Anda di halaman 1dari 4

Nama : Farah Khairunnisa

NPM : 230110160088
Kelas/Kelompok : Perikanan B/7

1. Artemia
Menurut Bougis (1979), klasifikasi Artemia salina Leach adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Class : Crustacea
Sub class : Branciopoda
Ordo : Anostraca
Famili : Artemidae
Genus : Artemia
Species : Artemia salina Leach
Artemia adalah sejenis udang-udang primitif yang hidup di laut. Linnaeus pada
tahun 1778 mulanya menamakan spesiesnya adalah Cancer salinus, tetapi kemudian
nama spesiesnya dirubah oleh Leach pada tahun 1918 menjadi Artemia salina Leach
(Bougis, 1979).

2. Siklus Hidup dan Habitat Artemia


Siklus hidup dimulai dari saat menetasnya kista. Setelah 15 - 20 jam pada suhu
25C kista akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih
akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan menyelesaikan
perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah akan bisa berenang
bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat masih
mengandung kuning telur. Artemia sp. yang baru menetas tidak akan makan, karena
mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas mereka
akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai
makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. Naupli
akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari
(Purwakusuma, 2001). Artemia sp. dewasa toleran terhadap selang suhu -18 hingga
40C. Sedangkan temperatur optimal untuk penetasan kista Artemia sp. dan
pertumbuhan adalah 25 30C. Meskipun demikian hal ini akan ditentukan oleh strain
masing-masing Artemia sp. menghendaki kadar salinitas antara 30 - 35 ppt.

Sejak stadia nauplius 10, terjadi perubahan morfogis dan fungsi yang sangat
penting. Antena kedua berfungsi sebagai alat pembeda kelamin. Pada Artemia sp.
jantan antena kedua ini berubah menjadi alat penjepit yang kukuh yang digunakan
untuk menjepit Artemia sp. betina. Pada antena yang terdapat pada Artemia sp. betina
saat kopulasi berfungsi sebagai alat sensor atau peraba.

Prakopulasi pada Artemia sp., dewasa dimulai dengan pendekapan betina oleh
jantan dengan alat penjepitnya. Pasangan ini akan berenang berkeliling dalam posisi
beriringan dengan jantan di belakang betina. Pada saat ini kopulasi dilakukan dengan
dimasukkannya sperma ke dalam uterus kemudian telur yang telah dibuahi berkembang
dalam uterus. Setiap individu betina mempunyai ovari yang terletak pada kedua sisi
saluran pencernaan di balik torakopoda ( Purwakusma, 2001).

Pada kondisi alamiah, artemia hidup di danaudanau dan perairan bersalinitas


tinggi. Oleh karena itu, artemia disebut juga udang renik asin (brine shrimp). Secara
fisik, artemia tidak mempunyai pertahanan tubuh. Oleh karena itu kemampuan hidup
di danau dengan salinitas tinggi merupakan sistem pertahanan alamiah artemia terhadap
musuh-musuh pemangsanya. Artemia dapat hidup pada temperatur 25-30C
(Mudjiman, 1989).

Artemia hidup di perairan dengan kadar garam yang tinggi (antara 300-500 per
mil) dan bersifat planktonik. Suhu yang cocok untuk kelangsungan hidup Artemia
berkisar antara 26-31C. Dengan kadar pH sekitar 7,3-8,4 dengan oksigen terlarut
sekitar 3 mg/L. Artemia sebagai plankton memiliki keistimewaan yaitu memiliki
kemampuan beradaptasi dan mampu mempertahankan diri pada kisaran kadar garam
yang sangat luas. Pada kadar garam yang sangat tinggi dimana hewan lain tidak ada
yang mampu bertahan hidup namun Artemia dapat mentolelirnya (Atmoko dan Maruf
2009).

3. Penggunaan Artemia dalam Kegiatan Akuakultur


Diantara jenis pakan alami yang digunakan sebagai pakan larva ikan dan udang
adalah Artemia, karena selain bernilai tinggi, ukuran dari nauplius Artemia juga sesuai
untuk larva ikan dan crustacea (Bardach, 1972 da/am Ako dan Tamarur 2002). Artemia
telah digunakan sebagai pakan hidup untuk budidaya ikan sejak tahun 1920 (Tracy and
Warland, 2002). Artemia sp. merupakan pakan yang sangat baik untuk larva dang
maupun organisme akuatik lainnya (Kontara 1990). Hal ini disebabkan karena Artemia
sp. tersedia dalam bentuk kista (cyst) sehingga praktis dalam penggunaannya,
mempunyai nilai nutrisi yang baik, ukuran cocok bagi sebagian besar larva. Menurut
Person and Sorgeloos (1980) Artemia sp. merupakan sumber asam lemak esensial bagi
larva udang windu. Larva udang windu pada stadium awal memerlukan protein sekitar
55%, sedangkan Artemia sp. mengandung protein sekitar 58%. Nauplius Artemia yang
baru menetas berukuran panjang 0,45 mm, lebar 0,17 mm, dan berat 0,01 mg
merupakan makanan ideal untuk udang Penaeid, seperti Penaeus japonicus, Penaeus
indicus, Penaeus monodon, terutama untuk stadia mysis dan pasca larva (Liau et al.
1983 dalam Indarti 1988). Selain itu, mudah sekali dicerna karena mempunyai kulit
yang sangat tipis (kurang dari 1 mikron) (Umiyati, 1995).

4. Merek Komersil Artemia dan Prosedur Penggunaan


5. Kandungan Gizi Artemia

DAFTAR PUSTAKA
Ako, H., C-S. Tamaru, P. Enrichment of Artemia For Use in Freshwater Ornamental
Fish Production. CTSA Publication No. 133.
www.Biofilter.com/CTSA133.html

Indarti, S. A. 1988. Pengaruh pemberian nauplius Artemia, makanan buatan dengan sumber
protein utama induk Artemia serta campuran keduanya terhadap kelangsungan hidup
pasca larva udang Windu (Penaeus monodon). Fakultas Perikanan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Kontara, EKM. 1990. Pertumbuhan Udang Windu (Penaeus monodon Fabr.) Stadium PL yang
Diberi Nauplius Artemia Hasil Bioenkapsulasi dengan Asam Lemak Omega-3. Tesis.
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Mudjiman, A. 1994. Makanan ikan. Cet. Ke-61 PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Purwakusuma, W. 2001. Artemia sp.

Sorgeloos, P. 1980. The Use of Brine Shrimp Artemia in Aquaculture in Persoone, G. ,


Sorgeloos, P., Roels, O.A., and Jaspers, E (Eds) The Brine Shrimp Artemia vol. 3.
Universe Press, Wethern, Belgium.

Tracy and D. Warland. 2002. South Australian Marine Services. The Seahorse Farm, Port
Lincoln, South Australia, Artemia Decapsulation, Hatching, Feeding, On-Growing and
Enrichment. OZ REEF Marine Park. Melbourne, Australia.
Umiyati, S. S. 1995. Penggunaan Enrichment untuk Pembenihan Udang Windu. Dalam
Pertemuan Perumusan Kriteria Kelayakan Benur Windu. Balai Budidaya Udang
Pangandaran. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai