Disusun Oleh:
Kelompok 5
1 D-III AKesehatanLingkungan
1. Eita Yuliasari
2. Hantini Nurul Fitriani
3. Ihdal Husnayain
4. Arif Rahman Hakim
5. Baginda Panji Amartha
Meskipun secara global dunia telah mengalami ledakan penduduk, tetapi di beberapa
Negara maju justru masih ada yang merasa kekurangan penduduk. Negara-negara yang
cepat pertumbuhan penduduknya adalah negara berkembang, sehingga jumlah penduduk
yang banyak merupakan masalah rumit yang harus dapat diatasi. Pertumbuhan penduduk
yang cepat atau tidak terkendali di suatu daerah pada suatu saat dapat melampaui “daya
dukung lingkungan” yaitu kemampuan suatu daerah untuk mendukung sejumlah
penduduk pada tingkat kehidupan yang wajar.
Pertumbuhan penduduk erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan
daerah atau wilayah. Banyak orang beranggapan bahwa persoalan penduduk mudah
dipecahkan apabila jumlah penduduk yang ada dibagi-bagi ke setiap daerah secara
merata. Hal tersebut tidaklah benar karena penempatan penduduk ke berbagai daerah
bukanlah hanya di dasarkan dari luas daerah (meter persegi) melainkan tergantung dari
daya tampung dan daya dukung daerah tersebut.
Negara Indonesia termasuk salah satu negara yang pertumbuhan penduduknya cepat
dan persebaran penduduknya tidak merata pada tiap-tiap daerah (pulau). Pertumbuhan
dan perkembangan penduduk di Indonesia tidak sama antara daerah yang satu dengan
lainnya. Selama ini pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Pulau Jawa lebih pesat
dibandingkan di daerah lainnya. Atas hal tersebut, Pulau Jawa sering dianggap lebih cepat
berkembang di bandingkan daerah - daerah lainnya. Atas dasar hal ini maka pemerintah
melakukan program transmigrasi yaitu perpindahan penduduk dari Jawa ke luar Jawa
dengan tujuan untuk pemerataan persebaran jumlah penduduk di Indonesia.
1. Sawah
Sawah telah dikenal di Indonesia sejak berabad-abad yang lalu. Misalnya, jawa dulu di
sebut Jawadwipa yang berarti pulau padi. Nama ini nmenunjukkan, padi telah ada di Jawa
waktu orang india dating di Indonesia lebih dari 1.000 tahun yang lalu. Dapat diperkirakan
pada waktu itu sawah masih sederhana, atau bahkan padi masih dapat secara liar dirawa, di
lembah. Teknologi sawah itu makin berkembang, dan sawah menyebar dari lembah dan
daerah dataran rendah ke lereng gunung. Karena padi sawah memerlukan air yang tergenang,
diperlukan petak dan pematang. Dengan demikian perluasan sawah kelereng gunung, harus
disertai dengan pengembangan teknologi pembuatan petak dengan pematang sawah, sehingga
terjadilah sengkedan (teras) sawah yang mengikuti garis kontur. Dengan addanya teras sawah
yang mengikuti garis kontur, dan tertahannya air di petak sawah yang mengalir dengan
perlahan-lahan, erosi tanah dapat terkendalikan. Produksi sawah dapat dipertahankan pada
tingkat yang relative tinggi selama berabad-abad. Sawah dapat mengurangi risiko erosi
sampai sekecil-kecilnya. Oleh karena itu sawah dapatlah dianggap sebagai adaptasi manusia
dengan lingkungannya yang banyak bergunungdengan curah hujan yang tinggi.
Secara tradisional sawah ditanami dengan banyak sekali variates padi. Hampir setiap
desa mempunyai satu atau lebih wariates padi local. Padi local itu tidaklah murni, melainkan
sebenarnya merupakan suatu campuran banyak variates. Oleh karena itu system sawah
tradisional merupakan pula sumber daya gen yang amat kaya. Sudah barang tentu sumber
daya gen itu terbatas pada padi.
Dari uraian diatas jelaslah sawah mempunyai fungsi pengendalian erosi dan pencagaran
sumber daya gen. lagi pula teknologinya telah dikenal dan dikuasai oleh banyak petani kita.
Sawah juga mempunyai fungsi produksi dan social-budaya yang penting. Oleh karena itu
sawah merupakan salah satu cara yang penting untuk pengendalian erosi. Dalam hal
digunakan sawah terdisional yang belum menggunakan variates yang unggul, juga akan
berfungsi untuk pencagaran sumber daya genetis. Maka sawah seyogyanya diperhatikan
sebagai salah satu alternative dalam penanggulangan lahan kritis. Apabila di daerah
berbukitdapat dibuat saluran irigasi pada garis kontur yang setinggi mungkin, orang dengan
sendirinya akan membuat sawah di bawah garis kontur itu, sehingga lereng bukit tersebut
akan berteras dan erosi dapat terkendalikan. Dorongan, penyuluhan dan investasi modal oleh
pemerintah untuk pembuatan sawah, tidak atau sedikit saja diperlukan. Jadi investasi yang
diperlukan untuk pengendalian erosi itu praktis hanya untuk pembuatan saluran irigasi itu.
Pembuatan saluran irigasi itu seyogyanya dikaitkan dengan pengembangan perikanan.
Dengan intensifikasi, produksi sawah dapat ditingkatkan. Dengan demikian sawah
mempunyai potensi besar untuk menaikkan dayadukung lingkungan dengan meningkatnya
daya dukung lingkungan tekanan penduduk akan berkurang.
2. Pekarangan
Pekarangan adalah sebidang lahan dengan batas tertentu, ada bangunan tempat tinggal
dia atsanya umumnya ditanami dengan berbagai jenis tumbuhan. Di pekarangan sering pula
dipelihara unggas, ternak dan ikan. Dari banyak penelitian dapat diketahui, pekarangan
mempunyai fungsi ganda dan merupakan integrasi antara fungsi alam hutan dengan fungsi
untuk memenuhi kebutuhan social-budaya-ekonomi manusia. Fungsi ganda yaitu i )hidrologi,
ii ) pencagaran sumber daya gen, iii )efek iklim mikro, iv )social, v )produksi dan vi)estetis.
Fungsi hidrologi dapat terlihat dari sedikitnya erosi yang umumnya terdapat di
pekarangan. Hal ini disebabkan oleh i) keadaan pekarangan yang datar, ii) tajuk tanaman
yang berlapis, iii) lapisan seresah, dan iv) daur ulang. Pekarangan, walaupun di daerah
pegunungan, dibuat datar, karena hal itu diperlukan untuk membangun rumah. Keadaan yang
datar itu mengurangi resiko erosi. Karena umumnya pekarangan ditanami oleh berbagai jenis
tanaman, terbentuklah tajuk yang berlapis. Tajuk yang tinngi umumnya terdiri atas pohon
kelapa, albasiah dan pohon tinggi lainnya. Dibawahnya terdapat lapisan tajuk kedua yang
terbentuk oleh pohon buah-buahan, seperti rambutan dan mangga. Menyusullah tajuk pohon-
pohon yang lebih rendah lagi, antara lain, jambu biji, jeruk, nam-nam dan kopi. Lebih rendah
terdapat lapisan tajuk yang rendah misalnya talas dan cabe. Akhirnya terdapatlah tanaman
merayap di atas permukaan tanah, misalnya ubi jalar. Tajuk yang berlapis-lapis itu dengan
efektif dapat melindungi tanah dari erosi percikan.
Fungsi pencagaran sumberdaya gen terwujud dengan adanya banyak jenis yang ditanam
di pekarangan. Masing-masing jenis itu terdiri atas banyak variates. Sifat-sifat itu banyak
diturunkan, jadi terdapat dalam gen. karena itu pekarangan mengandung sumber daya genetis
yang amat kaya.
Efek iklim mikro dapat kita rasakan, apabila kita memasuki sebuah kampung. Di luar
kampung suhu lebih tinggi dan lebih silaudari peda didalam kampung, oleh karena adanya
naungan oleh pohon-pohonan.
Fungsi social pekarangan terutama terlihat di pedesaan. Pertama ia merupakan symbol
status. Orang yang tidak mempunyai pekarangan dan membuat rumahnya dipekarang orang
lain, dianggap mempunyai status social yang rendah. Dan masih banyak fungsi social
lainnya.
3. System talun-kebun
Di Jawa barat, dan di tempat lain dengan variasi tertentu, terdapat sistem pertanaman
yang menyerupai pekarangan, tetapi di atas lahan itu tidak ada bangunan tempat tinggal.
Sistem itu disebut talun. karena itu talun umumnya terdapat diluar kampong. Talung ditanami
dengan banyak jenis tumbuhan. Sebagian besar tenaman tahunan. Dapat terjadi talun itu
didominasi oleh suatu jenis, misalnya bambu.
Pada waktunya bambu atau kayu-kayuan dipanen dengan tebang habis, tebang pilih
atau dengan pemangkasan. Bambu atau kayu yang di panen dijual. Daun ranting yang kering
dikumpulkan dan dibakar. Abu dicampur dengan rabuk kandang yang diambil dari kampung
untuk digunakan sebagai pupuk.
Di tempat yang telah terbuka oleh adanya panen bambu atau kayu, ditanami dengan tanaman
semusim. Jenis tanaman tergantung pada factor tanah dan iklim, serta pasaran.
5. Perikanan
Vegetasi pada umamnya dan hutan pada khususnya mempunyai funsi hidro-orologi
yang baik.namun jenis hutan tertentu mempunyai kecepatan evapotranspirasi yang lebih
beser daripada penguapan dari permukaan air yang terbuka.Jadi,hilangnya air karena
penguapan dari satu hektar lahan yang ditanami dengan pohon-pohonan dapat lebih besar dari
pada kehilangan air karena penguapan dari satu hektar kolam yang terbuka.hal ini perlu
mendapat perhatian dalam penanggulangan lahan kritis karena umumnya perbaikan tata air
merupakan bagian penting dalam usaha itu. Dengan demikian pembuatan kolom atau
wadukkecil dalam kombinasi dengan penghijuan dan reboasasi akan menguntungkan. Akan
tetapi pada umumnya bendungan itu berfungsi sebagai penahan lumpur dan penyiimpanan
air untuk pendudukdanbelum dikembangkan perikanan didalamnya.dengan penebaran benih
ikan,bendungan pengendalian akan dapat menaikan daya dukung lingkungan melalui
produksi ikan yang tinggi.
Syarat untuk pengembangan perikanan ialah kualitas air yang memadai dan laju erosi
yang tidak besar.apabila erosi terlalu besar,kandungan lumpur yang tinggi dalam air akan
menurunkan produksi perikanan ,oleh karena itu pembuatan bendungan pengendali dan
pengembangan perikanan untuk usaha penanggulangan yang lain.cara itu merupakan
teknologi tradisional yang telah membudidaya di banyak tempat.Oleh karena itu penggunaan
teknologi tiu dalam penanggulangan lahan kritis dapat diperkirakan tidak akan banyak
mengalami kesulitan teknis maupun sosial budaya.
6. Penciptaan lapangan pekerjaan di sektor non-pertanian
Tekanan penduduk terhadap lahan bersumber pada bertambahnya penduduk petani,
sedangkan luas lahan tidak bertambah.akibatnya ialah nisbah lahan terhadap petani makin
kecil dan pendapatan petani makin menurun. Nisbah itu dapat diperbesar dengan
memperbesar luas lahan atau memperkecil jumlah petani. Di Jawa luas lahan tidak dapat lagi
ditambah tanpa menimbulkan masalah lingkungan, seperti rusaknya hutan. Pilihan yang
tinggal ialah memperkecil jumlah petani. memindahkan petani, misalnya transmigrasi,
mempunyai efek demikian.dalam hal ini jumlah penduduk, dan dengan demikian kepadatan
panduduk, tidak berkurang.akan tetapi tekanan penduduk terhadap lahan akan berkurang.
sebab tekanan penduduk terhadap lahan tidak ditentukan oleh jumlah penduduk total,
melainkan oleh jumlah petani.
Industri yang sangat mungkin untuk dikembangkan di daerah pedesan ialah industri
pasca panen. Dengan industri ini hasil pertanian akan mendapatkan nilai tambah. misalnya,
buah dapat diolah menjadi sari buah,bambu menjadi mabel, dan karet dapat menjadi berbagai
macam barang, nilai tambah ini makin besar, makin tinggi permintaan akan barang itu dan
mutu hasil industri itu. Nilai tambah yang tinggi dapat menjadi sumber kehidupan baru.
Dengan berkurangnya tekanan penduduk terhadap lahan, kerusakan hutan untuk
digunakan sebagai lahan pertanian juga berkurang.dengan demikian hutan lebih mudah untuk
dijaga keselamatannya. Apabila hutan yang rusak tidak terjamah, dalam kebanyakan hal
hutan dengan kekuatan dapat pulih kembali dengan kekuatan sendiri, karena adanya curah
hujan yang cukup di banyak daerah Indonesia.
Yaitu perubahan komposisi atau kondisi air sehingga kualitasnya menurun begitu pula
dayaguna dan daya dukungnya juga menurun.
Sumber pencemaran air :
a. Kejadian alam
- Banjir, letusan gunung, aliran lava, aliran gas alam, dsb.
b. Aktivitas manusia
- Industri, pertanian, rumah tangga, permukiman, perdagangan, tempatumum, dsb.
Macam pencemaran air :
a. Pencemaran oleh mikroorganisme baik pathogen maupun non pathogen
b. Pencemaran oleh bahan anorganik
c. Pencemaran oleh bahan organik
e. Terjadinya hujan asam yang disebabkan oleh pecemaran oksida nitrogen.
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 pengertian lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian
lingkungan hidup. Tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah agar tercapai keselarasan
hubungan antara manusia dan lingkungan hidup, terwujudnya manusia sebagai pembina
lingkungan hidup dan terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk
menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan ( Pasal 1 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 ).
Salah satu komponen lingkungan hidup adalah sumber daya alam. Menurut Suratmo
(1995) sumber daya alam adalah segala sesuatu yang ada di alam yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia baik generasi sekarang maupun generasi yang akan
datang. Pengelolaan sumber daya alam harus mengacu pada beberapa prinsip yaitu :
1) keadilan terhadap alam (lingkungan) dan manusia,
2) kelestarian dankeberlanjutan,
3) demokrasi,
4) transportasi,
5) koordinasi dan keterpaduan antar sektor,
6) efisiensi,
7) desentralisasi yang demokratis,
8) partisipasi publik,
9) akuntabilitas publik dan
10) free and priorinformed consent.
Menurut Kamil (2001) dalam Saptono (2005), ditinjau dari aspek alokasi
dan penggunaan sumber daya terdapat empat karakteristik penting yang selalu harus
diperhatikan yaitu equity, efektivitas dan efisiensi, ramah lingkungan dan resources prudence.
Karakteristik equity maksudnya adalah kesamaan peluang bagi semua anggota
masyarakat untuk mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraannya. Efektivitas dan
efisiensi menghendaki agar berbagai keputusan publik didasarkan pada penggunaan sumber
daya alam terbaik. Ramah lingkungan maksudnya adalah bahwa pemanfaatan potensi
sumber daya alam harus senantiasa diikuti dengan upaya untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup. Karakteristik resources prudence mensyaratkan bahwah sumber daya
dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan
kebutuhan masa sekarang maupun yang akan datang.
Salah satu konsep mengenai pembangunan berkelanjutan adalah sistem sosio-
ekologis sebagaimana yang dikembangkan oleh Stockholm Environment Institute (Saptono,
2005). Sistem sosio-ekologis terdiri atas tiga sub sistem yang masing-masing berkenaan
dengan masyarakat (manusia), lingkungan hidup dan ekonomi. Ketiga subsistem tersebut
saling mempengaruhi satu sama lainnya sehingga bila terjadi ketidakstabilan pada salah satu
sub sistem, maka sub sistem yang lain akan terkena dampaknya dan keseimbangan ketiga sub
sistem tersebut akan terganggu. Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan
pembangunan yang harus menyeimbangkan ketiga sub sistem tersebut sehingga tingkat
kesejahteraan manusia dapat meningkat baik generasi sekarang maupun generasi yang akan
datang.
Pembangunan yang dilaksanakan secara sembarangan tanpa memperhatikan faktor
lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat dapat menimbulkan terjadinya pencemaran
lingkungan yang pada akhirnya dapat menimbulkan terjadinya penyakit. Pencemaran
lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukkannya (UU No. 23 / 1997). Sebagai contoh terjadinya
kasus pencemaran lingkungan yang sangat menggemparkan dunia adalah terjadinya penyakit
Minamata di Jepang sebagai akibat tercemarnya laut oleh limbah Mercury dari perusahaan.
Kesehatan masyarakat (public health) menurut Winslow (1920) dalam Notoatmodjo
(1997) didefinisikan sebagai ilmu dan seni untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup
dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat dengan
melaksanakan kegiatan perbaikan sanitasi lingkungan; pemberantasan penyakit menular;
pendidikan kesehatan; manajemen (pengorganisasian) pelayanan kesehatan; dan
pengembangan rekayasa sosial untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat. Untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal dilaksanakan upaya kesehatan melalui peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif).
Kesehatan lingkungan adalah ilmu yang mempelajari hubungan interaktif antara
komunitas (penduduk) dengan perubahan lingkungan yang memiliki potensi bahaya atau
menimbulkan gangguan kesehatan serta mencari upaya penanggulangannya. Kesehatan
lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat. Kualitas
lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang
membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia. Upaya peningkatan kesehatan
lingkungan perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup serta meningkatkan
kemauan, kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan
pembangunan berwawasan kesehatan. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan
udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan,
pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya (Pasal 22 ayat (1)
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992). Pengendalian penyebab penyakit (agent ), pembawa
atau penular penyakit (vektor) serta sumber penyakit dilakukan agar tercipta lingkungan yang
sehat bagi seluruh penduduk (Depkes RI, 1999).
DAFTAR PUSTAKA
1. Soemarwoto, Otto, 2008, Ekologi, Lingkungan Hidup Dan Pembangunan, Djambatan,
Jakarta. Halaman : 236-256
2. Sastrawijaya, A. Tresna, 1991,Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta. Halaman :
48
3. N.Daldjoeni, A. Suyitno,1979, Pedesaan Lingkungan dan Pembangunan, Alumni, Bandung.
Halaman : 7
4. Soemarwoto,Otto,1997, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, UGM-Press, Yogyakarta.
Halaman : 75
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Halaman : -