Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

Subjek dan Objek Pajak , Tarif Pajak

DOSEN
PENGAJAR
Muhammad
Nordiansyah SE,
M.Ak,Ak, CA

DI SUSUN OLEH
Abdullah Fahmy
(220031131002 2)
Haikal Hendi Ramadhan
(2200311310060)
Muhammad Syamsudin Noor (2200311310036)

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
D3 AKUNTANSI
2022

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap
bisa menikmati indahnya alam cipataan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah
kita curahkan kepada baginda Habibillah Muhammad Saw yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang
sempurna dengan bahasa yang sangat indah.

Penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah


menyelesaikan makalah yang kami berjudul Subjek dan Objek pajak, Tarif
pajak sebagai tugas mata uliah Perpajakan I. Dalam makalah ini kami
mencoba untuk menjelaskan tentang apa itu Subjek dan Objek pajak serta
tentang Tarif pajak

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang


telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Dan Kami
memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan
saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya- karya kami dilain
waktu.

Banjarmasin, September 2021

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II ISI.................................................................................................................

2.1 Subjek Pajak.........................................................................................................

2.2 Objek Pajak..........................................................................................................

2.3 Tarif Pajak...........................................................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................

3.2 Saran.....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebelum ditetapkan sebagai wajib pajak, setiap pihak harus memenuhi


persyaratan sebagai subyek pajak terlebih dahulu. Untuk setiap jenis pajak,
terdapat perbedaan mengenai pengertian subyek pajak dan siapa saja pihak
yang termasuk subyek pajak karena didalam Ketentuan Umum Tata Cara
Perpajakan (KUP) tidak dijelaskan mengenai subyek pajak. Setelah
ditentukan subyek pajaknya, maka kita melihat obyek pajak. Apakah subyek
pajak tersebut patut atau tidak untuk dikenakan pajak.

Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan yang disebut subyek pajak


dalam hal ini adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk
memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak
penghasilan. Secara garis besar, subyek PPN diantaranya, Pengusaha Kena
Pajak (PKP), Pengusaha Kecil, Badan-badan tertentu, yaitu PERTAMINA.
Yang menjadi subyek pajak PBB adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi,
dan/atau memiliki, menguasai, dan/ atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Yang menjadi subyek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan/bangunan. Bea Meterai terutang oleh pihak
yang memperoleh atau menerima manfaat dari dokumen, kecuali pihak-
pihak yang bersangkutan menentukan lain.

Menurut Undang-undang yang menjadi objek pajak penghasilan adalah


penghasilan yaitu setiap Tambahan Kemampuan Ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
2
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun. Yang menjadi obyek PBB adalah bumi dan bangunan.

Demikian juga pengertian subjek dan objek pajak pada beberapa jenis pajak
lainnya. Dimana pengertian subjek dan objek pajak tergantung pajak apa
yang dimaksud. Di dalam makalah ini akan dibahas lebih mendetail
mengenai subjek dan objek pajak untuk beberapa jenis pajak.

Pemungutan pajak tidak terlepas dari unsur keadilan. Keadilan disini dapat
diartikan dalam prinsip (undang-undang), maupun adil dalam pelaksaannya
sehingga dapat menciptakan keseimbangan sosial untuk kesejahteraan
masyarakat. Salah satu unsur dalam mencapai keadilan melalui penetapan
tarif pajak, yaitu dengan memberikan tekanan yang sama kepada wajib pajak.
Tarif pajak adalah besarnya nilai yang digunakan untuk menentukan pajak
terutang yang harus dibayar wajib pajak kepada pemerintah sesuai dengan
undang-undang yang berlaku.

Dalam pengenaan tarif pajak, dinyatakan dalam presentase. Persentase


pengenaan tarif pajak tersebut ada yang tetap dan ada juga yang berubah
sesuai dengan jenis pajak yang harus dibayar wajib pajak. Dalam pengenaan
tarif pajak, dikenal juga pajak terutang yaitu pajak yang harus dibayar oleh
wajib pajak.

Wajib pajak melunasi pajak berdasarkan pajak yang terutang dan


berdasarkan undang-undang yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar asas
keadilan terwujud. Makalah ini membahas macam-macam tarif pajak dan
waktu saat-saat terutangnya pajak sehingga lebih jelas bagi wajib pajak untuk
membayar pajak.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yaitu :

3
1. Apa yang di maksud dengan subjek pajak?

2. Apa itu Objek pajak?

3. Apa saja Tarif pajak?

1.3 Tujuan

1. Agar mengetahui maksud subjek dan bagian bagian subjek pajak.

2. Agar mengetahui apa saja yang ada di objek pajak.

3. Mengetahui apa saja tarif pajak

4
BAB II
ISI

2.1 Subjek Pajak


2.1.1 Pengertian Subjek Pajak

Subjek pajak merupakan orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah
memenuhi syarat-syarat subjektif, yakni bertempat tinggal atau
berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru jadi wajib pajak apabila
telah memenuhi syarat-syarat obyektif. Subjek pajak tidak identik dengan
subjek hukum, oleh karena itu untuk menjadi subjek pajak tidak perlu
menjadi subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang
belum terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak.
Demikian juga orang gila, anak yang masih di bawah umur dapat
menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu ditunjuk orang
atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-
kewajibannya.

2.1.2 Subjek Pajak Menurut Undang-Undang PPh

Dari segi ekonomi penghasilan pada umumnya timbul karena ada


tindakan ekonomi. Namun, dari segi undang-undang PPh memiliki arti
yang lebih luas. Yang disebut subyek pajak dalam hal ini ialah segala
sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan
menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Menurut pasal 2
Undang-undang PPh No. 36 tahun 2008, merupakan perubahan ke empat
dari Undang-undang PPh No. 7 tahun 1983, yang menjadi subyek pajak
adalah:

1. Orang pribadi

Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat


tinggal di indonesia maupun luar indonesia.

5
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak Dalam hal ini warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka
yang berhak yaitu ahli waris.
3. Badan

Badan yang sebagai objek pajak meliputi badan usaha ataupun non
usaha. badan sebagai subjek tidak semata mata yang bergerak dalam
usaha mencari keuntungan namun juga bergerak di bidang
social,kemasyarakatan dan sebagainya, sepanjang pendiriannya
dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang. Badan
sebagai subjek pajak yakni: Perseroan terbatas, perseroan
komanditer, BUMN atau BUMD dengan nama dan bentuk apapun,
persekutuan, perseroan atau perkumpulan, firma, kongsi,
perkumpulan koperasi, Yayasan, Lembaga, dana pension,bentuk
usaha tetap dan bentuk usaha lainnya.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan usaha di Indonesia, dapat berupa:

a. Tempat kedudukan manajemen

b. Cabang perusahaan

c. Kantor perwakilan

d. GedungKantor

e. Pabrik

f. Bengkel

g. Gudang
6
h. Ruang untuk promosi dan penjualan

i. Pertambangan dan penggalian sumber alam

j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi

k. Perikanan, peternakan, perkebunan, atau kehutanan

l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan

m. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang
lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12
bulan
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas

o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan


dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima
premi asuransi atau menanggungresikodi Indonesia
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik
untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

2.1.3 Jenis Subjek Pajak

Dalam undang – undang Pph, subjek pajak Pph terdiri dari 2 jenis dan
dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Subjek pajak dalam negeri

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi


yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,

7
kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi
kreteria :
 Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang- undangan
 Pembiayaanya bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
 Penerimaanya di masukkan dalam anggaran pemerintah
pusat atau daerah
 Pembukuannya diperiksa oleh apparat pengawasan fungsional
negara

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan


yang berhak.
2. Subjek pajak luar negeri

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang


pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan

dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan


usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak Dalam Negeri


dan Wajib Pajak Luar Negeri terletak dalam pemenuhan
8
kewajiban pajaknya, antara lain :
a. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik
yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak
hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia.
b. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan
neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri
dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak
sepadan.
c. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk
menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak,
sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib memberitahukan
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban
pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

2.1.4 Yang tidak termasuk subjek pajak

Sedangkan yang tidak termasuk subjek pajak adalah :

a. Kantor perwakilan Negara asing

b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau


pejabat- pejabat lain dari Negara asing dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama-sama mereka denga syarat bukan warga
Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya
tersebut serta Negara bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik
c. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat :

 Indonesia menjasi anggota organisasi tersebut


9
 Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota.

2.1.5 Saat Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Pajak Subjektif

1. Dimulainya Subjek Pajak

a. Subjek pajak orang pribadi

 Bagi Subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di


Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai
pada saat lahir di Indonesia
 Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia
dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia,
maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai sejak saat
orang tersebut berada di Indonesia
 Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban
pajak subjektifnya akan dimulai pada saat orang pribadi
tersebut menjalankan usahanya di Indonesia.
 Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban
pajak subjektifnya akan dimulai pada saat orang pribadi
tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia.
b. Subjek pajak badan

10
 Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya
akan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia
 Bagi subjek pajak badan yang tidak didirikan atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia,
maka kewajiban pajak subjektifnya mulai pada saat badan
tersebut menerima atau memperoleh penghasilan di
Indonesia.
c. Subjek pajak warisan yang belum terbagi

Untuk warisan yang belum terbagi, maka kewajiban pajak


subjektifnya dimulai pada saat timbulnya warisan, yaitu pada saat
pewaris meninggal dunia. Warisan yang belum terbagi baru
menjadi wajib pajak apabila warisan tersebut mengeluarkan
penghasilan. Mengenai siapa yang bertanggungjawab atas
pajak penghasilan warisan yang belum terbagi tersebut,
undang-undang tidak menentukan.
Menurut Rachmat Soemitro, yang bertanggung jawab adalah :

 Pelaksana warisan (executor testamenter)

 Salah seorang ahli waris (yang tidak menolak warisan)

 Semua ahli waris dari orang-orang lain yang mendapat


bagian dari warisan itu, bertanggung jawab secara renteng
atas pajak penghasilan.

2. Berakhirnya kewajiban subjek pajak

a. Subjek pajak orang pribadi

 Bagi subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di


11
Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada
saat ia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk
selama- lamanya

Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia lebih


dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi
yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, maka
kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat orang
tersebut tidak lagi menjalankan usaha atau tidak melakukan
kegiatan di Indonesia
 Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak
subjektifnya berakhir pada saat orang tersebut tidak lagi
menjalankan usahanya di Indonesia
 Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak
subjektifnya berakhir pada saat orang tersebut tidak lagi
menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
b. Subjek pajak badan

 Bagi subjek pajak danan yang didirikan atau bertempat


kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak
subjektifnya berakhir pada saat badan tersebut
dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di
Indonesia
 Bagi subjek badan yang tidak didirikan atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di

12
Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir
pada saaat badan tersebut tidak lagi menerima atau
memperoleh penghasilan di Indonesia.
c. Subjek pajak warisan yang belum terbagi
 Untuk warisan yang belum terbagi kewajiban pajak
subjektifnya berakhir pada saat warisan tersebut selesai
dibagikan kepada para ahli warisnya masing-masing, dan
sejak

saat itu pula beralih pemenuhan kewajiban pajaknya kepada


para ahli warisnya.

 Subjek Pajak PPh pasal 21


Subyek PPh 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong oleh:
a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan
dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan oeh pegawai atau bukan pegawai
b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium
tunjangan dan pembayara lain sehubungan dengan pekerjaan,
jasa atau kegiatan
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pension
dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas
e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan
dengan pelaksanan suatu kegiatan

 Subyek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang


Mewah (PPN- PPnBM)

a. Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

13
Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha
Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak
(JKP).
b. Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang


menghasilkan BKP yang tergolong mewah dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor
barang yang tergolong mewah.

 Subyek Pajak Bumi dan Bangunan


Subyek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai hak atas bumi dan/atau, memperoleh manfaat atas bumi
dan /atau, memiliki atau menguasai bangunan; dan/atau memperoleh
manfaat atas bangunan.

Subyek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan


Subyek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

2.2 Objek Pajak

2.2.1. Pengertian Objek Pajak


Objek Pajak adalah Suatu transaksi (Biasanya sumber pendapatan)
Yang menurut peraturan Perpajakan tergolong sebagai transaksi yang harus
dikenai pajak Mengenai apa yang dapat dijadikan objek pajak banyak
sekali macamnya. Pada prinsipnya segala sesuatu yang ada dalam
masyarakat dapat dijadikan sasaran atau objek pajak, baik keadaan,
perbuatan, maupun peristiwa .Misalnya :

a. Keadaan : kekayaan seseorang pada saat tertentu; memiliki


kendaraan bermotor, radio, televise.
b. Perbuatan : melakukan penyerahan barang karena perjanjian,

14
mendirikan rumah atau gedung.
c. Peristiwa : kematian, keuntungan yang diperoleh secara mendadak.
2.2.2. Macam – macam Objek Pajak

1. Objek Pajak Penghasilan (PPh)

Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri. Penghasilan sebagai objek


pajak PPh diartikan secara luas yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib
pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut ketentuan UU No.7 Tahun 1983 yang telah diperbaharui
oleh UU No.36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang termasuk dalam
penghasilan adalah :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang ini,

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan,

c. Laba usaha,

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta,

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan


sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak,
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
daari asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi,
h. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak,

15
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala,

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan


jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah,
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing,

m. Karena penilaian kembali aktiva,

n. Premi asuransi,

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari


anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas,
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak,
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah,

r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang


yang mengtur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan,
s. Surplus Bank Indonesia.

2. Objek pajak PPN (Pajak pertambahan nilai)

Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun 1984


sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000
adalah :
a. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang
dilakukan oleh pengusaha dengan syarat :

 Barang berwujud atau tidak berwujud yang


diserahkan merupakan barang kena pajak
 Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean

 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha

16
atau pekerjaannya.
b. Impor barang kena pajak

c. Penyeraan barang kena pajak yang dilakuka di dalam daerah


pabean oleh pengusaha dalam syarat :
 Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak

 Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah pabean

 Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha


atau pekerjaannya.
d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak brwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.
f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

g. Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984


sebagaimana telaha diuah terakhir dengan UU No. 18 tahun
2000 yaitu, kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak
di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, oleh orang
pribadi atau badan, baik yang hasilnya akan digunakan sendiri
atau pihak lain.
h. Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang
sebagaimana telah diubah terakhir degan UU No. 18 tahun
2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang
PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

3. Objek pajak PPn-BM (Pajak Penjualan atas barang mewah)

Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah


diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yang termasuk objek PPn
BM adalah

17
a. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang
dilakukan oleh penguasaha yang mengasilkan barang kena
pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.
4. Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak


adalah bumi dan/atau bangunan. Pengertian bumi disini adalah
permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman,
serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di
bawahnya. Sementara itu, bangunan adalah konstruksi teknik yang
ditananm atau dilekatkan secara tetap pada tansh atau perairan.
Termasuk dalam bangunan yang dapat dikenakan pajak adala
: Bangunan tempat tinggal (rumah), gedung kantor, hotel, pabrik,
jalan lingkungan pabrik dan emplasemennya, kolam renang,
tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, juga pipa
minyak, fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi


dan Bangunan adalah objek pajak yang :
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, social, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan
nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa,
dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik
18
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh Menteri Keuangan
5. Objek pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah


dan atau bangunan, yang meliputi :
a. Pemindahan hak karena : Jual beli, tukar menukar, hibah, hibah
wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum
lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,
penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim
yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha,
peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah.
b. Pemberian hak baru karena : kelanjutan pelepasan hak dan di
luar pelepasan hak.
Adapun yang dimaksud hak atas tanah diantaranya adalah : hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan,hak pakai, hak milik
atas satuan rumah susun, hak pengelolaan.
6. Objek pajak Bea Materai

Dokumen yang dikenakan bea materai adalah :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan


tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan,kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya

c. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah


termasuk rangkap-rangkapnya
d. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu :

 Yang menyebutkan penerimaan uang

 Yang menyarankan pembukuan uang atau penyimpanan uang


dalam rekening bank
 Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
19
 Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau
sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan,
e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek,

f. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di


muka pengadilan, yaitu surat-surat biasa dan surat-surat
kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak
dikenakan bea materai berdasarkan tujuannnya jika digunakan
untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari
maksud semula.

Sedangkan yang tidak dikenakan Bea Materai adalah dokumen yang


berupa:

a. Surat penyimpanan barang

b. Konosemen

c. Surat angkutan penumpang dan barang

d. Keterangan pemindahan

e. Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang

f. Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengiriman

g. Segala bentuk ijazah

h. Tanda terima gaji, uang tunggu, pension, uang tunjangan,


dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan
hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran tersebut.

2.2.3. Yang Bukan termasuk Objek Pajak

Berdasarkan pasal 4 ayat (3) Undang – undang Pph,


penghasilan yang tidak termasuk objek pajak adalah :

20
1. Bantuan atau sumbangan, harta hibah yang diterima oleh
keluarga sedarah dalam garis keturunan sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
2. Warisan

3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai


pengganti saham atau penyertaan modal tunai.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diproleh dalam bentuk natura atau kenikmatan
wajib pajak atau pemerintah.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi keehatan, kecelakaan, jiwa,
dwiguna dan beasiswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau
organisasi sejenis, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan
8. Bagian laba yang diperoleh anggota perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham – saham, persekutuan,
perkumpulan, firma dan kongsi.
9. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana.

10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal


ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatannya di indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan kecil, menengah atau
21
menjalankan kegiatan dalam sektor usaha yang ditetapkan
menteri keuangan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek Jakarta.

2.3 Tarif Pajak

Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang
menjadi tanggung jawab wajib pajak. Biasanya tarif pajak berupa persentase
yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Ada berbagai jenis tarif pajak dan
setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif pajak yang berbeda-beda. Dasar
pengenaan pajak merupakan nilai dalam bentuk uang yang dijadikan dasar
untuk menghitung pajak terutang.

Secara struktural, tarif pajak dibagi menjadi 4 jenis, antara lain:

 Tarif Progresif (a progressive tax rate).

 Tarif Degresif (a degressive tax rate).

 Tarif Proporsional (a proportional tax rate).

 Tarif Tetap/regresif (a fixed tax rate).

2.3.1 Tarif Progresif

Tarif pajak progresif merupakan tarif pungutan pajak yang mana


persentase akan naik sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya.Di
Indonesia itu sendiri, tarif pajak progresif ini diterapkan untuk pajak
penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi, seperti:

 Lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai Rp50 juta, tarif pajaknya
5%.

 Lapisan PKP lebih dari Rp50 – Rp250 juta, tarif pajaknya 15%.

 Lapisan PKP lebih dari Rp250 -Rp500 juta, tarif pajakya 25%.

22
 Lapisan PKP di atas Rp500 juta, tarif pajaknya 30%.

2.3.2 Tarif Degresif

Tarif degresif ini kebalikan dari tarif progresif. Artinya, tarif pajak ini
merupakan tarif pajak yang persentasenya akan lebih kecil dari jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajak tinggi. Atau, persentase tarif pajak
akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.

Jadi, jika persentasenya semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut
mengecil. Melainkan bisa jadi lebih sar karena jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajaknya semakin besar.

2.3.2 Tarif Proporsional

Tarif proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski


terjadi perubahan terhadap dasar pengenaan pajak. Jadi, seberapa pun
jumlah objek pajak, persentasenya akan tetap.Contohnya adalah Pajak
Pertambahan Nilai (10%) dan PBB (0,5%) dari berapa pun objek pajaknya.

2.3.3 Tarif Tetap/Regresif

Tarif tetap atau tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang nominalnya
tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan
pajaknya.Tarif tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan
selalu tetap sesuai dengan peraturan yang telah diberlakukan, seperti Bea
Meterai dengan nilai atau nominal sebesar Rp3.000 dan Rp6.000.Pada
dasarnya tarif pajak dipungut berdasarkan atau sesuai dengan
pengelompokan jenis-jenis pajak.

23
III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pajak adalah kewajiban penduduk negara untuk dapat menetap serta


berusaha dalam negara itu dan memperoleh perlindungan. Jadi penduduk
negara berhak untuk memperoleh perlindungan (hukum dan sosial ekonomi).
Untuk itu penduduk negara berkewajiban membayar pajak kepada negara.
Subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan
dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang yang akan
dikenakan pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-
syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak.
Secara structural,tarif pajak dibagi menjadi 4 yaitu tarif Progresif, tarif
Degresif, tarif Proposional dan tarif Tetap/Degresif

3.2 Saran

Penghasilan negara terbesar adalah dari pajak. Pajak memiliki perana


penting dalam pembangunan suatu negara khususnya Indonesia. Oleh karena
itu, pengelolaan pajak harus dikelola dengan baik dan benar agar manfaatnya
dapat dirasakan oleh rakyat. Selain itu juga para wajib pajak harus rutin dalam
membayar pajak demi tercapainya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
bangsa Indonesia.

24
DAFTAR PUSTAKA

http://kelompok6hukumpajak.blogspot.com/2013/07/makalah-subjek-
dan- objek-pajak.html

http://rumahmakalalah.blogspot.com/2016/05/subjek-dan-objek-
pajak.html

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2008/36tahun2008uu.htm
https://www.online-pajak.com/tentang-pajakpay/tarif-pajak

25

Anda mungkin juga menyukai