Anda di halaman 1dari 11

BAB ?

1.2 Daphnia spp


Daphnia spp merupakan salah satu jenis plankton yang termasuk zooplankton
yang berasal dari ordo Cladocera. Daphnia sp biasa digunakan sebagai pakan alami
bagi ikan atau biota laut lainnya. Ketika kondisi yang cocok, Daphnia sp dapat
bereproduksi secara partenogenesis menghasilkan anak betina dan ketika lingkungan
yang kondisinya tidak cocok, Daphnia sp dapat bereproduksi menghasilkan telur
dorman.

1.2.1 KLASIFIKASI
Menurut Pennak (1989), klasifikasi Daphnia spp. adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Branchiopoda
Ordo : Cladocera
Famili : Daphnidae
Genus : Daphnia
Spesies : Daphnia spp.

Gambar. Daphnia spp


(Sumber : Pengkey 2009)
1.2.2 Habitat
Daphnia sp adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar, mendiami
kolam atau danau. Daphnia sp dapat timbuh optimum pada selang suhu 18-24°C.
Selang suhu ini merupakan selang suhu optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan
Daphnia sp. Diluar selang tersebut, Daphnia sp akan cenderung dorman. Daphnia sp
membutuhkan pH sedikit alkalin yaitu antara 6.7 sampai 9.2. Seperti halnya mahluk
akuatik lainnya pH tinggi dan kandungan amonia tinggi dapat bersifat mematikan
bagi Daphnia sp, oleh karena itu tingkat amonia perlu dijaga dengan baik dalam suatu
sistem budidaya mereka. Seluruh spesies Daphnia sp diketahui sangat sensitif
terhadap ion-ion logam, seperti Mn, Zn, dan CU, dan bahan racun terlarut lain seperti
pestisida, bahan pemutih, dan deterjen. Daphnia sp merupakan filter feeder, artinya
mereka memfilter air untuk medapatkan pakannya berupa makhluk-makhluk bersel
tunggal seperti algae, dan jenis protozoa lain serta detritus organik. Selain itu, mereka
juga membutuhkan vitamin dan mineral dari dalam air. Mineral yang harus ada dalam
air adalah Kalsium, unsur ini sangat dibutuhkan dalam pembentukan cangkangnya.
Daphnia sp diketahui toleran dengan kadar oksigen terlarut rendah. Pada kondisi
dengan kadar oksigen terlarut rendah, mereka akan membentuk hemoglobin untuk
membantu pendistribusian oksigen dalam tubuh mereka. Kehadiaran hemoglobin ini
sering menyebabkan Daphnia sp berwarna merah. Hal ini tidak akan terjadi apabila
kadar oksigen terlarut cukup. (Warna Daphnia seringkali ditentukan oleh jenis pakan
yang dikonsumsi, sebagai contoh apabila mereka mengkonsumsi algae, maka
tubuhnya akan cenderung berwarna hijau). Suplai oksigen dapat diberikan pada kultur
untuk menjamin kadar oksigen yang memadai.
1.2.3 Reproduksi
Daphnia sp. bereproduksi secara partenogenesis dan seksual (Curtis dan
Barnes 1989). Partenogenesis adalah cara reproduksi tanpa pembuahan. Reproduksi
secara partenogenesis dapat ditemui hampir di semua kawasan sepanjang tahun dan
hanya menghasilkan individu betina (Pennak 1989).
Gambar 2 . Reproduksi pada Daphnia spp
(Sumber : Pengkey 2009)
Telur akan matang dengan sendirinya di organ ovarium yang kemudian secara
tidak bersamaan akan masuk ke kantung pengeraman (brood chamber) melalui
oviduk. Jumlah telur yang dihasilkan dalam sekali bertelur bervariasi antara 2-40
butir telur tetapi umumnya 10 sampai 20 butir. Pada suhu 10 0 C, Daphnia sp.
membutuhkan waktu 11 hari untuk menjadi dewasa dan 2 hari pada suhu 25 0 C
(Delbare dan Dhert 1996). Pada saat kondisi kurang baik, seperti adanya perubahan
suhu, kurangnya makanan dan akumulasi limbah, produksi telur secara
parthenogenesis menjadi berkurang bahkan beberapa menetas dan telur berkembang
menjadi individu jantan (Hickman 1967 dalam Casmuji 2002). Dengan
berkembangnya Daphnia sp. jantan, maka populasi mulai bereproduksi secara seksual
(Sari 2010). Telur telur yang dihasilkan mempunyai ukuran lebih besar dan kuning
telurnya lebih banyak. Telur tersebut berwarna gelap dan buram, serta bersifat haploid
sehingga 7 perlu pembuahan. Kondisi yang merangsang terbentuknya telur yang
menghasilkan individu jantan meliputi (a) akumulasi limbah yang mengakibatkan
tingginya populasi sp., (b) berkurangnya makanan dan (c) suhu media mencapai 14-
17°C (Pennak 1989).

1.2.4 Karakteristik
Menurut Suwignyo & Krisanti (1997) Daphnia sp. biasanya berukuran 0,25-3
mm, sedangkan menurut Pennak (1989) 1-3 mm. Bentuk tubuh Daphnia sp adalah
lonjong, pipih secara lateral dan memiliki ruas-ruas tubuh walaupun tidak terlihat
dengan jelas. Bagian tubuh sampai ekor ditutupi oleh cangkang transparan yang
mengandung khitin. Cangkang pada bagian kepala menyatu dengan punggung
sedangkan pada bagian perut berongga menutupi lima pasang kaki yang disebut kaki
toraks (Balcer et al. 1984).

Gambar 3. Morfologi Daphnia spp


(Sumber : Pengkey 2009)

Pada bagian kepala terdapat sebuah mata majemuk (ocellus) dan lima pasang
alat tambahan, yang pertama disebut antena pertama, yang kedua disebut antena
kedua yang mempunyai fungsi utama sebagai alat gerak. Tiga pasang yang terakhir
adalah bagian-bagian dari mulut (Mokoginta 2003). Umumnya cara berenang
Daphnia sp. berupa hentakan-hentakan, tetapi ada beberapa spesies yang tidak bisa
berenang dan bergerak dengan merayap karena telah beradaptasi untuk hidup di
lumut dan sampah daun-daun yang berasal dari dalam hutan tropik (Suwignyo 1989
dalam Casmuji 2002).

1.2.5 Faktor yang Mempengrauhi Pertumbuhan Daphnia spp


Faktor yang mempengaruhi populasi Daphnia sp yaitu pakan, kualitas air
seperti suhu, oksigen terlarut, pH, amoniak dan alkalinitas (Penn State University,
2006). Suhu merupakan faktor abiotik yang mempengaruhi peningkatan dan
penurunan aktivitas organisme seperti reproduksi, pertumbuhan dan kematian
(Ananthakrishnan dan Viswanathan, 1983 dalam Suryaningsih, 2006). Di luar kisaran
suhu optimum, Daphnia sp cenderung dorman (tidak melakukan reproduksi) (Radini
2006).
Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting dalam perairan,
terutama untuk proses respirasi bagi sebagian organisme air (Ward, 1992 dalam
Mone, 2007). Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh suhu. Nilai suhu berbanding
terbalik dengan konsentrasi oksigen terlarut. Semakin tinggi suhu maka kadar oksigen
terlarut semakin rendah, begitupun sebaliknya (Wiadnya, 1994). Alkalinitas air bisa
didefinisikan sebagai kapasitas air terhadap asam netral (Sentosa, 2007). Konsentrasi
pH berbanding lurus dengan alkalinitas. Apabila alkalinitas meningkat, maka pH juga
cenderung meningkat, begitupun sebaliknya (Wiadnya, 1994).
Amoniak berasal dari dekomposisi bahan organik yang mengandung unsur
nitrogen (Amstrong 1995). Amoniak merupakan salah satu pemicu stres bagi
Daphnia sp yang dapat menyebabkan Daphnia sp memproduksi telur yang nantinya
me njadi Daphnia sp berjenis kelamin jantan sehingga populasi Daphnia sp menjadi
turun karena reproduksi tidak terjadi secara partenogenesis. Peningkatan konsentrasi
amoniak akan menurunkan nilai pH.
Pakan dan kualitas air mempengaruhi lama puncak populasi (periode
stasioner) yaitu fase dimana kepadatan relatif konstan. Lama puncak populasi
(periode stasioner) pada kontrol hanya terjadi selama 1 hari yaitu pada hari ke-6
dengan kepadatan yang rendah dan pemberian pakan yang terus menerus tanpa
adanya penyangga dalam air yang menyebabkan kualitas air khususnya amoniak
menjadi naik dan pH menjadi turun sehingga puncak populasi tidak dapat bertahan
lama.

1.2.6 Kegunaan Daphnia spp


Daphnia merupakan sumber pakan bagi ikan kecil, burayak dan juga hewan
kecil lainnya. Kandungan proteinnya bisa mencapai lebih dari 70% kadar bahan
kering. Secara umum, dapat dikatakan terdiri dari 95% air, 4% protein, 0.54 %
lemak, 0.67 % karbohidrat dan 0.15 % abu. Kepopulerannya sebagai pakan ikan
selain karena kandungan gizinya serta ukurannya, adalah juga karena kemudahannya
dibudidayakan sehingga dapat tersedia dalam jumlah mencukupi, hampir setiap
saat.
Kegunaan lainnya yaitu :
 Mudah di cerna oleh benih ikan sebab mengandung enzim pencernaan yang
berfungsi untuk menghancurkan diri-sendiri.
 Pemberian Daphnia sp, yang hidup tidak menyabakan penurunan kualitas air.
 Kandungan asam amino esensial pada Daphnia sp, hampir mirip dengan
artemia sehingga nilai nutrisinya tinggi.
 Sebagai pengganti artemia.
 Daphnia sering digunakan secara luas untuk uji toksisitas baik secara akut
maupun kronis bagi bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pertanian dan
industri yang terbuang ke ekosistim perairan.

 Sebagai pembersih lingkungan tercemar.

 Sebagai bahan baku penghasil kitin.

 Sebagai “raw model” dalam mempelajari interaksi gen dan lingkungan (Mc
Taggart et.al., 2009).

1.4 Enrichment
Pengkayaan / enrichment adalah penambahan bahan tertentu sesuai kebutuhan
dalam rangka meningkatkan kualitas pakan alami. Pengkayaan penting dilakukan
untuk mencukupkan kekurangan kandungan gizi terte ntu dari suatu pakan alami
yang sangat dibutuhkan oleh larva kultivan dalam pertumbuhannya.

Enrichment atau pengkayaan dengan penambhana nutrien meupakan suatu


proeses yang dilakukan untuk memperbaiki kandunagn gizi Artemia spp agar lebih
lengkap dan sempurna, sehingga mutunya lebih tinggi bagi organisme yang
memangsa atau memakannya, teknik pengkayaan dapat meningkatkan kualitas nutrisi
artemia dan selanjutya akan meningkatkan kelangsungan hidup. Pertumbuhan, sifat
pewarnaan dan ketahanan terhadap stress dan menurunkanterjadinya abnormalitas
(Sorgeloos 1980).

Teknik pengkayaan untuk meningkatkan kandungan nutrisi dari pakan hidup


lebih banyak digunakan pada hatcheri ikan laut. Pemberian asam lemak n-3
HUFAdalam pakan yang sesuai denga kebutuhan ikan daoat meningkatkan
ketahanan tubuh terhadap stress, meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan
(Watanabe 1982 dalam Nopitawati2001).

1.4.1 Probiotik
Probiotik menurut Elumalai et al. (2013) adalah mikroorganisme hidup dalam
budidaya ikan yang dapat mencegah penyakit, sehingga meningkatkan produksi dan
dapat menurunkan kerugian ekonomi. Aplikasi probiotik dalam sistem akuakultur
memainkan peran penting yang menentukan tingkat keberhasilan budidaya. Probiotik
ketika dikonsumsi oleh ikan dalam jumlah yang cukup, memberikan manfaat
kesehatan untuk ikan yang dapat mencapai saluran pencernaan dan tetap hidup
dengan tujuan meningkatkan kesehatan ikan.
Probiotik memiliki efek antimikrobial dan pada bidang akuakultur bertujuan
untuk menjaga keseimbangan mikroba dan pengendalian patogen dalam saluran
pencernaan. Mikroorganisme pada probiotik bersaing dengan patogen di dalam
saluran pencernaan untuk mencegah agar patogen tidak mengambil nutrisi yang
diperlukan untuk hidup ikan (Cruz et al., 2012)
Verstraete et al. (2000) dalam Hapsari (2009) menyatakan bahwa probiotik akuakultur
lebih dikenal sebagai bakteri yang mampu memperbaiki kualitas air, mampu
meningkatkan daya tahan tubuh ikan dan dikenal sebagai bakteri yang mampu
meningkatkan pertumbuhan pada ikan.
1.4.2 Keuntungan Pengkayaan
 Untuk memperbaiki / mencukupkan nilai nutrisi yang terkandung dalam
pakan alami.
 Pakan yang berkualitas baik akan memberikan dampak positif terhadap larva
ikan seperti tingginya kelulushidupan.
 Meningkatkan pertumbuhan larva.
 Meningkatkankeaktifanlarva serta,
 Mempertinggi dayatahan / sistem pertahanan larva terhadap serangan
penyakit.

1.5 Ikan Beureum Panon


1.5.1 Morfologi
Puntius orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae,
disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk lengkap
dengan 27-34 sisik penyusunannya. Jari –jari keras sirip punggung bergerigi halus
kira-kira 30 buah, jari –jari lemah sirip dubur sebanyak 3-5 buah dan dikelilingi
batang ekor sebanyak 16 buah (Saanin, 1984). Ikan brek memiliki bentuk tubuh yang
mirip dengan ikan tawes. Ciri khas ikan brek adalah mata berwarna merah, warna
kecoklatan pada bagian sirip punggung dan warna kemerahan pada semua sirip
kecuali pada sirip dada.

Menurut Saanin (1984), ikan brek diklasifikasikan sebagai berikut:


Filum : Chordata
Subfilim : Vertebrata
Class : Osteichthyes
Subkelas : Teleostei
Ordo : Cypriniformes
Subordo : Cyprinoidea
Familia : Cyprinidae
Genus : Puntius
Species : Puntius orphoides C.V

Gambar. Ikan beurem panaon / brek (Puntius orphoides C.V)


(Sumber : Anonim 2016)

2.3.2 Habitat
Kisaran temperatur tempat ditemukannya P. orphoides adalah 24 - 29oC.
Kondisi ini relatif lebih sempit dibandingkan dengan P. javanicus yang berada pada
rentang 24 - 31oC. Hal ini ada kaitannya dengan kedalaman air yang disukai P.
javanicus yaitu perairan yang relatif dalam, dengan rentang 50 - 300 cm. Namun
demikian, kisaran temperatur kedua jenis tersebut masih berada dalam batas yang
layak untuk mendukung kehidupan ikan di daerah tropis, yang berkisar 25 - 32 oC
(Sinaga, 1995).
Selanjutnya kisaran pH tempat ditemukannya P. orphoides yaitu 5,8 - 8,0,
yang relatif lebih luas dibandingkan dengan P. javanicus yang berada pada rentang
6,0 - 7,8. Ditinjaau dari aspek domestikasi, kondisi P. orphoides ini lebih
menguntungkan. Demikian pula untuk kondisi kualitas air lainnya, yaitu
trannsparansi, kandungan oksigen dan karbondioksida bebas tampak memiliki kisaran
yang lebih luas dibandingkan P. javanicus. Selanjutnya, untuk kecepatan arus
tampaknya P. orphoides
lebih menyukai arus yang relatif lebih deras dibandingkan dengan P. javanicus.
Ditinjau dari aspek kualitas air, secara umum dapat dikatakan bahwa P. orphoides
memiliki rentang yang relatif lebih luas, sehingga lebih mudah untuk dibudiyakan
dibandingkan dengan P. javanicus.

DAFTAR PUSTAKA

A.Shofy Mubarak, et al. 2009. Pemberian Dolomit Pada Kultur Daphnia spp. Sistem
Daily Feeding pada Populasi Daphnia spp. dan Kestabilan Kualitas Air.
Balcker, M.D, N. L. Korda dan S.I Dodson. 1984. Zooplankton of The Great Lakes.
University of Wiconson Press : United State of America
Cruz, P. M., A.L. Ibanez, O.A.M Hermosillo and H.C.R. Saad. 2012. Use of Probiotic
in Aquaculture. ISRN Microbiology, doi: 10. 5402/2012/1916845
Curtis,H. Dan N.S Barnes. 1989. Biology : Fifth Edition Worth Publisher Inc : New
York
Dalbare, D , Derth. 1996. Mamal on The Production and Use of Live Food for
Agriculture : Cladocerans, Nematodes and Trocophore Larva. Food and
Agriculture Organization. Fisheries Technical Paper.
Elbert, D. 2005. Ecology, Epidemiology, and Ecolution of Parasitism in
Daphnia.Basel University, Zwiterland
Elumalai, M. Antunes C., Guihernio L. 2013. Effects of single metals and selected
enzymes of carcinus maens Water, Air. And Soil Pollution. 141 (1-4); 273-
280
Hapsari, A. N. 2000. Efektifitas Penambahan Probiotik Komersil Terhadap Perubahan
Kualitas Air, Kelulushidupan dan Pertumbuhan Benih Ikan Nila. Skripsi
Universitas Diponegoro Semarang.
Hulsmann, S. 2000. Population Dynamics of Daphnia galeata in the Biomanipulated
Bautzen Reservoir. Life History Strategies Against Food Defficiency and
Predation. Institut tur Hydrobiologie Technischi Universtat. Dresden.
Hutabarat, S dan Evans. 1985. Kunci Identifikasi Zooplankton Daerah Tropik . UI
Press: Jakarta.
Isnansetyo, A dan Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton
Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Mone, A. 2007. Pengaruh Penambahan Air Rendaman Dedak Dengan Dosis Yang
Berbeda Sebagai Pakan Daphnia sp. Terhadap Produksi Ephippia Daphnia
sp.. Skripsi. Program Studi S-1Budidaya Perairan. Universitas Airlangga.
Surabaya.
Mubarak, A, et al., 2009. Pemberian Dolomit Pada Kultur Daphnia spp Sisitem Daily
Feeding Pada Populasi Daphnia spp dan Kesetabilan Kualitas Air. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. Vol 1 No (1) April 2009
Mudjiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta
Pangky, heneke. 2009. Daphnia dan Penggunaannya. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, UNSRAT. Manado.
Penn State University. 2006. Environmental Inquiry-Bioassays using Daphnia.
Pennak , W. 1989. Fresh-Water Invertebrates of the United States : Protozoa to
Mollusca John Wiley & Sons, Incorporated. New York
Radini. D, 2006. Optimasi Suhu, pH Serta Jenis Pakan Pada Kultur Daphnia sp.
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayat. Bandung.
Rostini,I.2007. Kultur fitoplankton pada skala laboratorium Unpadpress: Bandung.
Sachlan, M. 1982.Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas
Diponegoro: Semarang.
Sentosa, PT. Cipta Mulia. 2007. Kesadahan Air. Jakarta Utara
Stewart. M dan Hutabarat.1986. Kunci Identifikasi Plankton. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro: Semarang.
Suryaningsih, H. 2006. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Rendaman dedak terhadap
Populasi Daphnia sp. Skripsi. Program Studi S-1 Budidaya Perairan.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Wiadnya, D. Gede R. 1994. Bahan Kuliah Analisis Laboratorium Kualitas Air.
Jurusan PTA. Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Malang.

Anda mungkin juga menyukai