Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

BUDIDAYA PAKAN ALAMI

Penanggung Jawab :

Nada Hanifah

Disusun Oleh :

HEMILIONA DANU VITA

1910801040

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TIDAR

MAGELANG

2021

1
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan


kelangsungan hidup ikan. Pakan sendiri ada dua jenis yaitu pakan buatan berupa
pellet dan pakan alami. Pakan alami merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan usaha budidaya ikan. Sebagian besar pakan alami
ikan berupa plankton meliputi fitoplankton dan zooplankton. Pakan alami untuk
larva atau benih ikan mempunyai ukuran relatif kecil sesuai dengan bukaan mulut
larva dan benih ikan, memiliki nutrisi tinggi, gerakannya lambat sehingga dapat
merangsang dan memudahkan ikan untuk memangsanya, mudah dibudidayakan
dan dapat berkembang biak dengan cepat sehingga ketersediaanya dapat terjamin
serta biaya budidayanya relatif murah. Salah satu pakan alami yang cocok untuk
kebutuhan larva ikan maupun ikan hias adalah Artemia (Alifah, 2018).
Artemia adalah salah satu jenis pakan alami yang sangat penting dalam
pembenihan ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias air tawar.
Karena ukurannya yang relative kecil dan memiliki nilai gizi yang sangat tinggi
dan sesuai dengan kebutuhan gizi untuk larva ikan dan krustacea agar tumbuh
dengan sangat cepat. Sampai saat ini Artemia sebagai pakan alami belum dapat
digantikan oleh pakan lainnya. Artemia biasanya diperjual belikan dalam bentuk
kista/cyste, sehingga sebagai pakan alami Artemia merupakan pakan yang paling
mudah dan praktis, karena hanya tinggal menetaskan kista saja. Akan tetapi,
menetaskan kista Artemia bukan suatu hal yang dengan begitu saja dapat
dilakukan oleh setiap orang. Sebab membutuhkan suatu keterampilan dan
pengetahuan tentang penetasan itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan langkah
kerja dan media yang cocok untuk menetaskan krista artemia agar berhasil dengan
sempurna (Dedi Sujadi, 2003).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum Pakan Alami adalah

1. Mengaplikasikan materi tentang Artemia yang didapatkan pada saat mata


kuliah Budidaya Pakan Alami berlangsung dilingkungan

2
2. Menerapkan prinsip dasar yang mencakup materi Artemia mengenai
persyaratan pakan alami Artemia sebagai pakan, biologi dan ekologi
fitoplankton.
3. Mengetahui persiapan budidaya Artemia, teknik budidaya Artemia dan
peningkatan kualitas pakan alami Artemia.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan morfologi Artemia

Menurut Priyambodo dan Triwahyuningsih (2003) Dalam Alifah (2018),


klasifikasi Artemia salina adalah sebagai berikut :

Filum : Anthropoda

Kelas : Crustacea

Subkelas : Branchiopoda

Ordo : Anostraca

Family : Artemidae

Genus : Artemia

Spesies : Artemia salina

Gambar 1. Morfologi Artemia Salina (Alifah, 2018)

Artemia termasuk organisme kelompok udang dan satu keluarga dengan


serangga. Artemia ini diklasifikasikan sebagai organisme primitif dengan sistem
pencernakan, peredaran darah, dan syaraf yang sederhana. Artemia dewasa
memiliki ukuran panjang tubuh 11-13 mm tergantung asal habitatnya. Keberadaan
Artemia di dunia terdistribusi di 80 danau garam alami, dan terbesar di Great Salt
Lake (Utah). Artemia tidak dapat menyeberang dari satu biotop ke biotop lain
kecuali introduksi oleh hewan maupun manusia. Artemia secara alamiah
memakan phytoplankton dan bakteri yang hidup pada salinitas tinggi (Fairuz.
2017).

4
Artemia salina banyak dijumpai di pasaran dalam bentuk telur istirahat
yang sering disebut kista. Kista artemia berbentuk bulatan kecil berwarna coklat,
berdiameter 200-300 mikron yang diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat.
Cangkang ini bermanfaat untuk melindungi embrio yang tidak aktif terhadap
pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra violet dan mempermudah
pengapungan. Tahap penetasan Artemia salina ada beberapa tahap meliputi tahap
hidrasi, tahap pecah cangkang dan tahap payung (pengeluaran).
Artemia salina yang baru menetas disebut nauplius, dimana nauplius ini
berwarna orange, berbentuk bulat lonjong dengan panjang 400 mikron, lebar 170
mikron dan berat 0,002 mg. Ukuran-ukuran tersebut bervariasi tergantung
strainnya. Nauplius mempunyai sepasang antenulla dan sepasang antenna.
Diantara antenulla terdapat bintik mata yang disebut dengan ocellus. Artemia
salina juga memiliki sepasang mandibula rudimeter yang terdapat dibelakang
antenna serta labrum (semacam mulut) terdapat dibagian ventral (Alifah, 2018).

2.2 Reproduksi Artemia

Reproduksi Artemia dapat melalui dua cara tergantung pada kondisi


lingkungan. Pertama, Reproduksi secara Oviparous, yakni jenis reproduksi yang
menghasilkan telur dorman atau kista (Cyst). Kedua, Reproduksi secara
Ovoviviparous, yaitu jenis reproduksi yang langsung menghasilkan nauplii (larva,
nauplii). Faktor yang mempengaruhi cara reproduksi Artemia ini dipengaruhi oleh
salinitas air medium dan kelarutan oksigen. Salinitas diatas 100 g/lt Artemia akan
bereproduksi melalui cara Oviparous, dan jika salinitas kurang dari 100 g/lt
Artemia akan menghasilkan Nauplii secara langsung atau melakukan reproduksi
secara ovoviviparous. Batas osmosis tubuh Artemia terhadap salinitas berbeda-
beda dari strain ke strain. Artemia akan berreproduksi setelah umur 21 hari
dengan periode reproduksi sekitar 7 hari. Medium pemeliharaan Artemia untuk
menghasilkan biomas, diarahkan ke cara reproduksi Oviparous apabila dilakukan
sistem pemanen parsial (Fairuz, 2017).

5
2.3 Kualitas Air

Penetasan kista artemia tidak dapat dilakukan dengan media atau kualitas
air yang sembarangan, diperlukan standar kualitas air sebagai berikut yang
mempengaruhi proses penetasan kista artemia:

1. Suhu

Suhu optimum untuk memperoleh hasil penetasan yang baik pada


setiap kista artemia berbeda-beda, hal itu berdasarkan masing-masing strain
yang dipergunakan. Suhu optimum untuk strain California-USA ialah 28°C,
untuk strain Utah-USA yakni 30°C dan untuk strain RRC adalah 35°C.

2. pH (derajat keasaman)

Proses pecahnya. lapisan tipis pada saat "umbrella stage" sangat


dipengaruhi oleh enzym penetas, dimana enzym ini pada pH 8,0 — 9,0
memiliki aktivitas enzim yang optimum. Pada pH kurang dari 7,0 dengan
kepadatan telur artemia tinggi maka tidak akan terjadi penetasan. Terdapat
cara ntuk menaikkan pH air laut yakni dengan nemambahkan 1-2 g kapur per
liter atau dengan penambahan NaOH 0,5 N sebanyak 1,5 per liter air.

3. Salinitas.
Salinitas yang tinggi akan mengurangi respirasi pada A. salina.
Sebaliknya, pada salinitas yang rendah atau larutan hipotonik, konsumsi O2
akan meningkat dan ekskresi NH3 juga bertambah. Lingkungan dengan
salinitas 10 ‰ adalah isotonik dengan cairan haemolymph di dalam tubuh A.
salina (ROVERTSON 1960). Tetapi penurunan produksi amonia terjadi pada
salinitas di atas 15 ‰
4. Kepadatan

Untuk penetasan yang effisien yakni dengan kepadatan 10 g/1 dapat


memberi hasil yang memuaskan. Pada saat proses penetasan, telur
menghasilkan enzym trehalose dan ini akan mempercepat penetasan telur di
sekitarnya. Dengan kepadatan yang cukup maka trehalose ini cepat
mempengaruhi telur di sekitarnya dan proses penetasan dapat berlangsung
lebih serentak.

6
5. Hidrasi dari kista-kista.
Kista-kista yang dimasukkan ke dalam media air laut akan segera
mengalami hidrasi dan terjadilah perkembangan embryonal di dalam kista.
Hidrasi ini dapat terjadi pada kisaran salinitas antara 5‰ — 70‰.
6. Erasi.

Oksigen sangat dibutuhkan untuk perkembangan embryonal Artemia.


Oleh karena itu erasi harus diberikan terus sampai terjadi penetasan, Selain
untuk mencukupi kebutuhan akan oksigen, erasi dapat mencegah terjadinya
pengendapan kista-kista di dasar wadah penetasan. Kandungan oksigen
terlarut untuk penetasan, minimal 3 ppm.

7. Penyinaran pada kista yang sudah mengalami hidrasi. Cahaya dapat


merangsang pengaktifan kembali perkembangan embryo Artemia.
Rangsangan cahaya ini hanya efektif pada hidrasi aerob. Dengan demikian
kista-kista yang sudah mengalami hidrasi dapat dirangsang dengan penyinaran
bersama-sama dengan erasi.
8. Pemberian makanan

Artemia yang diberi makan dengan algae maupun yang tidak diberi
makan akan mengekskresikan amonia hampir sama banyaknya. Artemia yang
diberi makan mengkoversikan algae menjadi jarangan tubuh. Sedangkan
Artemia yang tidak diberi makan membongkar cadangan makanan di dalam
tubuhnya. Dengan demikian produksi amonia menjadi lebih banyak atau
hampir sama dengan produksi amonia pada Artemia yang diberi makan
(Maria, 1984).

2.4 Kandungan Artemia

Artemia salina mempunyai kandungan protein sekitar 55%, lemak 18,9%,


serat kasar 2,04%, kadar abu 7,2% dan air 81,9%. Artemia salina ialah salah satu
makanan hidup atau pakan alami yang sampai saat ini paling banyak digunakan
dalam usaha budidaya seperti udang dan ikan, khususnya dalam pengelolaan
pembenihan. Hal ini dikarenakan sangat banyak memiliki kelebihan dibanding

7
dengan jenis pakan lainya baik dari mekanisme pengelolaanya maupun tingkat
kandungan nutrisinya seperti kaya akan protein (Alifah, 2018).

2.5 Makan dan Cara Makan Artemia

Kebiasaan makan artemia Yakni dengan manyaring pakan (filter feeder).


Artemia menelan apa saja yang ukurannya kecil, baik benda hidup, benda mati,
benda keras, maupun benda lunak. Di alam, pakan artemia berupa detritus bahan
organik, ganggang-ganggang renik, bakteri, dan cendawan (ragi laut). Artemia
juga merupakan hewan yan bersifat filter feeder non selektif, oleh sebab itu faktor
terpenting yang harus diperhatikan dalam memilih pakan artemia ialah ukuran
partikel kurang dari 50 µm dengan tujuan agar mudah dicerna, mempunyai nilai
gizi dan dapat larut dalam media kultur. Artemia mulai makan pada instar ketiga,
yakni setelah saluran pencernaan terbentuk. Ukuran partikel pakan untuk larva
artemia sebesar 20-30 µm dan untuk artemia dewasa antara 40-50 µm
(Daniel,2015).

2.6

8
BAB III METODE

3.1 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu
- Kista Artemia sebanyak 2 gram pada masing-masing perlakuan
- Wadah penetasan berupa botol aqua 1,5L sebanyak 4 buah
- Air mineral sebanyak 1 L pada masing-masing perlakuan
- Garam dapur sebanyak 30 gram dan 50 gram
- Aerator sebanyak 4 buah
- Batu Aerasi
- Seser
- Wadah panen
3.2 Cara Kerja

Penyiapan Air Media Pemeliharaan


Kelompok kami, mendapatkan bagian dosis garam sebanyak 30 gram dan
50 gram untuk masing-masing perlakuan. Tahapan penyiapan air media sebagai
berikut:
a) larutkan garam sebanyak 30 gram dan 50 gram untuk masing-masing
perlakuan dalam wadah tersendiri hingga semua garam tidak tersisa;
b) larutan garam selanjutnya dibiarkan hingga air menjadi jernih, atau
lakukan sifon untuk membuang endapan garam. Larutan ini selanjutnya
disebut sebagai brine water;
c) masukkan brine water kedalam wadah pemeliharaan Artemia;
d) tambahkan air laut hingga mencapai volume yang diiginkan;
e) ukur kembali kadar garam media apakah sudah dalam kisaran yang
dianjurkan, jika belum, perlu ditambahkan kembali brine water.
Penetasan Kista
Tahapan penetasan kista Artemia seperti berikut:
a) Siapkan wadah penetasan dan kelengkapannya (selang dan batu
aerasi), dan pemasangan lampu;
b) Isi air sesuai dengan kebutuhan. Lakukan pengukuran kadar garam
(sebanyak 30 g dan 50 g);

9
c) Timbang kista Artemia sebanyak 2 gram untuk masing-masing
perlakuan (maksimum 2 gr/lt air);
d) Masukkan kista ke dalam wadah penetasan yang telah dipersiapkan;
e) Pasang lampu diatas wadah penetasan untuk mendapatkan penetasan
yang bagus;
f) Dalam waktu 18-24 jam, kista akan menetas menjadi nauplius (larva
Artemia);
Pemanenan
a) Siapkan peralatan panen berupa: seser (scoop net), ember;
b) Matikan aerasi sejenak, tunggu antara 5-20 menit, sehingga sebagian
besar Artemia akan naik ke bagian permukaan air;
c) Ambil scoop net dan lakukan penyerokan secara perlahan sehingga
sebagian Artemia akan tertangkap, dan kumpulkan dalam ember;

10
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pengamatan


Tabel 1. Hasil Pengamatan Perlakuan Artemia Hingga Panen
Penebaran Artemia pada Minggu, 14 November 2021 Pukul 18.00 WIB

Perlakuan Saliitas
Waktu Gambar
30 gram 50 gram
0 Jam - Warna Coklat - Warna Coklat
Bening Bening
- Bau sedikit - Bau sedikit
amis amis

12 Jam - Warna Coklat - Warna Coklat


- Tidak berbau - Bau amis
amis

24 Jam - Warna Coklat - Warna Coklat


(lebih keruh) - Bau amis
- Bau amis

11
36 Jam - Warna Coklat - Warna Coklat
bening bening
- Bau amis - Bau amis
- Sudah ada - Sudah ada
beberapa yang beberapa yang
mulai menetas mulai menetas

42 Jam - Warna Coklat - Warna Coklat


- Bau amis- - Bau amis-apek
apek (lebih pekat
- Sudah ada daripada
beberapa yang perlakuan 30gr)
mulai menetas - Sudah ada
beberapa yang
mulai menetas

48 Jam - Warna Coklat - Warna Coklat


- Bau amis- lebih pekat
apek - Bau amis-apek
- Kurang lebih (lebih pekat)
40% artemia - Kurang lebih
sudah mulai 50% artemia
menetas sudah mulai
menetas

54 Jam - Warna Coklat - Warna Coklat


- Bau amis- - Bau amis-apek
apek

12
60 Jam - Warna Coklat - Warna Coklat
- Bau amis - Bau amis

66 Jam - Warna Coklat - Warna Coklat


- Bau amis - Bau amis

72 Jam - Panen - Panen


- Artemia di - Artemia
dasar setelah menyebar
aerator setelah aerator
dimatikan dimatikan

Tabel 2. Hasil Pengamatan Artemia Perlakuan Hingga Mati


Penebaran Artemia pada Senin, 15 November 2021 Pukul 18.41 WIB

Perlakuan Saliitas
Waktu Gambar
30 gram 50 gram

13
0 Jam - Warna Coklat - Warna Coklat
Bening Bening
- Bau amis - Bau amis
sedikit apek sedikit apek

12 - Warna Coklat - Warna Coklat


Jam keruh (lebih keruh
keruh dari 50 - Bau amis
gr)
- Bau amis

24 - Warna coklat - Warna coklat


Jam (lebih keruh) - Bau amis
- Bau amis

30 - Warna coklat - Warna coklat


Jam keruh keruh
- Bau amis - Bau amis

36 - Warna coklat - Warna coklat


Jam keruh keruh
- Bau amis - Bau amis

14
42 - Warna coklat - Warna coklat
Jam keruh (lebih (lebih terang)
keruh) - Bau amis
- Bau amis

48 - Artemia Lebih - Artemia lebih


Jam banyak di banyak
dasar tersebar dan
dipermukaan

54 - Warna coklat - Warna coklat


Jam keruh - Bau amis
- Bau amis

60 - Warna coklat -Warna coklat


Jam - Bau amis - Bau amis

66 -warna coklat - warna coklat


Jam - bau amis - bau amis
-Artemia -artemia
menyebar menyebar

15
72 - Warna lebih - Warna lebih
Jam coklat keruh coklat terang
- Bau amis - Bau amis

78 - Warna coklat - Warna coklat


Jam - Bau amis - Bau amis

84 - Warna coklat - Warna coklat


Jam - Bau amis - Bau amis

90 - Warna coklat - Warna coklat


Jam - Bau amis - Bau amis

96 - Warna coklat - Warna coklat


Jam - Bau amis - Bau amis

16
102 - Warna coklat - Warna coklat
Jam - Bau amis - Bau amis

108 - Presentasi - Presentase


Jam kematian kematian
artemia lebih artemia lebih
banyak sedikit
- Mulai - Mulai
mengeluarkan mengeluarkan
bau busuk bau busuk
- Artemia lebih - Artemia lebih
banyak di banyak di
dasar permukaan
114 - Saat aerator - Saat aerator
Jam dimatikan, dimatikan,
warna air warna air
menjadi keruh menjadi keruh
dan air dan air
mengental mengental
- Bau busuk - Bau busuk
- Air berbuih - Air berbuih
- Artemia - Artemia
masih ada masih ada
yang hidup yang hidup
- Tingkah laku - tingkah laku
artemia artemia
berada di cenderung
dasar berada di atas
permukaan

17
120 - Saat aerator - Saat aerator
Jam dimatikan, dimatikan,
warna air warna air
menjadi keruh menjadi keruh
dan air dan air
mengental mengental
- Bau busuk - Bau busuk
- Air berbuih - Air berbuih
- Artemia - Artemia
masih ada masih ada
yang hidup yang hidup
- Tingkah laku - tingkah laku
artemia artemia
berada di cenderung
dasar berada di atas
permukaan
126 - Berwarna - Berwarna
Jam coklat coklat
- Artemia - Artemia
cenderung ke masih ada
dasar yang hidup,
dan
cenderung ke
permukaan

18
132 - Warna coklat - Warna coklat
Jam - Terdapat buih - Hampir tidak
yang lebih ada buih
banyak

146 - Semua - Semua


Jam artemia sudah artemia sudah
mengalami mengalami
kematian kematian

5.2 Pembahasan

Perlakuan Penetasan Artemia pada perlakuan sampai panen.


Perlakuan salinitas yang berbeda pada penetasan kista Artemia yakni 30
gram dan 50 gram, memberikan hasil yang berbeda. Penetasan dihitung pada saat
panen dilakukan yang dipelihara mengalami penetasan dimulai sejak selama 36
jam sampai akhir perhitugan pada jam ke 48. Jadi untuk perlakuan salinitas
dengan garam 30 gram penetasan artemia sebanyak 40%, sedangkan pada salinitas
dengan garam 50 gram mengalami penetasan berkisar lebih dari 50 %.
Nomor Perlakuan
30 gram 50 gram
1. Sekitar 40% yang menetas Lebih dari 50% yang menetas

19
dari jam ke 36 hingga jam dari jam ke 36 hingga jam ke
ke 48. 48.
Tabel. 3 Rata-rata penetasan Artemia perlakuan sampai panen
Berdasarkan Tabel 3, Rata-rata Penetasan Artemia selama penelitian
menunjukkan bahwa salinitas 50 gram garam menghasilkan lebih banyak
penetasan dibandingkan dengan salinitas 30 gram garam. Hal tersebut diakibatkan
karena pada salinitas yang tinggi dapat mempengaruhi penyerapan jumlah air
yang dapat diserap oleh kista. Telur yang direndam pada salinitas 50 gram
cenderung menyebar disekitar permukaan aerator, saat proses pemanenan.
Berdasarkan data pada perlakuan salinitas garam 30 gram dan 50 gram
menunjukkan hasil yang berbeda, daya tetas Artemia yang rendah terdapat pada
jam 12 dan 24, yang menunjukkan bahwa pada jam tersebut belum menunjukkan
adanya penetasan. Dan diamati setelah 36 jam baru menunjukkan adanya
penetasan dan pada jam 48 telah terjadi peningkatan penetasan seiring dengan
bertambahnya salinitas air media penetasan. Persentase penetasan mempunyai
pola yang sama, semakin lama waktu penetasan maka nilai persentase penetasan
akan semakin tinggi pada masing-masing perlakuan terdapat perbedaan yang
signifikan.
Penetasan Artemia Perlakuan Sampai Mati

Perlakuan salinitas yang berbeda pada penetasan kista Artemia yakni 30


gram dan 50 gram, memberikan hasil yang berbeda. Penetasan dihitung pada saat
panen dilakukan yang dipelihara mengalami penetasan dimulai sejak selama 36
jam sampai akhir perhitugan pada jam ke 48. Jadi untuk perlakuan salinitas
dengan garam 30 gram penetasan artemia sebanyak 40%, sedangkan pada salinitas
dengan garam 50 gram mengalami penetasan berkisar lebih dari 50 %. Hal ini
sama halnya dengan hasil penetasan pada perlakuan sampai panen.
Nomor Perlakuan
30 Gram 50 Gram
1. Sekitar 40% yang Lebih dari 50% yang
menetas dari jam ke 36 menetas dari jam ke 36
hingga jam ke 48. hingga jam ke 48.

20
2. Pada jam ke 108 artemia Pada jam ke 108 artemia
mulai mati dengan mulai mati dengan
presentasi kematian presentasi kematian rendah
tinggi dan mengeluarkan dan mengeluarkan bau
bau busuk, serta busuk, Serta kebanyakan
kebanyakan artemia artemia menyebar
mengendap didasar. dipermukaan.
3. Pada jam ke 114 aerator Pada jam ke 114 aerator
dimatikan sementara dimatikan sementara
dimana terjadi air dimana terjadi air menjadi
menjadi keruh dan keruh dan kental,
kental, mengeluarkan bau mengeluarkan bau busuk,
busuk, air berbuih dan air berbuih, dan masih ada
masih ada artemia yang artemia yang hidup.
hidup. Tingkah artemia Tingkah artemia
cenderung didasar. cenderung dipermukaan
air.
4. Pada jam ke 146 semua Pada jam ke 146 semua
artemia mati. artemia mati.
Tabel 4. Penetasan Artemia pada perlakuan sampai mati.
Berdasarkan tabel 4, artemia mulai mengalami penetasan pada jam ke 36
hingga jam ke 48. Dengan presentase penetasan pada salinitas 30 gram sebesar
40% dan salinitas 50 gram sebesar 50% lebih. Rata-rata Penetasan Artemia
selama penelitian menunjukkan bahwa salinitas 50 gram garam menghasilkan
lebih banyak penetasan dibandingkan dengan salinitas 30 gram garam. Hal
tersebut diakibatkan karena pada salinitas yang tinggi dapat mempengaruhi
penyerapan jumlah air yang dapat diserap oleh kista. Telur yang direndam pada
salinitas 50 gram cenderung menyebar disekitar permukaan aerator, saat proses
pemanenan.
Perlakuan penetasan artemia hingga mati, berlangsung selama 146 jam
pengamatan dengan rincian sebagai berikut:

21
- Pada jam ke 0 hingga jam ke 30, kista artemia belum ada yang menetas,
namun hanya mengalami perubahan warna air menjadi lebih keruh dan
mengeluarkan bau busuk. Hal ini terjadi pada kedua perlakuan baik
salinitas 30 gram dan salinitas 50 gram.
- Pada jam ke 36 hingga jam ke 48 kista artemia mulai menetas dengan
presentase penetasan artemia salinitas 50 gram lebih tinggi dibandingkan
salinitas 30 gram.
- Pada jam ke 54 hingga jam ke 102, Artemia yang menetas mulai aktif
bergerak, dengan terjadi perubahan warna air yang menjadi lebih keruh
dan mengeluarkan bau amis, dan apek. Hal ini terjadi pada kedua
perlakuan baik salinitas 30 gram dan salinitas 50 gram.
- Pada jam ke 108 pada perlakuan salinitas 30 gram artemia mulai mati
dengan presentasi kematian tinggi dan mengeluarkan bau busuk, serta
kebanyakan artemia mengendap didasar. Sedangkan pada perlakuan 50
gram artemia mulai mati dengan presentasi kematian rendah dan
mengeluarkan bau busuk, Serta kebanyakan artemia menyebar
dipermukaan.
- Pada jam ke 114 hingga 120 pada perlakuan salinitas 30 gram aerator
dimatikan sementara dimana terjadi air menjadi keruh dan kental,
mengeluarkan bau busuk, air berbuih dan masih ada artemia yang hidup.
Tingkah artemia cenderung didasar. Sedangkan pada perlakuan salinitas
50 gram aerator dimatikan sementara dimana terjadi air menjadi keruh dan
kental, mengeluarkan bau busuk, air berbuih, dan masih ada artemia yang
hidup. Tingkah artemia cenderung dipermukaan air.
- Pada jam 126 hingga 132 pada kedua perlakuan salinitas 30 gram dan 50
gram artemia masih ada yang hidup dengan air yang sudah tidak berbuih
namun masih mengeluarkan bau tidak sedap.
- Pada jam ke 146 dikedua perlakuan salinitas 30 gram dan 50 gram,
artemia mati semua.

22
BAB VI KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum budidaya artemia


menggunakan dua perlakuan yakni sampai panen dan sampai mati dengan
salinitas 30 gram dan 50 gram, sebagai berikut:

- Pada perlakuan sampai panen dan sampai mati hasil presentasi penetasan
artemia lebih tinggi pada salinitas 50 gram dibandingkan pada salinitas 30
gram dengan waktu penetasan yang sama yakni pada jam ke 36 hingga
jam ke 48.
- Pada perlakuan penetasan artemia hingga mati, berlangsung dari jam ke 0
hingga jam ke 146 baru artemia mengalami kemarin secara menyeluruh.
Artemia mulai mengalami kematian yaitu pada jam ke 108 dengan
presentasi kematian pada salinitas 30 gram lebih tinggi dibandingkan
salinitas 50 gram. Dimana posisi artemia salinitas 30 gram cenderung
berada di dasar permukaan dan posisi artemia pada salinitas 50 gram
berada menyebar dipermukaan. Pada jam ke 146 seluruh artemia baik
salinitas 30 gram dan 50 gram mengalami kematian secara menyeluruh.

23
DAFTAR PUSTAKA

Alifah, 2018. Teknik Penetasan Kista Artemia Salina Di PT. Esaputlii Prakarsa
Utama Barru Sulawesi Selatan. Tugas Akhir. Politeknik Pertanian Negeri
Pangkep
Daniel, 2015. Teknik Produksi Kista Artemia Di Vinh Chau Station Vietnam.
Universitas Airlangga Surabaya.
Dedi Sujadi. 2003. Bidang Budidaya Ikan Program Keahlian Budidaya Ikan Air
Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Fairuz. 2017. Petunjuk Teknis Prosedur Produksi Biomas Artemia di Bak. Balai
Besar Perikanan Budidaya Air Payau Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya Kementerian Kelautan Dan Perikanan
Maria, 1984. Teknik Penetasan Dan Pemanenan Artemia Salina. Oseana, Volume
IX, Nomor 2

24

Anda mungkin juga menyukai