Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK DOSEN PENGAMPU

HUKUM PAJAK DASMAR ALI, S.H., M.H.

JENIS DAN PENGGOLONGAN PAJAK

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
FITRI YANI : 12020723281
FIVIEN AMRISYAH : 12020723107
ILHAM RAHMAT SAPUTRA : 12020714578

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah Hukum
Pajak yang berjudul “Jenis dan Penggolongan Pajak”.

Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Saw. sang


pembawa rahmat bagi seluruh alam, sosok tauladan yang patut kita tiru sebagai bekal
kita menempuh perjalanan di dunia dan akhirat.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu


dalam menyusun makalah ini dan semoga makalah yang sederhana ini bisa
bermanfaat bagi semua orang khususnya bagi penulis.

Mungkin dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan yang


perlu dikoreksi baik dari segi susunan tata bahasa maupun materi yang dibahas. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat penulis harapkan demi
kemajuan di masa yang akan datang.

Wassalamualaikum wr.wb.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PEDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
C. Tujuan .......................................................................................................................... 1
BAB II ...................................................................................................................................... 2
JENIS DAN PENGGOLONGAN PAJAK ........................................................................... 2
A. Penggolongan Pajak Menurut Administrasi Perpajakan ....................................... 2
B. Penggolongan Pajak Menurut Sifat Pajak ............................................................... 4
C. Penggolongan Pajak Menurut Kewenangan Pemungut Pajak ............................... 6
BAB III................................................................................................................................... 11
PENUTUP .............................................................................................................................. 11
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 11
B. Saran .......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 12

ii
BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah pajak dalam sejarah dunia ini telah dikenal masyarakat sejak
zaman dahulu. Bebagai jenis sistem pemerintahan yang ada seperti kerajaan,
monarki, dll memliki istilah dan peraturan tentang pajak walaupun dalam
bahasa yang berbeda-beda. Sejalan dengan perkembangan zaman, pajak pun
terus berkembang, temasuk pengertian, fungsi, tujuan, teknis ,dan teori
tentang pajak serta pemungutan pajak. Dalam makalah ini kami jelaskan dan
paparkan tentang penggolongan pajak berdasarkan administrasi perpajakan,
penggolongan pajak menurut sifatnya dan penggolongan pajak berdasarkan
wewenang pemungutan pajak.
Mengingat pentingnya pemungutan pajak ini, patut kiranya penduduk
Indonesia mengetahui tentang penggolongan pajak agar potensi pajak dapat
tercapai dan tertanam kesadaran wajib pajak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penggolongan Pajak Menurut Administrasi Perpajakan?
2. Bagaimana Penggolongan Pajak Menurut Sifat Pajak?
3. Bagaimana Penggolongan Pajak Menurut Kewenangan Pemungut Pajak ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Bentuk Penggolongan Pajak Menurut Administrasi
Perpajakan
2. Memahami Penggolongan Pajak Menurut Sifat Pajak
3. Memahami Penggolongan Pajak Menurut Kewenangan Pemungut Pajak

1
BAB II

JENIS DAN PENGGOLONGAN PAJAK

A. Penggolongan Pajak Menurut Administrasi Perpajakan


Penggolongan pajak dari sisi administratif yuridis menghasilkan apa
yang sering dikenal sebagai pajak langsung dan pajak tidak langsung. Apa
yang disebut sebagai pajak langsung maupun pajak tak langsung itu juga
dapat dilihat dari segi yang lain, misalnya ekonomi.
a) Segi Yuridis
Suatu jenis pajak dikatakan sebagai pajak langsung apabila dipungut
secara periodik. Jadi berulang-ulang, tidak hanya satu kali pungut, dengan
menggunakan penetapan sebagai dasar dan kohir. Sebagai contoh,
misalnya Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan dipungut secara
periodik setiap tahun atau setiap masa pajak, di mana pemungutannya
menggunakan penetapan lewat SPT. Adapun pajak tidak langsung
dipungut secara insidental (tidak berulang-ulang) dan tidak kohir. Jadi
pajak tidak langsung hanya dipungut sesekali ketika terpenuhi tatbestand
seperti yang dikehendaki oleh ketentuan undang-undang. Contoh pajak
tidak langsung adalah Bea Meterai atau Pajak Pertam bahan Nilai Atas
Barang dan Jasa. Dalam Bea Meterai, pengenaan pajak hanya dilakukan
terhadap dokumen. Ketika seseorang membuat dokumen itulah dikenakan
pajak. Jadi apabila tidak dibuat dokumen terhadap sebuah perjanjian
perdata misalnya, maka juga tidak dikenakan pajak. perdata misalnya,
maka juga tidak dikenakan pajak. Demikian pula dengan Pajak
Pertambahan Nilai, di mana pajak dikenakan apabila terjadi penyerahan
Barang Kenal Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Apabila tidak terjadi penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak maka tidak akan
dikenakan pajak.

2
b) Segi Ekonomis
Suatu jenis pajak dikatakan pajak langsung apabila beban pajak tidak
dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Jadi dalam hal ini pihak yang
dikenai kewajiban atau ditetapkan untuk membayar pajak adalah juga
pihak yang benar-benar memi kul beban pajak. Sebagai contoh, di dalam
Pajak Peng hasilan, mereka yang menjadi wajib pajak adalah mereka yang
benar-benar membayar pajak atau memikul beban pajaknya. Adapun pajak
tidak langsung adalah suatu jenis pajak di mana wajib pajak dapat
mengalihkan beban pajaknya kepada pihak lain. Dengan kata lain, mereka
yang menjadi wajib pajak dengan yang benar-benar memikul beban pajak
merupakan pihak yang berbeda. Contohnya adalah Pajak Pertambahan
Nilai. Pajak ini dikenakan terhadap Pengusaha Kena Pajak, yakni
pengusaha yang dalam lingkungan kerjanya menyerahkan barang dan/atau
jasa kena pajak. Di sini yang menjadi wajib pajak adalah Pengusaha Kena
Pajak itu sendiri, sedangkan yang benar benar memikul beban pajaknya
adalah konsumen yang membeli atau mengonsumsi barang dan/atau jasa
dari peng usaha tersebut. Jadi Pengusaha Kena Pajak
menggeser/mengalihkan beban pajaknya kepada pihak lain. Dengan
demikian sebenarnya dalam hal ini ada beberapa pihak, yaitu wajib pajak.
penanggung pajak dan pemikul pajak. Wajib pajak atau penanggung
jawab pajak adalah orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi
pajak, yaitu apabila padanya terdapat faktor-faktor atau kejadian-kejadian
yang menimbulkan sebab (menurut undang-undang) bagi dikena kannya
pajak. Penanggung pajak adalah orang yang dalam faktanya (dalam arti
ekonomis) memikul dulu beban pajaknya. Yang terakhir adalah mereka
yang ditunjuk oleh pembuat undang-undang (belasting destinataris), yang
juga dinamakan pemikul pajak, yakni orang yang menurut maksud
pembuat undang-undang harus dibebani pajak. Dalam contoh tersebut di
atas, pengusaha kena pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau

3
Jasa Kena Pajak bertindak sebagai penanggungjawab pajak. Mereka yang
menerima penyerahan Barang Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak itu
bertindak sebagai Penanggung Pajak karena ketika ia menerima
penyerahan barang atau jasa maka di samping membayar harga juga
membayar pajak yang kemudian oleh Pengusaha Kena Pajak dikreditkan.
Adapun konsumen itu sendiri sebagai destinataris yang memikul beban
pajak dan memang demikianlah tujuan pembuat undang-undang.1

B. Penggolongan Pajak Menurut Sifat Pajak


Pembagian pajak berdasarkan sifatnya akan memunculkan apa yang
disebut pajak bersifat pribadi (pajak subjektif) dan pajak kebendaan (pajak
objektif), yaitu sebagai berikut :
a) Pajak Bersifat Pribadi (pajak subjektif)
Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi/keadaan
Wajib Pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alasan-alasan
objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu gaya
pikul.
Gaya pikul adalah kemampuan Wajib Pajak memikul pajak setelah
dikurangi biaya hidup minimum. Gaya pikul mengandung dua unsur,
yaitu:
1) Unsur Subjektif
Unsur-unsur subjektif dari gaya pikul mencakup segala kebutuhan
terutama material disamping moral dan spiritual. Gaya pikul
berbanding terbalik dengan kemampuan membayar, semakin besar
gaya pikulnya semakin kecil kemampuan membayar pajak.
Dengan demikian, dalam pajak subjektif harus memberi
pembebasan pajak untuk biaya hidup minimum, dan

1
Sri Pudyatmoko, 2009. Pengantar Hukum Pajak (Edisi Revisi), Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.
Hlm 10-11.

4
memperhatikan faktor-faktor perseorangan dan keadaan keadaan
yang berpengaruh terhadap besar kecilnya biaya hidup, seperti
jumlah anggota keluarga atau jumlah tanggungan.
2) Unsur Objektif
Unsur-unsur objektif dari gaya pikul terdiri dari pendapatan
(penghasilan), kekayaan dan belanja (pengeluaran).2
Pajak yang bersifat pribadi (pajak subjektif), atau juga dapat disebut
sebagai bersifat perorangan, adalah pajak yang dalam penetapannya
memperhatikan keadaan diri serta keluarga. wajib pajak. Dalam penentuan
besarnya utang pajak, keadaan dan kemampuan wajib pajak harus
diperhatikan seperti misalnya status wajib pajak (kawin/belum), jumlah
tanggungan, dan sebagainya. Singkatnya kemampuan bayar (ability to
pay) atau sering kali pula disebut daya pikul wajib pajak itu sendiri.
Ukuran-ukuran untuk menetapkan kemam puan bayar ataupun daya pikul
itu harus jelas, apakah sekedar dari jumlah penghasilan, jumlah
tanggungan, status kawin/belum dan sebagainya. Hal ini akan dibicarakan
dalam pembahasan mengenai asas pembagian beban pajak. Contoh pajak
yang bersifat pribadi ini dapat dilihat didalam pajak penghasilan.
b) Pajak Kebendaan (pajak objektif)
Pajak yang bersifat kebendaan (pajak objektif) adalah pajak yang
dipungut tanpa memperhatikan diri dan keadaan si wajib pajak. Pajak
yang bersifat kebendaan ini umumnya merupakan pajak tidak langsung.
Sebagai contoh adalah Bea Meterai. Dalam pajak jenis ini siapa pun wajib
pajaknya dan dalam keadaan bagaimanapun maka akan dikenakan pajak
secara sama. Akan tetapi ada pula pajak yang umumnya dikategorikan
sebagai pajak kebendaan yang dalam hal-hal tertentu masih
memperhatikan keadaan wajib pajaknya, contohnya Pajak Bumi dan

2
Mirna Tanjung. 2003. Buju Ajar Perpajakan. Padang: Perpustakaan Univ. Padang. Hlm 45-46.

5
Bangunan (PBB). Pajak Bumi dan Bangunan ini umumnya dimasukkan ke
dalam pajak yang bersifat kebendaan karena memang secara umum
pengenaan pajaknya dengan melihat kondisi objektif dari objek pajak.
Namun dalam hal-hal tertentu wajib pajak bisa mengajukan permohonan
pengurangan pajak, misalnya seorang pensiunan yang semata-mata hidup
dari uang pensiunnya. Demikian pula apabila terjadi bencana alam.
Contoh jenis pajak lainnya yang bersifat kebendaan adalah Pajak
Kendaraan Bermotor. Dalam hal ini dapat dilihat, misalnya, seseorang
yang mempunyai kendaraan bermotor dengan merek, jenis, tahun
pembuatan, besar silinder, dan spesifikasi yang sama dengan milik orang
lain, tentunya akan dikenakan pajak yang sama, sekalipun dari sisi
kemampuan pemiliknya dan cara memperolehnya berbeda.3

C. Penggolongan Pajak Menurut Kewenangan Pemungut Pajak


Wewenang memungut pajak ada pada negara. Dalam Pasal 23A UUD
1945 ditentukan bahwa "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang." Undang-undang
dimaksud dapat memberikan wewenang baik kepada pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah untuk memungut pajak sesuai dengan substansi
pengaturan dalam undang-undang tersebut. Berdasarkan lembaga yang
berwenang memungutnya, dikenal pajak pusat dan pajak daerah.
a) Pajak Pusat
Apabila wewenang untuk memungut pajak tersebut berada pada
pemerintah pusat, maka pajaknya disebut pajak pusat, Pajak pusat di
Indonesia, dalam pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian keuangan
dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Penerimaan dari sektor pajak ini
menjadi bagian dari penerimaan negara yang dikelola melalui Anggaran

3
Sri Pudyatmoko, 2009. Pengantar Hukum Pajak (Edisi Revisi), Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.
Hlm 13-14.

6
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sejak reformasi perpajakan yang
dilakukan di Republik Indonesia mulai tahun 1983, pajak merupakan
penyumbang besar bagi APBN yang secara terus menerus diupayakan
oleh pemerintah untuk meningkat. Contoh pajak pusat: Pajak Penghasilan,
PPN dan PPn BM, Bea Materai, PBB sektor Pertambangan dan
Kehutanan, Cukai Tembakau.
b) Pajak Daerah
Daerah memiliki wewenang memungut pajak karena undang undang.
Pemungutan pajak daerah dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah
yang diberi wewenang khusus untuk memungut pajak, mungkin nama
lembaganya berbeda pada tiap daerah, biasanya lembaga tersebut bernama
dinas pendapatan. Hasil atau penerimaan pajak daerah dikelola melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah masing-masing. Jenis pajak
daerah ini dibedakan antara pajak daerah provinsi dan pajak daerah
kota/kabupaten. Berdasarkan Undang undang No. 28 Tahun 2009,
pemerintah provinsi diberi wewenang untuk memungut 5 jenis pajak,
terdiri dari:
1) Pajak Kendaraan Bermotor;
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4) Pajak Air Permukaan;
5) Pajak Rokok.
Sementara itu pemerintah kota/kabupaten diberi wewenang untuk
memungut pajak lebih banyak daripada pemerintah provinsi, karena
undang-undang tersebut di atas memberi wewenang kepada pemerintah
kota/kabupaten untuk memungut 11 jenis pajak, yang terdiri dari:
1) Pajak Hotel;
2) Pajak Restoran;
3) Pajak Hiburan;

7
4) Pajak Penerangan Jalan;
5) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
6) Pajak Reklame;
7) Pajak Parkir;
8) Pajak Air Tanah;
9) Pajak Sarang Burung Walet;
10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, terdapat jenis pajak yang data
wajib pajaknya sudah diketahui pada permulaan awal tahun pajak, seperti
misalnya pada Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, tetapi ada
pula pajak yang tidak memungkinkan fiskus untuk mendata sejak dini
wajib pajaknya sehubungan pajak tersebut timbul akibat terpenuhinya
tatbestand secara insidental yang tidak diketahui sejak awal, contohnya:
PPN dan PPn BM, Pajak Hiburan, BPHTB, Bea Materai.4
Pemerintah daerah selain memungut pajak juga melakukan
pemungutan dengan nama retribusi, yaitu pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan, yang terdiri atas tiga jenis retribusi: Retribusi Jasa
Umum; Retribusi Jasa Usaha; Retribusi Perizinan Tertentu.
Untuk memperoleh gambaran jenis-jenis retribusi apa saja yang diatur
di dalamnya, dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20
Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah yang menjelaskan adanya jenis-jenis
retribusi sebagaimana dimaksud di atas, yaitu sebagai berikut:
Jenis Retribusi Jasa Umum terdiri atas:
1) Retribusi Pelayanan Kesehatan;

4
Dewi Kania Sugiharti, dkk. 2021. Hukum Pajak. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA. Hlm 20-
22.

8
2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta
Catatan Sipil;
4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
5) Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum;
6) Retribusi Pasar;
7) Retribusi Air Bersih;
8) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
9) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
10) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
11) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan.
Jenis Retribusi Jasa Usaha terdiri atas:
1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
3) Retribusi Terminal;
4) Retribusi Tempat Khusus Parkir;
5) Retribusi Tempat Penitipan Anak;
6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Vila;
7) Retribusi Penyedotan Kakus;
8) Retribusi Rumah Potong Hewan;
9) Retribusi Tempat Pendaratan Kapal;
10) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga;
11) Retribusi Penyeberangan di Atas Air;
12) Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
13) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
Jenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri atas:
1) Retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah;
2) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
3) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;

9
4) Retribusi Izin Gangguan;
5) Retribusi Izin Trayek;
6) Retribusi Izin Pengambilan Hasil Hutan Ikutan.5

5
Wirawan B. Ilyas, Richard Burton. 2008. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Hlm 31-32.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah kami jelaskan sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa pajak berdasarkan administrasi perpajakan dapat
dibagi menjadi dua yaitu pajak langsung dan tidak langsung. Dan
penggolongan pajak berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua pula yaitu pajak
pribadi (pajak Subjektif) dan pajak kebendaan (pajak objektif). Sedangkan
menurut wewenangnya pajak dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah.

B. Saran
Kami mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga makalah yang
berjudul “Jenis dan Penggolongan Pajak” ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi kami maupun bagi semua pihak.

11
DAFTAR PUSTAKA

Kania Sugiharti, Dewi dkk. 2021. Hukum Pajak. Bandung: PT REMAJA


ROSDAKARYA.
Tanjung, Mirna. 2003. Buju Ajar Perpajakan. Padang: Perpustakaan Univ. Padang.
Pudyatmoko, Sri. 2009. Pengantar Hukum Pajak (Edisi Revisi), Yogyakarta: CV.
ANDI OFFSET.
B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. 2008. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

12

Anda mungkin juga menyukai