1
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, (Jakarta: Granit, 2005), hal. 12, https://books.google.co.id/books?
id=xS2IS2w8xzsC&printsec=frontcover&dq=buku+pengantar+ilmu+pajak&hl=id&newbks=1&newbks_redir=1
&sa=X&ved=2ahUKEwi49Nr0-aSCAxV_zTgGHe6rCFQQ6wF6BAgKEAE
2
Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak, (Malang: Bayu Media, 2005), hal. 8
3
Monica Ayu Caesar Isabela, “Pengertian Pajak Menurut Ahli”, 23 Mei, 2022, (01:10 a.m.),
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/23/01100081/pengertian-pajak-menurut-ahli.
1
Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang
dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (routine) dan pembangunan.
Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pajak adalah iuran
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan perundang-undangan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai
pengeluaranpengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk
menyelengarakan pemerintahan.4
2. Hukum Pajak
Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan
antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
Hukum pajak sering juga disebut sebagai hukum fisikal. Istilah pajak sering
disamakan dengan istilah fisikal, yang berarti kantong uang atau keranjang uang.
Jadi sangatlah jelas bahwa hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik, yang
mengatur hubungan antara penguasa sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai
pembayar pajak (Wajib Pajak).
Hukum pajak dapat dibagi menjadi dua yaitu hukum pajak formal dan hukum
pajak material. Hukum pajak formal adalah memuat ketentuan-ketentuan yang
mendukung ketentuan hukum pajak material, yang diperlukan untuk melaksanakan
atau merealisasikan ketentuan hukum material. Hukum pajak material adalah
memuat ketentuan-ketentuan tentang siapa yang dikenakan pajak dan siapa-siapa
yang dikecualikan dengan pajak dan berapa harus dibayar. 5
4
Tunggul Anshari Setia Negara, “Pengantar Hukum Pajak”, (Malang: Bayu Media, 2005), hal. 8
5
Alexander Thian, “Hukum Pajak”, (Yogyakarta: ANDI, 2021), hal. 12-18
2
c. Peristiwa : segala sesuatu yang terjadi diluar perkiraan manusia,
keuntungan, secara mendadak, mendapat anugrah atau penghargaan yang
dapat dinilai dengan uang.
Objek pajak dapat dikelompokan menjadi :
1. Objek pajak berupa kekayaan
Contoh : pajak bumi dan bangunan.
2. Objek pajak berupa penghasilan
Contoh : pajak penghasilan.
3. Objek pajak berupa kegiatan dalam lalulintas hukum
Contoh : pajak pertambahan nilai (PPN), bea materai, bea perolehan
hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
2. Subjek Pajak
Subjek dari hukum pajak adalah orang pribadi atau badan yang ditetapkan
oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Setiap subjek
pajak pasti mempunyai objek pajak. Sementara orang atau badan yang punya
kewajiban pajak disebut sebagai wajib pajak. Subjek pajak adalah orang atau
badan yang ditetapkan menjadi subjek pajak. Setiap subjek pajak pasti
mempunyai objek pajak, sementara orang atau badan yang punya kewajiban
pajak disebut sebagai wajib pajak. Dalam ruang lingkup hukum pajak, terdapat
pembagian subjek pajak menjadi dua, yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri.
Subjek pajak dalam negeri ditentukan berdasarkan domisili pendiriannya atau
lamanya suatu aktivitas bisnis dilakukan di Indonesia. Subjek pajak dalam negeri
bisa berupa orang perorangan, badan dan warisan yang belum dibagi. Sedangkan
subjek pajak luar negeri adalah subjek pajak yang tidak memiliki domisili di
Indonesia, tetapi memperoleh penghasilan dari Indonesia.6
6
Lihat di File “Ku;iah Online Pengantar Hukum Pajak Pertemuan KKE-4, Subjek dan Objek Pajak”, Dosen
Koordinator: Men Wih Widiatno.
https://lmsparalel.esaunggul.ac.id/pluginfile.php?file=%2F67507%2Fmod_resource%2Fcontent
%2F1%2F4_7224_KUM701_092018_pdf.pdf
3
3. Mempergunakan s/sfem sentralistik dan desentralistik pada viaktu otonomi
luas, nyata dan bertanggungjawan.
4. Menggunakan sistem sentralistik dan desentralistik pada waktu otonomi
seluas-luasnya.
Produk hukum yangberbentuk Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2002
Tentang Pajak Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, teiah memenuhi kriteria
produk hukum dalam sistem hukum pajak nasional, karena telah memenuhi
ketentuan formil dan materiil.
Menurut ketentuan formil, pembuatan Peraturan Daerah tersebut harus
melibatkan dua lembaga daerah (eksekutif dan legislatif), seperti yang diatur dalam
Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasai 69: maupun Undang Undang Nomor
32Tahun 2004, Pasal 25 C, jika diukur dengan ketentuan materiil, menunjukkan
bahwa Peraturan Daerah tersebut telah memenuhi ketentuan daiam Undang-Undang
Nornor 22 Tahun 1999, Pasal 70; Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, Pasai 2
ayat (1) dan (2), dan Pasal 4 ayat (3); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pasai
136 ayat (4); Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004, Pasal 12. Berdasarkan hal
tersebut, mengindikasikan bahwa sepanjang pengaturan bidang perpajakan daerah
tetap menggunakan sistem sentralistik, maka ketentuan formil dan materiil tetap
diberlakukan. Tetapi sebaiiknya, apabila pengaturan bidang perpajakan daerah
menggunakan sistem desentralistik, maka yang tetap diberlakukan hanya ketentuan
formil, sedang ketentuan materiil tidak diberlakukan lagi, sehingga pemuatan
Peraturan Daerah untuk rnengatur pemungutan pajak daerah tidak pehu lagi
mengacu pada pendapat tentang hirarki norma hukum.7
7
Mustaqiem, “Pengaturan Perpajakan Daerah Dalam Sistem Hukum Pajak Indonesia”, (2006): 111, diakses
pada 28 Oktober, 2023, https://journal.uii.ac.id/IUSTUM/article/download/4728/4164/7446
4
azas yang menjiwai setiap hukum pajak, diharapkan pemungutan pajak dapat
dilakukan secara baik dan tepat (proposional).8
E. Ruang Lingkup
Mencakup beberapa hal diantaranya hubungan antara pemerintah (fiscus)
selaku pemungut pajak dengan wajib pajak, hak dan kewajiban wajib pajak serta
objek pajak yang dikenakan pajak, tarif pajak yang harus dibayarkan oleh wajib
pajak, prosedur tentang tata cara pelaksanaan pemungutan pajak, pengajuan
keberatan dan banding, sanksi dan Tindakan hukum yang diberikan kepada wajib
pajak yang tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak, serta delapan
undang-undang yang menjadi dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia salah
satu diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang pengadilan
pajak, dan siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak, objek apa saja yang
menjadi objek pajak, kewajiban pajak terhadap pemerintah, timbul dan hapusnya
utang pajak, cara penagihan pajak, cara mengajukan keberatan dan banding serta
tanggung jawab perpajakan yang ada di pemerintah Indonesia.
Hukum pajak juga mengatur tentang aturan materiil dan aturan formiil yang
dikaji berdasarkan Undang-Undang Pajak sebagai bagian dari hukum positif. Aturan
materiil mengatur tentang hak dan kewajiban wajib pajak serta objek pajak yang
dikenakan pajak, sedangkan aturan formil mengatur tentang prosedur dan tata cara
pelaksanaan pemungutan pajak termasuk didalamnya adalah aturan tentang
pengajuan keberatan dan banding.
Dalam ruang lingkup hukum pajak, terdapat beberapa jenis pajak seperti
pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan serta pajak
lainnya. Setiap jenis pajak memiliki aturan dan ketentuan yang berbeda-beda dalam
pemungutannya. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang ruang lingkup
hukum pajak sangatlah penting bagi wajib pajak dan masyarakat umum.
8
Moch Iqbal, dan Khalimi, “Hukum Pajak Teori dan Praktik”, (Bandar Lampung: AURA, 2020), hal. 3
5
orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban wajib pajak yang
bersangkutan, misalnya pajak penghasilan (PPh).
2) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain untuk pihak ketiga. Pajak
tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau
perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi
penyerahan barang atau jasa, misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2. Menurut Sifat, pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1) Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan
keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan
keadaan subjeknya, misalnya Pajak Penghasilan (PPh).
2) Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan
objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa peristiwa
yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun
tempat tinggal, misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
3. Menurut Lembaga Pemungut, pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1) Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tanggan negara pada
umumnya, misalnya PPh, PPN, dan PPnBM.
2) Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik
daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak
kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
daerah masing-masing, misalnya Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak
Hotel, Pajak Restoran, Pajak Air Tanah, dan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan.9
2. Aturan Pajak
Berikut beberapa aturan dari hukum pajak mencakup beberapa hal, antara
lain:
1. Hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan wajib
pajak.
9
Yunita Sari Rioni dan Teuku Radhifan Syauqi, “Analisis Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam
Pembuatan NPWP UKM di Kebun Lada Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat”, vol. 1 no 2 (2020): 30-31.
https://jurnal.pancabudi.ac.id/index.php/jurnalperpajakan/article/download/805/763/
6
2. Hak dan kewajiban wajib pajak serta objek pajak yang dikenakan pajak.
3. Tarif pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak.
4. Prosedur dan tata cara pelaksanaan pemungutan pajak.
5. Pengajuan keberatan dan banding.
6. Sanksi dan tindakan hukum yang dapat diberikan kepada wajib pajak yang
tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak.
7. Delapan undang-undang yang menjadi dasar hukum pemungutan pajak di
Indonesia, diantaranya yaitu Undang-Undang No.13 Tahun 1985 tentang Bea
Materai, Undang-Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan
lain-lain.
8. Aturan materiil dan aturan formil. Aturan materiil mengatur tentang hak dan
kewajiban wajib pajak serta objek pajak yang dikenakan pajak, sedangkan
aturan formil mengatur tentang prosedur dan tata cara pelaksanaan
pemungutan pajak, termasuk di dalamnya adalah aturan tentang pengajuan
keberatan dan banding.
Hukum pajak juga mengatur tentang sanksi dan tindakan hukum yang dapat
diberikan kepada wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar
pajak. Selain itu, hukum pajak juga memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai acuan dalam menciptakan sistem pemungutan pajak yang
berlandaskan atas dasar keadilan, efisien, serta diatur sejelas-jelasnya dalam
undang-undang tentang hukum pajak itu sendiri.
2. Sebagai perlindungan hukum bagi wajib pajak dan memberikan insentif pajak
bagi sektor-sektor tertentu.
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya membayar pajak
dan memenuhi kewajiban perpajakan.
4. Menjaga kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dengan memberikan
sanksi dan tindakan hukum bagi wajib pajak yang tidak memenuhi
kewajibannya.10
10
Sekretariat Badan, “Hukum Pajak Materil da Formil”, 13 Mei 2013 (06:41 a.m), diakses pada 28 Oktober
2023. https://bppk.kemenkeu.go.id/sekretariat-badan/berita/hukum-pajak-materil-dan-formil-835995
7
DAFTAR PUSTAKA