Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Teknik Kultur Pakan Alami Artemia Salina

Tugas

Oleh:

ARYA JELI

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 6 BURU

KABUPATEN BURU

Tahun 2020/2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya, serta tidak lupa pula penulis mengirimkan shalawat dan salam

kepada junjungan Nabi besar Muhammad S.A.W. sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini. Penulis menyadari penyusunan tugas

akhir ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan

saran dan kritik yang membangun.

Semoga tugas ini bermanfaat bagi penulis dan berguna bagi kami

selaku pelajar dalam jurusan agribisnis perikanan.

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
Cover ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR................................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... ix
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan dan Manfaat..................................................................... 2
2 PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Artemia...................................................................... 6
2.2 Morfologi Artemia....................................................................... 7
2.3 Habitat Artemia .......................................................................... 8
2.4 Reproduksi Artemia .................................................................... 8
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan …………………………………………………....... 9
5.2 Saran …………………………………………………………..... 9
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………........ 10

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha budidaya udang saat ini semakin banyak dilaksanakan dan terus
dikembangkan baik secara tradisional, semi intensif, intensif sampai
superintensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau
dan laut. Selain pengembangan skala usaha, ikan yang di budidayakan
semakin beragam jenisnya. Salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan
usaha budidaya udang adalah ketersediaan pakan, di mana penyediaan pakan
merupakan faktor yang begitu penting disamping penyediaan induk. Pemberian
pakan yang berkualitas dalam jumlah yang cukup akan memperkecil persentase
larva yang mati. Zooplankton merupakan salah satu pakan alami digunakan
secara luas di dalam industri budidaya ikan dan udang. Salah satu
zooplankton yang banyak digunakan sebagai pakan utama dalam pembenihan
ikan, udang dan kepiting adalah Artemia. Artemia banyak digunakan karena
ukurannya yang kecil sehingga sesuai dengan bukaan mulut larva. Artemia
sebagai pakan alami banyak digunakan dalam pembenihan udang karena nilai
gizinya yang tinggi. Nilai nutrisinya didapatkan dari kandungan protein Artemia
dewasa mencapai 60% (Sumeru dan Anna, 1992).
Salah satu keistimewaan Artemia adalah kemampuannya dalam
beradaptasi terhadap rentang salinitas yang luas. Salah satu keunggulan jasad
renik ini adalah kemampuannya, Artemia merupakan salah satu pakan alami
yang sering digunakan di tempat pembenihan udang (hatchery) atau budidaya
udang. Artemia merupakan organisme sejenis udang-udangan renik yang
dikenal dalam bahasa inggris yaitu brine shrimp. Artemia hidup secara
planktonik di perairan yang mengandung garam bersalinitas 15 – 300 per mill
dengan suhu berkisar antara 26°C – 31°C dan pH antara 7,3 – 8,4. Organisme ini
memiliki keistimewaan hidup yaitu dapat bertoleransi pada perairan dengan kadar
garam yang tinggi.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk memperkuat penguasaan
tentang teknik penyediaan pakan alami Artemia salina.
Manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah untuk memperkuat wawasan dan
kempetensi keahlian dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya pada
teknik penyediaan pakan alami Artemia Salina.

II. PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Artemia
Menurut Linnaeus, 1758 dalam Weekers (2002) klasifikasi Artemia salina
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Infrakingdom : Protostomia
Filum : Anthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Crustacea
Subkelas : Branchiopoda
Ordo : Anostraca
Subordo : Artemiina
Family : Artemidae
Genus : Artemia Leach, 1819
Spesies : Artemia salina.
2.2 Morfologi Artemia
Artemia dewasa memiliki ukuran antara 10-20 mm dengan berat sekitar 10
mg. Bagian kepalanya lebih besar dan kemudian mengecil hingga bagian
ekor. Mempunyai sepasang mata dan sepasang antenulla yang terletak pada
bagian kepala. Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki yang disebut
thoracopoda. Alat kelamin terletak antara ekor dan pasangan kaki paling
belakang. Salah satu antena Artemia jantan berkembang menjadi alat
penjepit, sedangkan pada betina antena berfungsi sebagai alat sensor. Jika
kandungan oksigen optimal, maka Artemia akan berwarna kuning atau merah
jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak
mengkonsumsi mikroalga. Pada kondisi yang ideal seperti ini, Artemia akan
tumbuh dengan cepat. Kista Artemia berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan
kering dan bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi
oleh cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi
embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra violet dan
mempermudah pengapungan (Mudjiman, 2008).
Cangkang kista Artemia dibagi dalam dua bagian yaitu korion (bagian luar)
dan kutikula embrionik (bagian dalam). Diantara kedua lapisan tersebut
terdapat lapisan ketiga yang dinamakan selaput kutikuler luar. Korion dibagi lagi
dalam dua bagian yaitu lapisan yang paling luar yang disebut lapisan
peripheral (terdiri dari selaput luar dan selaput kortikal) dan lapisan alveolar
yang berada di bawahnya. Kutikula embrionik dibagi menjadi dua bagian
yaitu lapisan fibriosa dibagian atas dan selaput kutikuler dalam di bawahnya.
Selaput ini merupakan selaput penetasan yang membungkus embrio (Mudjiman,
2008).
2.2 Habitat Artemia
Pada kondisi alamiah, Artemia hidup di danau–danau dan perairan
bersalinitas tinggi. Oleh karena itu, Artemia disebut juga udang renik asin
(brine shrimp). Secara fisik, Artemia tidak mempunyai pertahanan tubuh. Oleh
karena itu, kemampuan hidup di danau dengan salinitas tinggi merupakan
sistem pertahanan alamiah Artemia terhadap musuh-musuh pemangsanya.
Artemia dapat hidup pada temperatur 25-300C (Mudjiman, 1995).
A. salina memiliki resistensi luar biasa pada perubahan dan mampu hidup
pada variasi salinitas air yang luas dari air laut (2.9 - 3.5ppt) sampai danau garam
salinitas tinggi (25-35ppt), dan masih dapat bertoleransi pada kadar garam
50ppt (jenuh). Beberapa ditemukan di rawa asin hanya pada pedalaman bukit
pasir pantai, dan tidak pernah ditemui di lautan itu sendiri karena di lautan terlalu
banyak predator. A. salina juga mendiami kolom-kolom evaporasi buatan
manusia yang biasa digunakan untuk mendapatkan garam dari lautan. Insang
membantunya agar cocok dengan kadar garam tinggi dengan absorbsi dan
ekskresi ion-ion yang dibutuhkan dan menghasilkan urin pekat dari glandula
maxillaris. Hidup pada variasi temperatur air yang tinggi pula, dari 6-37°C dengan
temperatur optimal untuk reproduksi pada 25°C (suhu kamar). Keuntungan
hidup pada lokasi berkadar garam tinggi adalah sedikitnya predator namun
sumber makanannya sedikit (Emslie, 2003).
2.3 Reproduksi Artemia
Menurut Soorgelos et al (1986) dalam Ramadhon et al (2013) Artemia sp.
mempunyai dua macam sistem reproduksi, yaitu secara aseksual dan
seksual. Artemia sp. bereproduksi secara aseksual dilakukan secara
partenogenesis, yaitu proses reproduksi proses reproduksi yang dilakukan oleh
induk betina tanpa adanya pembuahan oleh induk jantan. reproduksi seksual
adalah proses perkawinan antara induk jantan dan betina. Berdasarkan proses
perkembangan Artemia, dapat dilakukan secara ovipar dan ovovivipar.
Perkembangan ovovivipar terjadi pada kondisi optimal, yaitu diawali dengan
menetasnya telur menjadi embrio yang menyelesaikan perkembangannya
berubah menjadi nauplii. Perkembangan ovipar terjadi pada kondisi
lingkungan perairan dengan salinitas tinggi dan bahan pakan sangat kurang, serta
fluktuasi oksigen sangat tinggi, hal ini menyebabkan terbentuknya cyste pada
telur.

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan laporan tugas akhir dapat diambil
kesimpulan yaitu:
1. Semakin tinggi pemberian dosis SCP dapat meningkatkan retensi kandungan
protein terlarut dan lemak pada A. salina.
2. Bioenkapsulasi dengan pemberian dosis SCP terhadap A. salina tidak
menunjukkan adanya hasil yang terbaik pada dosis perlakuan yang diberikan.
3. Bioenkapsulasi dengan pemberian dosis SCP terhadap larva ikan kakap putih
menunjukkan yang hasil terbaik pada dosis 100 mg/L dengan peningkatan
kelangsungan hidup larva ikan kakap putih sebesar 80 % serta
menurunkan resiko kematian larva.
DAFTAR PUSTAKA

Abraha, B., & Admassu, H. 2018. Effect of processing methods on


nutritional and physico-chemical composition of fish : a review. vol. 6
no.4:376–382.

Aling, C., Tuturoong, R. A. V., Tulung, Y. L. R., & Waani, M. R. 2020.


Kecernaan Serat Kasar dan BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) Ransum
Komplit Berbasis Tebon Jagung Pada Sapi Peranakan Ongole. Zootec, vol.
40, no. 2: 428–438.

Badan Standarisasi Nasional. 2014. Ikan kakap putih (Lates carcarifer,


Bloch 1790) bagian 3 : produksi induk. SNI 6145.3:2014. Kementerian
Kelautan dan Perikanan.

Bahari, M. C., Suprapto, D., & Hutabarat, S. 2014. Pengaruh Suhu dan
Salinitas Terhadap Penetasan Kista Artemia salina Skala Laboratorium.
Diponegoro Journal of Maquares, vol. 3, no. 4: 188–194.

Barka, A., & Blecker, C. 2016. Microalgae as a potential source of single-cell


proteins. A review. Biotechnology, Agronomy and Society and
Environment, vol. 20, no. 3: 427–436.

Basford, A. J., Mos, B., Francis, D. S., Turchini, G. M., White, C. A., &
Dworjanyn, S. 2020. A microalga is better than a commercial lipid emulsion
at enhancing live feeds for an ornamental marine fish larva. Aquaculture, vol.
523, no. 735203.

Bharti, V., Pandey, P. K., & Koushlesh, S. K. 2014. Single Cell Proteins:
a Novel Approach in Aquaculture Systems. World Aquaculture, vol 45, no.
4: 62–63.
Claus, C., Benijts, F., Vandeputte, G., & Gardner, W. 1979. The biochemical
composition of the larvae of two strains of Artemia salina (L.) reared on two
different algal foods.Journal of Experimental Marine Biology and Ecology,
vol 36 no.2: 171–183.

Conceição, L. E. C., Yúfera, M., Makridis, P., Morais, S., & Dinis, M. T. 2010.
Live feeds for early stages of fish rearing. Aquaculture Research vol. 41, no.
5: 613–640.

Darosman, T. C., Muhammadar, A. A., & Satria, S. 2019. Pengkayaan


Rotifera (Brachionus plicatilis) dengan Chlorella sp. Untuk Pakan Larva Ikan
Kakap Putih (Lates calcarifer). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Dan
Perikanan Unsyiah, vol. 4, no. 2: 124–133.

Anda mungkin juga menyukai