Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN Kondisi geografis wilayah Indonesia yang dilewati garis katulistiwa yang merupakan tempat yang tepat untuk

digunakan sebagai lahan pertanian, seperti padi, kedelai, dan jagung. Untuk menghasilkan produk panen yang berkualitas tinggi perlu beberapa faktor pendukung baik dari faktor internal berupa kualitas benih dan ketahanan benih terhadap perubahan lingkungan juga oleh faktor eksternal berupa iklim, keadaan tanah, pH tanah, kelembaban tanah, dan tekstur tanah. Tanaman padi merupakan tanaman pokok bagi kebanyakan masyarakat Indonesia karena sebagai makanan pokok yang mempunyai kandungan karbohidrat tinggi. Namun tidak semua daerah dapat memproduksi padi di sebabkan ada beberapa faktor pendukung yang tidak terdapat pada daerah tersebut, misalnya kondisi tanah berkapur yang tidak dapat menyimpan air secara maksimal sehingga tanaman padi tidak bisa hidup secara optimal. Bertambahnya jumlah penduduk juga mempengaruhi produksi padi karena semakin bertambahnya populasi penduduk juga mempengaruhi jumlah lahan yang digunakan untuk pemukiman. Semakin banyak lahan yang digunakan untuk pemukiman maka akan semakin berkurang pula lahan yang digunakan sebagai lahan pertanian khususnya untuk tanaman padi. Oleh karena itu, diperlukan suatu alternatif pengganti padi sebagai sumber utama karbohidrat dengan menggunakan uwi (Dioscorea alata). Tanaman yang memiliki nama Sunda huwi ini termasuk tanaman yang mempunyai sistem perakaran serabut yang mempunyai umbi biasanya tunggal berukuran relatif besar (Steenis, 2006). Tanaman yang asli dari Asia Tenggara ini hidup di daerah tropik lembab dan agak lembab yang toleran terhadap lahan yang miskin hara. Menurut Purnomo (2011),tanaman Dioscorea spp ditanam oleh masyarakat transmigrant di Kalimantan Selatan dan Lampung, Sumatera. Umbi Dioscorea spp. di Jawa saat ini, dimanfaatkan oleh penduduk di wilayah kering (ekosistem karst) sebagai ketahanan pangan berbasis karbohidrat di musim kering. Desa Kebonsari, Kademangan merupakan daerah pegunungan kapur yang sulit akan sumber air. Umumnya berupa pegunungan kapur (karst), yang ciri utamanya adalah porositas batuan rendah. Artinya, air hujan yang jatuh tidak dapat disimpan di dalam tanah kapur karena kecilnya pori-pori. Air yang melintasi batuan kapur biasanya langsung mengalir ke tempat lain yang lebih rendah hingga masuk ke sungai dan akhirnya terbuang ke laut. Oleh karena itu tanaman uwi (Dioscorea alata) bisa lebih mudah di produksi di bandingkan tanaman padi (Oriza sativa) yang membutuhkan lebih banyak air dan unsur hara. Selain itu, dampak globalisasi baik di kota maupun pedesaan yang semakin besar akan berdampak pada pola hidup yang lebih menuju ke serba instan yang sebagian besar mengandung komponen bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan, misalnya mie. Pengetahuan masyarakat tradisional tentang tanamam uwi yang dahulu digunakan sebagai makanan pokok, kinidengan bertambahnya waktu makin berkurang pemanfaatannya dimasyarakat. Padahal, pemanfaatan uwi

yang saat ini hanya direbus dapat dijadikan suatu produk makanan yang bernilai gizi, seperti mie yang mayoritas digemari masyarakat Indonesia. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa usaha pemanfaatan uwi belum banyak dilakukan oleh masyarakat di Indonesia umumnya dan Kabupaten Blitar khususnya. Didasarkan data diatas maka dilakukan kajian penelitian etnobotani tentang pemanfaatan dan peranan uwi (Dioscorea alata) dalam usaha pengganti makanan pokok keluarga di desa Kebonsari Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar dan sekitarnya. Perumusan Masalah Dari deskripsi di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimanakah pemanfaatan dan peranan dari uwi (Discorea alata) sebagai pengganti makanan pokok keluarga di desa Kebonsari Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar? Tujuan dan Manfaat Penulisan Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang sudah di terangkan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan dan peranan uwi (Dioscorea alata) sebagai pengganti makanan pokok keluarga di desa Kebonsari Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar. Manfaat penulisan ini adalah agar pengkonsumsian padi sebagai sumber karbohidrat dapat digantikan dengan pemanfaatan uwi (Discorea alata). Selain itu, masyarakat dapat meninggalkan budaya serba instan ke budaya alami yang memiliki gizi yang tak kalah baik dengan makanan instan. Disisi lain, juga dapat digunakan sebagai pemerataan sumber daya alam yang ada sehingga tidak terfokus pada salah satu sumber daya alam. TELAAH PUSTAKA Klasifikasi Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida (monokotil) Sub Kelas : Liliidae Ordo : Liliales Famili : Dioscoreaceae Genus : Dioscorea Gambar 1. Umbi Dioscorea alata Spesies : Dioscorea alata L. Menurut Flach & Rumawas(2012), uwi (Dioscorea alata) dalam bahasa Inggris disebut Greater yam, water yam, tenmonths yam. Dalam bahasa Indonesia disebut huwi, dan dalam bahasa daerah disebut huwi (Sunda), uwi (Jawa), lame

(Sulawesi). Uwi (Dioscorea spp.) adalah tanaman pangan pokok berpati yang sangat penting dalam pertanian tropika dan sub tropika karena tanaman ini menunjukkansiklus pertumbuhan yang kuat. Komposisi umbi uwi (Dioscorea spp.) sangatberagam tergantung varietasnya, umumnya umbi uwi memiliki kandungan patitinggi yaitu sebesar 25%, serta kandungan provitamin A rendah tetapi vitamin Cberagam antara 5-15 mg/100gr, kandungan protein umbi uwi sebesar 2% (Rubatzky dan Yamaguchi,1998). Karakteristik tanaman ini termasuk tumbuhan membelit dengan panjang 35 meter, dengan satu umbi dibawah tanah yang cukup besar. Batang terpuntir ke kiri, bersayap 4, gundul, sistem perakarannya berserabut. Daun tunggal, yang teratas berhadapan, tangkai bersayap 5 dengan panjang 3-18cm, berwarna hijau atau ungu, helaian daun berbentuk bulat telur, pangkal berbentuk jantung dan ujung meruncing panjang. Bunga dalam bulir, bulir jantan rapat dengan panjang 1-3cm terletak di ketiak daun atau sepanjang sumbu malai atau tandan yang tidak berdaun, bulir betina tidak rapat dengan panjang 12-50 cm didalam ketiak daun. Tenda bunga dengan tinggi kurang lebih 2mm bewarna hijau atau kuning. Buah kotak berbentuk buah peer dengan tinggi 2-3cm, dan pada waktu masak pecah sepanjang tepi luar sayap dengan 3 katup (Steenis, 2006). Umbi uwi dapat diperbanyak secara vegetatif menggunakan umbi akar (akar yang membesar) atau umbi udara (umbi yang keluar dari ruas batang). Umbi akarnya dapat berukuran sangat besar, dengan panjang lebih dari satu meter (Anonymous, 2009). Biji membulat, bersayap mengelilingi. Uwi dibudidayakan di lahan lebak dengan pola monokultur atau tumpang sari dengan tanaman padi, jagung, cabe, dan terong. Uwi tidak terendam air dan menghendaki kondisi tanah gembur. Penanaman dilakukan di guludan/surjan pada saat air menjelang surut di musim kemarau (Fahmi dan Antarlina, 2007). Bibit uwi dalam bentuk ubi yang dipotong-potong dari semua bagian yaitu pangkal, tengah dan ujung. Makin besar potongan maka makin besar pula hasil ubi. Bibit disemai pada persemaian dan jika telah muncul tunas baru ditanam di lahan. Penanaman dilakukan pada bulan Mei-Juli dan panen pada bulan OktoberDesember. Ubi dipanen bila daun dan batang mulai mengering. Penelitian etnobotani diawali oleh para ahli botani yang memfokuskan tentang potensi ekonomi dari suatutanaman atau tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat lokal (Purwanto, 1999). Selanjutnya para antropologi yang bahasannya mendasarkan pada aspek sosial ke pandangan bahwa untuk melakukan penelitian etnobotani diperlukan data tentang persepsi masyarakat terhadap dunia tumbuhan dan lingkungannya. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang perubahan pengertian etnobotani dapat dilihat Cotton (1996) dan Purwanto (1999). Secara sederhana etnobotani dapat didefinisikan sebagai suatu bidang ilmu yang menpelajari hubungan timbal balik secara menyeluruh antara masyarakat lokal dengan alam lingkungannya meliputi sistem pengetahuan tentang sumber daya alam tumbuhan.

Menurut Situs Pemerintah Kabupaten Blitar merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak pada 111 25 25-112 20 BT dan 7 57-8 951 LS berada di barat daya Ibukota Jawa Timur- Surabaya dengan jarak 160 Km.Kabupaten Blitar memiliki 22 Kecamatan Gunung Kelud (1.731 m. Kecamatan. dpl.) adalah salah satu gunung api strato yang masih aktif di Pulau Jawa yang terletak di bagian utara kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Kediri. Bagian selatan Kabupaten Blitar yang dipisahkan oleh Sungai Brantas . dikenal sebagai penghasil kaolin dan dilintasi oleh Pegunungan Kapur Selatan. Pantai yang terkenal antara lain Pantai Tambakrejo, Serang dan Jalasutra. rkenal Keadaan tanah di daerah Blitar yang kebanyakan berupa tanah vulkanik, mengandung abu letusan gunung berapi, pasir dan napal (batu kapur yang tercampur tanah liat) (BPBD Jatim, 2009). Tanah tersebut pada umumnya . berwarna abu-abu kekuningan, bersifat masam, gembur dan peka terhadap erosi. abu

Gambar 2. Kerangka berfikir penelitian METODOLOGI PENULISAN Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif (Arikunto, 2007) yang mana dalam pengambilan data mengunakan pengamatan langsung dan proses wawancara kepada narasumber. Proses wawancara dilakukan secara semi structural dan open ended quetion (Sugiyono, 2010) dengan subyek beberapa informan yang meliputi petani, penduduk (terutama ibu rumah tangga) dan tokoh masyarakat. Data yang dicatat mencangkup keberadaan dan kepemilikan tanaman

uwi (Dioscoreaalata) di lapangan, proses pembuatan dan aspek sosial-ekonomi produk mie uwi tersebut bagi masyarakat setempat. Lokasi penelitian etnobotani uwi (Dioscorea alata) di desa Kebonsari Kec. Kademangan Kab. Blitar, Jatim dilakukan di 2 lokasi yaitu dsn. Krajan dan dsn. Gentungan. Sebagaian besar masyarakat yang menghuni lokasi tersebut bermata pencaharian petani di ladang (lahan kering). ISI Analisis Hasil pengamatan wawancara diketahui bahwa pemanfaatan uwi (Dioscorea alata) di lokasi penelitian tidak hanya untuk kebutuhan bahan baku sebagai pengganti makanan pokok nasi (beras). Tidak semua warga mengenal tentang pemanfaatan uwi sebagai bahan makanan pengganti nasi dalam bentuk mie. Namun mayoritas warga lebih mengenal uwi sebagai makanan tradisional yang hanya dikukus dan langsung dimakan. Selain itu, masyarakat juga mengkonsumsi uwi dalam bentuk sawut, keripik, dan sebagai makanan tambahan (disebut Keleman) saat selamatan yang merupakan tradisi di daerah tersebut, misalnya memperingati 7 bulan kelahiran bayi (pithonan : dalam bahasa Jawa). Ada beberapa warga masyarakat yang mulai mengkreasikan uwi yang mulanya sebagai makanan selingan menjadi suatu produk yang bergizi seperti mie uwi. Berawal dari sulitnya memperoleh beras sebagai makanan pokok dengan kualitas baik dan gagalnya panen padi serta beredarnya rumor bahwa makanan instan yang diproduksi pabrik banyak mengandung bahan-bahan berbahaya maka timbullah inisiatif untuk membuat mie berbahan dasar uwi. Sebelum diolah menjadi mie uwi, terlebih dahulu uwi diolah menjadi tepung uwi. Pembuatan tepung dengan cara uwi segar dikupas, dicuci sampai bersih, kemudian dipotong-potong tipis. Uwi yang sudah dipotong dijemur selama 2 3 hari akan berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Uwi yang sudah kering dihaluskan dengan mesin, setelah itu diayak untuk diambil yang paling halus (tepung uwi). Sisa dari pengayakan dapat dihaluskan lagi hingga menjadi tepung yang memiliki tekstur halus. Dari 1,41 kg bahan mentah (basah) dapat dihasilkan 415 gr tepung uwi yang berwarna coklat. Sehingga dalam 1 kg uwi basah dapat dihasilkan 294,33 gr tepung uwi. Selanjutnya 50 gr tepung uwi dicampur dengan 125 gr tepung terigu, 1 butir telur ayam, garam secukupnya, dan 60 cc air. Bahan yang sudah dicampur, ditambah 1 sdm minyak sayur untuk diuleni hingga terasa licin dan elastis di tangan. Adonan yang sudah jadi dibagi menjadi 2, kemudian diletakkan diantara 2 plastik untuk ditipiskan setebal 3 mm. Adonan yang tipis dikukus selama 5 menit, kemudian didinginkan sejenak sebelum dipotong memanjang (bisa menggunakan alat pemotong khusus mie). Setelah itu, mie siap diolah menjadi makanan.

Mie uwi yang dihasilkan berupa mie basah berwarna coklat (agak gelap) dan bertekstur kenyal. Mie tersebut hanya dapat bertahan selama 2 hari, sehingga tepung uwi yang sudah dibuat mie harus segera diolah menjadi makanan. Menurut warga, uwi yang diolah menjadi mie terasa gurih dan enak. Hasil wawancara pada masyarakat, uwi lebih murah harganya dan mudah dalam budidayanya. Harga uwi hanya Rp. 3.000,00/kg sedangkan harga beras Rp. 7.500,00/kg, sehingga membuat masyarakat lebih memilih uwi sebagai pengganti nasi disaat harga beras meningkat atau sulit didapat, serta ekonomi masyarakat menurun. Kesimpulan Masyarakat desa Kebonsari Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar memanfaatkan uwi (Dioscorea alata) sebagai alternatif pengganti makanan pokok dengan mengolahnya menjadi mie yang sehat dan bergizi. Namun, mie tersebut hanya dapat bertahan selama 2 hari. Selain itu, keberadaan tanaman uwi (Dioscorea alata) juga toleran terhadap lahan yang miskin hara dan air, sehingga dapat tumbuh dengan baik di daerah pegunungan kapur yang sulit akan hara dan air. Uwi lebih murah harganya dan mudah dalam budidayanya dibandingkan beras (padi), sehingga mudah didapat oleh kalangan ekonomi rendah. Saran Perlu adanya publikasi agar masyarakat luas mengetahui cara pembuatan mie dari tanaman uwi (Dioscorea alata) sebagai alternatif pengganti makanan pokok, sehingga tidak terjadi eksploitasi beras/padi secara besar-besaran sebagai makanan pokok utama dan penelitian lebih lanjut guna pemanfaatan pewarna alami (coklat) yang dihasilkan oleh tepung uwi (Dioscorea alata). Selain itu, juga perlu adanya kerjasama pemerintah dalam bentukbantuan berupa dana maupun materi untuk mengembangkan potensi pemanfaatan uwi sebagai peluang usaha dan produk unggulan daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Anonymous,. 1973. Root Crops. Tropical Products Institute. London Antarlina. S dan Umar. S. Teknologi Pengolahan Komoditas UnggulanMendukung Pengembangan Agroindustri Di Lahan Leba. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra). Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. ( Edisi Revisi VI). Jakarta : Rineka Cipta. Badan Penanggulangan Bencana Daerah jawa Timur. 2010. 2010map.bpbdjatim.com. diakses tanggal 4 juli 2012 (online). Cotton, C.M. 1996. Eth~tobotnny : Principles and Applications. John Wiley andSons. Ghichzster, New York, Brisbane, Toronto, Singapore. 424 p Fahmi, A. dan S.S. Antarlina. 2007. Ubi AlabioSumber Pangan Baru dari Lahan Rawa. Sinar Tani, 24 Januari 2007. Flach, M. & Rumawas, F. 2012. Plants Yielding Non-Seed Carbohydrates p.9093.Prohati. Herison. C. Dkk. 2010. Studi Kekerabatan Genetik Aksesi Uwi (Dioscorea sp)yang dikoleksi dari Beberapa Daerah di Pulau Jawa dan Sumatera. Akta Agrosia Vol. 13 No.1 hlm 55 - 61 Jan - Jun 2010. ISSN 1410-3354. Loveless, A.R. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik2.Jakarta: Gramedia Purnomo. Dkk. 2011. Pemanfaatan Tradisional Umbi Dioscorea spp.(dioscoreaceae) oleh Penduduk di pemukiman Transmigran di Wilayah Kalimantan Selatan dan Lampung, sumatera: Telaah Etnobotani. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 7F (6164), 2011 Purwanto. Y. 1999. Peran Dan Peluang Etnobotani Masa Kini Di Indonesia dalam Menunjang Upaua Konservasi Dan Pengembangan Keanekaragaman Hayati. Prosiding Seminar Hasil-Nasil Penelitian Bidang ilmu Hayati. Pusat Antar Universitas Ilmu hayat IPB. Rostiawati. Y. 1990. Penggunaan Tepung Uwi ( Dioscorea alata ) sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigudalam Pembuatan "Cookies". Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Rubatzky,V.E & Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia I /rinsip,Produksi & Gizi.Edisi II. Penerbit ITB. Bandung. Situs resmi pemerintahan kabupaten Blitar. Gambaran umum kabupaten blitar. www.blitarkab.go.id. Diakses tanggal 4 Juli 2012 (online) Steenis. C. G. G. J. Van. 2006. Flora. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suryadarma.2008. Etnobotani. Jurusan pendidikan biologi fmipa. Universitas negeri yogyakarta.

Susanto. D. 2010. Pertumbuhan Umbi Dioscorea Alata Pada Perlakuan Pemberian Bahan Organik Dan Pupuk Npk. Mulawarman Scientifie, Volume 9, Nomor 1, ISSN 1412-498X. Tjitrosoepomo. G. 2004. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta:Gadjah mada University Press. Yuniar, D.P. 2010. Karakteristik Beberapa Umbi Uwi (dioscorea spp.) Dan Kajian Potensi Kadar Inulinnya. Skripsi universitas pembangunan nasional veteran. Surabaya.

DAFTAR RIWAYAT PESERTA Penulis Pertama a. Nama Lengkap b. Tempat, tanggal lahir c. No Telp dan Email d. Alamat Lengkap

: Rina Walokosari : Blitar, 08 Oktober 1991 : 0877 5613 4653/cerynz.w91@gmail.com : Da Kebonsari, Kec Kademangan, Kab Blitar e. Prestasi yang pernah diraih : f. Karya Ilmiah yang dihasilkan :Potensi Teh Mahkota Bunga Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) minuman segar kalangan mahasiswa penganti Soft Drink. Desa model for green tourism Berbasis sosio-kultural-religi sebagai alternatif konservasi mata air sumber bulus kediri jawa timur.

Penulis Kedua a. Nama lLengkap b. Tempat, tanggal lahir c. No Telp dan Email d. Alamat Lengkap

: Vidhy Setyantoro : Nganjuk, 12 Maret 1991 : 0898 3401 524/v_dhys@yahoo.co.id : Ds Kedungrejo, Kec Tanjunganom, Kab Nganjuk e. Prestasi yang pernah diraih : Juara II Lomba Karya Tulis Ilmiah Universitas Nusantara PGRI Kediri. Juara I dalam Kejuaraan Olahraga Bridge Se-Kabupaten Nganjuk. f. Karya Ilmiah yang dihasilkan : Pemanfaatan hasil olahan lidah buaya (aloe vera) sebagai strategi optimalisasi di bidang kesehatan. Potensi Teh Mahkota Bunga Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) minuman segar kalangan mahasiswa penganti Soft Drink. Karakteristik bentuk sorus paku-pakuan dikawasan ironggolo. Education with class league: meningkatkan metakognisi belajar siswa. Desa model for green tourism Berbasis sosio-kultural-religi sebagai alternatif konservasi mata air sumber bulus kediri jawa timur.

LAMPIRAN

D E F Gambar 2. Tanaman uwi (Dioscorea alata) A, B,C, E dan F. Uwi yang di dalam tanah, D. tangkai yang kering saat musim kemarau.

10

G H Gambar 3. Tahap-tahap pembuatan tepung uwi (A.pemotongan uwi, B dan C. tepung uwi diayak) yang kemudian dijadikan mie uwi (D. pengukuran bahan, E. adonan yang sudah ditipiskan, F. proses merebus, G. adonan yang dipotongpotong, H. mie uwi siap makan )

11

Anda mungkin juga menyukai