Anda di halaman 1dari 15

1

MAKALAH
PUNGUTAN LAIN SELAIN PAJAK SEBAGAI
PENERIMAAN NEGARA
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum pajak
Dosen Pengampu : Wandra Wardiansha Purnama, S,sos, M.H

Kelompok I
Disusun oleh :
Erisa Nilam Sari
Grisel viola
Sutrisna
Kelas : Pendidikan Kewarganegaraan 3C

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

SUKABUMI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah dengan judul “Pungutan lain selain pajak sebagai penerimaan negara”
ini kami buat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak Wandra Wardiansha
Purnama,S,sos, M.H dengan mata kuliah “Hukum Pajak”. Dan semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi kami khususnya.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan di makalah ini baik materi
maupun teknik penyajian oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapan.

Sukabumi, 11 Oktober 2022

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG............................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................7
C. TUJUAN.................................................................................................................7
BAB II...............................................................................................................................8
PEMBAHASAN................................................................................................................8
A. Pengertian pajak lain selain sebagai penerimaan negara........................................8
B. Sejarah pajak pungutan lain sebagai penerimaan negara.......................................9
C. Macam macam pajak............................................................................................11
D. Jenis-jenis Pajak...................................................................................................13
BAB III............................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................14
A. KESIMPULAN....................................................................................................14
B. SARAN.................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pajak dan pemasukan negara yang bersifat memaksa sebagaimana yang


dimaksudkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 merupakan modal dan sumber
pembiayaan bagi pembangunan negara. Oleh sebab itu mengenai hal ini harus
mendapatkan pengaturan yang jelas dan dilaksanakan secara konsekuen serta
diikuti dengan sanksi hukum yang mengikat dan memaksa untuk terjaminnya
kelanjutan pembangunan nasional. Pada dasarnya pajak dan penerimaan negara
bukan pajak merupakan kepentingan semua masyarakat sebagai pemilik
kedaulatan negara yang direpresentasikan oleh pemerintah sebagai wakil negara.
Namun persepsi dan pemahaman yang beragam terhadap penerapan pajak dapat
mempengaruhi pemasukan negara dari pajak dan bukan pajak, apalagi ketidak
tegasan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, jelas akan
menimbulkan kekakuan atau bahkan pelanggaran dalam melakukan tindakan
atau perbuatan hukum yang terkait dengan pajak atau penerimaan negara bukan
pajak.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan dikenakan terhadap orang
atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan atas
suatu hak atas tanah dan atau bangunan ini bisa diartikan bahwa orang atau
badan tersebut mempunya nilai lebih atas tambahan atau perolehan hak tersebut.
Dimana tidak semua orang mempunyai kemampuan lebih untuk mendapatkan
tanah dan atau bangunan. Berkaitan dengan penerimaan negara yang berasal dari
BPHTB. persoalan hukum tentang pajak merupakan persoalan masyarakat dan
negara, khususnya elemen masyarakat yang merupakan wajib pajak dan
mempunyai utang pajak yang harus dibayarkan ataupun utang lainnya kepada
negara dalam bentuk BPHTB. Oleh sebab itu setiap anggota masyarakat
seharusnya mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan pajak, baik tentang asas
pajak. jenis atau macam-macam pajak, tata cara pembayaran pajak, hak dan
kewajiban wajib pajak, serta upaya hukum dibidang perpajakan.

Untuk kesamaan pemahaman dan pandangan dapat dikemukakan beberapa


pengertian tentang pajak dari beberapa ahli perpajakan, diantaranya yaitu:
1. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.
2. Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh wajib pajak yang pembayarannya menurut peraturan-peraturan
4

dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk.


yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung
tugas negara menyelenggarakan pemerintah.

Peralihan hak atas tanah dikenakan biaya dan dibayarkan kepada negara Bukti
pembayaran ini menjadi salah satu syarat dan sekaligus merupakan bagian dari
prosedur peralihan hak atas tanah serta pencatatannya secara adminstrasi di
samping bagian dari tahapan dalam memenuhi asas publisitas. Artinya tanpa
bukti pembayaran biaya tersebut, secara hukum dan Peralihan hak atas tanah
dikenakan biaya dan dibayarkan kepada negara. Bukti pembayaran ini menjadi
salah satu syarat dan sekaligus merupakan bagian dari prosedur peralihan hak
atas tanah serta pencatatannya secara adminstrasi di samping bagian dari tahapan
dalam memenuhi asas publisitas. Artinya tanpa bukti pembayaran biaya tersebut,
secara hukum dan admnistrasi peralihan hak atas tanah belum dapat
dilaksanakan. Oleh sebab itu mengenai pembebanan biaya peralihan hak atas
tanah ini harus diatur secara tegas dalam suatu peraturan perundang-undangan
sebagai dasar pelaksanannya.

Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana yang


telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (UUBPHTB) dan Undang-Undang
No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka hak hak
atas tanah Barat tidak berlaku lagi. Dengan demikian pungutan Bea Balik Nama
atas pemindahan harta tetap berdasarkan hukum barat yaitu ordonansi Bea balik
Nama menurut staatsblad 1924 Nomor 291 tidak dapat dilaksanakan.

Peraturan tersebut terus disempurnakan dan diperbaharui. Tujuannya adalah


untuk memberikan kepastian hukum dan memaksimalkan penerimaan negara
secara terukur, sehingga di satu sisi diharapkan akan dapat meningkatkan
penerimaan negara bagi pembangunan dan di sisi lain tidak menghambat
pergerakan ekonomi dan perkembangan di masyarakat serta memudahkan dalam
pelaksanaannya. Selanjutnya berjalannya sistem pengawasan atas penerimaan
negara dari BPHTB juga menjadi tujuan dilakukannya penyempurnaan peraturan
perundang-undangan dibidang ini. Kewajiban dalam pemungutan pajak,
bertujuan dapat dicapainya suasana pemungutan pajak yang adil sesuai dengan
kemampuan wajib pajak dan merata meliputi seluruh wajib pajak, serta
merangsang timbulnya rasa tanggung jawab bernegara melalui partisipasi secara
sukarela, dan dapat menopang kebijakan pemerintah dalam meningkatkan
perkembangan ekonomi dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional.

Dalam perspektif hukum positif yang berlaku saat ini, maka BPHTB menurut
UUBHTB adalah Pajak yang di kenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau
bangunan, yang selanjutnya disebut Pajak. Selanjutnya Pasal 24 UUBPHTB
memerintahkan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk tidak
5

menandatangani akta peralihan hak atas tanah dan / atau bangunan sebelum
pembeli menyerahkan bukti pembayara pajak berupa Surat Setoran Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

PPAT sendiri merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta-
akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau
hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana disebutkan Pasal 37 ayat (1)
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang pada
pokoknya menyatakan:

"Pendaftaran Tanah menentukan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik
atas satuan rumah susun melalui jual beli, tuar menukar. hibah, pemasukan
dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh PPAT yang hak lainnya, berwenang menurut ketentuan
perundang undangan yang berlaku.

Dalam hal ini PPAT merupakan pejabat yang ditunjuk negara untuk membantu
negara dalam pelaksanaan atau menjamin dilakukannya pembayaran BPHTB
dalam transaksi yang merupakan peralihan hak atas tanah dan bangunan. Oleh
sebab itu kedudukan dan peran PPAT adalah sangat penting dan tidak dapat
diabaikan.

Tugas pokok dan kewenangan dari PPAT sesungguhnya adalah sebagaimana


disebutkan Pasal 2 ayat (10) dan (2) Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu melaksanakan
sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagaimana bukti
telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak
milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran
perubahan data tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum tersebut, yaitu
jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng),
pembagian hak bersama, pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah
hak milik, pemberian hak tanggungan, dan pemberian kuasa membebankan hak
tanggungan.

Kewenangan tersebut bukan hanya berhubungan dengan penarikan BPHTB atas


peralihan hak atas tanah akan tetapi juga dengan keabsahan pendaftaran
peralihan atas tanah tersebut karena setelah PPAT menandatangani akta tentang
peralihan tersebut, maka selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
ditandatanganinya akta tersebut, PPAT wajib menyampaikan dan mendaftarkan
akta yang dibuatnya berikut dokumen dokumen terkait kepada kepala Kantor
pertanahan setempat untuk memenuhi asas publisitas, sebagaimana diatur dalam
Pasal 40 ayat (1) PeraturanPemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah
6

Dokumen-dokumen itu ditetapkan secara limitative dalam Pasal 103 ayat (2) dan
(3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3
tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun
1997. Untuk peralihan hak atas tanah dari tanah yang sudah bersertifikat, maka
diantara dokumen yang wajib disampaikan adalah bukti pelunasan pembayaran
BPHTB sebagaimaan yang ditegaskan Pasal 103 ayat (2) huruf h UU BPHTB.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka salah satu syarat dalam peralihan hak
atas tanah menurut hukum yang berlaku adalah adanya bukti pembayaran
BPHTB. Akan tetapi dalam praktek dapat saja terjadi persoalan karena
penandatanganan akta peralihan hak atas tanah telah dilakukan sebelum
dibayarkan BPHTB. Hal ini jelas akan menimbulkan konsekuensi hukum yang
dapat berakibat fatal dalam proses peralihannya jika melihat pada perintah yang
diharuskan dalam ketentuan normatif tentang peralihan hak atas tanah tersebut.

Bagi PPAT yang membuat akta tanpa mengindahkan pembayaran BPHTB dari
pihak terkait jelas akan menimbulkan persoalan hukum juga karena tindakan
tersebut diancam dengan sanksi administrasi dari Direktorat Jenderal
Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangungan/Kantor Pajak Pratama,
disamping sanksi dari Kantor Pertanahan.

Oleh sebab itu mengenai kewajiban pembayaran BPHTB dalam kontek ini
menjadi penting dan menarik untuk diteliti serta sangat erat relevansinya dengan
profesi PPAT, maka dilakukan suatu penelitian dan menyusunnya dalam tesis
dengan topik "Peranan PPAT Dalam Pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah
dan/atau Bangunan Bekas Hak Milik Adat Berkaitan Dengan Pembayaran Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan".

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pajak pungutan lain selain penerimaan negara ?
2. Bagaimana sejarah pajak pungutan lain selain sebagai penerimaan negara ?
3. Jelaskan macam macam pajak pungutan lain selain sebagai penerimaan
negara ?
4. Apa saja jenis jenis pajak pungutan lain selain sebagai penerimaan negara ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa pengertian pajak pungutan lain sebagai penerimaan
negara.
2. Agar mengetahui sejarah pajak pungutan lain selain sebagai penerimaan
negara.
3. Mengetahui apa itu macam macam pajak lain selain sebagai penerimaan
negara.
4. Supaya tau apa itu jenis jenis pajak lain selain sebagai penerimaan negara.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian pajak lain selain sebagai penerimaan negara

Definisi pajak sebagaimana dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) Kementerian Keuangan, yakni kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang. Pengertian pajak sendiri sederhananya yaitu pungutan wajib
dari rakyat untuk negara. Fungsi pajak adalah membiayai pengeluaran-
pengeluaran. Manfaat pajak digunakan untuk melakukan pembangunan hingga
membayar gaji pegawai negeri. Pembayar pajak tidak mendapatkan imbalan
secara langsung, di mana uang yang dikumpulkan dari pajak adalah digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pembayaran pajak adalah perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran


serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Sesuai falsafah undang-undang definisi pajak, membayar pajak adalah bukan
hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara
untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara
dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran
manfaat pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaran di bidang perpajakan
berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam sistem
perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai
dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan atau penyuluhan,
pelayanan, dan pengawasan.Berikut karakteristik pajak:
1. Pajak adalah kontribusi wajib pajak pada negara Tidak ada imbalan langsung
2. Bersifat memaksa
3. Diatur dalam undang-undang

Perbedaan pajak dengan pungutan resmi lainnya membayar pajak merupakan


kewajiban semua orang sebagai warga negara yang baik. Pajak sendiri sejatinya
dikumpulkan dari kepentingan negara agar tercapai kemakmuran rakyat.
Pemerintah tidak hanya memberlakukan pajak sebagai satu satunya pungutan
resmi lainnya yang diberlakukan di Indonesia dan harus ditaati pelaksaannya
oleh masyarakat. Perbedaan keduanya dapat dilihat dari beberapa factor,
diantara lain;

5
6

a. Dasar hukum: pajak diatur dengan undang undang yang mengikat,


sedangkan pungutan resmi lainnya tidak harus dijamin dengan undang
undang.
b. Balas jasa: imbalan yang ada pada pajak dilakukan secara tidak langsung,
sedangkan balas jasa untuk pungutan resmi lainnya dapat dirasakan secara
langsung.
c. Lembaga pungutan pajak berasal dari pemerintahan pusat dan pemerintahan
daerah, sedangkan pungutan resmi lainnya dapat dilakukan oleh dinas
tertentu.
d. Pajak mengandung unsur paksaan, sementara pungutan resmi tidak
mengandung unsur paksaan.
e. Objek: objek pajak berlaku untuk seluruh penduduk atau objek pajak tanpa
terkecuali, sementara pungutan resmi lainnya hanya berlaku untuk kalangan
tertentu atau pihak yang merasakan langsung manfaat dari jasa yang
disediakan.

B. Sejarah pajak pungutan lain sebagai penerimaan negar


Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pajak adalah pungutan wajib
yang biasanya berupa uang. Uang tersebut dibayar oleh penduduk sebagai
sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah. Pajak merupakan punghubung
dengan pendapat, harga beli barang, dan sebagainnya. Pajak sudah ada sejak
lama, termasuk di Indonesia. Pajak Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan,
namun dengan sistem pungutan yang berbeda. Pada zaman kerajaan hingga
penjajahan pungutan bersifat memaksa. Pada zaman kerajaan punggutannya
adalah upeti kepada raja sebagai persembahan yang dianggap sebagai wakil
tuhan. Adanya timbal balik dengan rakyat yang membayar pungutan. Rakyat
mendapatkan jaminan dan ketertiban dari raja,bahkan pada zaman itu beberapa
kerajaan juga melakukan sistem pembebasan pajak, terutama pada tanah
perdikan.

Memasuki era kolonial hindia belanda, pajak mulai dikenakan di Indonesia.


Pajak yang diterapkan itu, seperti pajak rumah, pajak usaha, sewa tanah maupun
pajak kepada pedagang. Adanya sistem itu membuat masyarakat merasa berat
dan terbebani apalagi tidak ada kejelasan dan banyak penyelewengan dari
pemerintah kolonial waktu itu. Pada masa kemerdekaan, pajak dimasukan
kedalam UUD 1945 pasal 23 pada sidang BPUPKI. Pasal itu berbunyi segala
pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang undang. Meski sudah
dituangkan dalam UU, tapi pemerintah belum dapat mengeluarkan UU yang
khusus mengatur tentang pajak, karena terjadi Agresi Militer Belanda dan
membuat pemerintahan Indonesia harus memindahkan ibu kota Jakarta ke
Yogyakarta.
7

Karena roda pemerintahan dan pembiayaan pengeluaran negara harus tetap


dijalankan, pemerintah mengadopsi beberapa aturan tentang pajak peninggalan
pemerintahan kolonial. Seperti ordonansi pajak pendapatan 1944 dan
membentuk beberapa suborganisasi untuk melaksanakan pemungutan pajak,
seperti jawatan pajak, jawatan bea dan cukai serta jawatan pajak hasil bumi pada
deroktorat Jendral Moneter. Ada beberapa fungsi pajak dalam kehidupan
bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan. Karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara yang dipakai untuk pembiayaan
pengeluaran termasuk buat pembangunan.
Fungsinya antara lain:
1. Fungsi anggaran
Pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara bisa
untuk menjalankan tugas tugas negara dan melaksanakan pembangunan.
Biaya itu brasal dari tabungan pemerintah Sehingga dari tahun ke tahun
tabungan pemerintah harus ditingkatkan dan itu bisa dari sektor pajak. Pajak
juga digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja
barang, atau pemeliharaan.
2. Fungsi mengatur
Pajak juga berfungsi untuk mengatur pertumbuhan ekonomi. Dengan fungsi
ini, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya,
dalam rangka menggiring penanaman modal baik dalam nageri maupun luar
negeri. Diberikan berbagai macam fasilitas keringan pajak.
3. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga. Sehingga inflasi dapat
dikendalikan.
Caranya bisa dengan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan
pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4. Fungsi retribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut digunakan untuk membiayai semua kepentingan
umum. Termasuk untuk membiayai pembangunan sehingga bisa membukan
kesempatan kerja. .macam-macam pajak

C. Macam macam pajak


1. Pajak Penghasilan (PPh)
Jenis pajak pertama harus dibayarkan oleh setiap wajib pajak dengan kriteria
khusus dengan penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Setiap
penghasilan wajib pajak mulai dari gaji, keuntungan usaha dan masih banyak
lagi. PTKP sendiri telah diatur pada PMK No.101/PMK.010/2016. Untuk wajib
pajak pribadi belum kawin, akan dikenai pada seorang yang memiliki
penghasilan 54 juta rupiah per tahunnya. Untuk wajib pajak pribadi sudah
kawin, akan dikenai pada seorang yang memiliki penghasilan 58,5 juta rupiah
per tahunnya. Sementara itu, untuk pelaporan pajak penghasilan dapat dilakukan
dengan mudah melalui layanan e-Filing.
8

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Jenis pajak di Indonesia selanjutnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
pajak ini dikenakan atas perdagangan barang maupun jasa yang dilakukan wajib
pajak.

Kebanyakan wajib pajak adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Walaupun pada
dasarnya pelaku usaha adalah penyetor pajak, namun kebanyakan pajak akan
ditangguhkan pada pembeli. PPN ini biasanya berkisar 10% dari harga produk
yang dijual.

Maka dari itu jika Anda perhatikan pajak ini sering Anda jumpai saat membeli
produk. Meskipun PPN dikenakan atas perdagangan barang, hal ini tidak
berlaku pada objek restoran. Restoran memiliki pajak restoran tersendiri diluar
dari objek pajak PPN.
3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
PPnBM merupakan pajak dari penjualan barang mewah dengan banyak kriteria.
Berikut beberapa kriteria barang mewah yang diwajibkan membayar PPnBM.
a. Barang mewah yang bukan kebutuhan pokok.
b. Barang mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
c. Barang mewah untuk kebutuhan eksistensi atau menunjukkan status.
d. Barang mewah yang beresiko merusak kesehatan, mengganggu ketertiban,
dan mengganggu kenyamanan masyarakat.
e. Kendaraan Mewah.
f. Hunian atau properti. Dan masih banyak lagi.
4. Bea Meterai (BM)
BM termasuk salah satu pajak yang masuk dalam jenis jenis pajak yang berlaku
di Indonesia. Pajak ini dibebankan atas pemanfaatan dokumen yang memerlukan
meterai.

Berbagai contoh dokumen dengan meterai seperti akta notaris, surat kuasa, bukti
transaksi, perjanjian jasa dan masih banyak lagi. Nilai BM sendiri memiliki
ragam nominal untuk ketentuan masing masing, seperti meterai Rp 6000 untuk
transaksi dengan nilai diatas 250 ribu hingga 5 juta.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Setiap kepemilikan properti seperti rumah, ruko dan bangunan lain beserta
tanahnya akan diwajibkan membayar pajak ini. Pajak ini merupakan biaya yang
harus disetorkan atas kepemilikan objek PBB yang memberikan keuntungan
maupun kedudukan sosial bagi individu atau badan. PBB sendiri dibagi atas dua
sektor yaitu PBB sektor P2 berupa PBB bangunan perdesaan dan PBB bangunan
perkotaan yang diadministrasi oleh PemKot / Pemkab. Ada juga PBB sektor P3
berupa PBB bangunan perhutanan, pertambangan, dan perkebunan yang
diadministrasi oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak. Selain
9

hunian ada objek pajak lain seperti sawah, ladang, kebub, tanah, pekarangan,
tambang, dan peternakan.
6. Pajak Daerah
Jenis pajak selanjutnya berbeda dengan jenis jenis pajak sebelumnya. Karena
pajak sebelumnya kebanyakan disetorkan untuk pusat. Sedangkan pajak daerah
adalah sebuah kontribusi wajib untuk daerah dan keperluan daerah. Dalam
administrasi negara, khususnya pemda terbagi menjadi pemerintahan provinsi
dan pemerintahan kabupaten/kota. Pajak ini diatur dalam UU 28/2009 pasal 2.
Berikut beberapa pemisahan pajak. Untuk jenis pajak provinsi beberapa
contohnya adalah pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan, pajak
BBM, pajak air permukaan hingga pajak rokok. Jenis pajak Kabupaten / Kota
terdiri atas pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, mineral
bukan logam, parkir, air tanah, PBB perdesaan dan perkotaan dan lain lain.
Untuk daerah setingkat provinsi, namun tidak terbagi atas kabupaten / kota
seperti daerah khusus Ibukota Jakarta, jenis pajaknya menjadi pajak gabungan
provinsi dan kabupaten/kota.

D. Jenis-jenis Pajak
1. Retribusi
Retribusi merupakan pungutan yang dikenakan kepada warga negara karena
telah mengonsumsi/memakai suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara
langsung oleh pemerintah.Pungutan ini dapat dilakukan pemerintah kepada
perorangan maupun kepada badan usaha sudah mendapatkan balas jasa
secara langsung. Contoh dari retribusi adalah retribusi pasar dan retribusi
parkir.
2. Bea Materai
Bea materai adalah pungutan yang dikenakan atas penggunaan materai
dalam sebuah dokumen resmi. Bea ini dikenakan karena suatu dokumen
menyangkut masalah perdata atau dokumen tersebut akan digunakan untuk
dokumen legal di pengadilan.
3. Bea Cukai
Cukai merupakan pungutan resmi yang harus dibayarkan oleh pihak tertentu
karena peredaran produknya dibatasi oleh pemerintah. Pengenaan cukai atas
suatu produk dilakukan pada produk yang konsumsinya perlu dikendalikan,
peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya menimbulkan dampak negatif
bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Berdasarkan hal ini diharapkan
pengenaan cukai dapat menurunkan daya beli masyarakat atas produk
tersebut. Misalnya, cukai rokok dan cukai tembakau.
4. Iuran
Iuran adalah pungutan yang dikenakan kepada individi atau suatu instansi
atas pemakaian suatu jasa/ fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara
langsung atau tidak langsung. Pembayaran iuran dianggap telah turut serta
menikmati jasa atau fasilitas tersebut. Misalnya, juran sampah untuk
kebersihan dan iuran penerangan.
10

5. Sumbangan
Sumbangan merupakan jenis pungutan atau iuran yang dibayarkan oleh
seseorang atau suatu badan atau lembaga karena telah mendapatkan jasa dari
pemerintah. Misalnya, sumbangan perijinan konser dan sumbangan daerah
atas penyelenggaraan festival tersebut.
6. Bea Ekspor dan Impor
Bea adalah besaran tarif yang harus dibayarkan oleh eksportir maupun
importir atas masuknya atau keluarnya barang dan jasa mereka kedalam
maupun keluar negeri melalui badan kepabeanan. Misalnya, bea ekspor
minyak mentah, dan bea impor peralatan elektronik
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pajak sendiri bisa dibilang adalah biaya yang ditanggungkan pada wajib pajak,
dengan sifat memaksa dan terangkum dalam undang undang. Adapun dana yang
dibayarkan wajib pajak, akan diperuntukkan untuk sarana dan fasilitas dan
kebutuhan atau penunjang kemakmuran rakyat.
Pada dasarnya pajak terbagi dalam dua jenis yaitu pajak pusat dimana mencakup
PPh, PPN, PPnBM, BM dan PBB. Ada juga jenis pajak daerah yang mencakup
segala pajak daerah. Sebagai wajib pajak ada baiknya Anda mengetahui jenis
jenis pajak diatas untuk tahu jenis pajak yang harus Anda bayarkan.
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan undang-undang. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sebagai
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara, dalam hal
pengaturan seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama dengan pajak, baik
dalam hal jenis peraturan perundang-undangan maupun materi pengaturan dalam
peraturan perundang-undangan tersebut. Penempatan beban kepada rakyat harus
mendapatkan persetujuan dari rakyat sebagai pemegang kedaulatan, melalui
persetujuan wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat.
Oleh karena itu, materi pengaturan PNBP harus dituangkan dalam
undangundang, bukan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Pengaturan
PNBP dalam undang-undang termasuk penetapan tarif dan harus
mencerminkanadanya kepastian hukum dalam penetapan besarnya tarif PNBP
yang dibebankan kepada rakyat.

B. SARAN

Dengan adanya perubahan mendasar pada Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 menjadi
Pasal 23A, materi muatan dalam UU Nomor 20 Tahun 1997 yang hanya memuat
ketentuan pokok umum dan menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah untuk
menetapkan tarif dan jenis-jenis PNBP tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 23A
UUD 1945. Oleh karena itu, perlu disusun Undang undang PNBP yang baru
yang menetapkan jenis-jenis PNBP pada kementerian negara/lembaga beserta
tarifnya dengan memperhatikan asas kepastian hukum.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/kelas-11-tips-pintar/perbedaan-pajak-
dengan-pungutan-resmi-lainnya-15115/
https://emiten.com/info/4-pungutan-resmi-selain-pajak/
https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/15/190000669/pajak-arti-sejarah-dan-
fungsinya?page=all
https://mekari.com/blog/jenis-jenis-pajak/
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/money/read/2021/06/17/151506626/
https://www.pajakku.com/read/60cc60c458d6727b1651ab20/Selain-Pajak-Ketahui-
Jenis-Pungutan-Resmi-Lainnya-di-Indonesia
https://www.sman2-tp.sch.id/read/giatinfo/910/perbedaan-pajak-dengan-pungutan-
resmi-lainnya

Anda mungkin juga menyukai