Anda di halaman 1dari 16

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keberhasilan
suatu budidaya adalah pemberian pakan. Harefa (2003), menyatakan bahwa,
pakan alami Artemia merupakan salah satu komponen penentu menuju
keberhasilan dalam usaha budidaya perikanan hal ini dikarenakan Artemia selain
mudah dicerna, sesuai bukaan mulut larva ikan dan bernutrisi tinggi, kandungan
nutrisi Artemia terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, air, dan abu. Protein
merupakan kandungan terbesar, yaitu 40-60 %.
Artemia merupakan jenis zooplankton dari anggota crustasea yang menurut
(Bhat 1992: Gilbert 2003 dalam Sulistyowati dkk., 2006), menyatakan bahwa
Artemia dijadikan sebagai pakan alami terbaik untuk lebih dari 85% spesies
hewan budidaya. Aremia merupakan pakan alami yang sangat baik untuk
dibudidayakan hal ini dilihat dari beberapa keunggulan yang dimilikinya dan juga
dari proses pembudidayaannya yang cukup sederhana, tidak membutuhkan
biayang produksi yang mahal. Selain itu juga Artemia dapat ditemukan dengan
mudah ditempat-tempat penjualan ikan hias, Artemia dijual dalam bentuk kista.
Salah satu keunggulan dari Artemia adalah mampu hidup pada perairan yang
bersalinitas tinggi, dan juga kistanya dapat ditetaskan pada salinitas yang berbeda.
Harefa (1996) dalam Gisman, A., M., (2010), sebagai media tetas digunakan air
laut dengan salinitas antara 10-30 ppt, dalam keadaan normal kurang dari 48 jam
kemudian kista akan menetas menjadi nauplius. Kemudian munurut Gusrina,
(2008), kista Artemia sp dapat ditetaskan pada media yang mempunyai salinitas 5-
35 ppt, walaupun pada habitat aslinya dapat hidup pada salinitas yang sangat
tinggi, tetapi Mudjiman, (2004) dalam Atdjas., C., (2011), menyarankan salinitas
optimum untuk penetasan kista Artemia adalah 30 ppt, dimana salinitas 30 ppt
Artemia sp hidup dan berkembang baik sehingga Artemia sp tidak membutuhkan
energi yang banyak untuk beradaptasi dengan lingkungan atau media tempat
hidupnya.

1
2

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui teknik
kultur Artemia sp dalam skala laboraturium sehingga nantinya setiap mahasiswa
lebih mengerti tentang bagaimana mengkultur Artemia sp. dengan baik.

1.3 Manfaat Praktikum


Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilakukan, manfaat yang
diperoleh yaitu berupa informasi dan juga sebagai pedoman mengenai tentang
cara mengkultur artemia dan kegunaan artemia.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Artemia


Klasifikasi artemia menurut (Wibowo, 2013) adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Sub Filum : Branchiata
Kelas : Crustacea
Sub Kelas : Branchiopoda
Ordo : Anostraca
Famili : Artemiidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia sp

Gambar 1. Artemia
Artemia diperjualbelikan dalam bentuk telur dorman (istirahat) yang disebut
dengan Siste. Siste berbentuk bulatan-bulatan kecil berwarna kelabu kecoklatan
dengan diameter berkisar antara 200 - 350 mikron. Satu gram siste Artemia kering
rata–rata terdiri dari 200.000 - 300.000 butir siste. Siste yang berkualitas baik akan
menetas sekitar 18 - 24 jam apabila diinkubasikan dalam air bersalinitas normal.
Terdapat beberapa tahap (proses) penetasan Artemia, yaitu tahap hidrasi, tahap
pecah cangkang, dan tahap payung atau tahap pengeluaran. Pada tahap hidrasi
terjadi penyerapan air sehingga siste yang diawetkan dalam bentuk kering tersebut
akan menjadi bulat dan aktif melakukan metabolisme. Tahap selanjutnya adalah
tahap pecah cangkang, disusul dengan tahap payung yang terjadi beberapa saat
sebelum nauplius keluar dari cangkang.
Artemia yang baru menetas disebut nauplius. Nauplius berwarna oranye,
berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron,

3
4

dan berat 0,002 mg. Nauplius mempunyai sepasang antenulla dan sepasang
antenna. Antenulla berukuran lebih kecil dan pendek dibandingkan dengan
antenna. Selain itu, di antara antenulla terdapat bintik mata yang disebut dengan
ocellus. Sepasang mandibulla 4 rudimenter terdapat di belakang antenna. Labrum
(semacam mulut) terdapat di bagian ventral.
Nauplius berangsur–angsur mengalami perkembangan dan pertumbuhan
dengan 15 kali pergantian kulit hingga menjadi dewasa. Setiap tingkatan
pergantian kulit disebut dengan instar, sehingga dikenal instar I hingga instar XV.
Setelah cadangan makanan yang berupa kuning telur habis dan saluran pencernaan
berfungsi, nauplius mengambil makanan ke dalam mulutnya dengan
menggunakan setae pada antenna. Artemia mulai mengambil makanan setelah
mencapai instar II sekitar 24 jam setelah menetas (Mudjiman, 1989).
Menurut Wibowo dkk (2013), Artemia dewasa biasanya berukuran panjang 8
- 10 mm yang ditandai dengan adanya tangkai mata yang jelas terlihat pada kedua
sisi bagian kepala, antenna sebagai alat sensori, saluran pencernaan yang terlihat
jelas, dan 11 pasang thoracopoda. Pada Artemia jantan, antena tumbuh berfungsi
sebagai pemegang betina ketika kawin. Terdapat sepasang alat kelamin di bagian
depan dari panggkal ekornya Artemia jantan. Sedangkan Artemia betina memiliki
uterus yang menonjol berada tepat di ujung terakhir kaki renang. Soundarapandian
and Saravanakumar (2009), mengatakan bahwa kelangsungan hidup yang lebih
tinggi diperoleh ketika Artemia dikultur pada 33 -35 ppt (80 %) diikuti oleh 28 -
34 ppt (75 %) dan 2 - 4 ppt (30 %). Jadi salinitas yang lebih tinggi sangat
dibutuhkan untuk kelangsungan hidup yang lebih baik.

2.2 Reproduksi dan Siklus Hidup Artemia


Camara (2012), mengatakan bahwa Artemia merupakan spesies yang
ditentukan oleh kriteria isolasi reproduksi yaitu mewakili spesies biseksual yang
ada di dunia. Menurut Sorgeloos et al (2002), Artemia terdiri dari strain biseksual
dan partenogenetik. Artemia perempuan bereproduksi dengan ovovivipar dan
ovipar, melepaskan kedua larva atau embrio siste nauplius. Artemia lebih disukai
diproduksi secara ovovivipar. Mudjiman (1989), mengatakan bahwa
ovoviviparitas sering terjadi ketika keadaan lingkungan cukup baik dengan kadar
garam dibawah 100 - 150 ppt, sedangkan ovipar sering terjadi ketika keadaan
5

sangat buruk, biasanya terjadi karena kadar oksigen sangat rendah dan kadar
garam lebih dari 150 ppt. Didukung oleh Sulistyowati dkk (2006), yang
menjelaskan bahwa pembentukan siste yang dihasilkan oleh Artemia betina
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan terutama salinitas
tinggi dan rendahnya kadar oksigen.
Menurut Sorgeloos et al (2002), Fertilisasi merupakan interaksi antara
berbagai jenis sel yang berbeda dalam kurun waktu tertentu sehingga
menghasilkan individu baru. Perjalanan spermatozoa melintasi perkembangan
oosit dan melakukan penetrasi ke dalam sitoplasma maternal yang kemudian
terjadi perkembangan embrio sebagai respon oosit terhadap rangsangan sperma
yang telah dibuahi. Oosit yang sudah dibuahi mengalami perkembangbiakan
secara ovovivipar, keadaan dimana nauplius (Instar-I) dapat langsung berenang
bebas. Kemungkinan lainnya adalah terjadinya perkembangbiakan secara ovipar,
keadaan dimana siste gastrula meninggalkan induk betina dan memasuki masa
diapause. Setelah siste mengalami aktivasi, siste pun dapat berkembang menjadi
larva. Namun, jika terjadi kesalahan pada proses tersebut, siste akan berhenti
bertumbuh.

2.3 Artemia Sebagai Pakan Alami


Artemia merupakan salah satu jenis pakan alami yang sangat penting dalam
budidaya sektor pembenihan. Hal ini dikarenakan Artemia memiliki ukuran yang
sesuai dengan bukaan mulut hampir seluruh jenis larva ikan maupun udang.
Artemia memiliki beberapa karakteristik, yang membuatnya menjadi ideal untuk
kegiatan budidaya. Artemia mudah untuk dipelihara, adaptasi yang lebar terhadap
kondisi lingkungan, non-selective filter feeder, mampu tumbuh pada padat tebar
yang sangat tinggi. Artemia juga memiliki nilai nutrisi yang tinggi, efesiensi
konversi yang tinggi, waktu untuk menghasilkan keturunan yang cepat, rataan
fekunditas yang tinggi, dan masa hidup yang sangat panjang. Selain itu, Artemia
dapat diberikan berupa penyimpanan dingin dari nauplius yang biasa diberikan ke
larva udang stadia mysis. Panggabean (1984), mengatakan bahwa nutrisi
naupliusartemia yang baru menetas yaitu protein 40 % - 50 %, karbohidrat 15 % -
20 %, lemak 15 % - 20 %, abu 3 % - 4 %, kalori 5000 – 5500 kalori/gram berat
kering.
6

Sulistyono dkk (2016), mengatakan bahwa Artemia merupakan salah satu


pakan alami yang terbaik bagi larva ikan. Artemia cenderung disukai larva karena
memiliki kandungan asam lemak dan ukurannya sangat cocok dengan bukaan
mulut larva ikan. Selain itu, pengkayaan nutrisi Artemia juga dilakukan seperti
Purba (2012), yang menjelaskan bahwa Pemberian pakan larva udang Vaname
menggunakan Artemia yang diperkaya dengan sel diatom menunjukkan nilai
kandungan nutrisi yang lebih baik daripada Artemia yang tidak diperkaya dengan
sel diatom. Firmansyah dkk (2013), menjelaskan bahwa nilai nutrisi penting pada
Artemia mempengaruhi laju pertumbuhan Artemia. Setiawati dkk (2013), juga
mengatakan bahwa pemberian Artemia yang diperkaya vitamis C dengan dosis
100 ppm sebagai pakan alami selama tujuh hari memberikan efek kelangsungan
hidup dan pertumbuhan larva ikan patin yang baik.
Menurut Widiastuti dkk (2012), Artemia membutuhkan asupan nutrisi berupa
pakan alami seperti Tetraselmis sp., Chaetoceros sp., Skeletonema sp. agar nutrisi
yang terkadung dalam Artemia bertambah sehingga akan sangat bermanfaat ketika
diaplikasikan ke udang maupun ikan. Artemia memiliki kandungan protein
mencapai 60 % dengan kandungan asam amino esensial lengkap dalam jumlah
yang tinggi. Artemia stadia nauplius memiliki kandungan asam amino prolin,
isoleusin, lisin, dan asam glutamat yang tinggi. Begitu juga pada Artemia dewasa
yang memiliki kandungan asam amino prolin, isoleusin dan asam glutamat yang
tinggi. Selain itu, Artemia mengandung banyak asam lemak esensial omega-3 dan
omega-6 yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan (Wibowo, 2013).
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Artemia
Nutrisi Jumlah
Protein 40% - 60%
Karbohidrat 15% - 20%
Lemak 15% - 20%
Abu 3% - 4%
Air 1% - 10%
7

2.4 Dekapsulasi
Dekapsulasi merupakan suatu proses penghilangan cangkang siste
menggunakan larutan hipoklorit. Larutan hipoklorit akan memecah dinding sel
siste sehingga terpisah dari telur Artemia. Beberapa keuntungan dalam
pemanfaatan Artemia sebagai pakan dengan menggunakan teknik dekapsulasi
dibandingkan teknik non dekapsulasi adalah sebagai berikut :
a. Memberikan jaminan keamanan pakan. Siste tanpa cangkang lebih aman
dikonsumsi walupun siste belum sempat menetas. Cangkang yang berasal dari
buangan penetasan siste atau siste yang tidak/belum menetas tidak dapat dicerna
oleh larva bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan.
Dekapsulasi menghasilkan siste bebas dari kontaminan, jamur, dan
mikroorganisme berbahaya lainnya.
b. Nauplius yang dihasilkan dari siste memiliki kandungan energi dan bobot lebih
besar dibandingkan dengan nauplius non dekapsulasi. Hal ini dikarena nauplius
dekapsulasi tidak memerlukan energi lagi untuk memecahkan cangkang dalam
proses penetasan.
c. Siste dekapsulasi dapat digunakan secara langsung sebagai pakan kaya energi
bagi ikan dan udang.
d. Memerlukan pencahayaan lebih rendah untuk penetasan (Wibowo, 2013).
3. METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum kultur pakan alami ini di laksnakan pada 16 November sampai 18
November 2022, pukul 13.00 – 17.00 WIB. Praktikum ini diadakan di ruang
kualitas air, Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum bioper ini meliputi:
Tabel 2. Alat-alat yang digunakan beserta fungsinya
No Alat Fungsi
1. Botol aqua Untuk wadah penetasan artemia
2. Aerator Untuk mensuplai oksigen
3. Timbangan Untuk menimbang berat artemia
4. Lem plastic Untuk menutupi kebocoran
5. Gelas ukur Untuk mengukur banyaknya air
6. Kamera Untuk mengambil dokumentasi
7. Mikroskop Untuk melihat artemia
Tabel 3. Bahan yang digunakan beserta fungsinya
No. Bahan Fungsi
1. Air laut Untuk menghidupkan artemia
2. Cysta artemia Sebagai bahan yang akan di kultur
3. Kertas saring Untuk menyaring artemia

3.3 Metode Praktikum


Adapun metode atau cara kegiatan praktikum yang dilakukan yaitu secara
langsung. Kegiatan secara langsung dilakukan selama 2 hari di lab kualitas air,
Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh dipandu langsung oleh
tim dari asisten dosen. Adapun kegiatan praktikum yang dilakukan berdasarkan
hanya sumber bacaan atau berdasarkan teori seperti Artikel, jurnal, buku-buku dan
sumber literatur lainnya.

8
9

3.4 Prosedur praktikum


Beberapa langkah-langkah prosedur kerja dalam melakukan praktikum yaitu :
1. Siapkan wadah kultur (botol aqua) yang berukuran 3 liter yang telah
dibersihkan.
2. Masukkan air laut kedalam botol kemudian beri aerasi kuat.
3. Masukkan 2 gram cysta artemia kedalam botol yang telah berisi air laut
sebanyak 1 liter dan biarkan selama 24 jam.
4. Wadah didekatkan pada lampu pada suhu tetap stabil.
5. Penyamplingan dilakukan pada hari kedua setelah penetasan, pada saat
penyamplingan atau pemanenan, aerator dimatikan.
6. kemudian lakukakan pemanenan dengan menyaring artemia menggunakan
kertas saring agar artemia terpisah oleh cangkangnya.
7. Selanjutnya lihat di mikroskop untuk mengetahui lebih jelas bentuknya.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum kultur artemia ini sebagai berikut:
1. Wadah yang digunakan berukuran 1.5 liter
2. Wadah penetasan berbentuk krucut
3. Daya tetas artemia yaitu 24 jam
4. Pemisahan cangkang menggunakan kertas saring

4.2 Pembahasan
Untuk mendapatkan hasil penetasan yang baik, dapat digunakan wadah
yang dasarnya berbentuk kerucut, atau wadah berbentuk corong dari gelas atau
plastik seperti yang dianjurkan oleh SORGELOOS & PERSOONE (1975).
Bentuk dasar kerucut ini tidak memerlukan aerasi yang terlampau kuat. Sedikit
aerasi dari dasar kerucut sudah dapat memberikan adukan pada telur-telur
Artemia. Meskipun kepadatan tinggi (10 g/1) telur telur Artemia dapat tetap
melayang dan mendapat oksigen cukup. Wadah dibuat dari bahan gelas atau
plastik yang memungkinkan cahaya masuk. Dengan demikian kista-kista yang
terhidrasi dalam kondisi aerob dapat dirangsang dengan cahaya yang masuk.
Rangsangan cahaya dapat dilakukan selama kurang lebih 5 jam - 10 jam setelah
telur direndam, setelah itu tidak diperlukan cahaya lagi. Jadi sebaiknya penetasan
telur mulai dari pagi hari di saat masih cukup sinar rnatahari. Penyinaran secara
langsung harus dihindari karena sinar matahari mengandung sinar ultra violet
yang dapat merusakkan embryo telur (Maria,1984).
Artemia di tebar Setelah itu diberi aerasi dan dipelihara selama 24 jam.
Selama pemeliharaan berlangsung diberikan cahaya berupa lampu penerang. Hal
ini bertujuan apabila Artemia sp sudah menetas dan menjadi naupli, naupli-naupli
tersebut akan berkumpul pada cahaya lampu untuk mempermudah proses
pemanenan. Setelah pemeliharaan selama 24 jam, dilakukan pemanenan naupli.
Proses pemanenan dilakukan dengan cara mencabut selang penutup yang ada di
bawah masing-masing wadah agar supaya naupli yang menetas ikut keluar
bersama dengan air, sementara cangkang telurnya tetap bearada diwadah

10
11

penetasan.Penetasan Artemia menggunakan air laut buatan yakni pembuatan


larutan air garam dengan salinitas tertentu sehingga dapat digunakan untuk proses
inkubasi cysta Artemia sp. penetasa kista Artemia sp dilakukan selama 24 jam.
Presentase penetasan diperoleh dari perbandingan jumlah kista yang menetas
menjadi nauplius dengan jumlah kista yang tidak menetas (Fatma,2016).
Penampungan kista pada kertas saring dapat membantu dalam penyimpanan
kista lebih jauh. Sementara itu kista yang masih berada di kertas saring seharusnya
di bilas dengan air laut (Taufik, 2002).
5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu:
1. Artemia merupakan jenis zooplankton crustasea yang dijadikan sebagai
pakan alami terbaik.
2. Salah satu keunggulan artemia adalah mampu hidup pada perairan yang
bersalinitas tinggi, dan juga kistanya dapat di tetaskan pada salinitas yang
berbeda.
3. Wadah artemia terbuat dari botol aqua yang berukuran 1.5 liter dan
berbentuk krucut.
4. Dalam penetasan artemia kepadatan artemia yaitu 2 gram. Artemia akan
menetas setelah 18-24 jam.
5. Artemia yang baru menetas disebut nauplius. Setelah menetas sempurna,
secara visual dapat terlihat terjadinya perubahan warna dari coklat muda
menjadi oranye.
6. Pemanenan artemia dilakukan dengan mematikan aerasi, setelah itu
pemanenan dapat dilakukan dengan cara membuka selang pada dasar
wadah. Setelah itu nauplius artemia disring menggunakan kertas saring.

12
DAFTAR PUSTAKA

Atdjas., C., 2011 Pengaruh salinitas terhadap waktupenetasan Artemia. Proposal


penelitian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Joint program pppptk-
seamolec. Universitas Padjajaran.

Fatma T, Hasim, Rully Tuiyo., 2016. Daya Tetas Artemia sp. Menggunakn Air
Bersalinitas Buatan dengan Jenis Garam Berbeda.Universitas Negeri
Gorontalo.
Gisman, A.,M., 2010. Pengaruh Salinitas Dalam Media Kultur Terhadap
Kandungan Protein dan Lemak Artemia sp. Palu.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan. Depertemen Pendidikan Nasional. PT. Macan Jaya Cemerlang.
Jakarta.
Harefa. 2003. Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang dan Ikan.PT.
Penebar Swadaya. Jakarta
Maria,G,L,P., 1984. Teknik Penetasan dan Pemanenan Artemia Salina.Oseana.
Mudjiman, A. 1989. Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Bhratara Niaga
Media. Jakarta.
Sulistyono Bangkit, Isriansyah, Sumoharjo. 2016. Pemberian Pakan Artemia sp
Yang Diperkaya Dengan Minyak Cumi Terhadap Kelangsungan Hidup
Dan Pertumbuhan Larva Ikan Gabus (Channa
striata).JurnalAquawarman. Vol. 2.No. 1.Hlm : 11-18
Sulistyowati B. E.,Widyani T.,Soni M. F. A, 2006.Peningkatan Kuantitas dan
Kualitas Kista Artemia Franciscana Setelaah Pembenihan Silase
Ikan.Jakarta
Taufik, N.Spi., 2002. Produksi Kista dan Biomasa Artemia Dengan Sistim In-
Door dan Out-Door.Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia.
Wibowo, S., B.S.B. Utomo., TH. D. Suryaningrum., dan Syamdidi. 2013. Artemia
Untuk Pakan Ikan Dan Udang. Penebar Swadaya. Jakarta.

13
LAMPIRAN

14
15

Lampiran 1. Alat dan bahan praktikum

Gelas ukur Mikroskop

Wadah penetasan Aerator

Artemia
16

Lampiran 2. Proses kegiatan praktikum

Pengukuran air laut Penimbangan artemia

Pengisian air ke wadah Penuangan artemia ke wadah

Penyaringan artemia Gambar artemia di mikroskop

Anda mungkin juga menyukai