Anda di halaman 1dari 17

ASPEK

SOSIOKULTURA
L KEARIFAN
LOKAL PADA
LINGKUNGAN
LAHAN BASAH
KELOMPOK X
KELOMPOK X
01 02
NURHALIZA WINDA SARI
220031132852 2200311320055
Sumber Daya Lahan Basah
Lahan basah merupakan salah satu wilayah terbesar di
permukaan bumi. Lahan basah atau wetland adalah wilayah-
wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat
permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian
atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang
dangkal. Digolongkan ke dalam lahan basah di antaranya adalah
rawa-rawa (termasuk rawa bakau), payau, dan gambut. Air yang
menggenangi lahan basah dapat tergolong ke dalam air tawar,
payau, atau asin (Sepdianadi, 2020).
Sumber Daya Lahan Basah

Jenis lahan basah dibedakan menjadi dua yaitu lahan basah


alami dan buatan. Lahan basah alami meliputi rawa-rawa air
tawar, hutan bakau (mangrove), rawa gambut, hutan gambut,
paya-paya, dan riparian (tepian sungai). Sedangkan lahan basah
buatan meliputi waduk, sawah, saluran irigasi, dan kolam.
Tanah Masam Sulfat
Di bawah kondisi masam, ion besi dan alumunium terikat
pada bahan organik dan mendesak ion-ion lain seperti kalium,
magnesium, dan kalsium, yang merupakan zat-zat hara yang
penting bagi tumbuhan; ion-ion ini kemudian terlarut dan terlindi
dari tanah, sehingga tidak tersedia lagi bagi tanaman. Fosfor yang
ditambahkan melalui pemupukan, juga tertambat erat pada besi
dan alumunium, sehingga tidak tersedia juga bagi tanaman.
Kemasaman dapat diperbaiki dengan pengapuran, tetapi tanah
masam mungkin memerlukan kapur dalam jumlah yang besar dan
pemberian secara terus-menerus, sehingga memerlukan biaya yang
mahal.
Tanah Masam Sulfat
Tanah sulfat masam memiliki lapisan bahan sulfidik dan/atau
horizon sulfurik merupakan lapisan pirit dengan ketebalan dan
kedalam bervariasi dari permukaan tanah. Jika lapisan bahan
sulfidik atau horizon sulfurik dekat dengan permukaan tanah,
pengelolaan tanah perlu lebih hati-hati. Kesalahan dalam
pengelolaan tanah dapat mengakibatkan tingkat produktivitas
tanah menurun (Alwi, 2010). Tanah sulfat masam terbagi menjadi
dua, yakni tanah sulfat masam potensial jika kedalaman ≥ 50 cm
dan tanah sulfat masam aktual jika kedalaman pirit < 50 cm.
Tanah Masam Sulfat
Kapur menetralkan asam dan membebaskan besi serta
alumunium yang tercuci didalam air permukaan sehingga dapat
meningkatkan tosisitas air. Karena kapur menetralkan keasaman
tanah, pengapuran akan lebih meningkatkan produktivitas
tanaman dari pada pemupukan. Kemasaman juga berkurang
dengan penggenangan yang membalikan kondisi anaerobik.
Tersedianya bahan organik yang mudah teruraiakan
meningkatkan pH, mereduksi ferri oksida menjadi garam besi dan
sulfat menjadi hydrogen sulfida.
Tanah Masam Sulfat
Penurunan keasaman setelah penggenangan mengurangi
toksisitas aluminium, tetapi tanaman mungkin masih tetap
menderita akibat adanya besi dan hidrogen sulfida yang
terlarut. Air genangan pada tanah asam sulfat dapat menjadi
sangat masam, dan mempengaruhi tanaman yang tumbuh di
tanah yang tidak masam di sekitarnya (Dent,
1986).Pembentukan tanah sulfat masam menyebabkan
tanaman menjadi kerdil dan perlindian asam dan unsur lain
yang beracun kedalam air penyaliran akan menganggu
vegetasi, ikan, dan satwa liar air lainnya.
Kearifan Lokal
Kearifan lokal merupakan sumber daya yang berharga untuk
kegiatan pembangunan. Kearifan lokal merupakan dasar kemandirian
dan keswadayaan, memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses
pemberdayaan, menjamin daya hidup dan berkelanjutan, mendorong
penggunaan teknologi tepat guna, menjamin pendekatan efektif dari
segi biaya, serta memberikan kesempatan untuk memahami dan
memfasilitasi perancangan pendekatan pembangunan yang sesuai.

Kearifan lokal merupakan hasil akumulasi pengetahuan


berdasarkan pengamatan dan pengalaman masyarakat di dalam proses
interaksi yang terus-menerus dengan lingkungan yang ada di
sekitarnya dan bisa mencakup generasi yang berbeda.
Kearifan Lokal
Kearifan lokal merupakan milik lokal yang lebih bersifat praktis,
holistik dan kualitatif yang beraktivitas sebagai aktivitas moral dan
bersifat lokal. Kearifan lokal lainnya seperti memanfaatkan kelakai
(sejenis tumbuhan paku) untuk kesehatan, memanfaatkan tanda-tanda
alam untuk kegiatan penanaman dan membangun rumah panggung di
lahan basah.
Pengembangan IPTEK
Pengembangan IPTEK untuk lahan basah biasanya digunakan untuk
sistem pertanian lahan basah beserta peralatan pertaniannya, system
pengaturan tata air (drainase, kanal blok, dll), budidaya ikan dan lainnya
beserta peralatan perikanan, teknoloagi pengolahan hasil hutan non kayu,
peternakan unggas atau ternak lainnya, social budaya, pariwisata
(ekowisata, agrowisata, dll), teknologi bangunan di lahan basah, teknologi
konservasi, dan pengembangan energi.
Pengembangan IPTEK
Contoh
1. Itik Alabio
Itik alabio bertelur sangat produktif yaitu 250 butir/tahun.
Itik alabio bukan penetas yang baik sehingga masyarakat
mengembangkan Teknik penetasan sendiri yaitu, dengan cara
telur disebarkan di atas tikar untuk dijemur di bawah panas
matahari, kemudian direndam dalam serbuk gegaji dan
ditempatkan teratur, diputar dan dijaga tetap hangat sampai
telur menetas. Untuk pakan, dahulu itik dibiarkan mencari
makan di rawa pada siang harikemudian dikandangkan pada
malam hari atau saat bertelur. Sekarang itik diberi pakan sagu
Pengembangan IPTEK
Contoh
2. Ikan Gabus
Di masyarakat Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan
Timur sudah lama mengenal ikan gabus. Hampir setiap hari mereka memakan
ikan gabus dalam berbagai sajian, namun terbatas sebagai lauk-pauk. Ternyata
ikan gabus dapat dibuat jadi albumin yang sangat berkhasiat untuk kesehatan.
Nilai jualnya jauh lebih tinggi dari pada dagingnya. Dosen di Universitas
Lambung Mangkurat sudah menguasai budidaya ikan gabus, dengan
meningkatkan teknologi pengolahan albuminnya.
Dengan demikian, prospek industri produk ikan gabus sangat menjanjikan,
baik segi ekonomi maupun perkembangan IPTEK-nya. Bukan hanya ikan gabus,
ikan yang bisa dikembangkan adalah ikan arwana. Ikan ini bisa dibudidayakan
untuk dijual sebagai hewan peliharaan atau hewan pembawa hoki (menurut
orang Tionghoa).
 
Rawa Pasang-Surut dan Sistem Pertanian
Masyarakat Banjar
Masyarakat Banjar telah mereklamasi dan Sistem pembukaan
lahan dan pertanian telah disesuaikan dengan baik pada kondisi
lingkungan setempat. Sistem ini dalam jangka panjang bersifat
produktif dan berkelanjutan. Petani memilih selokan menggarap
lahan pasang surut di Kalimantan selama beberapa generasi. Mereka
telah mengembangkan suatu sistem pertanian tumpeng sari yang
berkelanjutan pada lahan marginal ini. Desa Samuda Kecil,
Kalimantan Tengah adalah sebuah desa kecil, dimana masyarakat
Banjar setempat dan orang-orang Jawa transmigran berhasil
menciptakan lahan pertanian yang baik dan rawa pasang surut, yang
SESI TANYA JAWAB
KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan di atas dapat kami simpulkan
bahwa, Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di
mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen
(menetap) atau musiman. Jenis lahan basah dibedakan
menjadi dua yaitu lahan basah alami dan buatan. Kearifan
lokal merupakan milik lokal yang lebih bersifat praktis,
holistik dan kualitatif. Dan dengan adanya pengembangan
IPTEK kita bisa memksimalkan perekonomian masyarakat.
SEKIAN DARI
KELOMPOK X
TERIMAKASIH

KELOMPOK

Anda mungkin juga menyukai