MAKALAH
PUNGUTAN LAIN SELAIN PAJAK SEBAGAI
PENERIMAAN NEGARA
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum pajak
Dosen Pengampu : Wandra Wardiansha Purnama, S,sos, M.H
Kelompok I
Disusun oleh :
Erisa Nilam Sari
Grisel viola
Sutrisna
Kelas : Pendidikan Kewarganegaraan 3C
SUKABUMI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah dengan judul “Pungutan lain selain pajak sebagai penerimaan negara”
ini kami buat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak Wandra Wardiansha
Purnama,S,sos, M.H dengan mata kuliah “Hukum Pajak”. Dan semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi kami khususnya.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan di makalah ini baik materi
maupun teknik penyajian oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapan.
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG............................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................7
C. TUJUAN.................................................................................................................7
BAB II...............................................................................................................................8
PEMBAHASAN................................................................................................................8
A. Pengertian pajak lain selain sebagai penerimaan negara........................................8
B. Sejarah pajak pungutan lain sebagai penerimaan negara.......................................9
C. Macam macam pajak............................................................................................11
D. Jenis-jenis Pajak...................................................................................................13
BAB III............................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................14
A. KESIMPULAN....................................................................................................14
B. SARAN.................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan dikenakan terhadap orang
atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan atas
suatu hak atas tanah dan atau bangunan ini bisa diartikan bahwa orang atau
badan tersebut mempunya nilai lebih atas tambahan atau perolehan hak tersebut.
Dimana tidak semua orang mempunyai kemampuan lebih untuk mendapatkan
tanah dan atau bangunan. Berkaitan dengan penerimaan negara yang berasal dari
BPHTB. persoalan hukum tentang pajak merupakan persoalan masyarakat dan
negara, khususnya elemen masyarakat yang merupakan wajib pajak dan
mempunyai utang pajak yang harus dibayarkan ataupun utang lainnya kepada
negara dalam bentuk BPHTB. Oleh sebab itu setiap anggota masyarakat
seharusnya mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan pajak, baik tentang asas
pajak. jenis atau macam-macam pajak, tata cara pembayaran pajak, hak dan
kewajiban wajib pajak, serta upaya hukum dibidang perpajakan.
Peralihan hak atas tanah dikenakan biaya dan dibayarkan kepada negara Bukti
pembayaran ini menjadi salah satu syarat dan sekaligus merupakan bagian dari
prosedur peralihan hak atas tanah serta pencatatannya secara adminstrasi di
samping bagian dari tahapan dalam memenuhi asas publisitas. Artinya tanpa
bukti pembayaran biaya tersebut, secara hukum dan Peralihan hak atas tanah
dikenakan biaya dan dibayarkan kepada negara. Bukti pembayaran ini menjadi
salah satu syarat dan sekaligus merupakan bagian dari prosedur peralihan hak
atas tanah serta pencatatannya secara adminstrasi di samping bagian dari tahapan
dalam memenuhi asas publisitas. Artinya tanpa bukti pembayaran biaya tersebut,
secara hukum dan admnistrasi peralihan hak atas tanah belum dapat
dilaksanakan. Oleh sebab itu mengenai pembebanan biaya peralihan hak atas
tanah ini harus diatur secara tegas dalam suatu peraturan perundang-undangan
sebagai dasar pelaksanannya.
Dalam perspektif hukum positif yang berlaku saat ini, maka BPHTB menurut
UUBHTB adalah Pajak yang di kenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau
bangunan, yang selanjutnya disebut Pajak. Selanjutnya Pasal 24 UUBPHTB
memerintahkan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk tidak
5
menandatangani akta peralihan hak atas tanah dan / atau bangunan sebelum
pembeli menyerahkan bukti pembayara pajak berupa Surat Setoran Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
PPAT sendiri merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta-
akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau
hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana disebutkan Pasal 37 ayat (1)
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang pada
pokoknya menyatakan:
"Pendaftaran Tanah menentukan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik
atas satuan rumah susun melalui jual beli, tuar menukar. hibah, pemasukan
dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh PPAT yang hak lainnya, berwenang menurut ketentuan
perundang undangan yang berlaku.
Dalam hal ini PPAT merupakan pejabat yang ditunjuk negara untuk membantu
negara dalam pelaksanaan atau menjamin dilakukannya pembayaran BPHTB
dalam transaksi yang merupakan peralihan hak atas tanah dan bangunan. Oleh
sebab itu kedudukan dan peran PPAT adalah sangat penting dan tidak dapat
diabaikan.
Dokumen-dokumen itu ditetapkan secara limitative dalam Pasal 103 ayat (2) dan
(3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3
tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun
1997. Untuk peralihan hak atas tanah dari tanah yang sudah bersertifikat, maka
diantara dokumen yang wajib disampaikan adalah bukti pelunasan pembayaran
BPHTB sebagaimaan yang ditegaskan Pasal 103 ayat (2) huruf h UU BPHTB.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka salah satu syarat dalam peralihan hak
atas tanah menurut hukum yang berlaku adalah adanya bukti pembayaran
BPHTB. Akan tetapi dalam praktek dapat saja terjadi persoalan karena
penandatanganan akta peralihan hak atas tanah telah dilakukan sebelum
dibayarkan BPHTB. Hal ini jelas akan menimbulkan konsekuensi hukum yang
dapat berakibat fatal dalam proses peralihannya jika melihat pada perintah yang
diharuskan dalam ketentuan normatif tentang peralihan hak atas tanah tersebut.
Bagi PPAT yang membuat akta tanpa mengindahkan pembayaran BPHTB dari
pihak terkait jelas akan menimbulkan persoalan hukum juga karena tindakan
tersebut diancam dengan sanksi administrasi dari Direktorat Jenderal
Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangungan/Kantor Pajak Pratama,
disamping sanksi dari Kantor Pertanahan.
Oleh sebab itu mengenai kewajiban pembayaran BPHTB dalam kontek ini
menjadi penting dan menarik untuk diteliti serta sangat erat relevansinya dengan
profesi PPAT, maka dilakukan suatu penelitian dan menyusunnya dalam tesis
dengan topik "Peranan PPAT Dalam Pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah
dan/atau Bangunan Bekas Hak Milik Adat Berkaitan Dengan Pembayaran Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan".
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pajak pungutan lain selain penerimaan negara ?
2. Bagaimana sejarah pajak pungutan lain selain sebagai penerimaan negara ?
3. Jelaskan macam macam pajak pungutan lain selain sebagai penerimaan
negara ?
4. Apa saja jenis jenis pajak pungutan lain selain sebagai penerimaan negara ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa pengertian pajak pungutan lain sebagai penerimaan
negara.
2. Agar mengetahui sejarah pajak pungutan lain selain sebagai penerimaan
negara.
3. Mengetahui apa itu macam macam pajak lain selain sebagai penerimaan
negara.
4. Supaya tau apa itu jenis jenis pajak lain selain sebagai penerimaan negara.
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi pajak sebagaimana dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) Kementerian Keuangan, yakni kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang. Pengertian pajak sendiri sederhananya yaitu pungutan wajib
dari rakyat untuk negara. Fungsi pajak adalah membiayai pengeluaran-
pengeluaran. Manfaat pajak digunakan untuk melakukan pembangunan hingga
membayar gaji pegawai negeri. Pembayar pajak tidak mendapatkan imbalan
secara langsung, di mana uang yang dikumpulkan dari pajak adalah digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam sistem
perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai
dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan atau penyuluhan,
pelayanan, dan pengawasan.Berikut karakteristik pajak:
1. Pajak adalah kontribusi wajib pajak pada negara Tidak ada imbalan langsung
2. Bersifat memaksa
3. Diatur dalam undang-undang
5
6
Kebanyakan wajib pajak adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Walaupun pada
dasarnya pelaku usaha adalah penyetor pajak, namun kebanyakan pajak akan
ditangguhkan pada pembeli. PPN ini biasanya berkisar 10% dari harga produk
yang dijual.
Maka dari itu jika Anda perhatikan pajak ini sering Anda jumpai saat membeli
produk. Meskipun PPN dikenakan atas perdagangan barang, hal ini tidak
berlaku pada objek restoran. Restoran memiliki pajak restoran tersendiri diluar
dari objek pajak PPN.
3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
PPnBM merupakan pajak dari penjualan barang mewah dengan banyak kriteria.
Berikut beberapa kriteria barang mewah yang diwajibkan membayar PPnBM.
a. Barang mewah yang bukan kebutuhan pokok.
b. Barang mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
c. Barang mewah untuk kebutuhan eksistensi atau menunjukkan status.
d. Barang mewah yang beresiko merusak kesehatan, mengganggu ketertiban,
dan mengganggu kenyamanan masyarakat.
e. Kendaraan Mewah.
f. Hunian atau properti. Dan masih banyak lagi.
4. Bea Meterai (BM)
BM termasuk salah satu pajak yang masuk dalam jenis jenis pajak yang berlaku
di Indonesia. Pajak ini dibebankan atas pemanfaatan dokumen yang memerlukan
meterai.
Berbagai contoh dokumen dengan meterai seperti akta notaris, surat kuasa, bukti
transaksi, perjanjian jasa dan masih banyak lagi. Nilai BM sendiri memiliki
ragam nominal untuk ketentuan masing masing, seperti meterai Rp 6000 untuk
transaksi dengan nilai diatas 250 ribu hingga 5 juta.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Setiap kepemilikan properti seperti rumah, ruko dan bangunan lain beserta
tanahnya akan diwajibkan membayar pajak ini. Pajak ini merupakan biaya yang
harus disetorkan atas kepemilikan objek PBB yang memberikan keuntungan
maupun kedudukan sosial bagi individu atau badan. PBB sendiri dibagi atas dua
sektor yaitu PBB sektor P2 berupa PBB bangunan perdesaan dan PBB bangunan
perkotaan yang diadministrasi oleh PemKot / Pemkab. Ada juga PBB sektor P3
berupa PBB bangunan perhutanan, pertambangan, dan perkebunan yang
diadministrasi oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak. Selain
9
hunian ada objek pajak lain seperti sawah, ladang, kebub, tanah, pekarangan,
tambang, dan peternakan.
6. Pajak Daerah
Jenis pajak selanjutnya berbeda dengan jenis jenis pajak sebelumnya. Karena
pajak sebelumnya kebanyakan disetorkan untuk pusat. Sedangkan pajak daerah
adalah sebuah kontribusi wajib untuk daerah dan keperluan daerah. Dalam
administrasi negara, khususnya pemda terbagi menjadi pemerintahan provinsi
dan pemerintahan kabupaten/kota. Pajak ini diatur dalam UU 28/2009 pasal 2.
Berikut beberapa pemisahan pajak. Untuk jenis pajak provinsi beberapa
contohnya adalah pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan, pajak
BBM, pajak air permukaan hingga pajak rokok. Jenis pajak Kabupaten / Kota
terdiri atas pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, mineral
bukan logam, parkir, air tanah, PBB perdesaan dan perkotaan dan lain lain.
Untuk daerah setingkat provinsi, namun tidak terbagi atas kabupaten / kota
seperti daerah khusus Ibukota Jakarta, jenis pajaknya menjadi pajak gabungan
provinsi dan kabupaten/kota.
D. Jenis-jenis Pajak
1. Retribusi
Retribusi merupakan pungutan yang dikenakan kepada warga negara karena
telah mengonsumsi/memakai suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara
langsung oleh pemerintah.Pungutan ini dapat dilakukan pemerintah kepada
perorangan maupun kepada badan usaha sudah mendapatkan balas jasa
secara langsung. Contoh dari retribusi adalah retribusi pasar dan retribusi
parkir.
2. Bea Materai
Bea materai adalah pungutan yang dikenakan atas penggunaan materai
dalam sebuah dokumen resmi. Bea ini dikenakan karena suatu dokumen
menyangkut masalah perdata atau dokumen tersebut akan digunakan untuk
dokumen legal di pengadilan.
3. Bea Cukai
Cukai merupakan pungutan resmi yang harus dibayarkan oleh pihak tertentu
karena peredaran produknya dibatasi oleh pemerintah. Pengenaan cukai atas
suatu produk dilakukan pada produk yang konsumsinya perlu dikendalikan,
peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya menimbulkan dampak negatif
bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Berdasarkan hal ini diharapkan
pengenaan cukai dapat menurunkan daya beli masyarakat atas produk
tersebut. Misalnya, cukai rokok dan cukai tembakau.
4. Iuran
Iuran adalah pungutan yang dikenakan kepada individi atau suatu instansi
atas pemakaian suatu jasa/ fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara
langsung atau tidak langsung. Pembayaran iuran dianggap telah turut serta
menikmati jasa atau fasilitas tersebut. Misalnya, juran sampah untuk
kebersihan dan iuran penerangan.
10
5. Sumbangan
Sumbangan merupakan jenis pungutan atau iuran yang dibayarkan oleh
seseorang atau suatu badan atau lembaga karena telah mendapatkan jasa dari
pemerintah. Misalnya, sumbangan perijinan konser dan sumbangan daerah
atas penyelenggaraan festival tersebut.
6. Bea Ekspor dan Impor
Bea adalah besaran tarif yang harus dibayarkan oleh eksportir maupun
importir atas masuknya atau keluarnya barang dan jasa mereka kedalam
maupun keluar negeri melalui badan kepabeanan. Misalnya, bea ekspor
minyak mentah, dan bea impor peralatan elektronik
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pajak sendiri bisa dibilang adalah biaya yang ditanggungkan pada wajib pajak,
dengan sifat memaksa dan terangkum dalam undang undang. Adapun dana yang
dibayarkan wajib pajak, akan diperuntukkan untuk sarana dan fasilitas dan
kebutuhan atau penunjang kemakmuran rakyat.
Pada dasarnya pajak terbagi dalam dua jenis yaitu pajak pusat dimana mencakup
PPh, PPN, PPnBM, BM dan PBB. Ada juga jenis pajak daerah yang mencakup
segala pajak daerah. Sebagai wajib pajak ada baiknya Anda mengetahui jenis
jenis pajak diatas untuk tahu jenis pajak yang harus Anda bayarkan.
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan undang-undang. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sebagai
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara, dalam hal
pengaturan seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama dengan pajak, baik
dalam hal jenis peraturan perundang-undangan maupun materi pengaturan dalam
peraturan perundang-undangan tersebut. Penempatan beban kepada rakyat harus
mendapatkan persetujuan dari rakyat sebagai pemegang kedaulatan, melalui
persetujuan wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat.
Oleh karena itu, materi pengaturan PNBP harus dituangkan dalam
undangundang, bukan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Pengaturan
PNBP dalam undang-undang termasuk penetapan tarif dan harus
mencerminkanadanya kepastian hukum dalam penetapan besarnya tarif PNBP
yang dibebankan kepada rakyat.
B. SARAN
Dengan adanya perubahan mendasar pada Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 menjadi
Pasal 23A, materi muatan dalam UU Nomor 20 Tahun 1997 yang hanya memuat
ketentuan pokok umum dan menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah untuk
menetapkan tarif dan jenis-jenis PNBP tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 23A
UUD 1945. Oleh karena itu, perlu disusun Undang undang PNBP yang baru
yang menetapkan jenis-jenis PNBP pada kementerian negara/lembaga beserta
tarifnya dengan memperhatikan asas kepastian hukum.
10
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/kelas-11-tips-pintar/perbedaan-pajak-
dengan-pungutan-resmi-lainnya-15115/
https://emiten.com/info/4-pungutan-resmi-selain-pajak/
https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/15/190000669/pajak-arti-sejarah-dan-
fungsinya?page=all
https://mekari.com/blog/jenis-jenis-pajak/
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/money/read/2021/06/17/151506626/
https://www.pajakku.com/read/60cc60c458d6727b1651ab20/Selain-Pajak-Ketahui-
Jenis-Pungutan-Resmi-Lainnya-di-Indonesia
https://www.sman2-tp.sch.id/read/giatinfo/910/perbedaan-pajak-dengan-pungutan-
resmi-lainnya