Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pakan alami adalah sejenis pakan ikan yang berupa organisme air. Organisme

ini secara ekosistem merupakan produsen primer atau level makanan dibawah ikan

dalam rantai makanan. Ikan dalam memanfaatkan pakan ini tergantung dari pada

kebiasaan makan ikan dan ukuran tubuh pakan itu sendiri. Pakan alami dapat berupa

tumbuh-tumbuhan maupun hewani yang hidup didalam perairan. Didalam kegiatan

usaha budidaya atau pembenihan ikan baik ikan konsumsi maupun budidaya ikan hias,

pakan alami tersebut sangat diperlukan sebagai sumber makanan dari alam. Hal ini

dikarenakan pakan ini mempunyai kandungan gizi yang lengkap, mudah dicerna dalam

saluran pencernaan karena isi selnya padat dan mempunyai dinding sel yang tipis, tidak

menyebabkan penurunan kualitas air dan dapat meningkatkan daya tahan benih ikan

terhadap penyakit maupun perubahan kualitas air karena tidak mengeluarkan racun,

cepat berkembang biak dan pergerakannya tidak terlalu aktif sehingga mudah

ditangkap oleh larva. Selain itu ukuran dan bentuk pakan alami sangat kecil sehingga

cocok dan sesuai dengan bukaan mulut larva dan benih ikan tersebut (Isnansetyo dan

Kurniastuty, 1995)

Skeletonema costatum merupakan salah satu pakan alami yang banyak

digunakan dalam usaha pembenihan udang, ikan, kerang-kerangan, dan kepiting.

Skeletonema costatum sangat umum digunakan sebagai pakan larva udang windu yang

dimulai sejak nauplius bermetamorfosa menjadi zoea. Skeletonena costatum memiliki


2

beberapa kelebihan dibandingkan pakan buatan, karena memiliki enzim autolisis

sendiri sehingga mudah dicerna oleh larva dan tidak mengotori media budidaya (Ryther

& Goldman, 1975 dalam Sutomo, 2005).

Skeletonema costatum banyak dimanfaatkan pada budidaya udang karena

kandungan gizi yang cukup tinggi, yaitu 22,30 % protein, 2,55 % lemak (Isnansetyo

dan Kurniastuty, 1995). Skeletonema costatum juga mampu beradaptasi pada berbagai

salinitas sehingga perkembangan sel dan efisiensi produksi biomas dapat menghasilkan

komposisi kimia yang seimbang. Hal ini sangat mendukung pada keberhasilan

pertumbuhan dan kelangsungan hidup sangat penting untuk dibudidayakan.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui sifat biologis

skeletonema costatum dan tata cara mengkultur skeletonema costatum.


3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Sachlan (1982), Skeletonema costatum adalah salah satu jenis diatom

yang termasuk pada:

Kingdom : Plantae

Divisi : Chrysophyta

Kelas : Bacillariophyceae

Ordo : Centrales

Sub ordo : Coscinodiscineae

Famili : Coscinodiscaceae

Genus : Skeletonema

Spesies : Skeletonema costatum

Gambar 1. Skeletonema costatum

Skeletonema costatum merupakan fitoplankton dari jenis diatomae yang bersel

tunggal dan ukuran sel berkisar antara 4-15µm. Sel diatomae memiliki ciri khas yaitu

dinding selnya terdiri dari dua bagian seperti cawan petri. dinding sel atas yang

disebut epitekal saling menutupi dinding sel bagian bawah yang disebut hipoteka pada
4

masing-masing tepinya. Pada setiap sel dipenuhi oleh sitoplasma. Dinding

sel Skeletonema costatum memiliki Frustula yang dapat menghasilkan skeletal

eksternal yang berbentuk silindris (cembung) dan mempunyai duri-duri yang berfungsi

sebagai penghubung pada prustala yang satu dengan yang lain sehingga membentuk

filamen (hayati, 2011)

Widiyani (2003), menyatakan bahwa dinding sel Skeletonema costatum

mengandung pigmen yang terdiri dari klorofil-a, β-karoten dan fukusantin. Pigmen

yang dominan adalah karotenoid dan diatomin. Adanya pigmen karoten menyebabkan

dinding selnya coklat keemasan.

Morfologi Skeletonema costatum bersel tunggal (uniseluler), berukuran 4-6

mikron. Akan tetapi alga ini dapat berbentuk uraian rantai yang terdiri dari berbagai

sel. Sel berbentuk kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sel dan tidak memiliki alat

gerak. Skeletonema costatum memiliki dinding sel yang cukup unik karenah terdiri dua

bagian yang bertindi (flustula) yang terbuat terdiridari silikat, bagian kutup atas disebut

epiteka dan bagian bawah disebut hipoteka. Pada bagian epiteka terdiri dari komponen

epival dan episingulum dan bagian hipoteka terdiri dari komponen hipovaf dan

hipisingulum (Clinton, 2014).

Gambar 2. Morfologi Skeletonema costatum


5

2.2. Habitat dan Penyebarannya

Angka (1976) menyatakan bahwa Skeletonema costatum banyak terdapat di

daerah tropis dan sub tropis, terdapai mulai dari pantai sampai lautan sebagai

meroplankton dan bentos. Skeletonema costaum yang berada dipantai memiliki

panjang rata-rata 9,7 µm dengan diameter rata-rate 5,7 µm Skeletonema

costatum merupakan diatom yang bersifat eurythermal yaitu mampu tumbuh pada

kisaran suhu 3-30 0C serta bersifat euryhalin yang mampu tumbuh pada kisaran

salinitas yang luas yaitu 15-34 ppt dan salinitas yang paling baik untuk pertumbuhan

adalah 20-30 ppt (Hayati, 1980).

2.3. Reproduksi dan Perkembangan

Isnansetyo dan Kurnaistuti (1995) menyatakan perkembangbiakan

Skeletonema costatum terjadi secara aseksual dilakukan dengan cara pembelahan sel

secara berulang-ulang, sehingga ukuran sel menjadi lebih kecil. Apabila ukuran selnya

sudah di bawah 7 µm, maka reproduksinya tidak lagi secara aseksual, tetapi dengan

cara seksual. Reproduksi secara seksual ditandai dengan pembentukan aukspora,

sehingga aukspora membentuk epiteka dan hipoteka baru, kemudian tumbuh menjadi

sel yang ukuranya lebih besar.

Gambar 3. Reproduksi Skeletonema costatum


6

Menurut Martossudarmo dan Wulani (1990), pertumbuhan Skeletonema

costatum secara umum ditandai dengan lima tahap terpisah yaitu :

1) Tahap Induksi
Tahap adaptasi dengan lingkungan yang baru, populasi tidak berubah untuk
sementara waktu.

2) Tahap Eksponensial
Ditandai dengan pembiakan sel yang cepat dan konstan.

3) Tahap Perlambatan Pertumbuhan


Kecepatan tumbuh mulai melambat, faktor yang berpengaruh adalah kekurangan
nutrien, laju suplai CO2 atau O2, dan perubahan nilai pH.

4) Tahap Stasioner
Terjadinya penurunan kecepatan perkembangan secara bertahap. Jumlah populasi
konstan dalam waktu tertentu sebagai akibat dari penghentian pembiakan sel-sel
secara total atau adanya keseimbangan antara tingkat kematian dan tingkat
pertumbuhan.

5) Tahap Kematian
Tingkat kematian lebih tinggi dari tingkat perkembangan.

Gambar 4. Tahapan perkembangan Skeletonema costatum

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Skeletonema costatum

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema costatum

diantaranya:

a. Cahaya
7

Cahaya yang diterima banyak maka suhu cenderung meningkat. Kisaran cahaya

yang baik untuk pertumbuhan Skeletonema costatum adalah 500-12000 lux.

Apabila lebih dari 12000 lux maka pertumbuhannya akan menurun (Sriyani,

1995).

b. Salinitas

Kisaran nilai salinitas yang bisa ditoleransi oleh Skeletonema costatum antara

15-34 ppt dan optimalnya adalah 25-29 ppt. Karena jenis ini kebanyakan hidup di

sekitar permukaan pantai dengan perairan bersifat payau dimana salinitasnya tidak

terlalu tinggi. Salinitas yang terlalu tinggi atau rendah akan menganggu proses

metabolisme sel sehingga pertumbuhan Skeletonema costatum kurang bagus

(Sriyani, 1995)

c. Suhu

Suhu yang bisa ditoleransi oleh Skeletonema costatum berkisar 3-34 0C,
0
sedangkan suhu optimalnya 25-27 C. Apabila suhu terlalu rendah maka

pertumbuhannya akan lambat dan selnya akan kecil-kecil. Bila suhu terlalu tinggi

maka selnya akan hancur. Alternative apabila suhu terlalu rendah maka

peningkatan suhu dengan cara pemasangan lampu TL di atas permukaan media

serta menutup ruangan agar suhu media meningkat. Sedangkan kalau suhu media

terlalu tinggi bisa diusahakan dengan cara menambah sirkulasi ruangan dengan

membuka jendela (Sriyani, 1995).

d. Aerasi

Aerasi diperlukan terutama untuk pengadukan media sehingga tidak terjadi

stratifikasi suhu pada air media serta pupuk yang diberikan bisa diterima secara
8

merata. Aerasi juga ibutuhkan sebagai akselerasi pamasukan udara terutama CO2

dan O2. Akselerasi yang baik untuk Skeletonema costatum tidak terlalu besar,

karena apabila aerasi terlalu besar maka akan emutuskan filament sehingga

skeletonema costatum akan hancur (Sriyani, 1995).

e. Nutrien

Nutrient yang dibutuhkan oleh Skeletonema costatum terbagi atas dua

kelompok yaitu makro nutrien dan mikro nutrient. Makronutrien yaitu kelompok

yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup besar seperti nitrogen, fosfat, dan

silikat sedangkan mikronutrien adalah kelompok nutrient yang dibutuhkan dalam

kadar kecil yang biasanya terdiri dari bahan organic dan an organic (Martosudarmo

dan Wulani, 1990).

2.5. Tehnik Kultur pada Skeletonema costatum

a. Isolasi
Tujuan isolasi untuk memperoleh fitoplankton monopesies (murni) dengan cara
mengambil sampel air laut di alam dengan menggunakan planktonet, untuk
selanjutnya diamati dibawah mikroskop. Ada beberapa cara isolasi antara lain
pengenceran berseri dan menggunakan pipet kapiler. Pengenceran berseri
digunakan bila jumlah organisme banyak dan ada spesies dominan, memindahkan
sampel kedalam beberapa tabung reaksi yang dikondisikan untuk pertumbuhan
yang akan diisolasi. Sedangkan dengan menggunakan pipet kapiler, dimana
sampel 10-15 tetes medium (Isnansetyo dan kurniastuty, 1995).
b. Kultur Skala Semi-Massal
Kegiatan kultur skala semi-massal ini, dilakukan diruang semi “out door” tanpa
dinding, beratap transparan untuk memanfaatkan cahaya matahari. Kultur dengan
wadah aquarium /fiber transparan pada volume sekitar 100 liter. Sebelum
melakukan kultur, terlebih dahulu menyiapkan wadah dan peralatan lainnya
9

dengan kaporit 100 ppm. Sterilisasi air laut di bak dengan kaporit 15-10 ppm
dilakukan pengadukan selama 1-2 hari atau sampai netral kemudian diendapkan
dengan menghentikan pengadukan. Untuk volume diperlukan bibit 5-10 % dari
volume total. Diawal total kultur salinitas 25 - 29 ppt suhu air dibawah 30 0C dan
pH 7,9-8,3 dan kekuatan cahaya pada kisaran 500 - 12000 lux. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk teknis (Cahyaningsi, 1990).
c. Kultur Massal
Kultur massal/out door dimulai dari volume 1 ton sampai dengan 20 ton atau
lebih. Air laut dengan salinitas tertentu dimasukan kedalam bak kultur, selanjutnya
dilakukan pemupukan dan diberi aerasi. Pupuk yang digunakan untuk kultur
massal adalah pupuk teknis atau pupuk pertanian seperti : Urea, TSP, dan vitamin
mix (Djarijah, 1995).
10

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Skeletonema costatum merupakan fitoplankton dari jenis diatom yang bersel

tunggal dan ukuran sel berkisar antara 4-15 µm. Pertumbuhan skeletonema costatum

terdiri atas lima, fase induksi, eksponensial, perlambatan pertumbuhan, stasioner,

kematian. Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan skeletonema costatum

antara lain, salinitas, suhu, ph, nutrien.


11

DAFTAR PUSTAKA

Angka, 1976. Kultur Laboratoris Diatomae Laut : Pengaruh Salinitas dan Inoculum
terhadap Pertumbuhan Populasi Monokultur Skeletonema costatum dan
Nitzschia closterium Pelagis dan Benthis dari Laut Jawa. Laporan Proyek
Penellitian (tidak dipublikasikan). IPB.

Clinton, 2014. Kultur Plankton Skeletonema Costatum :pengamatan morfologi dan


inti sel skeletonema costatum.
http://www.ncbi.nlm.gov/entrezquery.fcgi?cmd=Retrieve&db.

Djarijah, A,S,Ir, 1995. Pakan Alami. Kaniusus. Yogyakarta.

Hayati, 2011. Percobaan Penggunaan Beberapa Macam Komposisi Media Terhadap


Pertumbuhan Populasi Monokultur Skeletonema costatum Greville.
Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Peternakan dan Perikanan. UNDIP
Semarang.

Hayati, 1980. Percobaan beberapa macam komposisi Media Terhadap Pertumbuhan


Populasi Monokultur Skeletonema costatum Greville. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Fakultas Peternakan dan Perikanan. UNDIP Semarang.

Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton;


Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.

Martosudarmo dan Wulani. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Pemeliharaan Kultur


Murni dan Masal Mikroalga. FAO. 33 Halaman.

Sachlan. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan. UNDIP Semarang.

Sriyani, 1995. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbihan plankton.


Universitas Brawijaya. Malang.

Sutomo, 2005. Kultur Tiga Jenis Mikroalga (tetraselmis sp, chlorella sp, dan
chaetoceros gracili) dan pengaru kepadatan awal terhadap pertumbuhan C.
gracilis di laboratorium. Oseanologi dan limnology.

Widiyani. 2003. Pengaruh Berbagai tingkat Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan


Populasi Skeletonema costatum (Grev). Clev. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Fakultas Peternakan. UNDIP.

Anda mungkin juga menyukai