pengakuan, dan alat bukti sumpah.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait pembahasan makalah ini yaitu :
1. Apa itu alat bukti saksi?
2. Apa itu alat bukti persangkaan?
1
2
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini diantaranya :
1. Untuk mengetahui alat bukti saksi.
2. Untuk mengetahui alat bukti persangkaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Alat Bukti Saksi
1. Arti dan Dasar Alat Bukti Saksi
Alat bukti saksi, dalam hukum Islam disebut dengan syahid (saksi lelaki)
atau syahidah (saksi perempuan) yang terambil dari kata musyahadah yang
artinya menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Jadi saksi dimaksudkan adalah
manusia hidup.1
Dasar alat bukti saksi lihatlah HIR, Pasal 139-152 dan 168-172; RBg,
Pasal 1902-1912. Adapun menurut Islam,dasarnya ialah Al-quran surat Al
baqarah ayat 282 yang terjemahannya :
“…Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di
antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki maka boleh seorang lelaki bersama dua
orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu sukai, supaya jika yang seorang lupa
maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu enggan
(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil…”
Masih banyak lagi ayat dan hadis tentang saksi tapi ayat disebutkan di atas
adalah menjadi dasar umumnya, yaitu saksi itu secara umum terdiri dari dua orang
lelaki atau seorang lelaki bersama dua orang perempuan, yang semuanya
beragama Islam.
Kebanyakan ahli hukum Islam menyamakan kesaksian itu dengan
bayyinah. Apabila saksi disamakan dengan bayyinah berarti pembuktian dimuka
peradilan Islam, termasuk dimuka peradilan agama hanya mungkin dengan saksi
saja, sebab Rasulullah mengatakan “albayyinah ala almudday wa alyamin ala
man ankar”.
Ada ahli hukum Islam yang mengartikan bayyinah itu sebagai segala
sesuatu apa saja yang dapat mengungkapkan dan menjelaskan kebenaran sesuatu
apa saja yang dapat mengungkapkan dan menjelaskan kebenaran sesuatu,
misalnya Ibn al-Qayyim al Jauziyah dalam kitabnya At-Turuq al-Hukmiyah.
Pengertian ini berarti bahwa kesaksian hanya merupakan sebagian dari bayyinah.
1
Roihan Rasyid,Hukum Acara Peradilan Agama,(Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada,2007)hlm.159
3
4
merupakan syarat hukum untuk berlakunya rajam (bagi pihak lawannya apabila ia
tidak turut mengaku).
3. Macam-Macam Saksi
1) Saksi yang telah memenuhi kriteria sebagai alat bukti, yakni saksi yang
terdiri dari dua orang yang telah memenuhi syarat formil dan materiil.
2) Saksi yang hanya satu orang (unus testis nullus testis). Hakim
diperkenankan untuk menganggap satu peristiwa terbukti dari keterangan
seorang saksi. Larangan untuk mempercayai keterangan seorang saksi
sebagaimana yang dimaksud Pasal 169 HIR yang menyatakan bahwa
keterangan seorang saksi tanpa ada alat bukti lain tidak dapat dipercaya
dimaksudkan sebagai suatu larangan untuk mengabulkan suatu gugatan
apabila dalildalil penggugat disangkal dan hanya dikuatkan oleh satu
orang saksi saja.
3) Saksi testimonium de auditu, yaitu saksi yang memberikan keterangan dari
apa yang didengarnya dari orang lain. Saksi testimonium de auditu
memang tidak ada artinya, akan tetapi hakim tidak dilarang untuk
menerimanya, yang dilarang adalah apabila saksi tersebut menarik
kesimpulan atau menurut istilah Pasal 171 (2) HIR atau Pasal 308 (2) RGB
memberikan “pendapat atau perkiraan-perkiraan”.
2
Ibid,hlm.171
7
lebih terjaminnya objektivitas tidak memihak, tentu ada larangan, khususnya bagi
keluarga hubungan darah/hubungan semenda yang masih dekat. Larangan ini
diatur di lingkungan Peradilan Umum, yang kini juga harus diindahkan oleh
Peradilan Agama adalah sebagai berikut:
1. Larangan mutlak, ialah:
a) Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut garis keturunan
lurus dari salah satu pihak, kecuali dalam perkara yang
menyangkut tentang status keperdataan (sipil) atau perjanjian kerja,
yang berkenan dengan nafkah, pencabutan kekuasaan orang tua
atau wali.
b) Suami atau istri meskipun sudah bercerai.
2. Larangan relative, artinya mereka boleh didengar tetapi tidak sebagai
saksi, pula tidak perlu di bawah sumpah, yaitu:
a) Anak-anak yang belum berumur 15 tahun.
b) Orang gila sekalipun kadang-kadang sehat.
3. Mereka yang mempunyai hak ingkar untuk menjadi saksi, atau berhak
minta dibebaskan dari saksi yaitu:
a) Saudara lelaki atau saudara perempuan dan ipar lelaki dan ipar
perempuan
b) Keluarga sedarah menurut garis keturunan lurus dari suami atau
istri
c) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat, atau jabatannya
diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari
kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi
2. Macam-Macam Persangkaan
1) Persangkaan menurut hakim adalah kesimpulan hakim yang ditarik atau
sebagai hasil dari pemeriksaan sidang. Pengertian persangkaan menurut
hakim sesungguhnya amat luas. Segala peristiwa, keadaan dalam sidang,
bahan-bahan yang didapat dari pemeriksaan perkara tersebut dapat
dijadikan bahan untuk menyusun persangkaan hakim.
2) Persangkaan menurut UU adalah persangkaan berdasarkan suatu ketentuan
khusus UU yang dihubungkan dengan perbuatan atau peristiwa tertentu.
Persangkaan menurut UU dibagi atas dua jenis yaitu yang masih
memungkinkan pembuktian lawan dan yang tidak memungkinkan
pembuktian lawan.
3
Sudirman, Hukum Acara Peradilan Agama, (Sulawesi:IAIN Parepare Nusantara Press,2021)
hlm.95
9
Alat bukti saksi, dalam hukum Islam disebut dengan syahid (saksi lelaki)
atau syahidah (saksi perempuan) yang terambil dari kata musyahadah yang
artinya menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Jadi saksi dimaksudkan adalah
manusia hidup. Dalam mempergunakan saksi dimuka sidang Pengadilan Agama
hendaknya kita tahu membedakan apakah saksi sebagai syarat hukum ataukah
sebagai alat pembuktian, sebab fungsi keduanya itu berbeda.
Adapun macam-macam saksi yaitu: (1) saksi yang tela memenuhi kriteria
sebagai alat buki, (2) saksi yang hanya satu orang, (3)saksi testimonium de auditu.
Mengenai kekuatan pembuktian keterangan saksi, berdasarkan Pasal 1908 KUH
Perdata dan Pasal 172 HIR bersifat bebas. Menurut pasal tersebut, hakim bebas
mempertimbangkan atau menilai keterangan saksi berdasar kesamaan atau saling
berhubugannya antara saksi yang satu dengan yang lain.
Persangkaan adalah bukti kesimpulan oleh UU atau hakim yang ditarik
dari peristiwa yang terkenal ke arah suatu peristiwa yang tidak terkenal.
Sedangkan Pitlo berpendapat bahwa persangkaan adalah uraian hakim, dengan
mana hakim dari fakta yang terbukti menyimpulkan fakta yang tidak terbukti.
Adapun macam-macam persangkaan yaitu persangkaan menurut hakim dan
menurut Undang-undang.
B. Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
11