Anda di halaman 1dari 13

BUDIDAYA PAKAN ALAMI

“ARTEMIA SALINA”

Dosen Pengampu :

Ir. RR. FIA SRI MUMPUNI,MP.

Disusun Oleh :

AJI FIRDAUS (A.1710837)

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
2019/2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan dan Manfaat ...................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 2
2.1 Klasifikasi Artemia Salina ...................................................................... 2
2.2 Morfologi Artemia Salina ………………………………………………………………….. 3
2.3 Kebiasaan Makan Artemia Salina …………………………………………………….. 4
2.4 Siklus Hidup Artemia Salina ......................................................... .......... 4
2.5 Reproduksi Artemia Salina ...................................................................... 6
2.6 Manfaat Artemia Salina ...................................................................... 7
2.7 Penetasan Kista Artemia Salina …………………………………………………………….. 7
2.8 Pengayaan Artemia Salina …………………………………………………………….. 8
BAB III PENUTUP ............................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 9
3.2 Saran .............................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 9


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nyah sehingga penyusunan Makalah ini dapat di selesaikan.

Makalah ini disusun untuk di ajukan sebagai tugas mata kuliah Budidaya Pakan
Alami yang Berjudul ” Artemia Salina ” Jurusan Akuakultur Fakultas Pertanian
Universitas Djuanda Bogor .

Terima kasih Disampaikan kepada Dosen mata kuliah Budidaya Pakan


Alami yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi kelancaran pembuatan
Makalah ini .

Demikian Makalah ini disusun semoga bermanfaat, dan dapat memenuhi tugas
mata kuliah Budidaya Pakan Alami.

Bogor, 14 Desember 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pakan alami merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan usaha
budidaya ikan. Sebagian besar pakan alami ikan adalah plankton yaitu fitoplankton dan zooplankton.
Pakan alami untuk larva atau benih ikan mempunyai beberapa kelebihan yaitu ukurannya relatif kecil
serta sesuai dengan bukaan mulut larva dan benih ikan, nilai nutrisinya tinggi, mudah dibudidayakan,
gerakannya dapat merangsang ikan untuk memangsanya, dapat berkembang biak dengan cepat
sehingga ketersediaanya dapat terjamin serta biaya pembudidayaannya relatif murah. Pakan merupakan
unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Salah satu pakan alami
yang penting dan cocok untuk kebutuhan larva ikan maupun ikan hias adalah Artemia salina
(Priyambodo dan Triwahyuningsih, 2003).

Artemia merupakan pakan alami yang banyak digunakan dalam usaha budidaya ikan dan udang,
di indonesia belum ditemukan adanya artemia, sehingga sampai saat ini Indonesia masih mangimpor
artemia sebanyak 50 ton/tahun. Walaupun pakan buatan dalam berbagai jenis telah berhasil
dikembangkan dan cukup tersedia untuk larva ikan dan udang, namun artemia masih tetap merupakan
bagian yang esensial sebagai pakan larva ikan dan udang di unit pembenihan. Keberhasilan pembenihan
ikan bandeng, kakap dan kerapu juga memerlukan ketersediaan artemia sebagai pakan alami
esensialnya, serta dengan adanya kenyataan bahwa kebutuhan artemia untuk larva ikan kakap dan
kerapu 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan larva udang, maka kebutuhan kista atemia akan
semakin meningkat (Daulay, 1998).

1.2. TUJUAN DAN MANFAAT

Adapun tujuan dari makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas mata kuliah juga sebagai
bahan ilmu pengetahuan , khususnya mengenai Artemia salina serta manfaat yang di dapat dari makalah
ini ialah kita dapat mengetahui tentang artemia salina baik dari klasifikasi, reproduksi,serta manfaat dari
artemia tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KLASIFIKASI ARTEMIA SALINA

Gambar 1 . Artemia Salina

Menurut Priyambodo dan Triwahyuningsih (2003), Klasifikasi Artemia salina adalah


sebagai berikut :

Filum : Anthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Branchiopoda
Ordo : Anostraca
Family : Artemidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia salina
Kista artemia berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat penuh dalam
keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang
ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra
violet dan mempermudah pengapungan (Mudjiman, 2008). Artemia dewasa memiliki ukuran
antara 10-20 mm dengan berat sekitar 10 mg. Bagian kepalanya lebih besar dan kemudian
mengecil hingga bagian ekor. Mempunyai sepasang mata dan sepasang antenulla yang terletak
pada bagian kepala. Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki yang disebut thoracopoda.
Alat kelamin terletak antara ekor dan pasangan kaki paling belakang. Salah satu antena artemia
jantan berkembang menjadi alat penjepit, sedangkan pada betina antena berfungsi sebagai alat
sensor. Jika kandungan oksigen optimal, maka artemia akan berwarna kuning atau merah jambu.
Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak mengkonsumsi mikroalga.
Pada kondisi yang ideal seperti ini, artemia akan tumbuh dengan cepat (Priyambodo dan
Triwahyuningsih, 2003).

2.2 MORFOLOGI ARTEMIA SALINA

Gambar 2. Artemia Jantan dan Betina

Artemia dewasamemiliki panjang 8-10 mm ditandai dengan terlihat jelas tangkai mata
pada kedua sisibagian kepala, antena berfungsi untuk sensori. Pada jenis jantan antena berubah
menjadialat penjepit (muscular grasper), sepasang penis terdapat pada bagian belakang
tubuh.Pada jenis betina antena mengalami penyusutan.
Kista Artemia sp. yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas dalam waktu
24-36 jam. Larva artemia yang baru menetas dikenal dengan nauplius. Nauplius
dalampertumbuhannya mengalami 15 kali perubahan bentuk, masing-masing
perubahanmerupakan satu tingkatan yang disebut instar (Pitoyo, 2004).

Artemia salina dewasa (San Francisco ras) tumbuh selama 5-6 minggu pada 80-
literakuarium digunakanuntukmengisolasi hemoglobin ekstraseluler.

2.3 KEBIASAAN MAKAN ARTEMIA SALINA (FEEDING HABBIT)

Menurut Mujdjiman (1989), kebiasaan makan artemia salina yaitu dengan manyaring
pakan (filter feeder). Artemia menelan apa saja yang ukurannya kecil, baik benda hidup, benda
mati, benda keras, maupun benda lunak. Di alam, pakan artemia antara lain berupa detritus
bahan organik, ganggang-ganggang renik, bakteri, dan cendawan (ragi laut). Menurut Thariq et
al (2002) menyatakan bahwa artemia juga merupakan hewan yang bersifat filter feeder non
selektif, oleh sebab itu faktor terpenting yang harus diperhatikan dalam memilih pakan artemia
adalah ukuran partikel kurang dari 50 µm sehingga mudah dicerna, mempunyai nilai gizi dan
dapat larut dalam media kultur. Artemia mulai makan pada instar ketiga, yaitu setelah saluran
pencernaan terbentuk. Ukuran partikel pakan untuk larva artemia adalah 20-30 µm dan untuk
artemia dewasa antara 40-50 µm

2.4 SIKLUS HIDUP ARTEMIA SALINA

Gambar 3 . Siklus Hidup Artemia Salina .


Artemia, satu-satunya genus dalam keluarga artemidae. Pertama kali ditemukan di
Lymington, inggris pada tahun 1755. Artemia ditemukan diseluruh dunia dipedalaman saltwater
tetapi tidak di lautan. Artemia hidup di perairan yang berkadar garam tinggi, yaitu antara 15-30
ppt. Pada salinitas yang terlalu tinggi, telur tidak akan menetas yang disebabkan tekanan
osmosis dari luar tubuh lebih tinggi, sehingga telur tidak dapat menyerap air yang cukup untuk
metabolismenya (Dhert, 1980).

Artemia memiliki kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap variasi tingkatan


oksigen di perairan dengan menghasilkan hemoglobin untuk meningkatkan afinitas oksigen.
Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan artemia adalah di atas 3 mg/L namun
kadar oksigen kurang dari 2 mg/L dapat menjadi pembatas produksi biomasa artemia
(Mudjiman, 1983).

Siklus hidup artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15 –
20jam pada suhu 25°C kista akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jamembrio
ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akanmenyelesaikan
perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah akanbisa berenang bebas.
Pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat masihmengandung kuning telur.
Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulutdan anusnya belum terbentuk
dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas mereka akanganti kulit dan memasuki tahap larva
kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan,dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan
detritus organik lainnya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli (tidak pemilih) jenis pakan
yang dikonsumsinya selama bahantersebut tersedia diair dengan ukuran yang sesuai. Naupli
akan berganti kulit sebanyak 15kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia
dewasa rata-rata berukuransekitar 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka
dapat mencapaiukuran sampai dengan 20 mm. Pada kondisi demikian biomasnya akan mencapi
500 kali di bandingakan biomas pada fase naupli.

Dalam tingkat salinitas rendah dan dengan pakan yang optimal, betina Artemia
bisamengahasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa hidupnya (sekitar 50
hari)mereka bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10 -11 kali. Dalam kondisi superideal,
Artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi nauplii atau kistasebanyak 300
ekor(butir) per 4 hari. Kista akan terbentuk apabila lingkungannya berubahmenjadi sangat salin
dan bahan pakana sangat kurang dengan fluktuasi oksigen sangattinggi antara siang dan malam
hari.
Artemia dewasa toleran terhadap selang suhu -18 hingga 40 ° C. Sedangkan tempertur
optimal untuk penetasan kista dan pertubuhan adalah 25 – 30 ° C. Meskipun demikian hal ini
akan ditentukan oleh strain masing-masing. Artemia menghendaki kadar salinitasantara 30 – 35
ppt, dan mereka dapat hidup dalam air tawar salama 5 jam sebelum akhirnya mati.Variable lain
yang penting adalah pH, cahaya dan oksigen. pH dengan selang 8-9merupakan selang yang
paling baik, sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10dapat membunuh Artemia. Cahaya
minimal diperlukan dalam proses penetasan dan akansangat menguntungkan bagi pertumbuhan
mereka. Lampu standar grow-lite sudah cukupuntuk keperluan hidup Artemia. Kadar oksigen
harus dijaga dengan baik untukpertumbuhan Artemia. Dengan suplai oksigen yang baik, Artemia
akan berwarna kuningatau merah jambu.

Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyakmengkonsumsi mikro
algae. Pada kondisi yang ideal seperti ini, Artemia akan tumbuhdan beranak-pinak dengan cepat.
Sehingga suplai Artemia untuk ikan yang kita peliharabisa terus berlanjut secara kontinyu.
Apabila kadar oksigen dalam air rendah, dan airbanyak mengandung bahan organik, atau
apabila salintas meningkat, artemia akan memakan bakteria, detritus, dan sel-sel kamir (yeast).
Pada kondisi demikian merekaakan memproduksi hemoglobin sehingga tampak berwarna
merah atau orange. Apabilakeadaan ini terus berlanjut mereka akan mulai memproduksi kista.

2.5 REPRODUKSI ARTEMIA SALINA

Chumaidi et al., (1990) menyatakan bahwa perkembangbiakan artemia ada dua cara,
yakni partenhogenesis dan biseksual. Pada artemia yang termasuk jenis parthenogenesis
populasinya terdiri dari betina semua yang dapat membentuk telur dan embrio berkembang
dari telur yang tidak dibuahi. Sedangkan pada artemia jenis biseksual, populasinya terdiri dari
jantan dan betina yang berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari telur yang
dibuahi.

Pada awalnya naupli berwarna orange kecoklatan karena masih mengandung kuning
telur. Artemia yang baru menetas belum bisa makan, karena mulut dan anusnya belum
terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam naupli tersebut akan berganti kulit dan memasuki
tahap larva kedua (nauplius II). Dalam fase ini naupli tersebut akan mulai makan dengan pakan
berupa mikroalga, bakteri, dan detritus organik lainya. Nauplius bersifat tidak memilih pakan
sehingga akan memakan segala jenis pakan yang dapat dikonsumsinya selama ukuran sesuai
dengan bukaan mulut nauplius. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi
dewasa dalam kurun waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun
demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm
(Sumeru, 2008).
Dalam tingkat salinitas rendah dan pakan yang optimal, artemia betina bisa
menghasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa hidupnya (sekitar 50 hari) artemia
bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10-11 kali. Dalam kondisi normal, artemia dewasa
bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi naupli atau kista sebanyak 300 ekor (butir) per 4
hari (Sumeru, 2008).

2.6 MANFAAT ARTEMIA SALINA

Artemia salina merupakan salah satu jenis udang crustacea yang memiliki ukuran tubuh
sangat kecil.Artemia salina merupakan termasuk dalam family artemide dan berordo anostraca.
Ukuran udang artemia ini sangat mini, pada usia dewasanya saja hanya berukuran 10 hingga 12
mm. sedangkan larva dari artemia salina ini yang baru menetas sebesar 0,35 hingg 0,45 mm saja.
artemia salina banyak ditemukan di dalam danau-danau air tawar di amerika serikat dan
argentina.

Artemia ini merupakan salah satu pakan alami yang biasanya digunakan dalam usaha
budidaya ikan dan udang sebagai pakan utama dan sehat karena mengandung banyak nutrisi
dan gizi sehingga ikan dan udang yang dibudidayakan dapat tumbuh lebih sehat dan tidak
mudah sakit.

Permintaan akan artemia ini mengalami perkembangan yang sangat pesat di Indonesia
yang kaya akan budidaya ikan dan udang. Namun karena pasokan artemia ini sangat terbatas,
untuk memenuhi kebutuhannya masih harus diimpor dari luar negeri. Oleh karena itu saat ini
sedang banyak orang yang berusaha melakukan budidaya artemia sebagai pemasok dari dalam
negeri yang tentu saja bisa bersaing lebih ketat dengan artemia impor.

2.7 PENETASAN KISTA ARTEMIA SALINA

Harefa (1996) mengatakan bahwa penetasan kista artemia dapat dilakukan dengan 2
cara, yaitu penetasan langsung dan penetasan dengan cara dekapsulasi. Cara dekapsulasi
dilakukan dengan mengupas bagian luar kista menggunakan larutan hipoklorit tanpa
mempengaruhi kelangsungan hidup embrio. Cara dekapsulasi merupakan cara yang tidak umum
digunakan pada panti-panti benih, namun untuk meningkatkan daya tetas dan meneghilangkan
penyakit yang dibawa oleh kista artemia cara dekapsulasi lebih baik digunakan.

Langkah-langkah penetasan kista artemia dengan cara dekapsulasi yaitu dengan cara
kista artemia dihidrasi dengan menggunakan air tawar selama 1-2 jam, kemudian kista disaring
menggunakan plankton net 120 mikronm dan dicuci bersih. Tahap selanjutnya kista dicampur
dengan larutan kaporit/klorin dengan dosis 1,5 ml per 1 gram kista, kemudian diaduk hingga
warna menjadi merah bata, lalu kista segera disaring menggunakan plankton net 120 mikronm
dan dibilas menggunakan air tawar sampai bau klorin hilang, barulah siap untuk ditetaskan
selanjutnya kista akan menetas setelah 18-24 jam. Pemanenan dilakukan dengan cara
mematikan aerasi untuk memisahkan cytae yang tidah menetas dengan naupli artemia (Harefa,
1996).

Purwakusuma (2008) kista hasil dekapsulasi dapat segera digunakan (ditetaskan) atau
disimpan dalam suhu 0-4 oC dan digunakan sesuai kebutuhan. Dalam kaitannya dengan proses
penetasan Chumaidi et al (1990) mengatakan kista setelah dimasukan ke dalam air laut (5-70
ppt) akan mengalami hidrasi berbentuk bulat dan di dalamnya terjadi metabolisme embrio yang
aktif, sekitar 24 jam kemudian cangkang kista pecah dan muncul embrio yang masih dibungkus
dengan selaput. Pada saat ini panen segera akan dilakukan.

2.8 PENGAYAAN ARTEMIA (Enrichment)

Pengayaan (enrichment) artemia dengan menggunakan beberapa jenis pengkaya


misalnyascout emultion, selco atau vitamin C dan B kompleks powder dilakukan selama 2
jam(Suriawan,2004).Selanjutnya diperjelas oleh Subyakto dan Cahyaningsih (2003) bahwa
pengayaan pakanalami menggunakan minyak ikan, minyak cumi-cumi, vitamin ataupun produk
komersiallainnya membutuhkan waktu 2-4 jam untuk mendapatkan hasil yang baik. Artemia
yangakan dilakukan pengayaan adalah yang baru menetas (nauplius) (Mukti, 2004).

BBAP Situbondo (2004) mencatat bahwa pemberian tambahan vitamin C dengan


carapengayaan dengan dosis 0,1 – 0,5 ppm pada media pengayaan artemia dapatmeningkatkan
kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva kerapu. Syaprizal (2006) jugamemperoleh hasil
dengan pengayaan vitamin C sebanyak 2 mg/l ke artemia dapatmeningkatkan kelulusan hidup
benur udang windu dan diperoleh kemungkinan adanyakelulusan hidup lebih tinggi dengan
penambahan dosis vitamin C.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut,
krustacea, ikankonsumsi air tawar dan ikan hias air tawar karena ukurannya yang sangat kecil.
Kista Artemia sp. yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas dalam waktu 24-36 jam.
Dekapsulisasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan lapisan terluar dari kistaartemia
yang “keras” (korion). Pada tiap tahapan perubahan instar nauplius mengalami moulting.
Artemia dewasa memiliki panjang 8-10 mm ditandai dengan terlihat jelas tangkai mata pada
kedua sisibagian kepala, antena berfungsi untuk sensori.Artemia sp. secara umum tumbuh
dengan baik pada kisaran suhu 25-30 derajat celcius. Kistaartemia kering tahan terhadap suhu -
273 hingga 100 derajat celcius. Artemia dewasa toleran terhadap selang suhu -18 hingga 40 ° C.
Sedangkan temperturoptimal untuk penetasan kista dan pertubuhan adalah 25 – 30 ° C.

3.2 SARAN

Permintaan akan artemia ini mengalami perkembangan yang sangat pesat di Indonesia
yang kaya akan budidaya ikan dan udang. Namun karena pasokan artemia ini sangat terbatas,
oleh sebab itu untuk memenuhi pasokan dari permintaan perlu di adakanya budidaya artemia
untuk memangkas biaya .

DAFTAR PUSTAKA

 Isnansetyo dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Pakan Alami
Untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanasius, Yogyakarta.
 Jusadi, Dedy. 2003. Modul Penetasan Artemia. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
 Mudjiman, A. 2008. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
 Persoone, G. dan P. Sorgeloos 1975. Technological imporvements for the cultivation of
invertebrates as food for fishes and crsutaceans I. Devices and methods. Aquaculture 6 : 275 –
289.
 Purwakusuma, W. 2008. Artemia Salina. (fish.com/pakanIkan/Artemia.php). Diakses Pada
Tanggal 28 April 2012
 http://budinh.blogspot.co.id/2013/04/makalah-klasifikasi-dan-biologi artemia.html. Akses
tanggal 04 April 2016
 https://sonibp2010.wordpress.com/2011/12/19/makalah-planktonologi-zooplankton-artemia-
salina .Akses tanggal 06 April 2016

Anda mungkin juga menyukai