Anda di halaman 1dari 68

3

A.

JUDUL
REVITALISASI HUTAN MANGROVE MELALUI PENGEMBANGAN
BUDIDAYA

KEPITING

BAKAU

SECARA

BERKELANJUTAN

DI

KABUPATEN LAMPUNG BARAT


B.

ANALISIS SITUASI
Provinsi Lampung mempunyai panjang garis pantai kurang lebih sepanjang 1.105 km
(termasuk beberapa pulau) dan memiliki sekitar 69 buah pulau. Wilayah pesisirnya
dapat dibagi menjadi 4 wilayah yaitu Pantai Barat sepanjang 210 km, Teluk
Semangka sepanjang 200 km, Teluk Lampung dan Selat Sunda sepanjang 160 km,
dan Pantai Timur

sepanjang 270 km.

Masing-masing wilayah pantai tersebut

mempunyai potensi fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan ekosistem yang berbeda.
Potensi yang dapat ditemukan di wilayah pesisir tersebut antara lain hutan mangrove,
potensi kelautan (perikanan, rumput laut, terumbu karang), perhubungan, pariwisata,
pemukiman penduduk pantai, dan hankam.
Kabupaten Lampung Barat secara geografis terletak pada 4 o,47',16" - 5o,56',42"
lintang selatan dan 103o,35',08" - 104o,33',51" Bujur Timur., dengan batas wilayahnya
:

Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia,

Sebelah Timur berbatasan dengan Kab.Lampung Utara, Kab.Lampung


Tengah, dan Kab. Tanggamus.

Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Bengkulu,

Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia dan Selat Sunda,

4
Kabupaten Lampung Barat yang beribukota di Liwa memiliki luas 495.040 Km2
yang terbagi dalam 201 Desa/ Kelurahan dan 17 Kecamatan, diantaranya Kecamatan
Pesisir Selatan, Kecamatan Bengkunat, Kecamatan Bengkunat Belimbing, Kecamatan
Ngambur, Kecamatan Pesisir Tengah, Kecamatan Karya Penggawa, Kecamatan
Pesisir Utara, Kecamatan Lemong, Kecamatan Balik Bukit, Kecamatan Sukau,
Kecamatan Belalau, Kecamatan Sekincau, Kecamatan Suoh, Kecamatan Batu Brak,
Kecamatan Sumber Jaya, Kecamatan Way Tenong dan Kecamatan Gedung Surian.
Komoditi unggulan Kabupaten Lampung Barat yaitu sektor perkebunan, pertanian
dan jasa. Sektor Perkebunan komoditi unggulannya adalah Kelapa Sawit, Kakao,
Kopi, Kelapa, Cengkeh, Lada, dan Nilam. Sub sektor Pertanian komoditi yang
diunggulkan berupa Jagung dan Ubi Kayu. sub sektor jasa Pariwisatanya yaitu wisata
alam dan budaya.Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di wilayah ini tersedia 1
bandar udara, yaitu Bandara Pekon Serai.
Kondisi di wilayah pesisir Lampung Barat sekarang mengalami tekanandan
permasalahan. Tekanan-tekanan ini diakibatkan oleh berbagai macam faktor antara
lain adalah : 1)

Rendahnya kualitas sumber daya manusia sekitar pesisir,

2) Rendahnya penataan dan penegakan hukum, 3) Belum adanya penataan ruang


pesisir, 4) Degradasi habitat wilayah pesisir,

5) Pencemaran wilayah pesisir,

6) Degradasi hutan mangrove yang merupakan green belt di wilayah pesisir, taman
nasional, cagar alam laut, 7) Belum optimalnya pengelolaan perikanan, 9) Rawan
bencana alam, dan 10) Intrusi air laut.
Degradasi hutan mangrove sebagai green belt di pesisir Lampung Barat sudah
melebihi kapasitas daya dukungnya. Lebih dari lima puluh persen kerusakan terjadi

5
akibat berbagai faktor antara lain adalah konversi hutan untuk peruntukan lain,
urbanisasi, pencemaran pantai oleh sampah dan industri, dan kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya hutan mangrove sebagai penyangga kehidupan darat dan
lautan.

Hutan mangrove di pantai barat meliputi Way Batang, Way Jambu,

Belimbing, Bandar Dalam, Pulau Pisang, dan Way Tembuluh.


Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dengan
mangrove terdegradasi menggunakan analisis sistem.

Analisis sistem ini

dimaksudkan agar pendekatan mengatasi ekosistem mangrove yang rusak tidak hanya
berdasar pada hubungan sebab akibat, tetapi lebih kepada pendekatan holistik (bioekologi, sosial-ekonomi dan penegakan perundangan pengelolaan SDA pesisir).
Universitas Lampung sebagai Perguruan Tinggi Negeri di Lampung mempunyai
fungsi Tridharma Perguruan Tinggi yaitu sebagai tempat untuk 1) Melakukan
Pendidikan dan Pengajaran, 2) Melakukan Penelitian-penelitian inovatif, dan
3) Pengabdian kepada Masyarakat. Ketiga fungsi tersebut merupakan satu kesatuan
yang harus dipenuhi dalam kegiatan civitas akademika di Universitas Lampung.
Sudah menjadi tanggung jawab moral, Universitas Lampung dengan potensi SDM
dan sarana/prasarana penunjang untuk ikut menyumbangkan kemampuannnya dalam
ikut membangun wilayah pesisir.
Dari Evaluasi awal diketahui bahwa :
1. Pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan hutan bakau yang berwawasan
lingkungan (konservasi) melalui kegiatan budidaya biota mangrove yang
berkelanjutan baru mencapai 24,3 %

6
2. Penguasaan teknologi sederhana untuk penggemukkan dan pembesaran kepiting
bakau dalam upaya peningkatan produk perikanan baru mencapai 27,5%
3. Pengetahuan tentang teknik pemijahan kepiting bakau dalam upaya budidaya
kepiting yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (konservasi). Baru
mencapai 20,2%
C. TINJAUAN PUSTAKA
Mangrove merupakan suatu ekosistem yang spesifik tempat memijah, mencari
makan, mencari perlindungan, dan pemeliharaan anakkan bagi berbagai biota laut,
khususnya pada ekosistem payau.

Di samping secara fisik, mangrove mampu

menjaga keseimbangan suatu lingkungan serta mampu mempertahankan daratan


terhadap gempuran gelombang laut, mangrove pun mampu menjadi sumber
penghasilan ekonomi masyarakat sekitar, khususnya yang berkaitan dengan berbagai
biota bernilai ekonomi penunjang produksi/sumber perikanan. Salah satu di antara
biota tersebut adalah kepiting bakau, Scylla sp.
Di samping bernilai ekonomi, kepiting merupakan salah satu sumber protein yang
dapat juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
kepiting dapat mengakibatkan

sumberdaya

Namun demikian eksploitasi

hayati

ini semakin berkurang

ketersediaannya di alam. Hal ini pun sudah diungkapkan oleh beberapa daerah
penghasil kepiting bakau, baik di Indoensia ataupun negara-negara asia lainnya, di
antaranya adalah baik jumlah maupun ukuran perolehan kepiting bakau yang
mengalami penurunan. Untuk mencegah ataupun menanggulangi hal ini maka perlu
diupayakan suatu manajemen penangkapan termasuk budidaya, demikian juga
manajemen penanganan hasil akhir serta penjualannya.

7
Budidaya yang telah berkembang di negara penghasil kepiting bakau (seperti
Indonesia, Malaysia, India, dll) umumnya dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu
penggemukkan (fattening) dan pembesaran (growout). Kedua kegiatan ini dilakukan
pada tempat dan tujuan ekonomi yang berbeda. Penggemukan dilakukan untuk
mencapai ukuran pasar (market size) dari kepiting-kepiting tersebut. Kegiatan ini
umumnya dilakukan pada kepiting muda yang sudah atau baru ganti kulit (molting)
dengan pemberikan pakan hingga kandungan dagingnya meningkat.

Sedangkan

pembesaran dilakukan pada kepiting-kepitingan anakkan yang dibesarkan pada


kolam-kolam pembesaran dengan suplai makanan serta pergantian air yang tetap
hingga mereka mencapai ukuran pasar.

Di samping produk dari kedua usaha

tersebut, di Indonesia, khususnya di daerah Margasari mulai dicari hasil pembesaran


kepiting soka, yaitu kepiting yang baru berganti kulit (moulting) namun belum
mengalami pengeresan (tanning).
Tehnik penggemukkan umumnya dilakukan dengan berbagai cara. Satu di antaranya
adalah penggemukkan pada kolam-kolam dengan skala kecil, bahkan ada kalanya
setiap individu dimasukkan kedalam kandang ukuran satu ekor yang terbuat dari
plastik ataupun bambu yang mengapung atau dikaitkan pada rakit.

Rakit yang

terapung atau selanjutnya disebut dengan PEN dapat naik-turun pada lingkungan
pasang surut.
Dengan adanya usaha yang menghasilkan nilai ekonomi secara berkelanjutan bagi
penduduk setempat dan mampu menjaga kelestarian mangrove yang ada, diharapkan
pengrusakan ekosistem mangrove dapat dikurangi/diturunkan. Namun bentuk usaha
ini pun harus ditunjang dengan pengetahuan dasar dan tehnologi sederhana yang

8
mampu di serap oleh masyarakat setempat. Untuk itu kegiatan ini bertujuan untuk
mendifusi tehnologi baik untuk penggemukan atau pun pembesaran kepada
masyarakat setempat.

Di samping itu, dalam kegiatan ini diupayakan dapat

dikembangkan teknik pemijahan dari kepiting bakau (Scylla sp).


A. Biologi Kepiting Bakau
Di Indonesia dikenal ada 2 macam kepiting sebagai komoditi perikanan yang
diperdagangkan/komersial ialah kepiting bakau atau kepiting lumpur; dalam
perdagangan internasional dikenal sebagai Mud Crab dan bahasa Latinnya Scyla
serrata dan ada juga kepiting laut atau rajungan yang nama internasionalnya
Swimming Crab dengan nama Latin: Portunus pelagicus. Kedua macam kepiting
tsb nilai ekonominya sama , dan keduanya diperoleh dari penangkapan dialam.
Kepiting bakau ditangkap dari perairan estuaria yaitu muara sungai , saluran dan
petak2 tambak , diwilayah hutan bakau dimana binatang ini hidup dan
berkembangbiak secara liar. Kepiting bakau lebih suka hidup diperairan yang
relative dangkal dengan dasar berlumpur, karena itu disebut juga Kepiting Lumpur
(Mud Crab).
Sedangkan rajungan , ditangkap oleh nelayan dilaut dekat pantai sampai sejauh 1-2
mil dari pantai, karena rajungan hidup pelagis (di badan air laut). Namun demikian
Kepiting Bakau juga dapat tertangkap di laut dekat pantai, karena kepitng bakau
yang hendak kawin dan bertelur, juga berpindah di wilayah laut

dekat pantai.

Bentuk (habitus) kepiting bakau disajikan pada gambar:1 dibawah ini. Terlihat
bentuk badannya yang didominasi oleh tutup punggung (karapas ) yang berkulit
chitin yang tebal.

9
Seluruh organ tubuh yang penting tersembunyi dibawah karapas itu. Anggota
badannya berpangkal pada bagian dada (cephalus) tampak mencuat keluar di kiri dan
kanan karapas, yaitu 5 pasang kaki jalan. Kaki jalan terdepan (nomer 1) berbentuk
capit yang besar ; kaki jalan nomer 2,3 dan 4 berujung runcing yang berfungsi untuk
berjalan ; kaki jalan nomer 5 berbentu pipih berfungsi sebagai dayung bila ia
berenang. Pada cephalus (dada) terdapat organ2 pencernaan, organ reproduksi
(gonad pada betina dan testis pada jantan). Sedangkan bagian tubuh (abdomen)
melipat rapat dibawah (ventral) dari dada. Pada ujung abdomen itu bermuara saluran
cerna (dubur).
Pada kepiting jantan , bentuk abdomen itu segitiga meruncing, terbentuk dari deretan
beberapa ruas (gambar : 1). Sedangkan kepiting betina bentuk abdomen seperti
segitiga juga tetapi lebar, dibawahnya terdapat bulu-bulu (umbai-umbai) dimana
telur-telurnya melekat ketika dierami.

Gambar 1. Kepiting Bakau (A) Jnatan (B) Betina

10
B. Habitat dan penyebaran
Kepiting Bakau terdapat di wilayah perairan pantai estuaria dengan kadar garam 0
sampai 35 ppt. Menyukai perairan yang berdasar lumpur dan lapisan air yang tidak
terlalu dalam sekitar 10- 80 cm dan terlindung,seperti di wilayah hutan bakau.
Di habitat seperti itu kepiting bakau hidup dan berkembang biak. Dilaut dekat pantai,
seringkali nelayan dapat menangkap kepiting bakau yang sudah dewasa dan
mengandung telur.

Agaknya kepiting bakau menyukai laut sebagai tempat

melakukan perkawinan , namun kepiting bakau banyak dijumpai berkembangbiak


didaerah pertambakan dan hutan bakau yang berair tak terlalu
dangkal ( lebih dari 0,5 m). Habitat hutan bakau itulah habitat utama bagi kepiting
untuk tumbuh dan berkembang, karena memang subur dihuni oleh organisme kecil
yang menjadi makanan dari kepiting bakau itu. Jadi cocok sebagai breeding
gound ( tempat memijah) dan nursery ground(tempat anak-anak kepiting
berkembang/tumbuh) .
Kepiting bakau mempunyai daerah penyebaran geografis yang sangat luas, yaitu
pantai wilayah Indo Pasific barat, dari pantai barat Afrika Selatan, Madagaskar,
India, Sri Langka, Seluruh Asia Tenggara sampai kepulauan Hawaii; Di sebelah utara
: dari Jepang bagian selatan sampai pantai utara Australia. Dan di pantai barat
Amerika bagian selatan. (Moosa et al., 1985 dalam Mardjono et al., 1994).
C. Daur hidup dan perkembangbiakan.
Kepiting bakau ialah binatang Kelas Krustasea sama halnya dengan Udang.
Badannya beruas-ruas yang tertutup oleh kulit tebal dari zat khitin. Karena itu secara
periodik berganti kulit (moulting) yang memungkinkan binatang ini tumbuh pesat

11
setelah ganti kulit .

Binatang yang masih muda berganti kulit lebih sering

disbanding dengan yang tua. Sehingga yang muda tumbuh lebih cepat dari pada yang
telah tua.

Mekanisme ganti kulit itu sejalan pula dengan periodisitas dari saat

perkawinannya. Bila Kepiting (juga Udang) sedang tumbuh kembang gonadnya


terjadi ketika kulitnya sedang keras (intermoult) . sedangkan menjelang perkawinan,
pasti terjadi proses ganti kulit (mating moult) sehingga kulit yang betina lunak
memudahkan bagi pejantannya melakukan proses perkawinan, memasukkan sperma
kedalam thelycum alat kelamin) betinanya.
1. Daur Hidup
Kepiting betina yang sudah kawin dan memijah (melepaskan telur-telurnya), telur
lalu dibuahi (fertilisasi oleh sperma yang sudah disimpan ketika perkawinan
terjadi. Telur yang sudah terfertilisasi tidak dilepaskan kedalam air melainkan segera
menempel pada rambut-rambut yang terdapat pada umbai-umbai di bagian bawah
abdomen. Di Indonesia yang beriklim tropika telur itu dierami selama 20 - 23 hari
sampai menetas tergantung tingginya suhu air. Seekor induk betina kepiting bakau
yang beratnya 100 gram (lebar karapas 11 cm) menghasilkan telur 1 1,5 juta butir.
Semakin besar /berat induk kepiting, semakin banyak telur yang dihasilkan. Telur
yang baru difertilisasi ( dibuahi) berwarna kuning oranje . Semakin berkembang
embrio dalam telur, warna telur akan berubah menjadi semakin gelap yaitu kelabu
akhirnya coklat kehitaman ketika hampir menetas.
Induk yang mengerami telur biasa sedikit atau tidak makan sama sekali. Induk itu
selalu menggerakkan kaki-kaki renangnya dan sering tampak berdiri tegak pada
kaki dayungnya , agar telur-telur mendapat aliran air segar yang cukup oksigen.

12
Bila waktunya telur menetas, induk kepiting itu menggarukkan kaki-kaki jalan dan
kaki dayungnya terus menerus dengan cepat , untuk memudahkan pelepasan larva
yang segera menyebar kesekelilingnya. . Disini fungsi kaki-kaki jalan itu penting,
jika jumlahnya tidak lengkap atau cacat, akan mengganggu proses penetasan.
Hanya sebagian kecil saja telur yang tidak menetas dan akhirnya rontok tidak
menetas. Proses penetasan telur lamanya 3-5 jam. Telur yang baru menetas disebut
stadia pre-zoea hanya dalam waktu 30 menit berubah menjadi stadia Zoea 1 . Ada 5
sub stadia Zoea yaitu Zoea-1, Zoea-2, Zoea3, Zoea -4 dan Zoea-5. Semakin lanjut
sub stadia, terjadi penambahan organ tubuh sehingga semakin sempurna untuk
pergerakan, menangkap makanan dan metabolisme tubuhnya.
Setiap sub-stadia memerlukan waktu 3-4 hari untuk berubah menjadi sub-stadia
selanjutnya. Sehingga tingkat Zoea seluruhnya memerlukan waktu 18-20 hari untuk
menjadi stadia selanjutnya yaitu megalopa.
Zoea-1 warna tubuh transparan, panjang tubuhnya 1,15 mm, matanya tidak
bertangkai.

Zoea-1 geraknya masih lamban, makanannya fitoplankton . dan

zooplankton yang lamban geraknya yaitu Brachionus plicatilis.


Zoea-2 geraknya lebih gesit sejalan dengan semakin berkembangnya anggota tubuh
baik dalam ukuran maupun jumlahnya.. Panjang
bertangkai.

tubuhnya 1,50 mm .

Mata

Makananya masih berupa fitoplankton yang ukurannya lebih besar

seperti Tetraselmis chuii , Chaetoceros calcitran. Kedua jenis fitoplankton itu selain
sebagai pakan untuk Brachionus juga menyerap gas hasil metabolisme (metabolit)
dari larva itu sendiri. Jadi sebagai pembersih air.

13
Sub-stadia Zoea-3 , ukurannya lebih besar 1,93 mm .Dapat memangsa nauplii
Artemia. Beberapa organ tubuhnya disajikan pada Seekor Zoea-3 dapat memakan
nauplii artemia sebanyak 30 ekor per-hari.
Sub-stadia Zoea-4 ,panjang tubuhnya 2,4 mm. Pada stadia ini telah terbentuk
pleopoda (kaki renang) dan pereiopoda (kaki jalan). Tampak aktif berenang karena
itu lebih aktif menangkap pakannya.
Sub-stadia Zoea-5 panjang tubuhnya 3,4 mm, lebih efektif menangkap mangsanya
dan geraknya lebih gesit.
Stadia berikutnya ialah Megalopa . Ukuran tubuhnya semakin besar, sehingga
tidak lagi diberi pakan nauplii artemia melainkan dapat memakan artemia instar-5 .
Panjang karapas 2,18 mm (termasuk duri rostral), lebar karapas 1,52 mm ; panjang
abdomen 1,87 mm panjang tubuh total (termasuk duri rostral) 4,1 mm. Mempunyai
pereopoda 5 pasang . Abdomen terdiri 7 segmen memanjang kebelakang.
Stadia berikutnya ialah

Stadium Crab (kepiting muda). Bentuk dan anggota

tubuhnya sudah seperti pada kepiting dewasa. Kebiasaannya cenderung di dasar


perairan. Memakan makanan yang ada didasar atau yang tenggelam. Makanan yang
diberikan berupa cacahan cumi-cumi, udang kecil dsb. Tetapi juga dapat memakan
nauplii artemia yang planktonis. Biasanya juga diberi pakan buatan berupa mikro
pellet yang kaya nutrisi, seperti yang biasa untuk larva udang. Pada Gambar:2
disajikan daur hidup dari Kepiting Bakau
kepiting kecil (crablet).

khususnya masa larva sampai benih

14

Gambar 2. Daur Hidup Kepiting Bakau


Pada kondisi normal di Panti Pembenihan (Hatchery) , lama waktu perubahan dari
menetas sampai menjadi stadium Megalopa 21-23 hari. Dari Megalopa menjadi
Stadium Crab-5 ialah 10-12 hari . Sehingga lama waktu pemeliharaan larva.

15
D. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH
Untuk melakukan usaha budidaya polikultur tidak memerlukan lahan yang begitu luas
yang perlu diperhatikan adalah padat penebaran yang tinggi dan pakan tambahan
yang diberikan secara teratur sehingga didapatkan produksi yang tinggi
1. Masalah Umum
Setelah dilakukan observasi lapang masalah yang dihadapai petani adalah
kurangnya pengetahuan tentang konservasi hutan mangrove melalui budidaya
biota mangrove secara berkelanjutan.
2. Masalah Khusus
a. Pengetahuan masyarakat tentang metode budidaya kepiting bakau

belum

sesuai dengan yang diinginkan


b. Pengetahuan masyarakat tentang konservasi hutan manrove belum sesuai
dengan yang diinginkan
c. Pengetahuan petani tentang metode pemijahan kepiting bakau belum sesuai
dengan yang diinginkan
E. TUJUAN KEGIATAN
1. Tujuan Umum
Kegiatan ini bertujuan agar pengetahuan petani tentang metode budidaya kepiting
bakau secara berkelanjutan untuk menunjang konservasi hutan mangrove
2. Tujuan Khusus
1.

Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan hutan bakau


yang berwawasan lingkungan (konservasi) melalui kegiatan budidaya biota
mangrove yang berkelanjutan meningkat dari 24,3% menjadi 70,5%

16
2.

Penguasaan teknologi sederhana untuk penggemukkan dan pembesaran


kepiting bakau dalam upaya peningkatan produk perikanan meningkat dari
27,5% menjadi 60,2%

3.

Pengetahuan

tennik pemijahan kepiting bakau dalam upaya budidaya

kepiting yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (konservasi)


meningkat dari 20,2% menjadi 72,7%

F. MANFAAT KEGIATAN
Manfaat kegiatan ini secara langsung dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat
pesisir tentang usaha budidaya kepiting bakau ramah lingkungan, restorasi kawasan
mangrove yang telah rusak, dan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pelestarian kawasan mangrove dengan tidak menghilangkan
kesempatan mereka untuk melakukan kegiatan budidaya perikanan.

G. KERANGKA PEMECAHAN MASALAH


Kepiting bakau masih sangat tergantung pada benih yang didatangkan dari hasil
tangkapan yang kualitas maupun kuantitasnya belum tentu baik, hal ini disebabkan
masih kurangnya pengetahuan petani tentang cara-cara pembudidayaan yang baik.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan kegiatan yang dapat menarik minat agar
petani mau meningkatkan pengetahuan untuk melakukan usaha budidaya sendiri
sehingga meningkatkan kesejahteraan petani.
Peningkatan pengetahuan petani tentang budidaya kepiting bakau perlu dilakukan
kerja sama yang baik antara petani atau masyarakat dengan pemerintah.

17
H. KHALAYAK SASARAN ANTARA YANG STRATEGIS
Dalam kegiatan ini khalayak sasaran utama berjumlah 30 orang yang terdiri dari
Ketua RT/RW, Kepala Dusun, Tokoh Masyarakat, Pemuda ( Karang Taruna) dan
Kader Penggerak PKK.

I. KETERKAITAN
Kegiatan ini dilakukan bekerja sama Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat
dengan dinas-dinas teknis terkait, sebagai pelaksana pembangunan di daerah, yang
mempunyai kewajiban untuk memajukan wilayah pesisir dan juga mensejahterakan
masyarakatnya.

Mengingat hal tersebut, keterpaduan pengelolaan antar instansi-

instansi terkait (stakeholders) juga merupakan faktor yang harus menjadi perhatian.

J. METODE KEGIATAN
1. Waktu dan Tempat
Kegiatan ini dilaksanakan pada Bulan Februari April 2013 di Kabupaten
Lampung Barat
2. Materi Kegiatan
Materi yang akan disampaikan disusun dalam betuk modul yang terdiri dari tiga
modul, yaitu ;
Mengenal teknologi budidaya kepiting bakau
Metode Pembenihan kepiting bakau
Budidaya kepiting soka di tambak

18
3. Metode Kegiatan
Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi, anjang sana dan anjang karya,
demonstrasi cara dan demonstrasi plot.
a) Ceramah dan Diskusi
Metode ini untuk menyampaikan materi yang telah disusun dalam bentuk
modul. Pertemuan kegiatan ceramah dan diskusi sebanyak satu kali dengan
menyampaikan modul I,II, dan III.
b) Anjang Sana dan Anjang Karya
Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengajak beberapa tokoh atau ketua
kelompok tani mendatangi sentra pembenihan yang ada di Lampung.
Tujuannya adalah menyampaikan materi secara rinci, mendorong sasaran agar
mencoba menerapkan materi yang telah disampaikan.
c) Demonstrasi Plot
Demonstrasi plot diberikan dengan memberikan cara pembenihan yang
dimulai

dengan

pemilihan

induk,

pemijahan,

penaganan

telur

dan

pemeliharaan larva.

K. RANCANGAN EVALUASI
1.

Evaluasi Awal
Direncanakan minggu pertama Bulan Februari 2013 dengan mengambil sampel
10 orang. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui keadaan awal sebelum
dilakukan penyuluhan. Cara perhitungan jawaban sasaran evaluasi awal dan akhir
dapat dilihat pada tabel 2.

19
Tabel 2. Cara perhitungan jawaban sasaran
No Soal
, Jumlah
Jawaban
Responden
bobot
yang
menjawab
1. Soal
..
(d)
(a)
(e)
(b)
(f)
(c)
Keterangan :

Nilai

Axd=g
BXe=h
CXf=I

Jumlah
Nilai

Nilai
Ratarata

Tingkat
pengetahuan
petani

g+h+i=j

j/n = k

k
-- X 100%
a

(a) = bobot nilai tertinggi


(n) = d + e + f =10 (jumlah sampel)

2. Evaluasi Proses
Dilaksanakan selama penyuluhan yaitu mulai Bulan Maret - April 2013,
tujuannya adalah untuk melihat tanggapan sasaran terhadap materi
penyuluhan yang disampaikan.

3. Evaluasi Akhir
Dilaksanakan setelah kegiatan berakhir, yaitu bulan April 2013 dengan
mengambil sampel sebanyak 10 orang. Orang yang diambil sebagai sampel
adalah orang yang sama pada evaluasi awal, tujuannya adalah untuk
mengetahui hasil penyuluhan setelah kegiatan berlangsung.

20
L. RENCANA DAN JADWAL KEGIATAN
No
1.
2
3
4
5
6
7

1
2
3
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Evaluasi awal
Pendekatan individu
Pertemuan
Anjang Sana
Anjang Karya
Demonstrasi plot
Evaluasi Akhir

M. ORGANISASI PELAKSANA
1. Ketua Pelaksana
a. Nama Lengkap dan Gelar

: Eko Efendi, ST., M.Si

b. Golongan Pangkat dan NIP

: III/C 197803292003121001

c. Jabatan Fungsional

: Lektor

d. Fakultas/Program Studi

: Pertanian/Budidaya Perairan

e. Perguruan Tinggi

: Universitas Lampung

f. Bidang Keahlian

: Pertanian

g. Waktu untuk kegiatan ini

: 6 jam/minggu

2. Anggota Pelaksana I
a. Nama Lengkap dan Gelar

: Herman Yulianto, S.Pi., M.Si.

b. Golongan Pangkat dan NIP

: III/A/

c. Jabatan Fungsional

: Asisten ahli

d. Fakultas/Program Studi

: Pertanian/Budidaya Perairan

e. Perguruan Tinggi

: Unila

f. Bidang Keahlian

: Pertanian

g. Waktu untuk kegiatan ini

: 4 jam/minggu

21
3. Anggota Pelaksana II
a. Nama Lengkap dan Gelar

:.

b. Golongan Pangkat dan NIP

c. Jabatan Fungsional

d. Fakultas/Program Studi

e. Perguruan Tinggi

f. Bidang Keahlian

g. Waktu untuk kegiatan ini

22
N. RENCANA BIAYA

Uraian
A. Honorarium
1. Team leader
2. Anggota I
3. Anggota II
B. Kegiantan Ceramah
1. Sewa Ruangan
2. Sewa LCD Proyektor
3. Konsumsi
4. Pengadaan Modul
5.Transportasi
C. Anjang Sana
1. Transportasi
2. Konsumsi
D. Demonstrasi Plot
1. Pembuatan kolam pembenihan
1. Pengadaan Induk
2. Pakan Induk
E. Lain Lain
2. Dokumentasi
3. Penyusunan Laporan
Jumlah Total (A+B+C+D+E)

satuan

volume harga satuan

Jumlah biaya

OH
OH
OH

18
12
12

Rp
Rp
Rp

150.000,00
100.000,00
100.000,00
Sub Jumlah

Rp
Rp
Rp
Rp

2.700.000,00
1.200.000,00
1.200.000,00
5.100.000,00

Set
Unit
Orang
eksemplar
Trip/pp

1
1
40
40
3

Rp 1.000.000,00
Rp 500.000,00
Rp 50.000,00
Rp 20.000,00
Rp. 1.000.000,00
Sub Jumlah

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

1.000.000,00
500.000,00
2.000.000,00
800.000,00
3.000.000,00
7.300.000,00

Trip/pp
Orang

1
20

Rp 4.000.000,00
Rp 50.000,00
Sub Jumlah

Rp
Rp
Rp

4.000.000,00
1.000.000,00
5.000.000,00

paket
ekor
kg

1
150
20

Rp 23.000.000,00 Rp
Rp 50.000,00 Rp
Rp 50.000,00 Rp
Sub Jumlah Rp

23.000.000,00
7.500.000,00
1.000.000,00
8.600.000,00

paket
eksemplar

1
10

Rp 500.000,00
Rp 50.000,00
Sub Jumlah

Rp
Rp
Rp
Rp

500.000,00
500.000,00
1.000.000,00
50.000.000,00

23
O. DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 1992. Pemeliharaan Kepiting. Kanisius, Yogyakarta
Aldrianto,E., 1994. Aktifitas Reproduksi Kepiting Bakau. Techner no.12 Th.2. 1994. Hal.
46-48.
Alma, B. 2000. Perencanaan Bisnis Kewirausahaan. Bandung : Alfabeta
Cholik,F dan A.Hanafi. 1991. A.Review of the status of the Mud Crab (Scylla sp.).
Fishery and Culture in Indonesia. The Mud Crab . A rep on Sem convened in Surat
Thani,Thailand, Nov 5-8,1991.s for Mud crab culture a Preliminary biochemical,
Fisical and Biological Evaluation . The Mud Crab. A Rep .on th Sem convened at
Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP.1991.
Gillespie,N.C. and J.H.Burke. 1991. Mud crab storage and Transport in Australian
Commerce. The Mud crab. A Rep.on the Sem. Convened at Surat Thani, Thayland.
Nov.5-8. BOBP. 1991.
Haliman, R.W. dan Adijaya D.S. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya : Jakarta
How-Cheong, C., U.P.D.Gunasekera and H.P.Amandakoon. 1991. Formulation of
artificial feeds for Mud crab culture a Preliminary biochemical, Fisical and
Biological Evaluation . The Mud Crab. A Rep .on th Sem convened at Surat Thani,
Thayland. BOBP. 1991.
Kanna, I. 2002. Budidaya Kepiting Bakau. Kanisius, Yogyakarta.
Kordi K.,M.G.H. 1996. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng Ditambak Sistem
Polikultur. PT. Dahara Prize, Semarang
Ladra, D.F. and J.C.Lin. 1991. Trade and Marketing Practices of the Mud Crab in the
Philippines. A Rep. on th Sem.convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP.
1991.
Ladra,D.F. Mudcrab fattening Practices in the Philippines. The Mud Crab, A Rep on the
Sem convened in Surat Thani,Thayland, Nov.5-8, 1991. BOBP.
Lipsey dan Stainer. 1984. Pengantar Ilmu Ekonomi. Bina Aksara : Jakarta.
Makatutu,D., I.Rusdi dan A.Parenrengi. 1998. Studi pendahuluan Pengaruh perbedaan
waktu awal pemberian pakan alami rotifer, Brachionus rotendiformis terhadap
sintasan Zoea kepiting bakau S.serrata Forskal. Pros.Sem Perik.Pantai, Bali. 1998.
hal: 178-181.
Mardjono, M.,N.Hamid dan M.L.Nurdjana . 1992. Budidaya Kepiting Bakau : Lahan
Usaha Baru yang Menguntungkan. Makalah Seminar sehari. Jakarta 8 Juli 1992.
Mardjono,M., Anindiastuti, Noor hamid , Iin S.Djunaidah dan W.H.Satyantini. 1994
Pedoman Pembenihan Kepiting Bakau Scylla serrata . BBAP Jepara. 1994.
Muskar dan Y. Fujaya. 2008. Pedoman Teknis Budidaya Kepiting Di Tambak. Fakultas
Perikanan Universitas Hasanudin. Makasar.
Prinpanapung,S. 1991. Rearing of Mud Crab (Scylla serrata). The Mud Crab. A Rep.on
the Sem.convened at Surat Thany, Thayland. Nov.5-8. BOBP.1991.
Rattanachote,A. and R. Dangwatanakul. Mud Crab (Scylla serrata Forskal) fattening in
Surat Thani Province. A Rep on the Sem.convened in Surat Thani, Thayland.
Nov.5-8. BOBP . 1991.

24
Rusdi,I.,D.Makatutu dan K.M.Setiawati. 1998. Percobaan Pematangan Gonad dan
Pemijahan Kepiting Bakau Scylla serrata pada berbagai jenis dan ketebalan
substrat. Pros. Sem.Teh.Perik.Pantai, Bali , 6-7 Agust 1998.
Samarasinghe,R.P., D.Y.Fernando and O.S.S.C.de Silva. 1991. Pond Culture of Mud Crab
in Sri Lanka. A Rep.on the Sem.convened in Surat Thani , Thayland. . Nov 5-8 .
BOBP . 1991.
Srinavasagam,S. and M.Kathirvel. 1991. A Review of Experimental Culture of the Mud
crab, Scylla serrata Forskal in India. The Mud Crab. A rep. of the Sem convened at
Surat Thani, Thayland. N0v. 5-8. BOBP. 1991.
Susanto,B. , M.Marzuqi, I.Setyadi,D.Syahidah,G.N.Permana dan Haryanti . 2004.
Penagmatan aspek biologi Rajungan (portunus pelagicus), dalam menunjang
tehnik pembenihannya. Warta Penel. Perik Indonesia.Vol.10,No.1,2004.
Yunus. 1998. Uji Pendahuluan Produksi benih kepiting bakau (S.serrata). Pros.
Sem.Teh.Perik.Pantai, Bali. 1998. hal: 124-132.

25

REVITALISASI HUTAN MANGROVE MELALUI PENGEMBANGAN


BUDIDAYA KEPITING BAKAU SECARA BERKELANJUTAN DI
KABUPATEN LAMPUNG BARAT

USUL PENGABDIAN

Oleh :
EKO EFENDI, ST., M.Si
HERMAN YULIANTO., S.Pi., M.Si

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013

26

MODUL I TEKNOLOGI BUDIDAYA


Kepiting bakau itu telah diperkenalkan dan dipraktekkan di banyak negara seperti Jepang,
Australia, China, India, Sri Langka, Philippina, Malaysia, dan tentu saja Indonesia.
Khususnya di Negara kita sendiri, usaha ini masih bersifat kecil-kecilan dan tidak
berkesinambungan karena kendala sumber benihnya mengingat di Indonesia belum
ada yang mendirikan usaha Panti Pembenihan Kepiting.
Budidaya kepiting dapat dikembangkan melalui beberapa jenis usaha , selain
Pembenihan , yaitu :
1. Pembesaran dari benih menjadi kepiting ukuran konsumsi ;
2. Penggemukan yaitu memelihara kepiting hasil tangkapan dari alam yang
beratnya dibawah standar menjadi ukuran konsumsi ;
3. Produksi kepiting cangkang lunak yaitu memelihara kepiting yang sudah
berukuran konsumsi tetapi bercangkang keras menjadi bercangkang lunak saat
ganti kulit;
4. Produksi kepiting betina yang mengandung telur (matang gonad.).
Tujuan utama dari Budidaya kepiting ialah agar harga jualnya lebih tinggi , sehingga
meningkatkan penghasilan nelayan penangkap kepiting. Apabila produk dari budidaya itu
dapat meningkatkan ekspor tentu akan menaikkan devisa Negara.
A. Lokasi Budidaya Kepiting
Daerah yang cocok untuk lokasi budidaya kepiting ialah tambak yang bisa untuk
budidaya bandeng dan udang. Tambak yang dasarnya berlumpur lebih cocok untuk
kepiting. Kadar garam airnya yang optimal berkisar 10-25 ppt . Sifat air lainnya yang
cocok adalah : suhu 28-33 oC , pH 7,5 -8,5 dan DO lebih dari 5 ppm.

27

B. Benih kepiting
Terus terang saja Selama ini dihasilkan dari penangkapan. ukurannya sangat bervariasi.
Anakan kepiting yang berukuran berat 30-50 gram dijadikan benih untuk budidaya unit
pembesaran .
Kepiting tangkapan yang ukurannya 150-200 gram menjadi benih untuk unit
Penggemukan, terdiri dari kepiting jantan dan betina. Kepiting ukuran itu juga dijadikan
benih untuk unit produksi cangkang lunak dan juga unit produksi kepiting bertelur,
(betina saja.).
Benih kepiting untuk dibesarkan di lokasi lain, diangkut dengan cara yang sama seperti
mengangkut kepiting untuk konsumsi. Yaiut diikat capit-capitnya dengan tali , lalu
digantungkan terbalik didalam bak atau ember yang diisi air payau. Pedagang biasanya
membuat bak untuk penagngkut itu ukuran garis tengah 50 cm. Dapat juga dibuat dari
fiber glass berbentuk kotak ukuran 50 x 50 cm , dalam 60 cm.
Bak ukuran itu dapat memuat 150-200 ekor kepiting kecil-kecil berat 20-50 gram/ekor.
Selama diangkut, kepiting direndam dalam air payau 10-25 ppt. Pengangkutan selama 7-8
jam , mortalitasnya berkisar 0 -40 %. (Gunarto,1989 dalam Cholik,1991).
C. Tehnik Budidaya Kepiting.
Seperti telah di dokumentasikan oleh Cholik & Hanafi, 1991, Tehnik budidaya kepiting
yang dipraktekkan diberbagai daerah di Indonesia, dideskripsikan dibawah ini.
1. Wadah
Wadah untuk memlihara kepiting pembesaran, penggemukan , kepiting bertelur maupun
kepiting cangkang lunak, diberbagai daerah dikembangkan sendiri oleh para petani dan

28
nelayan tradisional secara sederhana, disesuaikan dengan kemampuan dan lokasi yang
memungkinkan.
1.1. Kotak dari bambu
Wadah penggemukan itu kebanyakan dibuat dari bambu ukuran kotak 2 x 0,5 x 0,2 m
.Terbagi menjadi 2 bagian ( lihat gambar). Yang masing-bagian diberi tutup. Ruangan
kotak itu disekat-sekat menjadi kotak-kotak kecil masing- masing 30 cm2. cukup untuk
diisi dengan 1 ekor kepiting di setiap kotak tersebut. Wadah seperti ini digunakan oleh
para nelayan di Cilacap (Jawa Tengah ) dan juga di Bone (Sulawesi Selatan), untuk
memelihara kepiting bertelur.
1.2. Kotak plastik
Wadah yang mungkin digunakan juga ialah kotak dari plastic ukuran 60 x 40 x 20 cm.
Kotak ini juga di beri sekat-sekat menjadi 9 ruang masing-masing untuk 1 ekor kepiting.
Sistem kotak kecil ( disebut sistem baterei pada kandang ayam!) , ini berarti sangat hemat
ruang atau padat penebaran tinggi ,yaitu 40 ekor kepiting per-M2.
Dengan system ini mortalitas hanya 5 % atau kurang, karena kepiting tidak dapat saling
menyerang atau memangsa. Menurut Cholik (1991) kematian itu disebabkan oleh
kegagalan pada waktu ganti kulit.

Gambar: 7 Kotak bambu terapung sistem baterei .

29
1.3. Kotak dari jaring (Jaring apung)
Khusus untuk memelihara kepiting, Jaring apung yang dibuat berukuran kecil, 2,5 x 2,5
x 1 m Bingkai diibagian atas dari papan sedikit agak lebar, sedemikian rupa sehingga
papan bingkai itu menjorok kedalam , dapat menghalangi kepiting keluar. (lihat
gambar : 8 ) dibawah ini. Agar tidak hanyut terbawa arus, setiap sudut diberi jangkar
dengan ikatan tali, seperti pada gambar itu.

Gambar::8. Kotak Jaring Apung (menurut Cholik dan Hanafi, 1994)


Metoda pemeliharaan kepiting dilakukan di petak tambak air payau . Petak luasnya 20 x
50 m = 100 m2, petak tambak itu diberi pintu air 2 buah : satu untuk pemasukan air dan
satu untuk pembuangan. Didalam petak itu di sekat-sekat menjadi beberapa bagian
dengan cara memasang pagar dari bambu. Setiap bagian ukurannya misalnya 5 m x 10
m . dibagian sekeliling pagar bambu dibuat lebih dalam berbentuk saluran keliling (caren
) sedalam 50-60 cm , sedangkan dibagian tengahnya menjadi pelataran yang dapat
terendam air sedalam 30-40 cm. (lihat gambar dibawah ini.) Metoda ini dapat ditemui
di daerah Kamal, dan Tangerang

30
1.4. Kotak berpagar tanpa caren
Dapat juga kotak-kotak yang dibuat dengan sekatan pagar bambu di dalam petak tambak,
dibuat tanpa caren . Di dalam kotak-itu di bagian dalam pagar, dipasang bambu atau
gedek 0,5 -1 m dibawah permukaan air, dimana kepiting dapat berteduh. Seperti di Lukis
dibawah ini.. : Gambar: 7 menurut Cholik & Hanafi, 1991.

Gambar:9.Sekat petak tambak dengan pagar bambu.


1.5. Pagar dari jaring dengan pintu air
Pemagaran tambak dapat juga dipakai jaring yang dipasang tegak menggunakan tihangtihang kayu atau bambu. Pintu air juga dipasang saringan dari kerei bambu , seperti pada
gambar: 10, dan tanpa caren dalam pagar itu. Ditengah diberi pelataran terendam air 4060 cm dimana kepiting mendapatkan makanan alami yang tumbuh disitu..

Gambar: 10 Pagar dari jaring berpintu air

31

Kotak dengan system pagar itu selain dipasang didalam petak tambak, dapat juga
dipasang pada suatu teluk yang dangkal (lihat gambar: 13). Metoda ini dijumpai
dipraktekkan petani tambak di Sumatera Utara.
2.

Metoda Pemeliharaan Kepiting

Telah diuraikan diatas, bahwa pemeliharaan kepiting dilakukan dengan 4 macam tehnik
sesuai dengan tujuan jenis produksinya . Pada bagian ini diuraikan satu persatu.
2.1. Pembesaran Benih
Yang paling banyak dilakukan metoda ini yaitu pembesaran kepiting hasil tangkapan
yang masih berukuran kecil ( kurang dari 50 gram) dipelihara menjadi ukuran yang layak
di konsumsi yaitu ukuran lebih besar dari 200 gram . Pembudidayaan ini dilakukan
secara tradisional yang bersifat ekstentif.

32
2.2. Tempat Pemeliharaan
Tempat pembesaran ialah tambak yang biasa untuk memelihara bandeng dan udang.
Agar kepiting tidak keluar dari tambak, dibuatlah kurungan atau sekeliling tanggul
tambak dipasang pagar dari bambu yang cukup rapat.
Luas petak tambak yang dipergunakan untuk memelihara kepiting bervariasi, tergantung
dari kepemilikan petani dan kondisi pengirannya dan juga aspek keamanan
dipertimbangkan. Namun kisaran luas petak antara 100 m2 sampai 0,5 ha. Petakan yang
lebih besar lebih sukar di kelola , misalnya pengaturan air dan biaya pembuatan pagar
akan lebih besar, sehingga biaya harus disesuaikan pula dengan kemampuan petani.
Padat penebaran sebaiknya 2 ekor/m2. Derajat kehidupan dipengaruhi oleh kepatan
tebar. Karena kepiting bersifat kanibal, semakin padat resiko dimangsa oleh sesamanya
semakain besar. Percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa pada padat tebar 1
ekor/m2 derajat kehidupan 77 % ; kepadatan 3 ekor.m2 sintasan 49% dan kepadatan 5
ekor/m2 sintasan hanya 32 % (Gunarto dan Cholik, 1990). Maka disepakati bahwa
kepadatan tebar sebaiknya 2 ekor/M2 dimana sintasan dapat dicapai 70 % atau mungkin
lebih.
Lama pemeliharaan 3 bulan , dimana dari benih kepiting berat awal 50 gram rata-rata ,
akan menjadi kepiting dengan berat rata-rata 200 300 gram. Ukuran yang umum
dipasarkan.
2.2.1. Pakan
Pakan yang diberikan ialah ikan rucah yang harganya murah atau binatang-binatang
pengganggu di tambak seperti ular, belut yang dipotong-potong kecil-kecil. Di Negara
lain seperti Malaysia dan Philippina , dianjurkan untuk memberi pakan kepiting dengan

33
bahan-bahan buangan dari penyembelihan hewan ( jerohan) ayam, dan ternak lain.
Banyaknya ransum 3-5 % berat biomassa kepiting 2-3 kali sehari. Pemberian yang
terlalu banyak , pakan akan bersisa dan membusuk dalam tambak sehingga kurang baik
akibatnya bagi kepiting. Karena itu petani harus mengamati keadaan mutu air tambak,
sehingga bila terjadi hal yang memburuk, dapat dilakukan pergantian air, pada waktu
terjadi pasang.
2.2.2. Pemanenan
Pada system pemeliharaan di tambak dengan pagar bambu itu, cara pemanenan Secara
sederhana yaitu dimulai dengan membuang sebagian air tambak sampai kedalaman dalam
petak 30 cm. Beberapa orang akan turun kedalam tambak membawa keranjang untuk
wadah kepiting yang ditangkap dan membawa sebatang bambu . Bambu itu di tancapkan
pada dasar tambak, lalu di tangkap oleh kepiting hingga dapat ditangkap dengan tangan
saja. Tetapi cara ini sering menyebabkan capitnya lepas, sehingga harga jualnya turun.
Penangkapan secara total biasa dilakukan dengan pengeringan tambak, sehingga kepiting
dapat ditangkap dengan seser, dan yang tersembunyi didalam lumpur dapat di juga
ditangkap dengan seser dari bambu atau pengki untuk memungkinkan mengeruk lapisan
Lumpur tempat kepiting bersembunyi.
Mengikat Kepiting Kepiting mempunyai capit yang kuat, dan anggota badannya mudah
putus, sedangkan bila anggota badan tidak lengkap, harga jualnya akan menurun. Karena
itu keterampilan cara mengikat kepiting haruslah dipelajari dengan cermat. Dibawah ini
disajikan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengikat kepiting hidup dengan
cara yang baik dan benar, agar kepiting tidak putus angota badan dan orang yang

34
mengikatnya tidak terluka seperti di lukiskankan oleh Rattanachote dan Dangwatanakul (
1991).

Gambar: 14 - Mengikat Kepiting (Rattanachote & Dangwatanakul , 1991)


2.3. Penggemukan Kepiting
Penggemukan kepiting dilakukan menggunakan wadah berupa kotak dari bambu yang di
apungkan d dalam petak tambak. Konstruksi kotak bambu (system) baterai) seperti
dibahas pada buti r : 5.1.Setiap kotak kecil diisi seekor kepiting.
Dengan system kotak-kotak kecil ini, sangat hemat dalam pemakaian ruang , dimana
jumlah yang dipelihara 40 ekor kepiting per- m2. Lama pemeliharaan penggemukan ini
hanya 3-4 minggu. Dari benih awal yang sudah berukuran 150-200 gram/ekor.
2.4. Produksi kepiting cangkang lunak
Kepiting Bakau Oleh para petani di Jawa Barat, kepiting cangkang lunak disebut
kepiting soka. Kepiting ini mempunyai sifat secara periodik berganti kulit. Sementara
kulitnya lepas, akan diganti dengan kulit baru yang masih lunak untuk beberapa jam
lamanya sebelum menjadi keras kembali. Ketika cangkang lunak itu kepiting juga
berkesempatan untuk tumbuh membesar. Frekuensi ganti kulit , pada yang masih muda
lebih cepat, semakin tua frekuensinya semakin jarang.

35
Kepiting yang di pelihara sudah berukuran cukup besar yaitu 150-200 gram /ekor, dan
lama pemeliharaan 2-3 minggu saja. Pergantian kulit ini secara alami dirangsang oleh
faktor alam yaitu saat air pasang tinggi dari laut masuk . Juga dipengaruhi oleh
banyaknya pakan . Karena itu dalam pemeliharaan kepiting harus diberi pakan dalam
jumlah cukup , tidak boleh kelaparan.
Bila wadah yang dipergunakan sistem baterei, dimana kepiting seekor dipelihara dalam
satu kotak , sehingga tidak saling memangsa, maka derajat kehidupan selalu tinggi
bahkan tidak ada yang mati.
Wadah yang digunakan dianjurkan seperti dilukiskan pada butir 5.1. diatas. Jadi sama
dengan wadah untuk tujuan Penggemukan kepiting.
2.5. Produksi kepiting bertelur
Para konsumen di restoran-restoran internasional, banyak menggemari kepiting yang
mengandung telur. Memang kepiting yang penuh mengandung telur sangat lezat .
Telurnya berwarna merah jingga memenuhi seluruh rongga dibawah karapas. Harganya
menjadi berlipat 3-4 kali dibanding dengan kepiting yang gemuk tetapi tidak
mengandung telur !
Yang dipelihara untuk ini tentu hanya kepiting berjenis kelamin betina saja, dan
ukurannya sudah mencapai 200 gram atau lebih. Petunjuk untuk postingan ini telah
diterangkan bahwa kepiting betina dapat dipercepat proses pematangan gonadnya dengan
cara diablasi salah satu matanya.

36
Untuk jenis produksi ini , sebaiknya digunakan wadah berupa kotak-kotak dari bambu
juga (sistem baterei) dimana seekor kepiting dipelihara di dalam satu kotak seperti
digambar dan dijelaskan pada butir 5.1.
Kepiting betina yang dipilih untuk dipelihara ialah yang sudah cukup ukurannya
( dewasa) yaitu 200 gram atau lebih. Tidak ada tanda-tanda berpenyakit.
Mula-mula kepiting betina tsb dipelihara dengan diberi pakan yang bermutu baik yaitu
ikan rucah yang segar , juga cumi-cumi dan kerang-kerangan. Bahan pakan itu tentu
harganya cukup mahal, tetapi harga produksinya juga mahal, sebagai kepiting bertelur .
Banyaknya ransum 2-3 % berat tubuh kepiting per-hari. Jenis pakan tsb. cara
pemberiannya dicuci bersih lebih dahulu , lalu dipotong-potong kecil-kecil agak mudah
dimakan oleh kepiting yang memang ukurannya sudah cukup besar. Pakan ini diberikan
selang sehari , mengingat kadang didaerah tertentu jenis cumi-cumi dan kerang-kerangn
tidak selalu mudah diperoleh dan harganya cukup mahal.
Selain pakan tersebut diatas, kepiting juga dapat diberi pakan berupa pelet kering yang
biasa diberikan untuk udang ditambak , yaitu pelet udang klas grower (untuk udang
yang sedang tumbuh ).Dosis pelet kering itu 2-3 % berat kepiting/hari, yang diberikan 2
kali , pagi dan sore. Malahan pakan pelet itu dapat diberikan sebagai pakan yang utama
setiap hari. Kepiting ternyata suka makan pelet kering itu. 3 hari setelah kepiting
dipelihara, sehingga sudah cukup beradaptasi, lalu dilakukan ablasi mata.
Kepiting dipegang dengan tehnik khusus agar japit dan anggota tubuh lainnya tidak
putus. Biasanya hanya tehnisi yang sudah terampil yang dapat dengan sempurna
melakukannya.

37
Lalu satu mata kepiting itu di potong dengan gunting yang lebih dahulu dipanaskan
(dibakar), agar lukanya cepat kering dan tidak mengeluarkan banyak cairan. Selesai
ablasi, kepiting di rendam sementara didalam ember yang diisi larutan PK 3 ppm agar
tidak infeksi. Setelah di desinfeksi selama 5 menit, kepiting dikembalikan ke dalam
kandangnya /kotaknya . Pemeliharaan selanjutnya , berupa pemberian pakan dan
pengaturan pengairannya agar menjamin kepiting calon induk tsb. hidup optimal.
Biasanya setelah 3 hari , telur didalam gonadanya sudah mulai tumbuh dan 7 hari gonada
sudah berkembang penuh. Tandanya dapat dilihat di bagian belakang tubuhnya di batas
antara karapas dengan abdomen yang terlipat itu , mengembang dan berwarna merah
-jingga. Maka kepiting ini harus segera di panen dan dijual kepada pemesan.
Kepiting yang bertelur ini sebenarnya merupakan calon induk yang dapat dipelihara di
Panti Pembenihan agar menghasilkan anak-anak kepiting. Yaitu sebelum di ablasi , lebih
dahulu dikawinkan, agar betina ini mendapat sperma dari pejantannya un tuk fertilisasi
telur-telurnya. Namun karena tujuannya untuk konsumsi di restoran, maka tidak perlu
dikawinkan lebih dahulu.
Hal yang perlu dijaga oleh setiap petani yang memelihara kepiting, terutama untuk
eksport, haruslah menjaga agar anggota badan (kaki-kaki, japit, dll) tidak putus. Karena
anggota tubuh yang cacat akan menurunkan nilai jualnya.
Jadi Pada Prinsipnya dalam Usaha Budidaya Kepiting bakau ini, Ada 4 metoda
budidaya kepiting menurut Produk yang dihasilkan , yaitu
1.
2.

Pembesaran dari benih menjadi kepiting ukuran konsumsi.


Penggemukan : kepiting jantan betina agar menjadi lebih gemuk, harga
meningkat

38
3.

Produksi kepiting cangkang lunak.

4.

Produksi kepiting bertelur.

Lama pemeliharaan, pada no. 1 , 1-2 bulan , tergantung ukuran benih di awal
pemeliharaan dan ukuran permintaan pasar/konsumen.
Pada no:2 , hanya 3-4 minggu. Pada no: 3, 3-4 minggu Pada no:4 , 3 minggu sampai 1
bulan.
a. Wadah pemeliharaan ada beberapa macam. Yang paling baik hasilnya ialah system
Baterei, berupa kotak dari bambu yang disekat-sekat menjadi kotak-kotak kecil ukuran
30 cm2, masing-masing untuk wadah satu ekor kepiting. Dengan kotak- kecil ini
kepiting lebih aman terhadap kanibaisme , ketika sedang dalam kondisi ganti kulit.
Sehingga wadah semacam ini menghasilkan derajat kehidupan 95-100%.

b. Wadah berupa jaring apung, dapt digunakan , dengan ukuran 2,5 x 2,5 x 1 m dipasang
pada perairan umum , diberi jngkar agar tidak terhanyut oleh arus.

Bila dipelihara

jantan atau betina saja secara terpisah, akan dapat mengurangi kanibalisme.
c. Tambak bekas memlihara udang dan bandeng, dapat di sekat-sekat dengan kerei bambu
yang di tancapkan 20=30 cm kedalam Lumpur agar kepiting tidak lolos. Di bagian
tengah kotak di beri pelataran tanah yang lebih tinggi , agar kepiting mencari makan.
Sedangkan caren keliling yang agak dalam ( 30-50 cm) kepiting dapat berteduh.
Pemeliharaan ini untuk pembesaran dan /atau penggemukan kepiting. Hasilnya
mortalitas mencapai 10-20 % karena kanibalisme.

39
d. Pemeliharaan kepiting didalam pagar (pen culture) dengan pagar bambu itu dapat juga
dipasang pada teluk yang dangkal. Biasanya kepiting

sebagai benih (diawal

pemeliharaan sudah cukup besar (100-150 gram) agar menjadi gemuk sebelum di jual.
e. Wadah pemeliharaan berupa bak dari semen seperti di dalam Panti Pembenihan yang
biasanya untuk udang, baik untuk memelihara kepiting calon induk sampai mengandung
telur tingkat 2, tetapi tidak sampai memijah. Ini perlu rangsangan pengembangan
telur /gonada dengan cara ablasi mata, seperti diterangkan pada Materi Pokok 2. Disini
hanya dipelihara kepiting betina saja, pejantan tidak diperlukan karena yang berproduksi
telur hanya yang betina saja. Bila dicampur jantan, malahan bisa menyebabkan lebih
banyak kematian karena kanibalisme.
Budidaya (pemeliharaan kepiting) kesemuanya memerlukan pemberian pakan yang
harus diberikan secara cermat. Pakan harus mencukupi dosisnya yaitu 5-10 % berat
kepiting yang dipelihara seluruhnya ( biomassa) per-hari, diberikan 2 kali sehari. Pakan
harus dari bahan yang mudah didapat dan harganya tidak mahal, seperti, ikan rucah,
kotoran dari penyembelihan hewan, sisa-sisa makanan dari restoran. Bila harga pakan
mahal misalnya pelet, tentu tidak menguntungkan bagi petani.
Cara pemanenan kepiting dapat secara serentak (panen total) yaitu mengeringkan seluruh
tambak tempat pemeliharaan kepiting. Atau panen secara selektif, bial menggunakan
system baterei, dimana kepiting yang bercangkang lunak di panen. Yang lain, dipelihara
lebih lanjut sampai ganti kulitnya.
Cara panen sebagian (selektif) juga dilakukan untuk kepiting bertelur. Yang sudah
mengandung telur saja yang dipanen. Penanganan kepiting setelah dipanen haruslah

40
dilakukan secara cermat supaya tidak mematahkan kaki-kakinya. Kepiting yang cacat,
nilai jualnya akan menurun.
Kepiting yang dipelihara didalam petak tambak yang diberi berpagar, waktu air surut, air
didalam petak juga di surutkan sampai tinggal 20 cm. Ketika pasang naik, air di
masukkan melalui pintu air, kepiting akan berenang menentang arus air laut yang
mengalir masuk. Ini memudahkan pengumpulan kepiting yang berenang menentang arus
air itu. Sifat yang berenang menentang arus ini disebut rheotaxis.
Kepiting yang ditangkap segera diikat secara sistematik dengan cara ikatan yang benar
agar kaki atau capit tidak patah. Hanya orang yang sudah terampil melakukan
pengikatan yang berhasil mengerjakannya. Karena itu para peserta kursus harus berlatih
mengikat kepiting dengan benar.
Pengangkutan jarak dekat, sampai 2-3 jam perjalanan, kepiting yang sudah diikat dengan
benar, digantungkan terbalik dimasukan ke dalam kotak, sepanjang perjalanan harus
dipercik dengan air payau, agar tetap basah. Metoda pengangkutan ini dapat berhasil
hidup 90 % atau lebih.

41

MODUL III. PEMBENIHAN KEPITING BAKAU


Pematangan Gonad Induk Kepiting Bakau.
1. Calon Induk
Kegiatan tehnik Pembenihan dimulai dari perolehan calon induk kepiting. Calon induk
kepiting dapat diperoleh dari alam yaitu hasil penangkapan di tambak-tambak atau
perairan hutan bakau di sepanjang pantai.

Dapat juga calon induk di dapat dari

penangkapan nelayan di laut. Kepiting yang dijadikan calon induk untuk pembenihan
harus diseleksi yang telah dewasa yaitu yang ukuran karapasnya lebar tidak kurang dari
10 cm dan berat tak kurang dari 100 gram untuk yang betina; yang jantan berat minimum
120 gram dan panjang karapas 12 cm atau lebih. Ini disebabkan karena kepiting jantan
tumbuh lebih cepat walaupun umurnya sama dengan yang betina.
Kepiting betina, abdomennya berbentuk segitiga yang lebar melipat dibawah (ventral)
dari dadanya. Yang jantan abdomen berbentuk segitiga yang sempit, juga melipat di
bagian ventral dada.
Betina yang tertangkap di laut kebanyakan yang sudah dewasa dan menjelang
perkawinan. Kesehatan calon induk harus diperhatikan yaitu dipilih yang kulitnya bersih
tidak ada organisme penempel (fouling) . Anggota tubuh (kaki jalan, kaki renang, dll)
lengkap dan tidak cacat. Kelengkapan anggota tubuh ini penting dan berperan dalam
keberhasilan pemijahan dan penetasan telurnya. Agar produksi benihnya bagus dan
telurnya banyak, kepiting betina dipilih yang berat badannya 200 gram atau lebih ,
panjang karapas 8 cm dan lebar karapas 1112 cm.
Calon induk jantan berat 300 gram , panjang dan lebar karapas 8 dan 11 cm. Perbedaan
ukuran jantan dan betina ini disebabkan kepiting jantan lebih cepat tumbuh disbanding

42
yang betina. Dalam proses pematangan gonad , calon induk kepiting dipelihara didalam
bak dengan kepadatan 5 ekor/M2 , dengan perbandingan jantan : betina 2 : 3. Calon
induk sebelum dimasukkan kedalam bak pemeliharaan induk perlu di adabtasi lebih
dahulu didalam bak penampungan selama 3 hari. Adaptasi ini perlu untuk penyegaran
kondisi calon induk karena pengangkutan. Kepiting yang pada umumnya dilakukan
dengan system kering (lembab) . metoda penagangkutan kepiting hidup dengan system
kering ini dimungkinkan bila jarak angkut cukup dekat : 1-3 jam perjalanan.
2. Pematangan gonad
Kepiting betina agak sukar mencapai kematangan gonad terutama diluar musim
pemijahan alami.

Untuk mempercepat kematangan gonad, dilakukan tehnik ablasi

tangkai mata seperti dilakukan terhadap induk udang. (Mardjono dkk., 1992) .

Prinsip

ablasi mata ialah dengan memanfaatkan system hormonal yang terjadi pada binatang
kelas Krustasea pada umumnya, yang diungkapkan oleh Adiyodi dan Adiyodi, 1970
dalam Nurjana dkk. 1985; Mardjono dkk.1992) .

Teori ini menjelaskan bahwa pada

tangkai mata Dekapoda kelas Crustacea, terdapat kelenjar yang menghambat pematangan
gonad yang disebut organ X. . Adanya rangsangan dari luar yang diterima oleh susunan
syaraf pusat , memerintahkan organ X untuk mengeluarkan hormone yang

disebut

Gonade Inhibiting Hormone (GIH) . GIH sebelum dilepas kedalam sirkulasi tubuh , di
tampung lebih dahulu didalam Sinus Gland yang juga terletak pada tangkai mata .
Fungsi dari GIH secara langsung menghambat perkembangan kelenjar hormone sex
jantan (androgenic hormone) atau Ovarium pada binatang betina ; sehingga sperma pada
jantan dan /atau sel telur pada betina terhambat perkembangannya. Dapat pula GIH
mempengaruhi perkembangan gonada secara tidak langsung yakni dengan menghambat

43
aktifitas Y-organ. Y-organ ialah kelenjar yang terletak pada pusat syaraf pada kepala dan
juga pada thorax ; Y organ menghasilkan hormone GSH (Gonade Stimulating Hormone)
yang fungsinya mendorong perkembangan gonad yaitu merangsang pembentukan sperma
pada individu jantan dan pembentukan sel telur pada individu betina.
Dengan demikian jika X Organ dihilangkan dengan cara pemotongan tangkai mata maka
GIH tidak terbentuk, berarti tidak ada yang menghambat perkembangan telur dan sperma,
berarti telur dan sperma akan cepat terbentuk .

Akibat lain yang terjadi ialah Y organ

bebas menghasilkan GSH sehingga ada rangsangan untuk pematangan gonad menjadi
kuat atau dipercepat. .

Fungsi lain dari Y organ ialah berperan pada tingkah laku

birahi ,mengendalikan proses penyerapan air, proses ganti kulit dan pembentukan zat
warna.
Ablasi (pembuangan) tangkai mata (tentu termasuk juga menghilangkan bola mata)
hanya pada individu betina , karena individu jantan organ sex-nya mudah dapat
berkembang cepat dan sempurna secara alamiah , walaupun dipelihara didalam bak.
Uji coba telah dilakukan di Balai Budidaya Air Payau Jepara (Mardjono dkk.1992)
mengungkapkan bahwa walaupun kepiting betina dapat matang gonad di tambak namun
laju perkembangan gonadnya lambat bila dipelihara di dalam bak. Apabila dilakukan
ablasi mata, maka individu betina tersebut lebih cepat mengalami pematangan gonad
disusul dengan proses perkawinan dan kehamilan (pengeraman telur) , walaupun diluar
musim kawin yang alamiah.
Musim pematangan gonad dan perkawinan kepiting bakau terjadi pada musim hujan ialah
pada bulan November sampai Februari . selain bulan-bulan tsb. Kepiting dapat matang
gonad apabila di ablasi mata. Namun demikian diketahui juga bahwa kepiting dapat

44
bertelur di berbagai bulan sepanjang tahun dibeberapa daerah, bilamana kondisi alam
cukup menimbulkan perangsang.
Metoda ablasi mata pada kepiting sama dengan yang diterapkan pada udang windu yaitu
memotong salah satu tangkai mata (unilateral ablation) pada betina saja.

Ablasi baik

dilaksanakan siang maupun malam hari , namun dengan syarat ketika kepiting betina
tidak sedang ganti kulit , melainkan harus sedang berkulit keras; juga agar dipilih
kepiting betina yang sehat, dan tida bercacat pada anggota tubuhnya. Apabila berkulit
lunak , luka karena ablasi akan menyebabkan keluarnya banyak cairan tubuh sehingga
kepiting dapat mati ; sedangkan kecacatan dan tidak lengkapnya anggota badan akan
berakibat terganggunya proses perkawinan, kehamilan dan penetasan telur, sehingga
jumlah larva akan sedikit yang menetas.
C. Bak Pemeliharaan
Agar memperoleh hasil yang baik dalam prose pematangan gonad induk kepiting
diperlukan bak konstruksi semen ukuran 3 x 4 x 1 m (12 m3). Bentuk bakdapat dibuat
persegi

ataupun oval, dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pembuangan air

berbentuk pipa goyang yang mudah dioperasikan untuk mengaturketinggian air maupun
untuk pengeringan.
Sebaiknya disediakan minimal 2 buah bak untuk pematangan gonad , bak2 itu terletak
berdekatan agar memudahkan dalam pengoperasian , karena kepiting yangtelah matang
gonad perlu segera diseleksi dan dipindahkan kedalam bak terpisah. Intensitas cahaya
yang mengenai bak-bak itu harus diperlemah dengan caramemberikan tutup dari bahan
yang masih dapat

ditembus sinar matahari tetapi intensitasnya kurang.

berfungsi agar bak tidak kena curahan air hujansecara langsung.

Juga atap

45
Bak pemetangan induk itu harus diberi dasar lapisan lumpur campur pasir setebal 15 20
cm, dengan ketinggian air 30-80 cm. dasar bak juga diberi tempat berlindung (shelter)
dari potongan-potongan pipa paralon berdiameter 3-4 incikarena kepiting dihabitat
aslinya suka bersembunyi didalam lubang-lubang.
Bak perlu dilengkapi dengan aerasi , 1 batu aerasi setiap 2 m2. Aerasi dipasang setinggi 5
cm diatas lapisan lumpur dasar, agar lumpur tidak teraduk oleh proses airasi itu. Kadar
oksigen dalam air diupayakan 6-7 ppm. Batu-batu airasi perlu dibersihkan secara periodic
untuk menjaga kestabilan gelembung udara.
D. Pemeliharaan Induk
1. Media pemeliharaan
Air media pemeliharaan dengan kadar garam 30-32 ppt yang sebelumnya disaring lebih
dahulu dengan saringan pasir (sand filter) sebagaimana lazimnya pada hatchery untuk
udang. pH air berkisar 7,5 -8,5 . DO 5-7 ppt. Dasar bak pemeliharaan induk kepiting
perlu diberikan lapisan lumpur yang sebelumnya sudah di bersihkan dan disterilkan
dengan cara di rebus

sampai mendidih , lalu didinginkan. Percobaan yang telah

dilakukan membuktikan bahwa, induk kepiting yang dipelihara di bak yang tanpa substrat
berupa dasar lumpur, hasil perkembangan telurnya kurang baik, sedikit dan daya tetas
kurang. (Rusdi dkk.,1998).
2. Pakan
Pakan untuk calon induk dan induk kepiting ialah cacahan daging ikan, cumi-cumi yang
masih segar. Pengalaman di BBAP Jepara menunjukkan bahwa cumi-cumi haru
diutamakan, karena baik untuk merangsang perkembangan gonad bagi binatang krustasea
: udang ,kepiting. (Mardjono dkk,1992). Banyaknya pakan

5-10% berat biomassa

46
perhari. Pakan sejumlah itu diberikan dua kali per-hari , jam 8.00 pagi dan jam 17. 00
sore. Sebelum pakan diberikan, dasar bak dibersihkan dengan cara menyipon untuk
menyedot pakan yang ang masih tersisa. Bila pakan yang tersisa banyak, maka pemberian
pakan berikutnya harus dikurangi. Sebaliknya bila pakan tidak bersisa , pakan yang
diberikan harus ditambah.
Pembersihan bak hanya dilakukan pada pagi hari saja, kecuali bila terjadi hal yang
buruk, misalnya ada gejala pembusukan dengan terlihatnya banyak busa dipermukaan air,
atau air berbau busuk.

Selain pakan alami berupa daging ikan dan cumi-cumi mentah

segar, juga diberi pakan buatan berupa pelet kering yang biasa diberikan untuk induk
udang windu. Pakan pellet khusus untuk induk udang itu mengandung nutrisi jang baik
sebagai pelengkap ,dengan kandungan protein dan lemak esensial, vitamin dan mineral .
Diberikannya cukup 2-3 kali per-minggu, dengan dosis 2 % berat biomassa.
3. Ablasi mata
Ablasi mata dilakukan setelah calon induk dipelihara 3-5 hari didalam bak, setelah
induk-induk itu terlihat sehat , gesit dan nafsu makannya baik. Calon induk betina yang
hendak di ablasi dipilih yang berkulit keras dan sehat. Pelaksana ablasi kepiting harus
dilakukan oleh tehnisi yang terampil memegang kepiting agar tidak meronta. Pemotongan
mata berikut tangkainya dilakukan dengan gunting yang tajam dan dipanaskan lebih
dahulu , sehingga luka bekas terpotong segera kering dan tidak mengeluarkan banyak
cairan.
Selesai ablasi uni-lateral (sat mata), kepiting direndam di dalam ember berisi larutan PK
5 ppm selama 15 menit, untuk mencegah infeksi. Setelah itu kepiting dipindahkan
kedalam bak pemeliharaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, dimana kepiting betina

47
pasca ablasi itu di pelihara bersama dengan kepiting jantan, dengan perbandingan jantan :
betina 2:3. 3-5 hari pasca ablasi biasanya sudah ada betina yang siap untuk perkawinan.
4. Proses Perkawinan
Kepiting Bakau melakukan perkawinan di perairan estuaria (Arriola,1940 dalam
Mardjono dkk. 1994). Perkawinan

terjadi biasanya saat suhu air naik. Menjelang

perkawinannya, kepiting betina mengeluarkan cairan kimiawi perangsang yaitu


pheromone kedalam air yang akan menarik perhatian kepiting jantan. Selanjutnya
kepiting jantan yang berhasil menemui kepiting betina sumber pheromone itu, lalu naik
ke atas karapas kepiting betina yang sedang dalam kondisi pra lepas cangkang (premolt).
Kepiting jantan tsb. membantu proses ganti kulit kepiting betina tsb. Selama kepiting
betina mengalami proses ganti kulit, kepiting jantan akan melindungi nya selama kurang
lebih 2-4 hari sampai cangkang terlepas dari tubuh kepiting betina . Kondisi seperti itu
disebut doubler formation atau premating embrace.
Setelah cangkang terlepas dari tubuh kepiting betina, tubuh betina dibalikkan oleh yang
jantan sehingga sekarang pada posisi berhadapan untuk terjadinya kopulasi. Semetara itu
cangkang betina masih dalam keadaan lunak. Spermatofora dari kepiting jantan akan
disimpan didalam spermateka kepiting betina. Menurut Fielder dan Heasman,1978
dalam Mardjono dkk., 1991). Perkawinan kepiting ini dapat terjadi di waktu siang
maupun malam hari. Fielder dan Heasman (1978) mengungkapkan bahwa spermatofora
yang tersimpan pada kepiting betina sekali kawin mencukupi untuk pembuahan dua kali
peneluran sekor kepiting betina. Telur yang telah matang gonad dalam ovarium betina
akan turun ke oviduct dan dibuahi oleh sperma, selanjutnya telur yang telah dibuahi itu
dikeluarkan lalu menmpel pada umbai- umbai (rambut-rambut pada pleopoda) untuk

48
dierami oleh induk betina itu. Sekali bertelur induk kepiting dapat mengeluarkan 1-8 juta
butir telur , tergantung dari berat badan induk betina. , namun biasanya yang berhasil
menempel pada umbai-umbai hanya 1/3 nya.
5. Perkembangan Telur Dalam Ovarium
Pada kepiting bakau, telur berkembang menuju pematangan untuk siap dibuahi, setelah
terjadi kopulasi (perkawinan). Jantan dan betina melepaskan diri , dan cangkang induk
betina menjadi keras kembali.
6. Pengamatan Kematangan Telur
Mulai sepuluh hari setelah di ablasi mata dan selanjutnya pengamatan dilakukan
berselang 3 hari kemudian., dilakukan pengamatan tingkat

perkembangan gonad.

Berbeda dengan udang, kepiting bercangkang sangat tebal sehingga pengamatan gonad
hanya dapat dilakukan melalui bagian belakang karapas tempat bersambungan dengan
abdomen. Bagian ini tampak menggembung bila telur kepiting berkembang penuh. Dan
berwarna kemerahan cerah.

Fielder dan heasman (1978) dalam Mardjono (1994)

membuat tingkat perkembangan telur kepiting bakau menjadi 4 tingkatan , sbb. :

Tingkat I: belum matang (immature), yaitu belum ada tanda-tanda perkembangan

telur pada induk betina .


Tingkat II: Sedang dalam proses pematangan (maturing) perkembangan telur
sudah mulai terlihat penuh, berwarna kuning, namun belum tampak menonjol

penuh.
Tingkat III: Matang (ripe). Telur kepiting telah dibuah dan dikeluarkan serta
menempel pada umbai-umbai dibawah abdomen. Saat baru ditempelkan ,telur
berwarna kuning muda. Selanjutnya embrio makin berkembang didalam telur dan

49
warna telur berubah menjadi kelabu, coklat kehitaman , bila hamper menetas.

Lama pengeraman (inkubasi) telur 14-20 hari.


Tingkat IV: Salin (spent). Seluruh telur telah menetas. Ruang dibawah abdomen
terlihat kosong.

Pada tingkat kematangan

II akhir, telur dikeluarkan dari ovarium lalu dibuahi.

Selanjutnya telur yang sudah dibuahi itu keluar tidak membuyar kedalam air melainkan
melekat pada bulu-bulu di kaki renang (pleopoda) yang disebut umbai-umbai dibawah
abdomen

mengalami masa pengeraman. Pada panti pembenihan, saat induk mulai

terlihat mengerai telur, segera dipindahkan kedalam bak pengeraman/ penetasan. Masa
pengeraman telur 14 20 hari.
7. Pengeraman dan Penetasan
Induk yang sedang mengerami telur, mengipaskan kaki renangnya secara teratur.
sehingga telur-telur itu memperoleh air segar yang banyak mengandung oksigen. Pada
masa pengeraman

tsb. induk berenang-renang dengan kaki renangnya

yang

terus=menerus bergerak dan sering berdiri pada kaki jalan. Sehingga telur-telur terus
menerus memperoleh air segar dan banyak oksigen . Hal ini penting untuk perkembangan
embrio. Masa telur yang semakin tua, warnanya berubah
kemudian coklat kehitaman.

warna menjadi kelabu

Masa pengeraman banyak dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan. Pada lingkungan dengan kadar garam 30-33 ppt dan suhu berkisar antara 2630o C pengeraman dapat berlangsung baik dan perkembangan telur normal. Induk yang
di ablasi proses pematangan telur berlangsung sedikit lebih cepat dan didapatkan jumlah
induk matang telur lebih banyak . (Mardjono dkk.,1994).

50
Bak untuk pengeraman dapat digunakan bak berukuran 2 x 2 x 0,5 m , terbuat dari semen
atau fiber glass. Sebagai media pemeliharaan digunakan air laut dengan kadar garam
minimal 28 ppt suhu 28 o C.
Untuk mengurangi kecerahan cahaya matahari, bak perlu ditutup dengan anyaman bambu
(gedeg) atau plastic yang tidak terlalu gelap. Kepadatan kepiting dalam bak pengeraman
1 ekor/m2 .
Selama proses pengeraman induk tidak diberi pakan. Penggantian air dilakukan setiap
hari sebanyak 75%. Aerasi dipasang 1 batu aerasi/m2 dengan tekanan aerator diatur agar
tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah.
E. Penetasan Telur
Setelah telur-telur berwarna kehitaman, proses penetasan akan segera berlangsung.
Penetasan biasanya berlangsung pada pagi hari. Larva yang baru menetas disebut prezoea yang sekitar 30 menit kemudian akan bermetamorfosa menjadi Zoea-1.
Pada masa penetasan ini pre-zoea disebarkan kedalam air secara terus menrus selama 3
5 jam. Seekor induk kepiting dengan berat 100 gram (lebar karapas 11 cm) dapat
menghasilkan telur sebanyak 1 1,5 juta butir.

Pada proses penetasan itu, kaki

dayungnya dikipas-kipaskan dan kaki-kaki jalan induk di garuk-garukkan kepada umbaiumbai segingga telur lepas secara bertahap. Disinilah fungsi kaki-kaki jalan sehingga
kelengkapan anggota badan induk sangat berperan dalam kesempurnaan proses
reproduksi sajak perkawinan sampai penetasan telurnya.
Akhirnya hanya sebagian kecil dari telur yang akhirnya rontok gagal menetas. Induk
kepiting yang telah melepaskan larva yang baru menetas itu, segera dipindahkan kedalam
bak pemeliharaan induk dan dirawat guna memulihkan kondisi induk . Masa pemulihan

51
ini akan berlangsung selama 4 7 hari . setelah itu induk dikembalikan kedalam bak
perkawinan bersama kepiting jantan.
F. Pemeliharaan Larva
1. Bak Pemeliharaan Larva
Bak untuk pemeliharaan larva kepiting dapat berbentuk bulat, oval ataupun segi empat.
Ataupun bentuk-bentuk lain. Pada dasarnya bak yang biasa untuk memlihara larva udang
dapat juga untuk memelihara larva kepiting. Yang terpenting ialah bahwa bak tidak boleh
mempunyai sudut tajam sehingga merupakan sudut mati dimana akan terkumpul
kotoran disitu. Bahkan larva itu sendiri akan terjebak pada sudut itu.
Dasar bak harus di disain agar cukup miring supaaya dapat dengan tuntas dikeringkan.
Pembuangan air berupa pipa goyang atau system sifon agar pembuangan air mudah
dan tuntas.
Volume bak sebaiknya tidak terlalu besar, cukup 5 10 m3 dengan kedalaman bak 1
m.Sehingga diisi air dengan kedalaman maksimum 80 cm. Ukuran ini akan memudahkan
dalam pengelolaan , seperti penggantian air; sedangkan larva yang dipelihara sebaiknya
dapat terdiri dari larva yang seumur (hari menetasnya bersamaan ) walaupun dari induk
yang berbeda. Hal ini penting untuk mengurangi kemungkinan perbedaan laju
pertumbuhan sehingga akan cenderung kanibal.
2. Media Pemeliharaan
Media pemeliharaan larva digunakan air yang diambil langsung dari laut yang jernih,
yang disaring dengan saringan pasir, disusul dengan penyinaran sinar ultra violet atau
perlakuan dengan klorine 50 ppm untuk sterilisasi dari bacteria dan lain lain organisme
renik yang mungkindapat menimbulkan pengakit pada larva kepiting. Salinitas 30-33

52
ppt, pH 7,5 8,5. Kadar oksigen terlarut harus diupayakan stabil antara 6-7 ppm, dengan
memasang aerasi. Jumlah batu aerasi 1 per-m 2 dengan jarah antar batu aerasi 0,5 m, yang
digantung dengan bantuan tali membentuk segi empat

dimana setiap sudutnya

digantungkan batu aerasi, sebagaimana lazimnya pada bak pemeliharaan larva udang.
Kekuatan aerasi diatur agar tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah. Fungsi dari aerasi
itu selain untuk menambah kelarutan oksigen dalam air, juga untuk menggerakkan pakan
larva agar selalu dalam kondisi melayang diair agar tidak mudah tenggelam didasar.
3. Penebaran
Larva yang baru menetas , diperoleh dari bak penetasan dinama induk yang mengeram di
pelihara secara terpisah. Setelah pre-zoea berubah menjadi zoea -1 , saatnya untuk
dipindahkan ke bak pemeliharaan larva. Pemindahan larva dilakukan pada pagi atau sore
hari. Lrva dikumpulkan dengan menggunakan gayung atau cimplung agar larva
terambil bersama massa airnya. Selanjutnya ditampung di dalam ember sambil diaerasi
lambat.

Bila sudah terkumpul dalam jumlah cukup banyak, larva di pindah dalam

waskom , lalu diapungkan dipermukaan air bak larva untuk 30 menit lamanya , sambil
sedikit demi sedikit air dari bak yang akan ditebari itu dimasukkan sedikit demi sedikit
kedalam waskom agar teraklimatisasi. Akhirnya waskom dimiringkan sehingga larva
dapat keluar sendiri menyebar kedalam air bak pemeliharaan larva itu.
Kepadatan larva didalam bak pemeliharaan 75-100 ekor /liter. Jadi satu bak larva yang
volume airnya 4000 liter (4 m 3 ) dapat ditebari 400 000 ekor Zoea-1 Larva sejumlah itu
berasal dari seekor induk kepiting saja. Bahkan dari seekor induk , larvanya dapat ditebar
kedalam bak yang volume airnya 8 m 3.

53
Larva kepiting sangat bersifat kanibal. Karena itu kepadatan sangat

mempengaruhi

tingkat sintasannya, apalagi kalau pakan nya tidak mencukupi. Pakan yang kurang
menyebabkan perkembangan larva tidak sehat, sehingga banyak mati , selain
kanibalisme. Sebaliknya bila pakan berlebihan, akan menyebabkan mutu air memburuk,
menyebabkan banyak kematian juga pada larva.
4. Pengelolaan Pakan
Di alam larva kepiting memakan berbagai organisme renik plankton seperti Diatomae,
larva-larva dari Echinodermata, moluska dan cacing, dsb. Didalam bak pemeliharaan ,
pakan yang diberikan juga harus disesuaikan dengan sifat alami dari larva itu.
4.1. Pakan Alami
Dalam pemeliharaan larva kepiting diberi pakan berupa pakan alami dari berbagai
organisme plankton hewani (zooplankton) dan fitoplankton yang ukurannya sesuai
dengan stadia Zoea.

Pakan untuk Zoea 1 sampai Zoea-3.

berupa zooplankton

Brachionus sp dan fitoplankton jenis Chaetoceros sp. yang dihasilkan dari kultur di
laboratorium. Pakan untuk Zoea- 4 dan Zoea -5 dan Megalopa berupa nauplii Artemia
yang ditetaskan dari kista Artemia dan fitoplankton Chaetoceros sp. dan ditembah
Tetraselmis sp.. Kegunaan dari fitoplankton itu walaupun mungkin secara langsung tidak
dimakan oleh larva kepiting, tetapi berguna sebagai penyeimbang lingkungan dalam air
karena fitoplankton itu dalam proses fotosintesisnya dapat menyerap zat-zat hara yang
beracun bagi larva kepiting yang dipelihara.
Dosis Brachionus , Chaetoceros yang diberikan kira-kira 10 liter ( satu ember) kultur
yang sudah disaring sehingga padat untuk bak volume 1 M3. Demikian juga Tetraselmis
sp. juga sebanyak 10 liter kultur yang sudah disaring. Sedangkan untuk Zoea-4, Zoea-5

54
dan Megalopa dosis nauplii Artemia

diperkirakan

2 gram kista ditetaskan

untuk

diberikan kepada setiap 100 000 larva kepiting. Jadi jika kita memelihara seluruhnya 5
juta larva kepiting , maka setiap hari perlu di tetaskan kista artemia sebanyak 10 gram.
Tetasan nauplii artemia tsb. diberikan pada pagi hari, setelah dilakukan pembersihan bak
dengan sipon dan air bak dig anti 1/3 volume dengan air yang segar.
4.2. Pakan Buatan
Dalam pemeliharaan larva kepiting selain pakan alami juga diberi pakan buatan. Pakan
buatan mengacu kepada jenis pakan yang diberikan kepada larva udang windu. Tujuan
pemberian pakan buatan ini untuk melengkapi zat nutrisi yang

kemungkinan tidak

terdapat pada pakan alami.


Larva kepiting mulai stadium Zoea -1 sudah dapat memakan pakan buatan . banyaknya
ransum dan ukuran jenis pakan buatan yang diberikan dirubah sesuai dengan tingkat
perkembangan larva. Larva stadium Z-1 dan Z-2 diberi pakan sebanyak 0,5 ppm. Artinya
kedalam bak pemeliharaan larva yang volume airnya 1 M 3 (1000 liter) diberi pakan
berupa butir-butir mikropelet sebanyak 0,5 gram . Jika volume air 5 M 3 maka
banyaknya pakan 5 x 0,5 gram. = 2,5 gram.per-M 3 volume air bak. Untuk stadium
Zoea-3, dosis pakan 0,6 ppm ; atau sebanyak 0,6 gram per-M air bak. Untuk stadium
Zoea-4 , dosis pakan 0,65 ppm ; atau sebanyak 0,65 gram per M3 air bak.
Untuk stadium Zoea-5, dosis pakan 0,75 ppm ; atau sebanyak 0,75 gram perM3 air bak.
Mulai stadium Megalopa sampai instar ( stadium Crab) ransum pakan ditingkatkan
menjadi 1 ppm sekali pemberian. Pemberian pakan buatan (mikropelet) tsb. sehari diberi
kan 6 kali , yaitu berselang waktu 4 jam. Dengan cara itu diharapkan larva dapat terus
menerus mendapat makanan, pakan tidak boleh berlebihan dan karena selalu ada pakan

55
didalam air pemeliharaan, larva menjadi berkurang sifat kanibalisme-nya.

Ukuran

partikel pakan juga harus disesuaikan dengan ukuran stadium larva.


Untuk stadium Zoea-1 sampai Zoea-5 ukuran pelet 50 mikron, diberbesar bertahap
sampai 100 mikron . Selanjutnya untuk stadium Megalopa dan Crab ukuran pellet lebih
besar yaitu 200 mikron sampai 500 mikron. Ukuran-ukuran besarnya mikropelet itu
dapat di baca pada kaleng wadah pakan larva yang dijual.
Stadium Megalopa lebih suka tinggal didasar bak (benthic)dan makan Artemia yang
sudah ditetaskan berumur 4-5 hari (instar 4-5). Dosis pakan tetasan kista sebanyak 3
gram untuk 100 000 ekor Megalopa per-hari. Ukuran panjang total tubuhnya 4,1 mm.
Sifatnya cenderung kanibal. Sehingga terjadi banyak penyusutan jumlahnya. Untuk
mengurangi kanibalisme, di dalam air bak perlu diberi tempat persembunyian berupa
rumbai-rumbai yang dapat dibuat dari tali rafiyah yang diikat segerombol diberi pemberat
agar dapat ditegakkan didalam air. Jumlah rumbai-rumbai ini hendaknya cukup banyak.
Lama masa Megalopa ini 7 hari, bermetamorfosa menjadi stadium Crablet (benih
kepiting).
Pada stadium Crab-1 sampai Crab-5 yaitu benih kepiting , bentuk dan organ tubuhnya
sudah seperti pada kepiting dewasa.Panjang karapas 2 mm sampai 3 mm; berat badannya
5 9 mg. Pada stadia Crab anakan kepiting makan dari dasar bak Pakan yang diberikan
berupa daging ikan , cumi-cumi yang masih segar dan dibersihkan, lalu dicacah . Dosis
pakan perhari diperkirakan sebanyak 50-100 gram untuk 100 000 ekor benih Crab-1
sampai Crab-5. Pemberiannya pakan secara di onggokkan pada 4-5 titik. Sementara
diberi pakan itu , aerator dihentikan. Kemudian harus diamati

apakah pakan yang

diberikan itu segera habis dalam waktu 10 menit. Bila cepat habis, maka selang 3 - 4 jam

56
, perlu diberi lagi cacahan pakan yang sama. Demikian dalam sehari pemberian pakan
untuk stadium Crab sebanyak 6 kali. Bila Crab terlihat sangat rakus atau nafsu makan
bagus, maka dosis pakan harus dinaikkan. Sebaliknya kalau nafsu makan kurang, atau
lambat memakannya, maka pada pemberian berikutnya dosis pakan dikurangi.
Pengamatan dan pengaturan dosis pakan itu penting , untuk mencegah terjadinya
kanibalisme, bila benih crab itu kelaparan dan pakannya kurang. Sebaliknya jika pakan
terlalu banyak bersisa, menyebabkan kualitas air menurun karena pembusukan sisa pakan
itu. Hal ini akan menyebabkan banyak kematian pada benih kepiting.
Penelitian telah dilakukan pada pertumbuhan benih stadia Crab dimana pada umur 50
hari (terhitung sejak Zoea-1) berat badannya mendekati 500 mg panjang karapas
mendekati 10 mm ( 1 cm). Ini ukuran yang diperkirakan sudah cukup kuat untuk di jual
sebagai benih untuk di deder pada tempat yang lebih luas di luar ruangan. Misalnya
didalam hapa yang dipasang ditambak yang subur dengan pakan alaminya. Namun tentu
saja harus selalu dilindungi terhadap hama pemangsa karena itu masih di pelihara
didalam hapa.
G. Pengelolaan Kualitas Air
Kualitas air tempat larva kepiting dipelihara , merupakan faktor penting yang harus dijaga
agar tetap dalam kondisi optimum

dan stabil.

Dalam Panti Pembenihan, biasanya

dilakukan pergantian air bak larva sebanyak 20-40% dari volume bak setiap 2 hari.
Penggantian air dilakukan dengan lebih dahulu menyedot air dari dasar bak menggunakan
sipon yaitu slang berdiameter 2 -3 inci yang diberi tutup ujungnya dengan kain kelambu
yang lubangnya tidak terlalu kecil, memungkinkan kotoran yang mengendap didasar bak
tersedot.

Sebagian air dari dasar bak akan terbuang

sebanyak 20-40% volume.

57
Kemudian bak diisi lagi dengan air yang masih segar dan salinitas 30-33ppt , suhu 2830o C sama dengan air yang lama. Sedangkan kadar Oksigen tentu dapat dipertahankan
6-7 ppm bila aerator terus menerus terpasang. Dan dijaga kebersihannya. Kotorankotoran dan sisa-sisa pakan didalam air akan membusuk dan menyerap banyak O2.
Karena itu kebersihan air dan dasar serta dinding bak harus dijaga, dengan cara di sipon
dengan cermat.
Penggantian air itu dimulai pada zoea-2 sebanyak 20% setiap 2 hari sekali , sampai
Zoea-3 , selanjutnya sampai Zoea 5 ganti air sebanyak 40%. Pada stadium Megalopa,
sebaiknya dipanen, untuk memindahkan Megalopa kedalam bak lain yang sudah
dipersiapkan dalam kondisi bersih dan diberi rumbai-rumbai untuk persembunyian
terhadap sesamanya.
Megalopa bersifat benthic yaitu senang berada didasar bak. Ukuran besarnya panjang
karapas 2,1 mm, panjang abdomen 1,87 mm, panjang tubuh total dari ujung duri rostral
sampai ujung belakang abdomen 4,1mm. Padat penebaran Megalopa 10-20 ekor/M3
.diperkirakan dapat mengurangi sifat kanibalisme.
H. Pengendalian Penyakit
Penyakit pada larva kepiting dapat terjadi pada semua stadium . Disebabkan adanya
bacteria, jamur dan Protozoa yang terdapat dan berkembang didalam air bak
pemeliharaan. Ini disebabkan oleh kotoran dan sisa-sisa pakan.

Penelitian mengenai

larva kepiting belumlah banyak dilakukan. Namun demikian haruslah diwaspadai


masalah penyakit ini. Penyakit dapat timbul dari interaksi antara 3 faktor yaitu faktor
lingkungan,fartor keberadaan organisme penyakit dan faktor kondisi inang atau
organisme itu sendiri (yaitu larva yang dipelihara) yang dalam kondisi lemah.

58
Lingkungan, yang kondisinya tidak stabil (kotor, kualitas air tidak stabil) menyebabkan
kondisi larva stress, lemah, nafsu makan menurun, akibatnya mudah diserang penyakit.
Penyakit itu disebabkan keberadaan organisme penyakit itu yang ada didalam lingkungan
/bak. Keberadaan organisme penyebab penyakit itu memang ada dimana-mana, tetapi
akan dapat merebak bila kondisi airnya kotor. Bila kondisi bersih, tidak banyak sisa-sisa
kotoran dsb. dan kualitas air selalu terjaga stabilitasnya/ cocok untuk kehidupan larva
yang dipelihara, makanan cukup dan bergizi yang sesuai dengan kebutuhan larva, maka
larva juga kondisi nya akan selalu sehat, kuat, dan tahan penyakit.
Itulah caranya kita mengendalikan kondisi larva yang kita pelihara , agar kita upayakan
selalu dalam kondisi sehat dan ini dapat dicapai jika kita bekerja dengan cermat, cermat,
dan cermat.
1. Penggunaan Obat
Banyak jenis anti biotika yaitu obat yang membasmi bacteria, jamur, protozoa, tetapi
virus tidak dapat dibunuh oleh antibiotika karena virus tidak dapat melakukan
metabolisme sendiri, melainkan sepenuhnya numpang hidup pada organisme lain. Jenis
penyakit pada larva kepiting , tentu juga serupa dengan yang menyerang larva udang
yang sekarang sudah banyak diketahui. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa
larva yang terlanjut sakit, sulit untuk disembuhkan dengan obat apapun. Karena itu cara
pencegahan harus diutamakan, yaitu memelihara lingkungan agar stabil dan optimal bagi
kehidupan

larva,

pakan

menghindari/melindungi
penyakit.

yang

bak-bak

baik

mutunya,

pemeliharaan

dari

menjaga

kebersihan,

dan

kontaminasi/penularan

bibit

59
2. Penggunaan Antibiotik
Obat anti biotika sekarang dilarang oleh Pemerintah penggunaannya untuk perikanan,
karena menyebabkan organisme penyakit menjadi resisten (tidak mati oleh obat tsb.) dan
adanya obat yang menyebabkan kanker pada manusia bila pemakaian jangka panjang dan
obat tertentu itu mengendap dalam bahan makanan.
Untuk pencegahan penyakit pada Panti Pembenihan, diperkenankan untuk pembersihan
saja yaitu menggunakan obat disinfektan yang berupa bahan kimia , seperti larutan PK 23 ppm,

deterjen , sabun untuk mencuci bak dll. , formalin 100- 200 ppm untuk

mematikan bakteri dan juga virus.

60
MODUL III. BUDIDAYA KEPITING SOKA DI TAMBAK
A. Persiapan Tambak
Persiapan tambak yang baik merupakan langkah awal keberhasilan dalam budidaya.
Karena tambak merupakan media untuk budidaya yang akan dilakukan. Oleh karena itu,
persiapan tambak merupakan tahapan penting yang dapat menentukan keberhasilan
dalam budidaya. Tambak BPBAPL Karawang memiliki tekstur tanah liat berpasir, dan
tambak ini merupakan tambak yang dialih fungsikan dari budidaya udang ke budidaya
kepiting lunak yang memiliki daya dukung lahan yang sangat sesuai untuk kepiting
lunak. Bentuk tambak untuk budidaya kepiting bakau yang terdapat di BPBAPL
Karawang berbentuk persegi yang berukuran 50 x 50 m2 dengan luas 2000 m2 dengan
jumlah tambak yang digunakan sebanyak dua petakan.
1. Pengangkatan Lumpur Dasar Tambak dan Pengeringan
Proses pengeringan dan pengangkatan lumpur dilakukan untuk menekan timbulnya
gangguan pada kepiting soka yang disebabkan penurunan kualitas air akibat adanya
timbunan racun dari proses dekomposisi material dasar tambak yang tidak sempurna
selama proses produksi. Fungsi dari pengangkatan lumpur yakni untuk membuang bahan
beracun yang terakumulasi di dasar tambak seperti amoniak, nitrat, nitrit, sulfat dan lainlain yang merupakan hasil metabolisme atau sisa pakan siklus budidaya sebelumnya.
Karena standar budidaya yang baik untuk kepiting soka menurut Kordi 1996, yaitu kadar
garam antara 15 - 30 , suhu bervariasi antara 24 32oC, pH air antara 6,5 - 8,5,
amoniak (NH3) kurang dari 0,1 ppm, DO antara 4 8 ppm, nitrat (NO 3) kurang dari 0,1
ppm dan nitrit (NO2) kurang dari 0,5 ppm serta air tidak tercemar limbah racun dan
pengaruh banjir. Apabila tidak dilakukan pengangkatan lumpur dasar sebelum proses

61
budidaya diaplikasikan maka dapat menimbulkan permasalahan. Permasalahan ini dapat
berdampak pada terhambatnya moulting pada kepiting akibat kualitas air yang buruk.
Pengeringan dasar tambak bertujuan mempercepat proses oksidasi gas-gas beracun dalam
tanah serta memberantas hewan-hewan liar. Proses pengeringan tambak di lakukan
selama satu minggu dengan ciri-ciri tambak yang telah kering yakni tanah yang tampak
retak-retak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kanna (2002) yang menyatakan bahwa
pengeringan tanah dasar tambak sebaiknya dilakukan sampai tanah retak-retak dengan
tujuan untuk membunuh mikro organisme patogen yang berkembang di tambak.
2. Pengapuran
Pengapuran bertujuan meningkatkan atau menjaga pH tanah dan air tambak agar sesuai
dengan standar yang diperlukan. Pengapuran tambak juga dilakukan untuk memberantas
organisme pengganggu yang dapat merugikan kepiting yang dibudidayakan. Proses
pengapuran dilakukan setelah tambak dibersihkan dan dikeringkan. Pengapuran
mengunakan Kapur CaCO3 atau kapur Pertanian. Pengapuran dilakukan dengan
menaburkan kapur dipermukaan pelataran tambak secara merata dan ditunggu selama 2
4 hari dengan konsentrasi 50 gram/m2.
3. Pemasukan Air
Sumber air yang mengairi areal pertambakan berasal dari saluran irigasi teknis dengan
debit air yang mengaliri areal pertambakan 50-100 liter/detik. Sedangkan sumber air laut
di pengaruhi oleh pasang surut laut Pantai Utara dan penggunaan pompa submersible.
Sebelum air dimasukan ke dalam tambak, air laut diendapkan terlebih dahulu di petak
tandon yang ditanami tanaman bakau untuk menjaga kestabilan kualitas air. Proses
penyaringan pada pipa pemasukan air harus dilakukan untuk mengurangi masuknya

62
organisme penganggu (hama) ke dalam tambak. Organisme tersebut dapat berupa jasad
renik dan ikan-ikan yang akan menjadi kompetitor atau penggangu dalam proses
budidaya.
Pengisian air yang dilakukan pada pada saat air pasang, dengan cara menbuka pintu
pemasukan, kemudian air dimasukan kedalam petak tambak setinggi 80-120 cm dengan
kadar salinitas 24-30 yang mana pada kondisi perairan ini sangat baik untuk kepiting.
Menurut Kanna (2002) pengisian air sebaiknya dilakukan pada saat pagi atau sore hari
sehingga saat ditebar kepiting tidak mengalami stress.
4. Persiapan Keramba Pemeliharaan
Wadah yang digunakan dalam budidaya kepiting cangkang lunak, yaitu berupa keramba
dari bambu (Gambar 16). Keramba dibelah kecil-kecil kemudian diikat menggunakan tali
PE dan diberi sekat 72 bagian dengan ukuran tiap sekat 15 x 15 cm2. Dasar dari keramba
bambu diberi jaring waring dengan ukuran mata waring 0,1 mm.

(a)

(b)

Gambar . Perlakuan Sebelum Keramba Digunakan (a) Perendaman Keramba Sebelum


Digunakan, (b) Keramba yang Siap Digunakan
Didalam tambak, keramba disusun memanjang dan disambungkan menjadi 7-9 baris
keramba yang diikatkan dengan tali berupa benang kasur. Pada dasar keramba diberi

63
sterofoam yang berfungsi sebagai pelampung pada keramba. Persiapan keramba dimulai
dari perendaman, penjemuran dan pembersihan keramba dengan proses sebagai berikut :
Setelah proses perakitan selesai, keramba bambu kemudian direndam terlebih
dahulu selama 1 minggu dengan tujuan untuk menghilangkan getah yang terdapat
di dalam bambu. Apabila keramba langsung digunakan maka kandungan getah
pada bambu dapat membunuh bibit kepiting yang akan di tempatkan di dalam
keramba.
Setelah direndam keramba kemudian dijemur selama 3-4 hari hingga keramba
benar-benar kering. Hal ini bertujuan agar keramba bambu dapat tahan lama
dalam penggunaannya.
Kemudian keramba dibersihkan dari segala jenis kotoran yang menempel, seperti
lumut yang sering menempel pada keramba bambu.
B. Proses Budidaya
1. Seleksi Bibit Kepiting
Dalam pemeliharaan kepiting soka, kondisi dan kualitas bibit sangat menentukan tingkat
keberhasilan budidaya. Bibit kepiting soka di tambak BPBAPL diperoleh dari pengepul
atau petani kepiting yang berasal dari Muara Gembong, Bekasi. Pengangkutan bibit dari
bekasi menggunakan motor dengan jarak tempuh 3-4 jam yang mana kepiting
dimasukkan kedalam keranjang bambu. Selama dalam pengangkutan kepiting terlebih
dahulu disiram dengan air sebanyak 4 kali agar kepiting dapat bertahan lama dan tidak
mengalami kematian.

64

Gambar . Benih Kepiting yang Akan Diseleksi


Untuk mencegah tingkat kematian dalam pemeliharaan maka terlebih dahulu
dilakukan seleksi kepiting. Kepiting yang akan di tebar memiliki bobot 60-100 gram
dengan panjang karapas 10-15 cm karena ukuran tersebut merupakan ukuran konsumsi
yang banyak diminati konsumen, kondisi tubuh lengkap tidak ada yang cacat dan terluka,
karena apabila kondisi cacat atau terluka maka kepiting tidak dapat moulting dan
mengalami kematian dalam waktu 1-4 hari. Proses pemilihan kepiting yang baik dengan
cara melihat secara visual bagian kepiting secara lengkap dan utuh, diusahakan kepiting
yang tidak lembek/baru molting, kepiting yang memilki ukuran lebih besar dipisahkan
karena akan lama untuk dijadikan soka.
2. Pemotongan Capit dan Kaki Jalan Kepiting
Setelah bibit kepiting selesai diseleksi, tahap selanjutnya yang dilakukan yakni
memotong capit dan kaki jalan kepiting. Pemotongan capit dan kaki jalan kecuali kaki
renang bertujuan untuk merangsang kepiting memperbaiki fungsi morfologi tubuhnya
dengan cara melakukan pergantian kulit (moulting) sehingga akan menjadi kepiting
cangkang lunak (Afrianti, et al, 1992). Digunakan metode cutting karna metode inilah
yang dapat mempercepat kepiting melakukan moulting.

65
Proses pemotongan capit dan kaki jalan dilakukan secara manual menggunakan gunting
dengan proses sebagai berikut :
1. Pemotongan capit lebih awal dilakukan dengan cara memegang tempurung capit
dan menusukkan ujung gunting kepergelangan capit sambil menggoyanggoyangkan capit dan ujung gunting hingga lepas dari pangkalnya.
2. Pemotongan kaki jalan dengan cara memegang ketiga kaki dan mengguntingnya
pada bagian pergelangan kaki dan scara otomatis kaki akan terlepas dari
pangkalnya.
3. Kepiting yang telah di cutting capit dan kaki jalannya kemudian dimasukkan satu
persatu kedalan keramba bambu dengan kepadatan 1 sekat untuk 1 ekor kepiting.

(a)

(c)

(b)

(d)

66
Gambar . Proses Pemotongan Capit dan Kaki Jalan Kepiting (a) Pemotongan capit
kepiting, (b) Pemotongan kaki jalan kepiting, (c) Kepiting yang telah di cutting (tampak
abdomen), (d) Kepiting yang telah di cutting (tampak karapas) (Dokumentasi PU, 2012)
Penebaran kepiting dilakukan pada sore hari karena bibit kepiting dari pengumpul datang
setiap sore dan karena suhu pada waktu sore dalan keadaan tidak terlalu panas. Hal ini
mencegah terjadinya kematian pada bibit kepiting akibat suhu yang terlalu tinggi.
3. Pemeliharaan
Lama pemeliharaan kepiting setelah tebar dengan metode cutting yakni berkisar antara
25-30 hari. Tahapan pemeliharaan meliputi : pemberian pakan, pengelolaan kualitas air,
pengendalian hama dan penyakit, pengontrolan kepiting.
a. Pemberiaan Pakan
Pemberian pakan berupa ikan segar (ikan rucah) sebanyak 5-10% dari berat badan/hari
dengan frekuensi pemberian pakan 1 kali sehari pada pukul 15.00-16.00 WIB. Sebaiknya
pemberian pakan kepiting dilakukan pada sore hari atau menjelang malam karena
kepiting bakau aktif mencari makan pada saat matahari terbenam (Muskar dan Fujaya,
2008).

(a)

(b)

(c)

Gambar . Proses Pemberian Pakan (a) Jenis Pakan yang Digunakan (Ikan Rucah), (b)
Proses Pemotongan Ikan Rucah, (c) Proses Pemberian Pakan (Dokumentasi PU, 2012

67
Sebelum pakan diberikan dicuci bersihkan dahulu kemudian dilakukan pemotongan
pakan. Pemberian pakan kepiting langsung diberikan pada kepiting. Pakan segar yang
diberikan berupa ikan rucah dengan jumlah pemberian yang tidak berlebihan, karena jika
pemberian pakan berlebih akan mengakibatkan pembusukan dalam keramba untuk pakan
yang tidak termakan.
Pakan yang tidak termakan tersebut dapat menurunkan kualitas air ditambak sehingga
akan menggangu proses budidaya kepiting.
b. Pengelolaan Kualitas Air
Kualitas air sangat berpengaruh terhadap ketahanan hidup kepiting. Penurunan mutu air
dapat terjadi salah satunya karena sisa pakan yang membusuk dan hasil metabolisme
tubuh organisme budidaya. Pergantian air tambak dilakukan setiap hari sebanyak 50-60%
agar kualitas air tetap terjaga. Pergantian air dilakukan secara bertahap pada pagi dan sore
hari untuk mencegah terjadinya fluktuasi suhu. Pergantian air dilakukan pada pada saat
air pasang, dengan cara membuka pintu pemasukan, kemudian air dimasukan kedalam
petak tambak hingga ke dalaman 80-120 cm.
c. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang menyerang kepiting lunak adalah burung dan penyakit putih.
Penyakit putih disebabkan oleh buruknya kualitas air ditambak, serangan ini ditandai
dengan munculnya bintik putih pada karapas. Akibat yang ditimbulkan dari bintik putih
ini kepiting menjadi lemah sehingga tidak dapat melakukan moulting dan mati. Untuk
pencegahan penyebaran pentakit dilakukan dengan penggantian air.

68
d. Pengontrolan Kepiting
Dalam pemeliharaan kepiting dilakukan pengontrolan setiap 2 jam sekali karena waktu
setiap kepiting untuk melakukan moulting berbeda-beda. Kepiting yang telah moulting
harus segera diangkat, karena keterlambatan pengangkatan 3-5 jam dapat mengakibatkan
cangkang kepiting kembali mengeras. Pengontrolan juga dilakukan untuk mencegah
hama dan penyakit pada kepiting. Setiap hari dilakukan pembersihan kepiting dari lumut
yang menempel pada karapasnya. Pembersihan dilakukan dengan cara menggosok lumut
dengan tangan hingga bersih.
C. Pemanenan
Kepiting yang sudah siap dipanen yaitu kepiting yang telah melakukan moulting.
Pemanenan dilakukan setelah 15-20 hari dari waktu tebar benih. Pemanenan dilakukan
secara selektif, yaitu hanya memilih kepiting yang telah melakukan moulting. Kepiting
yang telah moulting harus segera diambil atau dipanen, karena keterlambatan 3-5 jam
dapat mengakibatkan pengerasan kembali pada cangkang. Pengambilan kepiting yang
telah moulting dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terlepasnya organ tubuh
kepiting akibat tubuhnya yang sangat lunak. Setelah kepiting diambil dari keramba,
kepiting dikumpulkan dan direndam didalam air tawar selama 25 menit, hal ini dilakukan
untuk menghindari pengerasan kembali pada cangkang kepiting. Setelah dilakukan
pemanenan kepiting ditimbang bobotnya, kemudian dimasukkan kedalam plastik untuk
disimpan didalam freezer. Proses pendistribusian dilakukan setelah kepiting cukup untuk
dijual, oleh karna itu kepiting harus dimasukkan kedalam freezer.

69

(a)

(b)

(c)

Gambar . Proses Penyimpanan Kepiting, (a) Kepiting Dimasukkan Kedalam Plastik, (b)
Penimbangan Bobot Kepiting, (c) Kepiting Disimpan Didalam
SUMBER BACAN :
Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 1992. Pemeliharaan Kepiting. Kanisius, Yogyakarta
Aldrianto,E., 1994. Aktifitas Reproduksi Kepiting Bakau. Techner no.12 Th.2. 1994. Hal.
46-48.
Alma, B. 2000. Perencanaan Bisnis Kewirausahaan. Bandung : Alfabeta
Cholik,F dan A.Hanafi. 1991. A.Review of the status of the Mud Crab (Scylla sp.).
Fishery and Culture in Indonesia. The Mud Crab . A rep on Sem convened in Surat
Thani,Thailand, Nov 5-8,1991.s for Mud crab culture a Preliminary biochemical,
Fisical and Biological Evaluation . The Mud Crab. A Rep .on th Sem convened at
Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP.1991.
Gillespie,N.C. and J.H.Burke. 1991. Mud crab storage and Transport in Australian
Commerce. The Mud crab. A Rep.on the Sem. Convened at Surat Thani, Thayland.
Nov.5-8. BOBP. 1991.
Haliman, R.W. dan Adijaya D.S. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya : Jakarta
How-Cheong, C., U.P.D.Gunasekera and H.P.Amandakoon. 1991. Formulation of
artificial feeds for Mud crab culture a Preliminary biochemical, Fisical and
Biological Evaluation . The Mud Crab. A Rep .on th Sem convened at Surat Thani,
Thayland. BOBP. 1991.
Kanna, I. 2002. Budidaya Kepiting Bakau. Kanisius, Yogyakarta.
Kordi K.,M.G.H. 1996. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng Ditambak Sistem
Polikultur. PT. Dahara Prize, Semarang
Ladra, D.F. and J.C.Lin. 1991. Trade and Marketing Practices of the Mud Crab in the
Philippines. A Rep. on th Sem.convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP.
1991.
Ladra,D.F. Mudcrab fattening Practices in the Philippines. The Mud Crab, A Rep on the
Sem convened in Surat Thani,Thayland, Nov.5-8, 1991. BOBP.
Lipsey dan Stainer. 1984. Pengantar Ilmu Ekonomi. Bina Aksara : Jakarta.
Makatutu,D., I.Rusdi dan A.Parenrengi. 1998. Studi pendahuluan Pengaruh perbedaan
waktu awal pemberian pakan alami rotifer, Brachionus rotendiformis terhadap
sintasan Zoea kepiting bakau S.serrata Forskal. Pros.Sem Perik.Pantai, Bali. 1998.
hal: 178-181.

70
Mardjono, M.,N.Hamid dan M.L.Nurdjana . 1992. Budidaya Kepiting Bakau : Lahan
Usaha Baru yang Menguntungkan. Makalah Seminar sehari. Jakarta 8 Juli 1992.
Mardjono,M., Anindiastuti, Noor hamid , Iin S.Djunaidah dan W.H.Satyantini. 1994
Pedoman Pembenihan Kepiting Bakau Scylla serrata . BBAP Jepara. 1994.
Muskar dan Y. Fujaya. 2008. Pedoman Teknis Budidaya Kepiting Di Tambak. Fakultas
Perikanan Universitas Hasanudin. Makasar.
Prinpanapung,S. 1991. Rearing of Mud Crab (Scylla serrata). The Mud Crab. A Rep.on
the Sem.convened at Surat Thany, Thayland. Nov.5-8. BOBP.1991.
Rattanachote,A. and R. Dangwatanakul. Mud Crab (Scylla serrata Forskal) fattening in
Surat Thani Province. A Rep on the Sem.convened in Surat Thani, Thayland.
Nov.5-8. BOBP . 1991.
Rusdi,I.,D.Makatutu dan K.M.Setiawati. 1998. Percobaan Pematangan Gonad dan
Pemijahan Kepiting Bakau Scylla serrata pada berbagai jenis dan ketebalan
substrat. Pros. Sem.Teh.Perik.Pantai, Bali , 6-7 Agust 1998.
Samarasinghe,R.P., D.Y.Fernando and O.S.S.C.de Silva. 1991. Pond Culture of Mud Crab
in Sri Lanka. A Rep.on the Sem.convened in Surat Thani , Thayland. . Nov 5-8 .
BOBP . 1991.
Srinavasagam,S. and M.Kathirvel. 1991. A Review of Experimental Culture of the Mud
crab, Scylla serrata Forskal in India. The Mud Crab. A rep. of the Sem convened at
Surat Thani, Thayland. N0v. 5-8. BOBP. 1991.
Susanto,B. , M.Marzuqi, I.Setyadi,D.Syahidah,G.N.Permana dan Haryanti . 2004.
Penagmatan aspek biologi Rajungan (portunus pelagicus), dalam menunjang
tehnik pembenihannya. Warta Penel. Perik Indonesia.Vol.10,No.1,2004.
Yunus. 1998. Uji Pendahuluan Produksi benih kepiting bakau (S.serrata). Pros.
Sem.Teh.Perik.Pantai, Bali. 1998. hal: 124-132.

Anda mungkin juga menyukai