Anda di halaman 1dari 7

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Artemia


Klasifikasi Artemia adalah sebagai berikut:
Filum
Sud Fillum
Kelas

: Arthropoda
: Branchiata
: Crustacea

Subclass

Branchiopoda
Ordo

: Anostraca

Famili

: Artemiidae

Genus

: Artemia

Spesies

: Artemia sp

Oleh Linnaeus, pada tahun 1778, Artemia diberi nama Cancer


salinus. Kemudian pada tahun 1819 diubah menjadi Artemia
salina oleh Leach. Artemia salina terdapat di Inggris tapi spesies
ini telah punah. Dalam perkembangan dewasa ini, secara
taksonomis nama Artemia salina Leach sudah tidak dapat
dipertahankan lagi (Mudjiman, 1983).
Untuk Artemia hingga saat ini telah ada 20 kelompok yang
berkembang biak dengan kawin yang diklasifikasikan ke dalam
beberapa sibling spesies. Disamping itu ada juga jenis Artemia
yang berkembang biak tanpa kawin. Beberapa contoh jenis
Artemia antara lain Artemia fransiscana, A. tunisana, A. urmiana,

A. persimilis, A. monica, A. odessensis, sedangkan yang tanpa


kawin Artemia partogenetica. Untuk menghindari kebingungan
dalam penamaan, maka Artemia dinamakan dengan Artemia sp
saja (Mudjiman, 1983).

2.2 Morfologi Artemia

Artemia dewasa mempunyai ukuran panjang antara 8-10 mm,


tubuhnya memanjang dan

berbentuk

daun

robek. Kista

merupakan tempat atau telur dari Artemia yang berbentuk bulat


kecil

dan

berwarna

coklat.

dan

beratnya

rata-rata

1,885

mikrorogram (g). Secara anatomi, susunan kista Artemiaterdiri


dari dua lapisan yaitu korion dan selaput embrio. Telur Artemia
atau cyste berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan
bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang
diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat. Pertama kali
menetas larva artemia disebut Instar I. Nauplius stadia I (Instar I)
ukuran 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 15 mikrongram,
berwarna orange kecoklatan. Setelah 24 jam menetas, naupli
akan berubah menjadi Instar II, Gnatobasen sudah berbulu,
bermulut, terdapat saluran pencernakan dan dubur. Fase larva
yang pertama berukuran 400-500 mikron panjangnya, berwarna
coklat-oranye

(sebagai

akumulasi

cadangan

telurnya)

dan

mempunyai 3 pasang kaki (Bougias, 2008).


Pada

hewan

jantan,

pengait/penjepit,

antennae

sementara

pada

ini

berkembang

hewan

betina

menjadi
entennae

berubah menjadi kaki-kaki sensor. terlihat jelas tangkai mata

pada kedua sisi bagian kepala, antena berfungsi untuk sensori.


Pada

jenis

jantan

antena

berubah

menjadi

alat

penjepit

(muscular grasper), sepasang penis terdapat pada bagian


belakang tubuh. Pada jenis betina antena mengalami penyusutan
(Daulay, 1998).
Artemia banyak ditemukan di pasaran dalam bentuk telur
istirahat yang sering disebut kista. Kista ini berbentuk bulatan
kecil

berwarna

coklat,

berdiameter

200-300

mikron

dan

didalamnya terdapat embrio yang tidak aktif. Ada beberapa


tahap penetasan artemia yaitu tahap hidrasi, tahap pecah
cangkang dan tahap payung (pengeluaran). Artemia yang baru
menetas disebut nauplius, berwarna orange, berbentuk bulat
lonjong dengan panjang 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat
0,002

mg.

strainnya.

Ukuran-ukuran
Nauplius

tersebut

mempunyai

bervariasi

sepasang

tergantung

antenulla

dan

sepasang antenna. Selain itu diantara antenulla terdapat bintik


mata yang disebut dengan ocellus. Sepasang andibula rudimeter
terdapat dibelakang antenna. Sedang labrum (semacam mulut)
terdapat dibagian ventral (Gusrina. 2008).
Waktu yang diperlukan untuk mencapai dewasa memerlukan
waktu 2-3 minggu.Perubahan morfologis yang mencolok terjadi
setelah masuk instar x. Antena mengalami perubahan sesuai
dengan jenis kelaminnya. Artemia bersifat pemakan segala atau
omnivore. Makanan berupa plankton, detritus, partikelk halus
dan jasad renik. Partikel pakan yang dapat ditelan artemia paling
besar 50 mikron. Artemia menggambil pakan dimedia hidupnya
terus menerus sambil berenang (Daulay, 1998).
2.3 Siklus Hidup Artemia

Siklus hidup Artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista


atau telur. Setelah 15-20 jam pada suhu 25 derajat celcius kista
akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam
embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada
fase ini embrio akan tetap menyelesaikan perkembanganya
kemudian berubah menjadi naupli yang akan bisa berenang
bebas. Pada awalnya naupli aka berwarna orange kecoklatan
akibat masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru
menetas tidak akan

makan, karena mulut dan anusnya belum

terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam mereka akan ganti


kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka
akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri,
dan detritus organic lainya. (Cholik, 1985).
Awal hidup Artemia dimulai dari saat menetasnya kista atau
telur. Setelah 15 - 20 jam pada suhu 25 C, kista akan menetas
manjadi embrio.

Pada fase ini, embrio akan menyelesaikan

perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah


akan bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna
orange kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur.
Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan
anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam
menetas mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva
kedua. Dalam fase ini Artemia sp. akan mulai makan, dengan

pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya.


Pada dasarnya Artemia sp. tidak memilih jenis pakan yang
dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia di air dengan
ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali
sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa
rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun demikian pada
kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai
dengan 20 mm. Pada kondisi demikian biomasnya akan mencapi
500 kali dibandingakan biomas pada fase naupli (Harefa, 1996).
Ada dua metode untuk dilakukan proses penetasan kista Artemia
yaitu metode dekapsulasi dan non dekapsulasi. Metode tersebut
bertujuan untuk menghilangkan lapisan terluar dari kista Artemia
yang keras (korion). Perbedaan kedua metode tersebut hanya
terdapat pada penambahan larutan seperti natrium hipoklorit
terhadap metode dekapsulasi, sedangkan non dekapsulasi tanpa
menggunakan larutan tambahan demikian pada kondisi yang
tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm.
pada kondisi demikian biomasnya akan mencapai 500 kali
dibandingkan biomas pada fase naupli (Daulay, 1998).
2.4 Habitat Artemia
Artemia,

satu-satunya

genus

dalam

keluarga

Artemiidae.

Pertama ditemukan di Lymington, Inggris pada 1755. Artemia


ditemukan di seluruh dunia di pedalaman saltwater danau, tetapi
tidak di lautan. Artemia memiliki sistem asmorgulasi sehingga
mampu beradaptasi dengan kisaran salinitas yang tinggi, selain
mempunayai toleransi terhadap salinitas artemia juga mampu
mensintesa haemoglobin untuk mengatasi kandungan oksigen
yang

rendah

pada

salinitas

yang

tinggi.

Adapun

kisaran

parameter kualitas air untuk pertumbuhan artemia yang optimal

adalah sebagai berikut : Suhu 25 30 C, pH 7,5 8,5, Do 4,0


6,5 (Harefa, 1996),
Untuk melakukan kegiatan penetasan diperlukan habitat yang
baik yaitu wadah dan perangkat suplai oksigen. Adapun bentuk
wadah untuk penetasan tersebut berupa kerucut dengan ukuran
tergantung kebutuhan. Suplai oksigen dijamin dengan dibuatnya
sistem aerasi dalam wadah. Kepadatan maksimatelur adalah 3
gr/ltr air. Tingkat kepadatan optimal adalah sekitas 2 5 gr/ltr
air. Sebagai media tetas digunakan air yang di campur garam,
dengan salinitas antara 30 35 ppt dan suhu air 250- 350C.
Dalam keadaan normal, kurang dari 48 jam kemudian telur akan
menetas menjadi bentuk nauplius (Harefa, 1996),
Artemia hidup secara planktonik diperairan laut yang kadar
garamnya (salinitas) bekisar antara 15-30 permill dan suhunya
berkisar antara 26-31oC serta nilai Ph-nya antara 7,3-8,4.
Keistimewaan

Artemia

sebagai

plankton

adalah

memiliki

toleransi (kemampuan beradaptasi dan mempertahankan diri)


pada kisaran kadar garam yang sangat luas. Pada kadar garam
yang sangat tinggi di mana tidak ada satu pun organism lain
mampu bertahan hidup, ternyata Artemia mampu mentolerirnya,
(Kurniastuty, 1995).

Anda mungkin juga menyukai