Anda di halaman 1dari 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Umum Uji Toksisitas Akut atau Lethal Toksisitas akut adalah efek total yang didapat pada dosis tunggal atau

multipel dalam 24 jam pemaparan. Toksisitas akut sifatnya mendadak, waktu singkat, biasanya reversibel, yang secara statistik dapat menyebabkan kematian 50% dari hewan percobaan, dinyatakan dengan LC50 (Lu 1995). Nilai LC50 sangat berguna untuk menentukan klasifikasi zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya. Klasifikasi lazim adalah sebagai berikut (Lu 1994) : Tabel 1.Kategori LC50 Supertoksik Amat sangat toksik Sangat toksik Toksik sedang Toksik ringan Praktis tidak toksik 5 mg / kg atau kurang 5 50 mg / kg 50 500 mg / kg 0,5 5 g / kg 5 15 g / kg > 15 g / kg

(Sumber : wikipedia.com)

Kegunaan dari uji toksisitas akut adalah untuk mengetahui dosis yang aman dari sebuah penggunaan bahan kimia terhadap organisme uji. Uji toksisitas akut adalah uji yang dapat menunjukan tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian/penelitian selanjutnya (uji pendahuluan). Uji toksisitas akut ini biasanya menggunakan organisme uji yang memiliki umur pendek seperti artemia atau lebih dikenal dengan BST (Brine shrimp letality test). BST menggunakan artemia sebagai bioassay. Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk pemantauan rutin suatu limbah. Berdasarkan kepada lamanya, metode

penambahan larutan uji dan maksud serta tujuannya maka uji toksisitas diklasifikasikan sebagai berikut : Klasifikasi menurut waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short term bioassay), jangka menengah (intermediate bioassay) dan uji hayati jangka panjang (long term bioassay) Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan, yaitu uji hayati static (static bioassay), pergantian larutan (renewal biossay), mengalir (flow trough bioassay) Klasifikasi menurut maksud dan tujuan penelitian adalah pemantauan kualitas air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia, penentuan toksisitas serta daya tahan dan pertumbuhan organisme uji. Uji hayati yang diklasifikasikan menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan terbagi menjadi tiga macam cara (APHA 1995), antara lain Static Test, adalah metode uji dimana selama uji berlangsung tidak dilakukan penggantian larutan maupun pemindahan organisme uji. Renewal Test, adalah suatu metode uji dimana organismenya didedahkan ke dalam larutan uji dalam komposisi yang sama secara periodik berulang selama uji berlangsung (dengan interval waktu pengulangan setiap 24 jam). Hal ini dilakukan dengan memindahkan organisme atau replikasi larutan, serta melakukan penggantian larutan uji. Flow Through Test, adalah suatu metode uji yang larutan ujinya diganti (mengalir) secara kontinyu selama masa pengujian berlangsung. 2.2 Tinjauan Umum Biota Uji

2.2.1 Artemia Artemia merupakan kelompok udang-udangan dari phylum Arthropoda. Mereka berkerabat dekat dengan zooplankton lain seperti copepod dan daphnia (kutu air). Artemia hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di seluruh dunia. Udang ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh garam. Secara alamiah salinitas danau dimana mereka hidup sangat bervariasi, tergantung pada jumlah hujan dan penguapan yang

terjadi. Apabila kadar garam kurang dari 6% telur artemia akan tenggelam sehingga telur tidak bisa menetas, hal ini biasanya terjadi apabila air tawar banyak masuk kedalam danau di musim penghujan. Sedangkan apabila kadar garam lebih dari 25% telur akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan normal. Adapun klasifikasi dari artemia antara lain : Kingdom Phylum Subphylum Class Order Family Genus Species : Animalia : Arthropoda : Crustacea : Branchiopoda : Anostraca : Artemiidae : Artemia : Artemia salina

(Sumber: zipcodezoo.com)

Gambar 1. Artemia jantan dan Artemia betina (Sumber: google.com)

A. Siklus Hidup Siklus hidup artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15-20 jam pada suhu 25C kista akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadinaupli yang sudah akan bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Pada fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa

mikro alga, bakteri, dan detritus 6rganic lainnya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli (tidak pemilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahantersebut tersedia diair dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. Pada kondisi demikian biomasnya akan mencapi 500 kali dibandingakan biomas pada fase naupli.

Gambar 2 .Siklus hidup Artemia sp. (Sumber: www.siklus-hidup-artemia.com)

Pada tingkat salinitas rendah dan dengan pakan yang optimal, betina Artemia bisa mengahasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa hidupnya (sekitar 50 hari) mereka bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10-11 kali. Dalam kondisi super ideal, Artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi nauplii atau kista sebanyak 300 ekor (butir) per 4 hari. Kista akar terbentuk apabila lingkungannya berubah menjadi sangat salin dan bahan pakana sangat kurang dengan fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan malam hari.Artemia dewasa toleran terhadap selang suhu -18 hingga 40C. Sedangkan, temperatur optimal untuk penetasan kista dan pertubuhan adalah 25-30C. Meskipun demikian hal ini akan ditentukan oleh strain masing-masing.

Artemia menghendaki kadar salinitas antara 30-35 ppt, dan mereka dapat hidup dalam air tawar salama 5 jam sebelum akhirnya mati. Variabel lain yang penting adalah pH, cahaya dan oksigen. pH dengan selang 8-9 merupakan selang yang paling baik, sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh Artemia. Cahaya minimal diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan mereka. Lampu standar grow-lite sudah cukup untuk keperluan hidup. B. Penetasan Kista Artemia Kista artemia dapat ditetaskan secara optimal, apabila sarat-sarat yang diperlukannya dapat dipenuhi. Beberapa syarat tersebut adalah: a) Salinitas antara 20-30 ppt atau 1-2 sendok teh garam per liter air tawar. Bagi buffer bisa ditambahkan magnesium sulfate (20 % konsentrasi) atau 1/2 sendok teh per liter air. b) Suhu air 26-28C. c) Disarankan untuk memberikan sinar selama penetasan untuk merangsang proses. d) Aerasi yang cukup; untuk menjaga oksigen terlarut sekitar 3 ppm e) pH 8.0 atau lebih, apabila pH dibawah 7.0 dapat ditambahkan soda kue untuk menaikkan pH. f) Kepadatan sekitar 2 gram per liter. 2.2.2 Daphnia Daphnia seringkali dikenal sebagai kutu air karena kemiripn bentuk dan cara bergeraknya yang menyerupai seekor kutu. Pada kenyataannya daphnia termasuk dalam golongan udang-udangan dan tidak ada hubugannya dengan kutu secara taxonomi. Daphnia merupakan udang-udangan renik air tawar dari golongan brachiopoda. Mereka bisa dikatakan masih saudara dengan artemia, meskipun gerakannya tampak meloncat seperti seekor kutu sebenarnya binatang ini berenang dengan menggunakan kakinya (sering disebut antena). Daphnia merupakan sumber pakan bagi ikan kecil, burayak dan juga ikan kecil lainnya. Kandungan proteinnya bisa mencapai lebih dari 70% kadar baha kering. Secara

umum dapat dikatakan terdiri dari 95% air, 4% protein, 0.54% lemak, 0.67% karbohidrat, dan 0.15% abu. Kepopulerannya sebagai pakan ikan selain karena kandungan gizi serta ukurannya adalah karena kemudahannya dibudidayakan sehingga dapat tersedia dalam jumlah mencukupi setiap saat. Adapun klasifikasi dari daphnia (menurut Mller 1785), antara lain : Kingdom Filum Subfilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Crustacea : Branchiopoda : Cladocera : Daphniidae : Daphnia : Daphnia sp.

(Sumber: zipcodezoo.com) A. Siklus Hidup Daphnia merupakan udang-udangan yang telah beradaptasi pada kehidupan badan perairan yang secara periodik mengalami kekeringan. Oleh karena itu, dalam perkembangbiakannya (seperti halnya Artemia) dapat dihasilkan telur berupa kista maupun anak yang "dilahirkan". Telur berupa kista ini dapat bertahan sedemikian rupa terhadap kekeringan dan dapat tertiup angin kemana mana, sehingga tidak mengherankan kalau tiba-tiba dalam genangan air disekitar rumah kita ditemukan Daphnia. Saat keadaan normal, dimana kualitas air sesuai dan jumlah pakan cukup maka daphnia akan menghasilkan keturunannya tanpa perkawinan (aseksual atau parternogenesis). Saat kondisi demikian hampir semua Daphnia yang ada adalah betina. Telur yang tidak dibuahi ini berkembang sedemikian rupa dalam kantung telur di tubuh induk, kemudian berubah menjadi larva. Seekor Daphnia betina bisa menghasilkan larva setiap 2 atau 3 hari sekali. Pada waktu 60 hari/ekor betina bisa menghasilkan 13 milyar keturunan, yang semuanya betina. Tentu saja tidak semua jumlah ini bisa sukses hidup hingga dewasa, keseimbangan alam telah mengaturnya sedemikian rupa dengan diciptakannya berbagai musuh alami

Daphnia untuk mengendalikan populasi mereka. Daphnia muda mempunyai bentuk mirip dengan bentuk dewasanya tetapi belum dilengkapi dengan "antena" yang panjang. Apabila kondisi lingkungan hidup tidak memungkinkan dan cadangan pakan menjadi sangat berkurang, beberapa Daphnia akan memproduksi telur berjenis kelamin jantan. Kehadiran jantan ini diperlukan untuk membuahi telur, yang selanjutnya akan berubah menjadi telur tidur (kista atau aphippa). Seekor jantan bisa membuahi ratusan betina dalam suatu periode. Telur hasil pembuahan ini mempunyai cangkang tebal dan dilindungi dengan mekanisme pertahanan terhadap kondisi buruk sedemikian rupa. Telur tersebut dapat bertahan dalam lumpur, dalam es, atau bahkan kekeringan. Telur ini bisa bertahan selama lebih dari 20 tahun dan menetas setelah menemukan kondisi yang sesuai. Selanjutnya mereka hidup dan berkembang biak secara aseksual.Begitu seterusnya.

Gambar 3. Siklus hidup daphnia (Sumber : O-FISH 2002)

B.

Persyaratan hidup Daphnia hidup pada selang suhu 18-240C, selang suhu ini merupakan suhu

optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan daphnia. Sisi lain, diluar selang tersebut daphnia akan cenderung dorman. Daphnia membutuhkan pH sedikit alkalin yaitu antara 6.7 sampai 9.2. Seperti halnya hewan akuatik lainnya, pH

10

tinggi dan kandunan ammonia tinggi akan menyebabkan daphnia mengalami kematian, oleh karena itu tingkat ammonia perlu dijaga dengan baik dalam suatu system budidaya. Seluruh spesies daphnia diketahui sangat sensitive terhadap ionion logm seperti Mn, Zn dan Cu, dan bahan beracun terlarut lain seperti pestisida, bahan pemutih dan deterjen. Daphnia merupakan filter feeder, artinya mereka "memfilter" air untuk medapatkan pakannya berupa mahluk-mahluk bersel tunggal seperti algae, dan jenis protozoa lain serta detritus organik. Selain itu, mereka juga membutuhkan vitamin dan mineral dari dalam air. Mineral yang harus ada dalam air adalah Kalsium, unsur ini sangat dibutuhkan dalam pembentukan cangkangnya. Oleh karena itu, dalam wadah pembiakan akan lebih baik apabila di tambahkan potongan batu kapur, karang (koral) batu apung dan sejenisnya. Selain dapat meningkatkan pH bahan tersebut akan memberikan suplai kalsium yang cukup bagi Daphnia. Beberapa jenis kotoran hewan yang sering dijadikan media tumbuh Daphnia seringkali telah mengandung kalsium dalam jumlah cukup, dalam kondisi demikian kalsium tidak perlu lagi ditambahkan. Daphnia diketahui toleran dengan kadar oksigen terlarut rendah. Pada kondisi dengan kadar oksigen terlarut rendah, mereka akan membentuk hemoglobin untuk membantu pendistribusian oksigen dalam tubuh mereka. Kehadiaran hemoglobin ini sering menyebabkan Daphnia berwarna merah. Hal ini tidak akan terjadi apabila kadar oksigen terlarut cukup. (Warna Daphnia seringkali ditentukan oleh jenis pakan yang dikonsumsi, sebagai contoh apabila mereka mengkonsumsi algae, maka tubuhnya akan cenderung berwarna hijau). Suplai oksigen dapat diberikan pada kultur untuk menjamin kadar oksigen yang memadai. 2.3 Tinjauan Umum Bahan Toksik

2.3.1 PbO2 Timbal (II) oksida, disebut juga timbal monoxoide, adalah senyawa anorganik dengan rumus molekul PbO. PbO terjadi dalam dua polimorf, salah satu yang memiliki struktur kristal tetragonal dan lainnya memiliki struktur kristal

11

ortorombik. Aplikasi modern untuk PbO yang pertama di memimpin berbasis industri kaca dan keramik industri, termasuk komponen komputer. A. Struktur PbO dapat dibuat dengan memanaskan logam timbal di udara pada kira-kira. 600C. Pada suhu ini juga merupakan produk akhir dari oksidasi lainnya oksida timbal di udara: PbO 2 - (293C) Pb 12 O 19 - (351C) Pb 12 O 17 - (375C) Pb 3 O 4 (605C) PbO Dekomposisi termal timbal (II) nitrat atau timbal karbonat juga menghasilkan pembentukan PbO: 2 Pb (NO 3) 2 2 PbO + 4 NO 2 + O 2 PbCO 3 PbO + CO 2 Sebagaimana ditentukan oleh X-ray kristalografi , senyawa fitur piramida empat koordinat Pb pusat. Sifat piramidal menunjukkan adanya stereo-kimia aktif pasangan bebas dari elektron. PbO diproduksi dalam skala besar sebagai produk antara dalam menyempurnakan bijih timah mentah menjadi memimpin logam. Bijih timah biasa adalah galena, yaitu PbS. Pada suhu tinggi (1400C) dan dengan ini kokas sebagai bahan bakar, PbS + oksigen PbO + sulfur dioksida. Setelah itu, Pb diperoleh dari PbO dengan mengekspos PbO karbon monoksida pada suhu tinggi (1200 C), yang menghasilkan karbon dioksida dan Pb. Ketika PbO terjadi pada struktur kisi tetragonal itu disebut litharge, dan ketika PbO memiliki struktur kisi ortorombik disebut massicot. PbO dapat berubah dari massicot untuk litharge atau sebaliknya dikontrol oleh pemanasan dan pendinginan. Bentuk tetragonal biasanya merah atau warna oranye, sedangkan ortorombik biasanya kuning atau oranye, tapi warna tidak penyidik sangat handal dari struktur. Kedua format PbO, tetragonal dan ortorombik, keduanya terjadi secara alami sebagai mineral langka. Baru-baru ini, suhu kamar pertumbuhan PbO dengan simetris heksagonal-bentuk morfologi nanosheet ditunjukkan melalui sintesis solusi fase.

12

B.

Reaksi Bentuk merah dan kuning dari bahan ini terkait dengan perubahan kecil

dalam entalpi yaitu PbO (merah) PbO (kuning) H = 1,6 kJ / mol. PbO adalah amfoter, yang berarti bahwa ia bereaksi dengan baik dan asam dengan basa dan dengan asam, membentuk garam Pb 2+ melalui intermediasi dari okso cluster seperti [Pb 6 O (OH) 6] 4 +. Pada dasar yang kuat, PbO larut untuk membentuk plumbite (II) garam: PbO + H 2 O + OH- [Pb (OH) 3]Jenis timbal dalam kaca memimpin secara normal PbO, dan PbO digunakan secara luas dalam pembuatan kaca. Tergantung pada kaca, manfaat menggunakan PbO di kaca dapat menjadi salah satu atau lebih diantaranya : 1. 2. 3. 4. Meningkatkan indeks bias dari kaca. Mengurangi viskositas kaca. Meningkatkan resistivitas listrik dari kaca. Meningkatkan kemampuan kaca untuk menyerap sinar-X. Menambahkan PbO untuk industri keramik (serta kaca) membuat bahan lebih magnetis dan elektrik lembam (meningkatkan temperatur Curie) dan sering digunakan untuk tujuan ini. Secara historis PbO juga digunakan secara ekstensif dalam glasir keramik untuk keramik rumah tangga, dan saat ini masih digunakan, tetapi tidak luas lagi. Aplikasi lain mendominasi kurang termasuk vulkanisasi karet dan produksi pigmen tertentu dan cat. PbO digunakan dalam tabung sinar katoda kaca untuk memblokir X-ray emisi, tetapi terutama di leher dan saluran karena dapat menyebabkan perubahan warna bila digunakan di cover depan. Stronsium oksida lebih disukai untuk cover depan. Oksida timbal dapat berakibat fatal jika tertelan atau terhirup. Hal ini menyebabkan iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernapasan. Ini mempengaruhi jaringan gusi, sistem saraf pusat, ginjal, darah, dan sistem reproduksi. Hal ini dapat bioaccumulate pada tanaman dan mamalia.

13

2.3.2 FeCL2 Besi (II) klorida, juga dikenal sebagai klorida besi atau Ferrous klorida, adalah senyawa kimia dengan rumus FeCl2. FeCl2 merupakan padatan dengan titik leleh tinggi, dan biasanya diperoleh sebagai padatan off-white. FeCl2 mengkristal dari air sebagai kehijauan tetrahidrat , yang merupakan bentuk yang paling sering ditemui dalam perdagangan dan laboratorium. Ada juga sebuah dihidrat. Senyawa ini juga larut dalam air, larutan berair dari FeCl2 berwarna kuning. Tabel 2. Sifat-sifat FeCl2 Molekul Rumus Massa molar Penampilan Kepadatan FeCl2 126,751 g / mol (anhidrat) 198.8102 g / mol (tetrahidrat) padat (anhidrat) pucat hijau (di-tetrahidrat) 3.16 g / cm 3 (anhidrat) 2.30 g / cm 3 (dihidrat) 1,39 g / cm 3 (tetrahidrat) 677 C (anhidrat) 120 C (dihidrat) 105 C (tetrahidrat) [1] 1.023 C (anhidrat) 64,4 g/100 mL (10 C), 68,5 g/100mL (20 C), 105,7 g/100 mL (100 C) Larut

Titik lebur

Titik didih Kelarutan dalam air

Kelarutan di tetrahidrofuran (THF)

(Sumber : wikipedia.com)

A.

Produksi Bentuk terhidrasi klorida besi yang dihasilkan oleh pengolahan limbah dari

produksi baja dengan asam klorida . Solusi tersebut ditunjuk "asam menghabiskan," terutama ketika asam klorida tidak sepenuhnya dikonsumsi: Fe + 2HCl FeCl2 + H2

14

Asam menghabiskan membutuhkan perawatan sebelum pembuangan. Hal ini juga produk sampingan dari produksi titanium, karena beberapa titanium bijih mengandung zat besi. B. Reaksi FeCl2 membentuk kompleks dengan ligan yang banyak. Bereaksi dengan dua setara molar [(C2H5)4N]Cl untuk membentuk garam [(C2H5)4N]2[FeCl4]. C. Aplikasi Klorida Ferrous memiliki berbagai aplikasi niche, tetapi senyawa terkait sulfat besi dan besi klorida menikmati lebih banyak aplikasi. Selain digunakan dalam sintesis laboratorium kompleks besi, klorida besi berfungsi sebagai mengurangi zat flocculating dalam pengolahan air limbah, khususnya untuk limbah yang mengandung kromat . Ini adalah pendahulu untuk besi terhidrasi (III) oksida yang pigmen magnetik. Klorida Ferrous digunakan sebagai agen pereduksi dalam banyak sintesis organik reaksi. 2.3.3 CuSO4 Tembaga (II) sulfat dikenal juga sebagai tembaga sulfat adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CuSO4. Garam ini ada sebagai serangkaian senyawa yang berbeda dalam derajat mereka hidrasi. Bentuk dari CuSO4 adalah bubuk hijau pucat atau abu-abu-putih, sedangkan pentahydrate (CuSO4 5H2O), garam yang paling sering ditemui adalah biru terang. CuSO4 5H2O adalah dalam warna biru, dan sangat beracun terhadap lingkungan, mengiritasi mata dan kulit, dan juga dapat berbahaya jika tertelan. Tembaga (II) sulfat exothermically larut dalam air untuk memberikan kompleks aquo [Cu(H2O)6]2+, yang memiliki geometri molekul oktahedral dan paramagnetik . Nama lain untuk tembaga (II) sulfat adalah "vitriol biru" dan "bluestone".

15

A.

Sifat kimia Tembaga (II) sulfat pentahidrat terurai sebelum mencair pada 150C

(302F), kehilangan dua molekul air pada 63C (145F), diikuti oleh dua lagi pada 109C (228F) dan air akhir molekul pada 200C (392F). Hasil dari dekomposisi tetraaquacopper tersebut (2+) bagian, dua kelompok yang berlawanan aqua hilang untuk memberikan diaquacopper (2+) bagian. Langkah kedua dehidrasi terjadi dengan dua yang terakhir aqua kelompok yang hilang. Dehidrasi lengkap terjadi ketika molekul terikat hanya air hilang. Pada 650C (1.202F), tembaga (II) sulfat terurai menjadi tembaga (II) oksida (CuO) dan sulfur trioksida (SO3). Warna biru adalah karena air hidrasi. Ketika dipanaskan dalam api terbuka kristal mengalami dehidrasi dan mengubah putih keabu-abuan. Tembaga sulfat bereaksi dengan asam hidroklorat pekat sangat kuat. Pada reaksi solusi biru tembaga (II) berubah menjadi hijau, karena pembentukan tetrachlorocuprate (II): Cu 2 + + 4 Cl - CuCl 2 - 4 Hal ini juga bereaksi dengan logam lebih reaktif daripada tembaga (misalnya Mg, Fe, Zn, Al, Sn, Pb, dll). Tembaga terbentuk diendapkan pada permukaan logam lainnya. Reaksi berhenti ketika tidak ada permukaan bebas dari logam hadir lagi. Tembaga sulfat pentahidrat adalah fungisida. Namun, beberapa jamur mampu beradaptasi dengan peningkatan kadar ion tembaga. Dicampur dengan kapur itu disebut Bordeaux campuran dan digunakan untuk mengontrol jamur pada buah anggur, melon, dan berry lainnya. Aplikasi lain adalah senyawa Cheshunt, campuran tembaga sulfat dan amonium karbonat yang digunakan dalam hortikultura untuk mencegah damping off di bibit. Penggunaannya sebagai herbisida tidak pertanian, melainkan untuk mengontrol invasif tanaman air dan akar tanaman di dekat pipa berisi air. Hal ini digunakan di kolam renang sebagai suatu algaecide. Sebuah larutan encer tembaga sulfat digunakan untuk mengobati ikan akuarium untuk infeksi parasit, dan juga digunakan untuk menghilangkan siput dari akuarium. Ion tembaga sangat beracun untuk ikan, sehingga harus berhati-hati dengan dosis. Sebagian besar spesies alga dapat dikontrol dengan

16

konsentrasi yang sangat rendah tembaga sulfat. Tembaga sulfat menghambat pertumbuhan bakteri seperti Escherichia coli .

Beberapa tes kimia memanfaatkan tembaga sulfat. Hal ini digunakan dalam larutan Fehling dan larutan Benedict untuk menguji mengurangi gula, yang mengurangi tembaga sulfat larut (II) biru menjadi merah larut tembaga (I) oksida. Tembaga (II) sulfat juga digunakan dalam reagen Biuret untuk menguji protein. Tembaga sulfat juga digunakan untuk menguji darah untuk anemia . Darah diuji dengan menjatuhkannya ke dalam larutan tembaga sulfat yang dikenal berat jenis - darah yang mengandung cukup hemoglobin tenggelam dengan cepat karena kepadatannya, sedangkan darah yang tidak mengapung atau tenggelam kurang cepat. Tembaga sulfat digunakan dalam sintesis organik. Garam anhidrat mengkatalisis trans asetilasi dalam sintesis organik. Garam terhidrasi bereaksi dengan kalium permanganat memberikan suatu oksidan untuk konversi alkohol primer. Sifat toksik Sulfat (II) tembaga ini dapat melalui mata atau kontak kulit, serta dengan menghirup bubuk dan debu. Kontak kulit dapat menyebabkan gatal-gatal atau eksim. Kontak Mata dengan tembaga sulfat dapat menyebabkan konjungtivitis, radang pada selaput kelopak mata, ulserasi, dan mengaburkan dari kornea. Setelah paparan akut, sulfat tembaga cukup beracun. Menurut penelitian, dosis terendah sulfat tembaga yang memiliki dampak racun pada manusia adalah 11 mg/kg. Karena efek iritasi terhadap saluran pencernaan , muntah secara otomatis memicu dalam kasus konsumsi tembaga sulfat. Namun, jika tembaga sulfat disimpan dalam perut, gejala bisa menjadi berat. Setelah 1-12 gram tembaga sulfat yang tertelan, tanda-tanda keracunan tersebut dapat terjadi sebagai rasa logam di mulut, nyeri terbakar di dada, mual, diare, muntah, sakit kepala, buang air kecil dihentikan, yang mengarah ke menguningnya kulit. Kasus keracunan tembaga sulfat dapat mengakibatkan cedera otak, perut, hati, atau ginjal juga dapat terjadi.

17

2.3.4 K2CrO4 K2CrO4 memiliki nama lain asam kromat, K2CrO4 indikator kimia yang digunakan untuk mengidentifikasi konsentrasi klorida ion dalam larutan garam dengan perak nitrat (AgNO3). Ini adalah dua kelas karsinogen dan dapat menyebabkan kanker pada inhalasi. A. Sifat fisik Kromat Kalium adalah senyawa lemon kuning yang dalam bentuk kristal padat, dan sangat stabil. Tabel 3. Sifat-sifat Kimia (K2CrO4) Molekul Rumus Massa molar Penampilan Bau Kepadatan Titik lebur Titik didih K2CrO4 194.19 g mol -1 Kuning berbau bubuk tanpa bau 2,7320 g / cm 3 968C, 1.241 K, 1774F 1000C, 1273 K, 1832F

Kelarutan dalam air 62,9 g/100 mL (20C) 79,2 g/100 mL (100C) Kelarutan Indeks bias Bahaya larut dalam alkohol 1.74 Bersifat Toxic dan berbahaya bagi lingkungan (Sumber : wikipedia.com) B. Reaksi Ketika bereaksi dengan timbal (II) nitrat, menciptakan sebuah oranye kuning endapan, timbal (II) kromat. Semua ion menghidrolisis dalam larutan.

18

C.

Keamanan Kalium kromat sangat beracun dan dapat berakibat fatal jika tertelan. Hal ini

juga dapat bertindak sebagai karsinogen, dan dapat membuat reproduksi cacat bila terhirup atau tertelan. Ini juga merupakan oksidator yang kuat jika di hadapan H+ untuk menghasilkan ion dikromat. Ini mungkin bereaksi dengan cepat, atau keras. Hal ini juga mungkin bahwa hal itu dapat bereaksi eksplosif dengan agen pereduksi lainnya dan mudah terbakar objek.

2.4

Tinjuan Umum LC50 (Lethal Concentration 50) Standar ukuran dari toksisitas menengah sekitarnya yang akan membunuh

separuh dari sampel populasi tes spesifik-hewan di ditentukan periode melalui pemaparan melalui inhalasi (respirasi). LC50 diukur dalam mikrogram (atau miligram) dari materi per liter, atau bagian per juta (ppm), udara atau air; menurunkan jumlah lebih beracun materi. Digunakan dalam perbandingan dari toksisitas, LC50 nilai-nilai tidak dapat secara langsung ekstrapolasi dari satu logam ke yang lain atau ke manusia. Juga disebut rata-rata konsentrasi mematikan atau populasi konsentrasi kritis 50. Lethal Concentration 50 itulis juga sebagai LC50 dan yang dimaksud dengan LC50 (Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC50-48 jam, LC50-96 jam (Dhahiyat dan Djuangsih 1997) sampai waktu hidup hewan uji.

Anda mungkin juga menyukai