Anda di halaman 1dari 6

ACARA III

BUDIDAYA KANGKUNG DALAM POLIBAG

A. TUJUAN
1. Mempraktikkan budidaya kangkung dalam polibag.
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan budidaya kangkung dalam
polibag.
3. Mengetahui pengaruh jumlah lubang tanam terhadap pertumbuhan
kangkung dalam polibag.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kangkung :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Family : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea reptans Poir (kangkung darat)
(Purwono, 2008).
Kangkung (Ipomoea reptans Poir) adalah tanaman yang berasal dari
India, yang kemudian menyebar ke Malaysia, Birma, Indonesia, Cina selatan,
Australia dan Afrika (Istamar, 2004). Kangkung terdiri dari dua jenis, yaitu
kangkung akar yang disebut kangkung cina yang tumbuh di lahan-lahan yang
tidak tergenang air dan kangkung air yang tumbuh secara alami di sawah,
rawa, atau parit. Perbedaan antara kangkung akar dan kangkung air yang
terletak pada bentuk daun dan batang. Kangkung air berbatang dan berdaun
lebih besar daripada kangkung akar, batang berwarna lebih hijau, sedangkan
kangkung akar batang dan daunnya kecil, warna batang putih kehijau-hijauan
serta berbiji. Kangkung akar lebih banyak bijinya daripada kangkung air
(Istamar, 2004). Produksi utama dari kangkung adalah batang muda dan
pucuk-pucuk daunnya (Rukmana, 1994).
Kangkung merupakan tanaman yang dapat tumbuh lebih dari satu
tahun. Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-
cabangnya akar menyebar kesemua arah, dapat menembus tanah sampai
kedalaman 60 hingga 100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius 150
cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air (Djuariah, 2007). Batang
kangkung bulat dan berlubang, berbuku-buku, banyak mengandung air
(herbacious) dari buku-bukunya mudah sekali keluar akar. Memiliki
percabangan yang banyak dan setelah tumbuh lama batangnya akan menjalar
(Djuariah, 2007).
Kangkung memiliki tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan
diketiak daunnya terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan
baru. Bentuk daun umumnya runcing ataupun tumpul, permukaan daun
sebelah atas berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian bawah berwarna
hijau muda. Bentuk bunga kangkung umumnya berbentuk “terompet” dan
daun mahkota bunga berwarna putih atau merah lembayung (Maria, 2009).
Buah kangkung berbentuk bulat telur yang didalamnya berisi tiga butir
biji. Bentuk buah kangkung seperti melekat dengan bijinya. Warna buah hitam
jika sudah tua dan hijau ketika muda. Buah kangkung berukuran kecil sekitar
10mm, dan umur buah kangkung tidak lama. Bentuk biji kangkung bersegi-
segi atau tegak bulat. Berwarna cokelat atau kehitam-hitaman, dan termasuk
biji berkeping dua. Pada jenis kangkung darat biji kangkung berfungsi sebagai
alat perbanyakantanaman secara generatif (Maria, 2009).
Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun. Kangkung
dapat tumbuh pada daerah yang beriklim panas dan beriklim dingin. Jumlah
curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini berkisar antara 500-
5000 mm/tahun. Pada musim hujan tanaman kangkung pertumbuhannya
sangat cepat dan subur, asalkan di sekelilingnya tidak tumbuh rumput liar.
Tanaman kangkung membutuhkan lahan yang terbuka atau mendapat sinar
matahari yang cukup. Di tempat yang terlindung (ternaungi) tanaman
kangkung akan tumbuh memanjang (tinggi) tetapi kurus-kurus (Aditya, 2009).
Kangkung darat (Ipomea reptans poir) menghendaki tanah yang subur,
gembur banyak mengandung bahan organik dan tidak dipengaruhi keasaman
tanah. Tanaman kangkung darat tidak menghendaki tanah yang tergenang,
karena akar akan mudah membusuk. Media arang sekam mempunyai porositas
yang baik, mudah mengikat air, tidak mudah lapuk, ringan, dan merupakan
sumber kalium. (Sutanto, 2002). Kangkung dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan) ± 2000
meter dpl. Baik kangkung darat maupun kangkung air, kedua varietas tersebut
dapat tumbuh di mana saja, baik didataran rendah maupun di dataran tinggi.
Hasilnya akan tetap sama asal jangan dicampu raduk (Anggara, 2009).
Pekarangan mempunyai potensi yang besar sebagai penunjang
berbagai kebutuhan hidup sehari-hari pemiliknya. Lahan pekarangan adalah
tanah-tanah yang ada di sekitar rumah yang mempunyai batas-batas hukum
yang jelas. Pemanfaatan lahan pekarangan penting dilakukan, karena
pekarangan merupakan tempat yang terdekat dengan kita, sehingga semua
anggota keluarga dapat membantu mengelola lahan pekarangan agar dapat
menghasilkan berbagai bahan pangan (Soekartawi, 2011). Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya pemenuhan kebutuhan gizi dan pendapatan
keluarga yang timbul dari pemanfaatan lahan pekarangan dengan baik,
misalnya dengan penanaman komoditas sayur-sayuran, memelihara ternak
kambing atau sapi, dan budidaya ikan (Soekartawi, 2011).
Tanaman sayuran yang telah dibudidayakan untuk pemenuhan
kebutuhan makanan sehari-hari karena sayuran mengandung sumber vitamin,
mineral dan penganeragaman makanan.. Sayuran yang diperoleh dari kebun
atau lahan pekarangan rumah sendiri lebih terjamin kualitasnya. Hal ini
dikarenakan budidaya sayuran yang diusahakan dengan organik, pengurangan
penggunaan pestisida, dan menggunakan pupuk kompos. Oleh karena itu,
pemanfaatan lahan pekarangan dengan budidaya sayuran dapat menjamin
bahan pangan yang bermutu dan higenis. (Soekartawi, 2011).
Manfaat pembibitan atau budi daya tanaman dalam polibag adalah
mudah dalam merawat tanaman, mudah menyeleksi antara bibit yang subur
dan bibit yang kerdil atau kurang subur, tidak banyak membutuhkan lahan,
mudah di pindahkan ke lahan pertanian. Polibag tahan air, ringan, dan
harganya relatif murah sehingga mudah terjangkau oleh semua kalangan
masyarakat. Kekurangan polibag yaitu akar tanaman tumbuh melingkar dan
plastik tidak mudah hancur atau terdegradasi oleh deraan lingkungan baik oleh
hujan dan panas matahari maupun mikroorganisme yang hidup dalam tanah,
sehingga peningkatan penggunaan material plastik menyebabkan penimbunan
limbah plastik (Wachjar dan Anggayuhlin, 2013)
Jumlah lubang tanam akan berpengaruh pada faktor tumbuh tanaman.
Menurut Wachjar dan Anggayuhlin (2013), peningkatan populasi akan
mengurangi ketersediaan air dan pada akhirnya mengurangi pertumbuhan
pucuk tanaman. Meningkatnya populasi akan meningkatkan kebutuhan cahaya
untuk proses fotosintesis karena semakin besarnya persaingan tanaman dalam
mendapatkan cahaya matahari. Jumlah bibit per lubang tanaman yang semakin
sedikit akan memberikan cela pada tanaman untuk memperdalam perakaran
serta perlakuan jarak tanam akan memberikan kesempatan tanaman untuk
tumbuh dengan baik. (Wachjar dan Anggayuhlin, 2013)

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Pisau
b. Gunting
c. Polibag
d. Cetok
e. Ember
2. Bahan
a. Bibit kangkung
b. Tanah
c. Pupuk kendang
D. CARA KERJA
1. Menyiapkan media tanam dengan cara mencampurkan tanah dan pupuk
kandang dengan perbandingan 1:1 ke dalam ember.
2. Mengisi 6 polibag dengan campuran media tanam yang sudah dibuat
sebanyak 2/3 bagian polibag..
3. Membuat lubang tanam pada polibag, membuat 3 polibag satu lubang
tanam dan 3 polibag dua lubang tanam.
4. Menyiapkan bibit kangkung, dengan memotong sepertiga tanaman
kangkung (menyisakan ± 15 cm tanaman kangkung yang akan ditanam)
5. Memasukkan bibit kangkung pada tiap lubang tanam kemudian menutup
kembali menggunakan tanah.
6. Menyiram setiap hari pada pagi dan sore hari.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, DP. 2009. Budidaya Kangkung. 20 Januari 2010
Anggara, R. 2009. Pengaruh Kangkung Darat (Iphomea reptans Poir.)
Terhadap Efek Sedasi Pada Mencit BALB/C. Semarang: Fakultas
Kedokteran. Universitas Diponegoro.
Djuriah, D. 2007. Evaluasi Plasma Nutfah Kangkung di Dataran Rancaekek.
Jurnal Hortikultura 7(3): 756-762.
Istamar Syamsuri. 2004. Buku Kerja Ilmiah Biologi. Jakarta: PT. Erlangga
Maria, G.M. 2009. Respon Produksi Tanaman Kangkung Darat (Iphomea
reptans Poir.) Terhadap Variasi Waktu Pemberian Pupuk Kotoran
Ayam. Jurnal Ilmu Tanah 7(1): 18-22
Purwono, R. 2008. Budidaya Delapan Jenis Tanaman Pangan. Penerbit
Universitas Padjajaran. Bandung.
Rukmana, R. 1994. Kangkung. Yogyakarta. Kanisius
Soekartawi. 2011. Ilmu Usaha Tani. Universitas Indonesia : Jakarta
Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Permasyarakatan dan
Pengembangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Wachjar dan Anggayuhlin, 2013. Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi
Konsumsi Air Tanaman melalui Pengaturan Populasi Tanaman.
Bogor : Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor Hal.128.

Anda mungkin juga menyukai