PENDAHULUAN
1
2
Gambar 1. Artemia
Artemia diperjualbelikan dalam bentuk telur dorman (istirahat) yang disebut
dengan Siste. Siste berbentuk bulatan-bulatan kecil berwarna kelabu kecoklatan
dengan diameter berkisar antara 200 - 350 mikron. Satu gram siste Artemia kering
rata–rata terdiri dari 200.000 - 300.000 butir siste. Siste yang berkualitas baik akan
menetas sekitar 18 - 24 jam apabila diinkubasikan dalam air bersalinitas normal.
Terdapat beberapa tahap (proses) penetasan Artemia, yaitu tahap hidrasi, tahap
pecah cangkang, dan tahap payung atau tahap pengeluaran. Pada tahap hidrasi
terjadi penyerapan air sehingga siste yang diawetkan dalam bentuk kering tersebut
akan menjadi bulat dan aktif melakukan metabolisme. Tahap selanjutnya adalah
tahap pecah cangkang, disusul dengan tahap payung yang terjadi beberapa saat
sebelum nauplius keluar dari cangkang.
Artemia yang baru menetas disebut nauplius. Nauplius berwarna oranye,
berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron,
3
4
dan berat 0,002 mg. Nauplius mempunyai sepasang antenulla dan sepasang
antenna. Antenulla berukuran lebih kecil dan pendek dibandingkan dengan
antenna. Selain itu, di antara antenulla terdapat bintik mata yang disebut dengan
ocellus. Sepasang mandibulla 4 rudimenter terdapat di belakang antenna. Labrum
(semacam mulut) terdapat di bagian ventral.
Nauplius berangsur–angsur mengalami perkembangan dan pertumbuhan
dengan 15 kali pergantian kulit hingga menjadi dewasa. Setiap tingkatan
pergantian kulit disebut dengan instar, sehingga dikenal instar I hingga instar XV.
Setelah cadangan makanan yang berupa kuning telur habis dan saluran pencernaan
berfungsi, nauplius mengambil makanan ke dalam mulutnya dengan
menggunakan setae pada antenna. Artemia mulai mengambil makanan setelah
mencapai instar II sekitar 24 jam setelah menetas (Mudjiman, 1989).
Menurut Wibowo dkk (2013), Artemia dewasa biasanya berukuran panjang 8
- 10 mm yang ditandai dengan adanya tangkai mata yang jelas terlihat pada kedua
sisi bagian kepala, antenna sebagai alat sensori, saluran pencernaan yang terlihat
jelas, dan 11 pasang thoracopoda. Pada Artemia jantan, antena tumbuh berfungsi
sebagai pemegang betina ketika kawin. Terdapat sepasang alat kelamin di bagian
depan dari panggkal ekornya Artemia jantan. Sedangkan Artemia betina memiliki
uterus yang menonjol berada tepat di ujung terakhir kaki renang. Soundarapandian
and Saravanakumar (2009), mengatakan bahwa kelangsungan hidup yang lebih
tinggi diperoleh ketika Artemia dikultur pada 33 -35 ppt (80 %) diikuti oleh 28 -
34 ppt (75 %) dan 2 - 4 ppt (30 %). Jadi salinitas yang lebih tinggi sangat
dibutuhkan untuk kelangsungan hidup yang lebih baik.
sangat buruk, biasanya terjadi karena kadar oksigen sangat rendah dan kadar
garam lebih dari 150 ppt. Didukung oleh Sulistyowati dkk (2006), yang
menjelaskan bahwa pembentukan siste yang dihasilkan oleh Artemia betina
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan terutama salinitas
tinggi dan rendahnya kadar oksigen.
Menurut Sorgeloos et al (2002), Fertilisasi merupakan interaksi antara
berbagai jenis sel yang berbeda dalam kurun waktu tertentu sehingga
menghasilkan individu baru. Perjalanan spermatozoa melintasi perkembangan
oosit dan melakukan penetrasi ke dalam sitoplasma maternal yang kemudian
terjadi perkembangan embrio sebagai respon oosit terhadap rangsangan sperma
yang telah dibuahi. Oosit yang sudah dibuahi mengalami perkembangbiakan
secara ovovivipar, keadaan dimana nauplius (Instar-I) dapat langsung berenang
bebas. Kemungkinan lainnya adalah terjadinya perkembangbiakan secara ovipar,
keadaan dimana siste gastrula meninggalkan induk betina dan memasuki masa
diapause. Setelah siste mengalami aktivasi, siste pun dapat berkembang menjadi
larva. Namun, jika terjadi kesalahan pada proses tersebut, siste akan berhenti
bertumbuh.
2.4 Dekapsulasi
Dekapsulasi merupakan suatu proses penghilangan cangkang siste
menggunakan larutan hipoklorit. Larutan hipoklorit akan memecah dinding sel
siste sehingga terpisah dari telur Artemia. Beberapa keuntungan dalam
pemanfaatan Artemia sebagai pakan dengan menggunakan teknik dekapsulasi
dibandingkan teknik non dekapsulasi adalah sebagai berikut :
a. Memberikan jaminan keamanan pakan. Siste tanpa cangkang lebih aman
dikonsumsi walupun siste belum sempat menetas. Cangkang yang berasal dari
buangan penetasan siste atau siste yang tidak/belum menetas tidak dapat dicerna
oleh larva bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan.
Dekapsulasi menghasilkan siste bebas dari kontaminan, jamur, dan
mikroorganisme berbahaya lainnya.
b. Nauplius yang dihasilkan dari siste memiliki kandungan energi dan bobot lebih
besar dibandingkan dengan nauplius non dekapsulasi. Hal ini dikarena nauplius
dekapsulasi tidak memerlukan energi lagi untuk memecahkan cangkang dalam
proses penetasan.
c. Siste dekapsulasi dapat digunakan secara langsung sebagai pakan kaya energi
bagi ikan dan udang.
d. Memerlukan pencahayaan lebih rendah untuk penetasan (Wibowo, 2013).
3. METODE PELAKSANAAN
8
9
4.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum kultur artemia ini sebagai berikut:
1. Wadah yang digunakan berukuran 1.5 liter
2. Wadah penetasan berbentuk krucut
3. Daya tetas artemia yaitu 24 jam
4. Pemisahan cangkang menggunakan kertas saring
4.2 Pembahasan
Untuk mendapatkan hasil penetasan yang baik, dapat digunakan wadah
yang dasarnya berbentuk kerucut, atau wadah berbentuk corong dari gelas atau
plastik seperti yang dianjurkan oleh SORGELOOS & PERSOONE (1975).
Bentuk dasar kerucut ini tidak memerlukan aerasi yang terlampau kuat. Sedikit
aerasi dari dasar kerucut sudah dapat memberikan adukan pada telur-telur
Artemia. Meskipun kepadatan tinggi (10 g/1) telur telur Artemia dapat tetap
melayang dan mendapat oksigen cukup. Wadah dibuat dari bahan gelas atau
plastik yang memungkinkan cahaya masuk. Dengan demikian kista-kista yang
terhidrasi dalam kondisi aerob dapat dirangsang dengan cahaya yang masuk.
Rangsangan cahaya dapat dilakukan selama kurang lebih 5 jam - 10 jam setelah
telur direndam, setelah itu tidak diperlukan cahaya lagi. Jadi sebaiknya penetasan
telur mulai dari pagi hari di saat masih cukup sinar rnatahari. Penyinaran secara
langsung harus dihindari karena sinar matahari mengandung sinar ultra violet
yang dapat merusakkan embryo telur (Maria,1984).
Artemia di tebar Setelah itu diberi aerasi dan dipelihara selama 24 jam.
Selama pemeliharaan berlangsung diberikan cahaya berupa lampu penerang. Hal
ini bertujuan apabila Artemia sp sudah menetas dan menjadi naupli, naupli-naupli
tersebut akan berkumpul pada cahaya lampu untuk mempermudah proses
pemanenan. Setelah pemeliharaan selama 24 jam, dilakukan pemanenan naupli.
Proses pemanenan dilakukan dengan cara mencabut selang penutup yang ada di
bawah masing-masing wadah agar supaya naupli yang menetas ikut keluar
bersama dengan air, sementara cangkang telurnya tetap bearada diwadah
10
11
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu:
1. Artemia merupakan jenis zooplankton crustasea yang dijadikan sebagai
pakan alami terbaik.
2. Salah satu keunggulan artemia adalah mampu hidup pada perairan yang
bersalinitas tinggi, dan juga kistanya dapat di tetaskan pada salinitas yang
berbeda.
3. Wadah artemia terbuat dari botol aqua yang berukuran 1.5 liter dan
berbentuk krucut.
4. Dalam penetasan artemia kepadatan artemia yaitu 2 gram. Artemia akan
menetas setelah 18-24 jam.
5. Artemia yang baru menetas disebut nauplius. Setelah menetas sempurna,
secara visual dapat terlihat terjadinya perubahan warna dari coklat muda
menjadi oranye.
6. Pemanenan artemia dilakukan dengan mematikan aerasi, setelah itu
pemanenan dapat dilakukan dengan cara membuka selang pada dasar
wadah. Setelah itu nauplius artemia disring menggunakan kertas saring.
12
DAFTAR PUSTAKA
Fatma T, Hasim, Rully Tuiyo., 2016. Daya Tetas Artemia sp. Menggunakn Air
Bersalinitas Buatan dengan Jenis Garam Berbeda.Universitas Negeri
Gorontalo.
Gisman, A.,M., 2010. Pengaruh Salinitas Dalam Media Kultur Terhadap
Kandungan Protein dan Lemak Artemia sp. Palu.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan. Depertemen Pendidikan Nasional. PT. Macan Jaya Cemerlang.
Jakarta.
Harefa. 2003. Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang dan Ikan.PT.
Penebar Swadaya. Jakarta
Maria,G,L,P., 1984. Teknik Penetasan dan Pemanenan Artemia Salina.Oseana.
Mudjiman, A. 1989. Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Bhratara Niaga
Media. Jakarta.
Sulistyono Bangkit, Isriansyah, Sumoharjo. 2016. Pemberian Pakan Artemia sp
Yang Diperkaya Dengan Minyak Cumi Terhadap Kelangsungan Hidup
Dan Pertumbuhan Larva Ikan Gabus (Channa
striata).JurnalAquawarman. Vol. 2.No. 1.Hlm : 11-18
Sulistyowati B. E.,Widyani T.,Soni M. F. A, 2006.Peningkatan Kuantitas dan
Kualitas Kista Artemia Franciscana Setelaah Pembenihan Silase
Ikan.Jakarta
Taufik, N.Spi., 2002. Produksi Kista dan Biomasa Artemia Dengan Sistim In-
Door dan Out-Door.Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia.
Wibowo, S., B.S.B. Utomo., TH. D. Suryaningrum., dan Syamdidi. 2013. Artemia
Untuk Pakan Ikan Dan Udang. Penebar Swadaya. Jakarta.
13
LAMPIRAN
14
15
Artemia
16