Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KETAATAN PAJAK

Dosen pengampu : Suhintam Pusawarati drh., M.Kes.

Disusun oleh :
Kelompok 14

Nama kelompok :

Bunga Citra Surya Lestari 162112133107

Fitra Shafa Humaira 162112133108

Ivana Alodia Putri 162112133118

Muhammad Rowahul Muslim 162112133117

Naufal Arya Raihasa 162112133106

Safira Ryzka Rahmadianti 162112133116

Universitas Airlangga
Tahun Ajaran 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,

penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Ketaatan Pajak"

dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah. Selain itu,

makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang manusia prasejarah bagi

para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Suhintam Pusarawati drh., M.Kes

selaku dosen pengampu mata kuliah Kewarganegaraan. Ucapan terima kasih

juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya

makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran

dan kritik yang membangun di harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 21 November 2021

Kelompok 14

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……...............................................................................................2


DAFTAR ISI .....................................................................................................................3
BAB I ................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ............................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................5
1.3 Tujuan Makalah...........................................................................................................5
BAB II ..............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6

2.1 Bagaimana pajak dalam kehidupan sehari-hari……………………………………....6


2.2 Mengapa pajak diperlukan…………………………………………………………....9
2.3 Bagaimana pajak berperan sebagai perwujudan pancasila…………………………..11
2.4 Fungsi pajak dalam pembangunan…………………………………………………..16
2.5 Bagaimana prosedur pemenuhan kewajiban perpajakan…………………………….18
BAB III ....…………………………………………………………………………..…...20
PENUTUP ……....………………………………………………………………………20
Kesimpulan …....……………………………………………………………...................20
DAFTAR PUSTAKA ……..…………………………………………………………….21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan kontribusi wajib oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang dan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung digunakan untuk keperluan negara. Artinya wajib pajak yang menyetorkan
pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung tetapi mendapatkan fasilitas yang
tidak secara sadar dinikmati oleh semua orang, contohnya pembangunan jalan tol,
pembenaran jalan dan lain sebagainya.
Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat
bagi negara umum. Jadi, pada masa sekarang bukan hal aneh dan menyulitkan bagi
masyarakat dalam membayar pajak, karena masyarakat harus menyadari bahwa pajak
yang mereka setorkan untuk kepentingan bersama. Karena itu diharapkan masyarakat
sadar jika mempunyai kewajiban untuk menyerahkan sebagian penghasilan mereka,
karena itu untuk membiayai kepentingan mereka juga di negara ini.
Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Sistem
self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak
orang pribadi atau badan dengan memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung
jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri kewajiban pajak yang harus dibayar. Wajib Pajak adalah orang
pribadi atau badan yang melakukan pembayaran pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Beberapa faktor dapat
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajiban membayar
pajaknya yaitu sistem administrasi perpajakan modern, sosialisasi perpajakan dan
pemahaman pajak.

4
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan pada penelitian ini
adalah :
1. Apakah sosialisasi perpajakan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib
Pajak?
2. Apakah pemahaman pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak?
3. Mengapa pajak diperlukan?

1.3 Tujuan makalah

1. Mengetahui konsep dan Urgensi Pajak


2. Mengetahui mengapa pajak diperlukan
3. Mengetahui fungsi pajak

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bagaimana Pajak Dalam Kehidupan Sehari-hari


Sejumlah ahli telah mengemukakan pengertian pajak dari sudut pandang keilmuannya
masing-masing. Berikut definisi dari empat orang ahli tentang pajak.
1. Leroy Beaulieu(1899) “Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun
tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang,
untuk menutup belanja pemerintah”.
2. P. J. A. Adriani (1949) Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
3. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH (1988) Pajak adalah iuran rakyat kepada
Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian
dikoreksinya yang berbunyi Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai
public investment.
4. Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock (1972)
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah,
bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung
dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk
menjalankan pemerintahan.
Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, yaitu "pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat timbal
balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat''.

Keempat definisi tersebut mengandung 2 (dua) perspektif tentang pajak, yakni pajak
dilihat dari perspektif ekonomi dan dari perspektif hukum.
● Dari perspektif ekonomi → pajak dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari
sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

6
adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya
kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan
penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara
dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
● Dari perspektif hukum → merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya
undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk
menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai
kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan.

pajak sebagai pungutan resmi mempunyai unsur-unsur tertentu yang berbeda dengan
unsur-unsur pungutan resmi yang lain. Unsur-unsur yang terdapat pada pengertian
pajak, antara lain:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan
perubahan ketiga UUD 1945 Pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam
undang-undang."
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang dapat
ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak,
secara tidak langsung akan menerima manfaat dalam bentuk seperti rasa aman
karena mendapat perlindungan negara.
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun
pembangunan.
4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila Wajib
Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai
peraturan perundang-undangan.
5. Selain fungsi budgeter (anggaran), yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran
Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan negara dalam sektor ekonomi dan sosial (fungsi
mengatur/regulatif).

jenis-jenis pungutan resmi


a. Retribusi → Retribusi adalah iuran rakyat yang disetorkan melalui kas negara
atas dasar pembangunan tertentu dari jasa atau barang milik negara yang
digunakan oleh orang orang tertentu
b. Cukai → Cukai adalah iuran rakyat atas pemakaian barang-barang tertentu,
seperti minyak tanah, bensin, minuman keras, rokok, atau tembakau.
c. Bea Masuk dan Bea Keluar → Bea masuk adalah bea yang dikenakan
terhadap barang-barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean Indonesia
dengan maksud untuk dikonsumsi di dalam negeri. Sementara itu, Bea Keluar

7
adalah bea yang dikenakan atas barang-barang yang akan dikeluarkan dari
wilayah pabean Indonesia dengan maksud barang tersebut akan diekspor ke
luar negeri.
d. Sumbangan → Sumbangan adalah iuran orang-orang atau golongan orang
tertentu yang harus diberikan kepada negara untuk menutupi
pengeluaran-pengeluaran negara yang sifatnya tidak memberikan prestasi
kepada umum, dan pengeluarannya tidak dapat diambil dari kas negara.
Bersifat insidental dan sukarela.

Pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu :


A. Fungsi Anggaran (Budgetair) → berfungsi untuk membiayai pengeluaran
pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan sumber pembiayaan.
Sumber pembiayaan ini salah satunya dapat diperoleh dari penerimaan pajak.
B. Fungsi Mengatur (Regulerend) → pajak dapat digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan negara. Contohnya, dalam rangka mendorong penanaman
modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam
fasilitas keringanan pajak.

8
2.2 Mengapa Pajak Diperlukan
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu bentuk negara yang
sistem pemerintahannya berdasarkan ideologi Pancasila. Sejak kemerdekaan bangsa
ini diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, para pendiri negara melihat bahwa
persoalan yang dihadapi negara bukan hanya bidang politik, namun mencakup
berbagai dimensi kehidupan masyarakat. Salah satu tujuan dari berdirinya Republik
Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera. Visi keadilan dan
kesejahteraan rakyat ini mendapat perhatian yang besar dari para pendiri negara.
Mereka menyadari bahwa tujuan dan cita-cita negara berdasar Pancasila harus
mampu mengakomodir kepentingan rakyat. Oleh karena itu, konsep negara
kesejahteraan menjadi sesuatu yang diharapkan

Menelusuri Konsep dan Urgensi Diperlukan Pajak dalam Kehidupan Manusia

Menurut Aristoteles, manusia itu pada dasarnya merupakan Zoon Politicon atau
makhluk sosial? Makhluk sosial berarti peduli pada sesama dan saling bekerja sama
sehingga diperlukan hubungan timbal balik di antara yang kuat dan yang lemah, serta
yang kaya dan yang tidak mampu. Di sisi lain, manusia juga sebagai makhluk
ekonomi (homo economicus) yang memiliki arti bahwa manusia menilai dan memilih
sesuatu hanya berdasarkan pertimbangan pribadi (individualis).

Pajak merupakan sarana untuk mendekatkan manusia yang satu dengan manusia
yang lain dalam bentuk kewajiban berbagi. Dengan demikian, kedudukan manusia
sebagai homo homini socius dapat mengatasi nafsu keserakahan manusia sebagai
makhluk homo homini lupus. Konsep pajak pada dasarnya adalah adanya kesediaan
untuk berbagi dengan sesama. Namun, pengungkapan kesediaan untuk berbagi antara
manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda-beda sehingga
dibutuhkan pengaturan, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun lembaga
yang menjalankan peraturan itu sendiri.

Campur tangan pemerintah dalam menerapkan distribusi pajak sangat diperlukan


dan mengandung dua dimensi. Pertama, sifat memaksa yang diperlukan untuk
memberikan sanksi kepada warga negara yang mampu agar menunaikan
kewajibannya membayar pajak sesuai dengan hukum yang berlaku. Kedua, sifat
kerelaan dari warga negara sebagai implementasi nilai kebersamaan, kepedulian,
saling berbagi, dan kasih sayang sesama warga negara.

Alasan Mengapa Pajak Diperlukan dalam Kehidupan Manusia Dan kehidupan


Bernegara
1. Sumber Histori → Untuk memajukan kesejahteraan umum yang merupakan salah
satu cita-cita perekonomian para pendiri bangsa yang memperjuangkan
terwujudnya masyarakat adil dan Mencerdaskan kehidupan bangsa untuk

9
mengembangkan pendidikan yang dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa
dari kebodohan.
2. Sumber sosiologi → Kedua teori tentang rasa malu dan bersalah sangat relevan
dengan kedudukan wajib pajak sebagai anggota masyarakat. Baik budaya malu
maupun budaya bersalah dapat diaplikasikan dalam kedudukan manusia sebagai
makhluk sosial dan individual. Budaya malu dan bersalah sudah seharusnya
diimplementasikan oleh Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
3. Sumber Politis → Pajak sendiri dalam kehidupan bernegara memerlukan
kekuasaan politik yang bersifat memaksa, terutama bagi warga negara yang
membangkang terhadap instruksi atau perintah undang-undang. Tanpa kekuatan
yang bersifat memaksa, sulit untuk mengimplementasikan kesejahteraan
masyarakat dan keadilan yang bersifat membagi (distributif).

10
2.3 Bagaimana Pajak Berperan Sebagai Perwujudan Pancasila

Menelusuri Hakikat Pancasila Sebagai Ideologi Negara


Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengandung sistem nilai yang khas pada
setiap silanya.
● Hakikat dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Komponen kecerdasan ideologis dalam sila pertama ini terletak pada tiga
hal. Pertama, menghadirkan Tuhan dalam perikehidupan berbangsa dan bernegara.
Kedua, kehadiran Tuhan dibuktikan melalui budi pekerti yang luhur. Ketiga,
saling menghormati (toleransi) antar umat beragama.

● Hakikat dari sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan
manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan
dengan norma norma dan kebudayaan umumnya baik terhadap diri. pribadi,
sesama manusia maupun terhadap alam dan hewan.

● Hakikat dari Sila Persatuan Indonesia


Komponen kecerdasan ideologis yang penting dalam sila ketiga ini ialah
mengutamakan kepentingan bangsa dan memiliki semangat pengorbanan yang
terbina dari dalam diri setiap warga negara.

● Hakikat Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan Perwakilan
Dalam sila keempat ini mengarah pada suasana dialogis dalam suatu
komunikasi atau pengambilan keputusan, sehingga pendirian pribadi mencair
dengan keputusan yang diambil bersama. Komponen kecerdasan ideologis dalam
sila keempat ini terletak pada kemampuan untuk berkomunikasi dengan semangat
musyawarah.

● Hakikat sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia bertitik tolak dari
kesadaran bahwa adil merupakan cita-cita yang didambakan setiap insan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keadilan pada hakikatnya
merupakan suatu bentuk keseimbangan antara apa yang seharusnya (Das Sollen)
dengan apa yang sebenarnya (Das Sein).
Komponen kecerdasan ideologis dalam sila keadilan terletak pada dua hal,
yaitu kemampuan memperlakukan orang lain seperti memperlakukan dirinya
sendiri, dan kemampuan menemukan aspek keseimbangan antara nilai ideal dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan nilai kenyataan dalam tindakan
atau keputusan yang diambil.

11
Kaitan Sumber Historis, Sosiologis, Yuridis, dan Politis tentang Pajak Sebagai
Perwujudan Nilai Nilai Pancasila
Berdasarkan penelusuran kepustakaan tidak ditemukan naskah yang secara
eksplisit mengemukakan sumber historis, sosiologis, dan politis tentang pajak sebagai
perwujudan nilai-nilai Pancasila. Namun demikian, jika dikaji secara umum, pajak
merupakan salah satu hal penting dalam pengamalan nilai-nilai Pancasila.

● Sumber historis Pancasila sebagai Ideologi Negara


➢ Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan presiden Soekarno
Pancasila ditegaskan sebagai pemersatu bangsa. Penegasan ini dikumandangkan
oleh Soekarno dalam berbagai pidato politiknya dalam kurun waktu 1945-1960.
➢ Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Pancasila dijadikan sebagai asas tunggal bagi Organisasi Politik dan Organisasi
Kemasyarakatan.
➢ Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan presiden Habibie
Atas desakan berbagai pihak Habibie menghapus penataran P-4. Pada masa
sekarang ini, resonansi Pancasila kurang bergema karena pemerintahan Habibie
lebih disibukkan masalah politis, baik dalam negeri maupun luar negeri.
➢ Pancasila sebagai Ideologi dalam masa pemerintahan presiden Abdurrahman
Wahid.
Di masa ini, yang lebih dominan adalah kebebasan berpendapat sehingga perhatian
terhadap ideologi Pancasila cenderung melemah.
➢ Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Megawati.
Disahkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang tidak mencantumkan pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran
wajib.
➢ Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY)
Presiden SBY menandatangani Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi yang mencantumkan mata kuliah Pancasila sebagai mata kuliah
wajib pada pasal 35 ayat (3).

● Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi Negara


Pancasila sebagai ideologi negara berakar dalam kehidupan masyarakat.
Unsur-unsur sosiologis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara
meliputi hal-hal sebagai berikut;
1. Sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan
beragama masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk kepercayaan dan
keyakinan terhadap adanya kekuatan gaib.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dapat ditemukan dalam hal
saling menghargai dan menghormati hak-hak orang lain, tidak bersikap
sewenang-wenang.

12
3. Sila Persatuan Indonesia dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa
setia kawan, rasa cinta tanah air yang berwujud pada mencintai produk
dalam negeri.
4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dapat ditemukan dalam bentuk menghargai
pendapat orang lain, semangat musyawarah dalam mengambil keputusan.
5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tercermin dalam sikap
suka menolong, menjalankan gaya hidup sederhana, tidak menyolok atau
berlebihan.

● Sumber Politis Pancasila sebagai Ideologi Negara


Unsur-unsur politis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a. Sila Ketuhanan yang Maha Esa diwujudkan dalam bentuk semangat toleransi
antar umat beragama;
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab diwujudkan penghargaan terhadap
pelaksanaan Hak dan Kewajiban Asasi Manusia di Indonesia;
c. Sila Persatuan Indonesia diwujudkan dalam mendahulukan kepentingan
bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok atau golongan, termasuk
partai;
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan diwujudkan dalam mendahulukan pengambilan
keputusan berdasarkan musyawarah daripada voting.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia diwujudkan dalam bentuk
tidak menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) untuk memperkaya diri
atau kelompok karena penyalahgunaan kekuasaan itulah yang menjadi faktor
pemicu terjadinya korupsi.

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Dasar Pembentukan Pribadi Yang Bermartabat


Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Lebih dari itu,
manusia juga adalah makhluk Tuhan. Jadi manusia hanya dapat menjadi bermartabat
dalam hidupnya manakala ia mampu mengharmoniskan hubungannya dengan sesama
manusia dan tentu juga dengan Tuhan.
● Nilai-nilai dalam Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah keyakinan terhadap adanya Tuhan yang
mengandung nilai-nilai seperti nilai syukur, toleransi, kedermawanan, kerendahan
hati, serta keikhlasan antar warga negara.
● Nilai-nilai dalam Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengandung nilai pentingnya sikap saling
menghormati dalam hidup bersama, dan tidak menzalimi pihak lain. Nilai-nilai itu
meliputi nilai kemanusiaan universal, nilai keadilan, serta nilai keadaban.
● Nilai-Nilai dalam Sila Persatuan Indonesia

13
Sila Persatuan Indonesia mengandung nilai solidaritas, senasib sepenanggungan, dan
rasa cinta tanah air. Makna dari nilai-nilai yang terkandung dalam sila ketiga yaitu
rasa memiliki kesadaran atas hak serta kewajiban sebagai warga negara, rasa
mencintai tanah air, dan nasionalisme sebagai rasa syukur.
● Nilai-nilai dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan
Sila ini mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan kesediaan untuk menerima
pendapat orang lain dan menerima keputusan bersama yang telah disepakati.
Nilai-nilai dalam sila keempat diwujudkan dalam bentuk, antara lain:
1. mempertemukan pendirian pribadi dengan orang lain dalam suasana dialogis;
2. menciptakan suasana dialogis dalam komunikasi;
3. semangat musyawarah untuk mencapai mufakat.
● Nilai-nilai dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila ini mengandung nilai-nilai keadilan yang berhubungan dengan kesejahteraan
bersama. Dalam lingkup nasional, realisasi keadilan sosial ini diwujudkan dalam 3
(tiga) segi (keadilan segitiga), yaitu:
1. keadilan distributif, yaitu hubungan keadilan antara negara dengan warganya.
2. keadilan bertaat (legal), yaitu hubungan keadilan antara warga negara terhadap
negara.
3. keadilan komutatif, yaitu keadilan antara warga negara yang satu dengan yang
lainnya, atau dengan perkataan lain hubungan keadilan antara warga negara.

Pentingnya Perwujudan Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Kesadaran Pajak


Krisis ideologis yang menyerang kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini
membuktikan perlunya pembenahan dalam penanaman nilai-nilai ideologis pada anak
bangsa. Kecerdasan ideologis diperlukan untuk memperluas cakrawala pemikiran dan
pemahaman masyarakat tentang berbagai fenomena kehidupan yang melanda bangsa
Indonesia. Beberapa hal yang diperlukan untuk memperkuat kecerdasan ideologis pada
warga negara.
1. Penanaman tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara perlu dilakukan
sedini mungkin pada anak didik, sesuai dengan kapasitasnya.
2. Penanaman nilai-nilai toleransi perlu dikembangkan pada area yang lebih luas
untuk mengantisipasi semangat fanatisme daerah, kelompok, bahkan agama yang
semakin memprihatinkan.
3. Norma kolektif perlu diinterpretasikan sesuai dengan semangat perkembangan
zaman agar generasi muda tidak menganggap nilai-nilai lama itu hanya
merupakan bentuk pengulangan yang menghambat kemajuan.
4. Nilai-nilai ideal sebagai tuntunan perlu ditanamkan secara optimal dalam
pendidikan formal, informal, dan non-formal melalui strategi dan metode
pengajaran yang tepat sesuai dengan problem aktual yang berkembang di
masyarakat.

14
Kepatuhan membayar pajak bagi warga negara yang mampu merupakan wujud dari
pengamalan nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai ideologi negara merupakan petunjuk
arah dalam membangun bangsa dalam segala aspek kehidupan. Pancasila yang berisi
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan, apabila
ditanamkan kepada peserta didik sejak dini, akan memberikan kesadaran kepada mereka
bahwa setiap warga negara memiliki hak dan 104 kewajiban yang harus dilaksanakan
secara seimbang. Salah hak dan kewajiban warga negara itu adalah membayar pajak bagi
yang mampu.

15
2.4 Fungsi Pajak Dalam Pembangunan
Pajak merupakan faktor terpenting bagi keuangan negara dalam menjamin kelangsungan
pembangunan nasional tanpa tergantung kepada sumber daya alam dan bantuan asing.
Pembangunan Nasional, menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan
yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk
melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam
Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945.

Strategi Pembangunan Nasional menggariskan tiga dimensi pembangunan, yaitu

1. dimensi pembangunan manusia dan masyarakat

menjelaskan bahwa pembangunan dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan


masyarakat yang menghasilkan manusia-manusia Indonesia unggul dengan meningkatkan
kecerdasan otak dan kesehatan fisik melalui pendidikan, kesehatan, dan perbaikan gizi.

2. dimensi pembangunan sektor unggulan

- kedaulatan pangan

- kedaulatan energi dan ketenagalistrikan

- kemaritiman dan kelautan

- pariwisata dan industri

3. dimensi pemerataan dan kewilayahan

menjelaskan bahwa pembangunan bukan hanya untuk kelompok tertentu, tetapi


untuk seluruh masyarakat di seluruh wilayah. pembangunan harus dapat memperkecil
kesenjangan yang ada, baik kesenjangan antar kelompok pendapatan, maupun
kesenjangan antar wilayah.

Untuk mencapai semua tujuan itu, diperlukan biaya untuk melakukan


pembangunan tersebut. Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan. Hampir
seluruh negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang, menempatkan
pajak sebagai sumber penting untuk membiayai pembangunan di negaranya.

Dari keseluruhan sumber-sumber pendapatan Negara, pendapatan dari sektor


pajak memiliki kontribusi yang sangat signifikan. Dalam APBN Tahun 2015, target
penerimaan Negara dari pajak adalah 1.360,1 Triliun atau 74,6% dari keseluruhan
penerimaan negara yang tercantum dalam APBN Tahun Anggaran 2016.
Menunjukkan bahwa Pajak memiliki fungsi penting dalam pembangunan bangsa.

16
Pajak merupakan salah satu sumber utama untuk memasukkan uang/penerimaan ke
dalam kas negara.

Pentingnya kontribusi pajak dalam pembangunan belum sepenuhnya didasari oleh


rakyat Indonesia, khususnya yang mampu. Kesadaran pajak (tax consciousness)
rakyat Indonesia masih rendah, dan masih perlu ditingkatkan. Peningkatan kesadaran
pajak dapat dilakukan melalui pendidikan yang lebih terstruktur, agar rakyat
Indonesia mengerti fungsi dan kegunaan pajak dalam masyarakat dan manfaat bagi
diri pribadi, serta mengerti bagaimana cara memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

17
2.5 Bagaimana Prosedur Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia


a. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
tanggung jawab kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:
1) Tanggung jawab untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus
2) Wajib Pajak bersifat pasif
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus

b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang. Ciri-cirinya:
1) Tanggung jawab untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak
sendiri
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak
terutang
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

c. Withholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi tanggung
jawab kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:
Tanggung jawab menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga,
selain fiskus dan Wajib Pajak.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 Tentang Ketentuan Umum Tata


Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2009 dinyatakan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, yaitu apabila telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

18
1. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai
subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan perubahannya,
sebagai berikut:
a. Subjek pajak dalam negeri orang pribadi
Dimulai pada saat dilahirkan, saat berada di Indonesia atau bertempat tinggal
di Indonesia. Dan berakhir saat meninggal, saat meninggalkan Indonesia
untuk selama-lamanya
b. Subjek pajak dalam negeri badan
Dimulai saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia. Berakhir pada saat
dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia
c. Subjek pajak luar negeri melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Dimulai saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia. Berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT di Indonesia
d. Subjek pajak luar negeri tidak melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Dimulai saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia
e. Subjek pajak warisan belum terbagi
Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi. Berakhir pada saat
warisan telah selesai dibagikan.

2. Persyaratan Objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang telah menerima
atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan
pemotongan/pemungutan. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, persyaratan objektif
terpenuhi apabila Wajib Pajak mempunyai penghasilan yang melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP), sedangkan untuk Wajib Badan persyaratan objektif
terpenuhi apabila badan atau perusahaan tidak mengalami kerugian.

19
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Pajak diperlukan sebagai solusi bagi keterbatasan dana pembangunan dari sebuah
pemerintahan yang tujuan utamanya adalah mensejahterakan masyarakat. Di samping
itu, pajak pada hakikatnya merupakan suatu bentuk penggalangan dana yang
bertujuan untuk meningkatkan semangat kerja sama, gotong royong, membangkitkan
kesadaran atas kehidupan bersama untuk saling tolong, peduli kepada orang lain.
Pengembangan kesadaran hidup bersama ini memerlukan dorongan yang bersifat
internal (dari dalam diri si pembayar pajak) dan dorongan eksternal (peran pemerintah
untuk mengatur dan menyusun strategi yang tepat untuk menstimulasi warga negara
yang memiliki kewajiban sebagai pembayar pajak).

Pajak untuk pembangunan mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu fungsi budgetair dan
fungsi mengatur atau regulerend. Sebagai fungsi budgeter, pajak merupakan sumber
utama penerimaan negara yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara
dan membiayai investasi pemerintah. penerimaan negara tersebut berasal dari rakyat,
dialokasikan berdasarkan persetujuan wakil rakyat, dan digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kewajiban warga negara dalam membayar pajak dan retribusi diatur dalam Pasal
23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dengan undang-undang”. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari
kewajiban kenegaraan dan peran serta warga negara untuk secara langsung dan
bersama-sama mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Warga negara yang baik
adalah warga negara yang memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan. Sikap dan perilaku ini menunjukkan bukti kecintaan
warga negara terhadap negaranya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Witono, B. (September 2008). PERANAN PENGETAHUAN PAJAK PADA KEPATUHAN


WAJIB PAJAK. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 7, Nomor 2,
hlm.196-208.

Oktaviani, R. M. (Maret 2015). DETERMINAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN


DENGAN NIAT SEBAGAI PEMEDIASI DARI PERSPEKTIF PLANNED
BEHAVIOUR THEORY. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Volume 22, Nomor
1, Hal. 85-95.

21

Anda mungkin juga menyukai