Anda di halaman 1dari 17

TUGAS HUKUM PAJAK

PENGANTAR HUKUM PERPAJAKAN

Dosen

: Dr. Oyok Abuyamin Bin H. Abas Z, S.H., M.H., M.Si

Kelas

:A

Disusun oleh : Rayhan Ariandita Junarsa


NPM

: 2013200302

Fakultas Hukum
Universitas Katolik Parahyangan
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Dengan adanya tugas
penulisan makalah ini maka penulis mendapatkan hal-hal positif yang salah satunya
adalah mengetahui lebih lanjut mengenai PENGANTAR HUKUM PERPAJAKAN.
Penulis menyadari didalam pembuatan atau penyelesaian makalah ini tak terlepas dari
bantuan pihak-pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa
hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini, terutama kepada dosen pengajar yaitu Bapak Dr. Oyok Abuyamin Bin H.
Abas Z, S.H., M.H., M.Si yang telah berkenan mengajari dan membimbing kami para
mahasiswa/i.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna baik dari segi materi maupun cara penulisan. Namun dengan demikian
penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan serta sarana yang ada
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Semoga saja dengan
diselesaikannya makalah ini maka dapat bermanfaat bagi penulis dan seluruh pembaca.
Terima kasih.
Bandung, 20 Juni 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang

Rumusan Masalah

Tujuan Makalah

Manfaat Makalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Tinjauan Pustaka

BAB III PEMBAHASAN


Pembahasan dan Analisis

BAB IV PENUTUP
Penutup

16

Daftar Pustaka

18

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, pemungutan pajak di Indonesia harus berdasarkan Undang-Undang, tidak
boleh dilakukan dengan sewenangwenang. Dasar pemungutan pajak ditetapkan dalam
Pasal 23 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1946 yang berbunyi .Segala Pajak untuk
keperluan negara berdasarkan Undang-Undang.
Alinea keenam memori penjelasan menyatakan bahwa .Oleh karena penetapan
belanja mengenai hak Rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan
yang menempatkan beban kepada Rakyat, sebagai pajak dan lain-lainnya, harus
ditetapkan dengan Undang-Undang yaitu dengan persetujuan DPR. Tanggung jawab atas
kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan
berada pada masyarakat wajib pajak sendiri. Pemungutan pajak merupakan perwujudan
dari pengabdian kewajiban dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan
negara dan pembangunan nasional.
Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan tersebut, sudah sepantasnya apabila
masyarakat dan aparat perpajakan mengerti peraturan perundang-undangan perpajakan,
sehingga masyarakat Wajib Pajak mengerti dan sadar serta patuh melaksanakan
kewajiban perpajakannya, aparat pajak mampu membina, meneliti dan mengawasi
pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Aparatur pajak sebagai pembina, peneliti dan pengawas dan penerap sanksi perpajakan
dituntut lebih mengerti dan memahami serta menguasai Hukum Pajak, agar dalam
pelaksanaan tugasnya berjalan dengan baik, menjamin kepastian hukum kepada para
Wajib Pajak.

B. Rumusan Masalah

Apa yang di maksud dengan hukum perpajakan?

Apa saja asas-asas hukum perpajakan?

Apa dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia?

Bagaimana cara menghitung pajak penghasilan?

C. Tujuan Makalah

Untuk mengetahui tentang hukum perpajakan.


Untuk mengetahui asas-asas hukum perpajakan.
Untuk mengetahui dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia.
Untuk mengetahui cara penghitungan pajak penghasilan.

D. Manfaat Makalah
Dapat memahami dengan jelas mengenai hukum perpajakan, apa saja asas-asas
hukum perpajakan, bagaimana

dasar hukum pemungutan paja di Indonesia dan

bagaimana cara menghitungan pajak penghasilan di indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata
cara perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat
timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
Pajak merupakan pungutan paksa yang dilakukan oleh pemerintah terhadap wajib
pajak. Pajak merupakan iuran wajib kepada negara berdasarkan undang-undang dengan
tidak mendapat balas jasa kembali secara langsung. Kenapa pajak merupakan pungutan
wajib atau pungutan paksa, dan apabila wajib pajak tidak membayar pajak maka akan
mendapatkan sanksi pidana?. Hal tersebut dikarenakan kelangsungan hidup negara
memerlukan biaya, biaya yang sangat besar. Biaya hidup negara diantaranya adalah untuk
kelangsungan alat-alat negara, lembaga negara dan gaji pegawai negeri yang semuanya
itu harus dibiayai dari penghasilan negara. Sedangkan penghasilan negara berasal dari
masyarakat melalui pungutan pajak dan/atau hasil kekayaan alam yang terkandung di
dalam negara. Penghasilan tersebut untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya
juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan rakyat, pendidikan dan
kesejahteraan rakyat. Jadi nyata disini bahwa kepentingan masyarakat dibiayai dengan
pajak.
Adapun yang dimaksud Hukum Pajak adalah himpunan peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antara pemerintah dan wajib-wajib pajak dan antara lain mengatur
siapa-siapa dalam hal apa dikenakan pajak (obyek pajak), timbulnya kewajiban pajak,
cara pemungutannya dan cara penagihannya. Dalam Pasal 23 UUD 45 ditegaskan bahwa
segala pemungutan pajak untuk keperluan negara harus ditetapkan dengan undangundang, artinya pajak dipungut oleh pemerintah terhadap wajib pajak berdasarkan
hukum. Jadi pajak tidak boleh dipungut atau dikenakan secara sewenang-wenang oleh
pemerintah terhadap subyek pajak.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Hukum Perpajakan
Hukum pajak, yang disebut juga hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peratiranperaturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang
dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara, sehingga ia
merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan antara
negara dengan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar
pajak (selanjutnya sering disebut wajib pajak). (R. Santoso Brotodihardho, 1993:1).
Hukum pajak ialah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara
pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan kata
lain, hukum pajak menerangkan: siapa-siapa pemerintah, hak-hak pemerintah, obyekobyek apa yang dikenakan pajak, timbul dan hapusnya hutang pajak, cara penagihan,
cara mengajuka keberatan-keberatan dan sebagainya. (Rochmat Soemitro,1979:2425)
Kedudukan hukum pajak diatur dalam hukum publik yakni mengatur hubunganhubungan pemerintah dengan rakyat. Hukum pajak dibedakan atas hukum pajak
materil dan hukum pajak formil, yakni:
1)

Hukum materil memuat ketentuan-ketentuan tentang siapa yang dikenakan

pajak, dan siapa-siapa yang dikecualikan dengan pajak dan berapa harus membayar.
2)

Hukum formil, memuat ketentuan-ketentuan bagaimana mewujudkan hukum

pajak materil menjadi kenyataan. Hukum formil memuat tata cara penyelenggaraan
dan ketetapan utang pajak, wewenang fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap
para WP mengenai perbuatan, kewajiban membayar bayar, penagihan pajak, dan
prosedur mengajukan keberatan atau banding.
Selain itu hukum pajak juga memuat hubungan-hubungan dengan hukum lainnya
yakni hukum pidana dan hukum perdata. Hubungan hukum perdata dengan hukm
7

pajak yakni mengatur hubungan antar orang-orang pribadi. Hukum pajak mencari
dasar kemungkinan pemugnutannya atas kejadian-kejadian atau perbuatan-perbuatan
hukum yang bergerak di lingkungan hukum perdata, seperti pendapatan, kekayaan,
perjanjian, penyerahan dan pemindahan hak warisan. Pengaruh hukum pajak terhadap
hukum perdata sangat besar. Melainkan suatu ajaran disuatu hukum yang
menyatakan bahwa lex specialis derogate lex generale, yaitu hukum yang khusus
menyimpangkan hukum yang umum. (Santoso Brotodihardjo, 1993:11-12).
Sedangkan hubungan hukum pajak dengan hukum pidana merupakan bagian dari
hukum publik. Hukum pidana mengatur hukum antara pemerintah dengan
masyarakatnya sehubungan dengan masalah tindak pidana. Ketentuan pidana dan
penyidikan dalam UU Perpajakn yang hubungannya diatur oleh ketetuan KUHP pasal
38, 39, 39a, dan 44 UU. No.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.

B. Asas-asas hukum perpajakan.


Menurut Rochmat Soemitro (1991:v-vi) Asas-Asas Hukum Perpajakn terdiri dari:

Asas sesuai dengan konsepsi negara


Asas sesuai falsafah (pancasila)
Asas keadilan
Asas daya pikul
Asas yuridis
Asas yuridis
Asas ekonomi
Asas pemungutan yang tepat
Asas kesesuaian dengan tujuan
Asas efisiensi atau finansial
Asas non-diskriminasi
Asas non-opportunitas
Asas non analogi
Asas-asas dalam peradilan pajak
Asas kebebasan mencari keadilan
Asas-asas dalam peradilan pajak
Asas kebebasan mencari keadilan
Asas kesamaan diatas pengadilan
8

Asas perlindungan para pihak


Asas netralitas
Asas masalah bersifat hukuk
Asas kekluargaan dan gotong royong dalam pemutusan sengketa
Asas obyeksitas penilaian
Asas keterbukaan untuk umum (open baarheid)
Asas mengikat para pihak
Asas beban bukti
Asas motivasi atau beralasan putusan
Asas patuh putusan
Asas opportunitas atau non-opportunitas
Asas naik banding
Asas penerapan ordonasnsi kepatuhan (billijkheids Ordonnantie)
Asas arbitrase
Asas ne bis in idem
Asas kepstian hukum
Asas tertib hukum
Asas legalitas
Asas pengedalian
Asas tanggung jawab, kejujuran, kepercayaan
Asas daluwarsa
Asas pengendalian
Asas tanggung jawab
Asas hirarki, kejenjangan
Asas jaminan, asas rahasia jabatan
Asas konsitensi, saliung menghargai
Asas etika perpajakan
Asas kerakyatan atau asas demokrasi

C. Dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia


Dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia yakni Pasal 23 A UUD 1945: Pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undangundang. Pasal 23 A UUD 1945 merupakan sumber hukum formal dari pajak, tetapi
sebenarnya dalam ketentuan itu tersirat falsafah pajak yang lebih mendalam. Pajak
peralihan kekayaan tersebut tidak dikatakan sebagai perampokan, maka diisyaratkan
bahwa pajak, sebelum diberlakukan harus mendapat persetujuan daru rakyat terlebih
dahulu. DPR anggotanya dipilih oleh rakyat, sehingga DPR menyetujui RUU tentang

pajak menjadi UU hak itu berarti pungutan pajak sudah disetujui oleh rakyat. (Rochmat
Soemitro, 1990:8).
Akan tetapi terjadi reformasi (pembaharuan) dasar hukum pemungutan pajak di
Indonesia pada tahun 1983, yajini dasar hukumnya adalah:

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP), sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 tahun 2007,
UU No. 16 tahun 2009 tebtang penetapan peraturan pemerintah pegganti UU No. 5
tahun 2008, tentang perubahan keempat atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP

menjadi UU.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh 1984),

sebagaimana telah diubah dengan UU No. 36 tahun 2008.


Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN 1984), sebagaimana telah

diubah dengan UU No. 42 tahun 2009.


Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi (UU PBB) dan Bangunan.
Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (UU BM).
Undang-undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea perolehan atas hak tanah dan

bangunan (BPHTB), sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 tahun 2000.


Undang-undang No. 18 Tahun 1987 tentang pajak daerah dan retribusi daerah

(PDRD), sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 tahun 2000.


Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah

(PDRD).
Undang-undang No. 19 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah

(PDRD).
Undang-undang No. 28 Tahun 1997 tentang penagihan pajan dengan surat paksa

(PPSP), sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 tahun 2000.


Undang-undang No. 14 Tahun 2002 tentang pengadilan pajak.

D. Cara penghitungan pajak penghasilan.


Dasar hukum Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(UU PPh 1984), sebagaimana telah diubah dengan UU No. 36 tahun 2008 tentang

10

perubahan keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak


Penghasilan (dalam uraian selanjutnya disingkat UU PPh).

Berikut adalah cara

penghitungan pajak penghasil berdasarkan UU No. 36

tahun2008 ialah:
1. Tarif Pajak Penghasilan WP Orang Pribadi

Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi: wajib pajak orang
pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan penghasilan kena pajak

Tarif pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima 5% (lima persen)


puluh juta rupiah)
Diatas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta 15% (lima belas persen)
rupiah) sampai dengan Rp. 250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah)
Diatas Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima 25% (dua puluh lima persen)
puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Diatas Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta 30% (tiga puluh persen)
rupiah)
Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk wajib pajak orang pribadi:
Jumlah penghasilan kena pajak Rp. 600.000.000,00
Pajak penghasilan yang terutang:
5% x Rp. 50.000.000,00

= Rp. 2.500.000,00

10% x Rp. 200.000.000,00

= Rp. 30.000.000,00

25% x Rp. 250.000.000,00

= Rp. 62.500.000,00

11

30 % x Rp. 100.000.000,00

= Rp. 30.000.000,00 +
Rp. 125.000.000,00

(Pasal 17 (1) huruf a UU No. 36 tahun 2008 dan penjelasannya)

Tarif PPh WP orang pribadi dapat dirubah dengan peraturan pemerintah. Tarif
tertinggi sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 (1) huruf a UU PPh dapat di

turunkan paling rendah 25%


Tarif PPh WP orang pribadi atas penghasilan dividen. Paling tinggi 10% dan

bersifat final (Pasal 17 (2C) UU No. 36 tahun 2008)


Lapisan penghasilan kena pajak dapat diubah. Besarnya lapisan penghasilan kena
pajak sebagimana di maksud ayat (1) huruf a dapat diubah dengan keputusan
mentri keuangan (Pasal 17 (3) UU No. 36 tahun 2008)

2. Tarif pajak Penghasilan WP Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap.

Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 28%
Tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal Pasal 17 (1) huruf b UU PPh menjadi
25% yang mulai berlaku pada sejak tahun 2010, (Pasal 17 (2a) UU No. 36 tahun

2008)
Tarif PPh WP Badan Dalam Negeri yang berbentuk perseroan terbuka dapat
memperoleh tarif 5% lebih rendah wajib pajak Badan Dalam Negeri yang
berbentuk perseroan terbuka

yang paling sedikit 40% dari keseluruhan saham

yang disetor di Bursa Efek Indonesia sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah
Pasal 17 (2b) UU No. 36 tahun 2008.
3. Penghasilan Kena Pajak Dibulatkan Ke Bawah Dalam Ribuan Rupiah Penuh.
Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
jumlah penghasilan kena dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh. Contoh:
Penghasilan kena pajak sebesar Rp. 5.050.900,00 dibulatkan menjadi Rp. 5.050.000,00.
Pajak Penghasilan Terutang Dalam Bagian Tahun Pajak

Besarnya pajak yang terutang bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang

12

terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dalam Pasal 16 ayat (4)
dihitung sebanyak jumlah dari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi tahun
pajak dibagi 360 dikalikan dengan pajak yang terutang 1 tahun pajak (Pasal 17 (6)

UU No. 36 tahun 2008).


Untuk keperluan penghitungan pajak sebagimana dimaksud pada ayat (5) tersebut
diatas., tiap bulan yang di hitung 30 hari (Pasal 17 (6) UU No. 36 tahun 2008).
Contoh penjelasan Pasal 17 (6) UU No. 36 tahun 2008 sebagai berikut:
Penghasilan kena pajak setahun (dihitung sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16
ayat (4): Rp. 584.160.000,00
5% x Rp. 50.000.000,00

= Rp. 2.500.000,00

10% x Rp. 200.000.000,00

= Rp. 30.000.000,00

25% x Rp. 250.000.000,00

= Rp. 62.500.000,00

30 % x Rp. 100.000.000,00

= Rp. 25.248.000,00 +
Rp. 120.248.000,00

Pajak pengasilan yang terutang dalam bagiantahun pajak (3 bulan)


(( 3 x 30) : 360) x Rp. 120.248.000,00 = Rp. 30.062.000,00
4. Tarif Tersendiri Untuk Pajak Penghasilan Yang Bersifat Final

Tidak melebihi tarif pajak tertinggi Pasal 17 (1) UU PPh, Dengan peraturan
pemenrintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak melebihi tarik pajak tertinggi

sebagaimana tersebut pada Pasal 17 ayat (1) UU PPh.


Memberi wewenang kepada pemerintah. Ketentuan pada ayat ini memberi
wewenang kepada pemerintah untuk menentukan tarif pajak tersendiri yang dapat
bersifat final atas jenis penghasilan tertentu sebagimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2), sepanjang tidak lebih tinggu dari tarif pajak tertinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

13

Kesederhaan, keadilan, dan pemerataan dalam pengenaan pajak. Penentuan tarif


pajak tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan kesederhaan, keadilan, dan
pemerataan dalam pengenaan pajak. (Pasal 17 (7) UU No. 36 tahun 2008 dan
penjelasannya).

E.Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan


Wewenang mentri keuangan untuk mengeluarkan keputusan mengenai besarnya
perbandingan anatar utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan

pajak berdasarkan UU ini.


Dapat dibenarkan untuk keperluan penghitungan pajak. UU ini memberi
wewenang kepada mentri keuangan unutk memberi keputusa tentang besarnya
perbandingan antara utang dan modal perusahaan yang dapat dibenarkan untuk

keperluan penghitungan pajak.


Perbandingan antara utang dan modal (Debt to Equity Ratio).
Melebihi batas-batas kewajaran tidak sehat
Modal terselubung. Dengan demikian, untuk penghitungan Penghasilan Kena

Pajak Undang-Undang ini menentukan adanya modal terselubung.


Pengertian kewajaran dan kelaziman usaha.

5. Penetapan Saat Diperolehnya Dividen


Mentri Keuangan berwenang mentapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib
Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan
usaha yang menjual sahamnya di bursa efek dengan ketentuan sebagai berikut:
Penyertaan paling rendah 50% dari saham yang di setor
Secara bersama-sama dengan Wajib pajak dalam negeri lainnya memiliki
penyertaan modal paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor.

BAB IV
PENUTUP
Dari penjelasan yang ditelah disampaikan oleh makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
14

Hukum pajak, yang disebut juga hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peratiranperaturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan
seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara,
sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubunganhubungan antara negara dengan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang
berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut wajib pajak). (R.

Santoso Brotodihardho, 1993:1).


Menurut Rochmat Soemitro (1991:v-vi) Asas-Asas Hukum Perpajakan terdiri
dari: Asas sesuai dengan konsepsi Negara, Asas sesuai falsafah (pancasila), Asas
keadilan, Asas daya pikul, Asas yuridis, Asas ekonomi, Asas pemungutan yang
tepat, Asas kesesuaian dengan tujuan, Asas efisiensi atau finansial, Asas efisiensi
atau finansial, Asas non-diskriminasi, Asas non-opportunitas, Asas non analogi,
Asas-asas dalam peradilan pajak, Asas kebebasan mencari keadilan, Asas-asas
dalam peradilan pajak, Asas kebebasan mencari keadilan, Asas kesamaan diatas
pengadilan, Asas perlindungan para pihak, Asas netralitas, Asas masalah bersifat
hukum, Asas kekeluargaan dan gotong royong dalam pemutusan sengketa, Asas
obyeksitas penilaian, Asas keterbukaan untuk umum (open baarheid, Asas
mengikat para pihak, Asas beban bukti, Asas motivasi atau beralasan putusan,

Asas patuh putusan,


Dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia yakni Pasal 23 A UUD 1945: Pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang. Pasal 23 A UUD 1945 merupakan sumber hukum formal dari
pajak, tetapi sebenarnya dalam ketentuan itu tersirat falsafah pajak yang lebih
mendalam

Dasar hukum penghitungan pajak penhasilan diatur dalam Undang-undang


Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh 1984), sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (dalam uraian
selanjutnya disingkat UU PPh).

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Soemitro, Rochmat. 1892. Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung: Eresco
2. Soemitro, Rochmat. 1991
3. Soemitro, Rochmat. 2004. Perpajakan Teori dan Kasus. Bandung:Eresco

16

4. Dr. Oyok Abuyamin Bin H Abas Z, Dasar-Dasar Perpajakan, (Bandung : Mega


Rancage Press, 2015).

17

Anda mungkin juga menyukai