= 14%
4.2.3 B/C Ratio
B/C Ratio =
= 1,3
4.2.4 Pay Back Period
Pay Back Period =
=
= 5 bulan
4.2.5 Break Even Point
BEP untuk volume produksi :
Rp 97.842.000 : Rp. 62.000,00/ kg = 1.578 kg( Titik balik modal
tercapai jika produksi kepiting lunak mencapai 1.578 kg).
BAB V
ASPEK PASAR
Kepiting Lunak bisa dijual ke:
Pasar lokal ke rumah makan yang menyediakan menu kepiting lunak.
Untuk wilayah Aceh, harga kepiting lunak berkisar antara Rp 55,000
sampai dengan Rp 65,000/Kg.
Ke pabriknya biasanya lebih banyak dibandingkan ke rumah makan yang
berada di Banda Aceh.
Eksportir yang ada di Medan.
Jakarta.
BAB VI
PERMASALAHAN DAN SOLUSI
Permasalahan yang terjadi dalam kegiatan budidaya kepiting lunak,
diantaranya:
1. Minimnya tempat budidaya bibit kepiting di Aceh. Sehingga persediaan bibit
kepiting untuk budidaya sedikit.
2. Pembelian bibit kepiting dilakukan pengusaha dari bibit kepiting yang telah di
kumpulkan oleh pedagang pengumpul dari daerah Panton Labu, Aceh Utara
dikarenakan tidak adanya supply bibit dari daerah Banda Aceh dan sekitarnya.
3. Dalam menjalankan usaha, pemilik, pengelola dan pemodal ditangani oleh
orang yang sama sehingga pemilik mengambil andil yang cukup besar dalam
kegiatannya.
4. Tidak adanya pabrik untuk pengemasan, sehingga pengusaha harus membawa
kepiting yang telah dipanen ke pabrik lain.
5. Sisa cangkang kepiting yang telah moulting dibuang sia-sia oleh pengusaha
dan menjadi limbah usaha.
Atas dasar paparan permasalahan di atas, dalam laporan ini kami
memberikan beberapa solusi pemecah masalah, diantaranya;
1. Diperlukan adanya tempat pembudidayaan bibit kepiting yang lebih banyak.
Agar persediaan bibit tercukupi.
2. Tersedianya tempat bibit kepiting di sekitar Banda Aceh dapat menghemat
waktu dan biaya dalam budidaya kepiting. Sehingga lebih efektif dan efisien,
dan juga dapat membuka peluang kerja bagi masyarakat sekitar.
3. Ada baiknya disamping penggunaan buruh tambak, sebaiknya pengusaha
menetapkan seseorang sebagai pengelola tambak sehingga pengusaha dapat
lebih teratur dalam pngendalian keuangan dan aktivitas pekerja.
4. Pemerintah hendaknya dapat memberikan bantuan dalam membangun dan
menyediakan pabrik dan penggudangan yang baik untuk pengemasan dan
penyimpanan hasil kepiting yang telah dipanen. Sehingga pengusaha dapat
menghemat biaya dalam pengemasan.
5. Perlu adanya perhatian dari pemerintah atau instansi lain yang peduli terhadap
sisa cangkang kepiting yang terbuang dengan sia-sia untuk diolah menjadi
pakan sehingga dapat membantu petani lebih efisien dalam penggunaan pakan
kepiting mereka dan juga dapat menjadi nilai tambah bagi para petambak.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kepiting bakau (Scylla sp.) merupakan salah satu jenis komoditas
perikanan yang potensial untuk dibudidayakan. Kepiting bakau hidup di
perairan pantai khususnya di hutan hutan bakau (mangrove).
2. Perairan di sekitar mangrove sangat cocok untuk kehidupan kepiting bakau
karena sumber makanannya seperti benthos dan serasah cukup tersedia
3. Salinitas berpengaruh terhadap setiap fase kehidupan kepiting bakau
terutama molting.
4. Tambak kepiting harus mempunyai konstruksi yang berorientasi pada
faktor lingkungan yang mendukung kehidupan dan pertumbuhan secara
normal, sehingga efisiensi pemanfaatan lahan dan waktu saat
pemeliharaan. Secara prinsip, bangunan tambak harus kuat & kedap air.
5. Teknik budidaya kepiting adalah Memperdalam tambak, Persiapan
Tambak, pengangkatan lumpur dasar tambak dan pengapuran,
Pengeringan, Pemasangan saringan air pada pipa pemasukan, Persiapan
Rakit/Karamba.
6. Ketimpangan antara teori dan praktik merupakan hal yang sering terjadi
dalam setiap kegiatan termasuk kegiatan budidaya kepiting lunak ini
sendiri.
B. Saran
Untuk mendapatkan lebih jelas perbandingan pemasukan dari tahun ke tahun dari
usaha kepiting lunak ini, alangkah bagusnya jika pemilik usaha membuat
pembukuan tahunan.
DAFTAR PUSTAKA
Kasry. 1996. Kepiting Bakau-Scylla Serrata (Forskal) Dari Perairan Indonesia .
LON-LIPI. Jakarta.
Kadarsan, W.H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan
Agribisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sulistiono. N., Watanabe, S, Yokota and R. Fusera. 1996. The Fishing Gears And
Methods Of The Mud Crab In Indonesia Cancer (S). Hal 23-26 (In
Japanese).
LAMPIRAN